5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani
Tinjauan botani meliputi klasifikasi tanaman, deskripsi, ekologi, khasiat dan kegunaan serta kandungan kimia biji jintan hitam Nigella sativa L.
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi tanaman jintan hitam adalah sebagai berikut United State Departement of Agriculture, 2012:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta Division
: Magnoliophyta Class
: Magnoliopsida Subclass
: Magnoliidae Ordo
: Ranunculales Family
: Ranunculaceae Genus
: Nigella L. Species
: Nigella sativa L.
Gambar 2.1 Biji jintan hitam Nigella sativa L. Sumber : dokumen pribadi
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2 Deskripsi Tanaman
Jintan hitam merupakan tanaman herba tahunan dan berbatang tegak. Batang biasanya berusuk dan berbulu kasar, rapat atau jarang-jarang dan
disertai dengan adanya bulu-bulu yang berkelenjar. Bentuk daun lanset berbentuk garis panjang 1,5 cm sampai 2 cm, ujung meruncing, terdapat tiga
tulang daun yang berbulu. Daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk. Daun pembalut bunga kecil. Kelopak bunga 5, bundar telur,
ujungnya agak meruncing hingga tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar. Mahkota pada umumnya 8, agak memanjang
berbentuk bunga dua, bibir bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang berbentuk benang, ujung bibir bunga bagian bawah tumpul. Benang sari
banyak dan gundul. Kepala sari jorong dan sedikit tajam, berwarna kuning. Buah bulat telur atau agak bulat. Biji hitam, jorong berbentuk sudut tiga tak
beraturan dan sedikit berbentuk kerucut, panjang 3 mm dan berkelenjar Depkes RI, 1979.
2.1.3 Ekologi dan Penyebaran
Jintan hitam tumbuh dari daerah Levant ke arah timur Samudera Indonesia sebagai gulma semusim Depkes RI, 1979.
2.1.4 Khasiat dan kegunaan
Biji jintan hitam sudah lama digunakan dalam pengobatan tradisional, seperti diuretik, diaforetik, penyakit hati, antihipertensi,
memperbaiki proses pencernaan, antidiare, stimulan nafsu makan, analgesik, antibakteri dan antihelmintik. Selain itu jintan juga dilaporkan mampu
mengobati sakit kepala, migrain, keracunan merkuri dan leprosi Gillani et al, 2004. Kajian lain menyebutkan bahwa jintan hitam juga dapat berfungsi
sebagai immunostimulan,
antihistamin, antikanker,
hypoglycemic, choleretic, dan antiparasit Al-Ali et al, 2008. Jintan hitam juga dapat
berperan sebagai antimikroba, antiparasit, antikanker, antiinflamasi, immunomodulator dan antioksidan Gali et al, 2006.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5 Kandungan Kimia
Biji jintan hitam mengandung minyak atsiri 0,5-1,6, asam lemak 35,6-41,6, protein 22,7 yang meliputi asam amino meliputi
albumin, globulin, lisin, leusin, isoleusin, valin, glisin, alanin, fenilalanin, arginin, asparagin, sistin, asam glutamat, asam aspartat, prolin, serin,
treonin, triptopan dan triosin. Biji jintan hitam juga mengandung berbagai mineral seperti Fe, Na, Cu, Zn, P, Ca dan vitamin asam askorbat, tiamin,
niasin, piridoksin dan asam folat. Asam lemak yang terkandung dalam biji jintan hitam antara lain asam palmitat, asam linoleat, asam oleat, asam
dehidrostearat. Kandungan aktif dalam biji jintan hitam biasanya berada dalam minyak atsiri seperti carvone,
α-pipene, d-limoene, dan p-cymene, thymoquinon, thymohydroquinon, dithymoquinon, thymol dan nigellone
Gillani et al, 2004. 2.2
Ekstraksi dan Ekstrak Ekstraksi suatu tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau
fisika suatu bahan padat atau bahan cair dari suatu padatan, yaitu tanaman obat Depkes RI, 2000. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan Depkes RI, 1995.
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
2.3 Hepatitis C
HCV termasuk golongan Flaviviridae dan merupakan satu-satunya anggota dari genus Hepacivirus. Infeksi HCV adalah penyebab utama dari
hepatitis kronis, sirosis hati, dan karsinoma hepatoseluler Brass et al, 2006. HCV menyerang sel hati atau limfosit B. Virus ini menyebabkan penyakit
hepatitis C yang dalam jangka panjang mengakibatkan peradangan hati,
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sirosis, dan kanker hati. Penyakit ini sulit dideteksi karena gejala yang ditimbulkan mirip dengan penyakit yang lain, seperti mual, nafsu makan
berkurang, mudah lelah, timbul kekuningan mata, kulit, dan urin berwarna gelap. Umumnya penyakit ini terdeteksi apabila sudah mencapai tingkat
kronis, sekitar 30-80 infeksi Sy Jamal, 2006. Genom HCV terdiri dari open reading frame ORF tunggal yang
mengkodekan poliprotein tunggal. Poliprotein tersebut merupakan prekusor bagi 3000 jenis asam amino. Poliprotein ini akan diubah menjadi sekitar 10
jenis protein yang berbeda dan terbagi dalam dua kelompok besar protein virus, yaitu protein struktural protein inti, E1, E2, dan p7 dan protein
nonstruktural NS NS2, NS3, NS4A, NS4B, NS5A, dan NS5B Lauer Walker, 2001.
Replikasi virus bersifat kuat dan dapat diperkirakan lebih dari sepuluh milyar partikel virion diproduksi perhari bahkan pada fase kronis dari infeksi.
HCV mengkode poliprotein tunggal yang terdiri atas 3011 asam amino dan memproses menjadi 10 protein struktural dan regulator. Komponen struktural
terdiri atas inti dan dua protein amplop. Selain inti dari virus terdapat juga dua daerah dari protein amplop E2 didesain sebagai daerah hipervariabel 1
dan 2 yang memiliki laju yang tinggi terhadap mutasi dan dipercaya sebagai hasil dari tekanan selektif oleh antibodi spesifik terhadap virus Lauer
Walker, 2001. 2.4
RNA Helikase Helikase adalah enzim yang berperan dalam membuka untai ganda
nukleotida DNA atau RNA menjadi untai tunggal. RNA helikase merupakan enzim yang membuka ikatan dupleks RNA menjadi untai tunggal.
Kadare Haenni, 1997. Fungsi dasar enzim helikase untuk membuka utas ganda DNA atau RNA melalui coupling hidrolisis NTP dengan translokasi
sepanjang satu utas DNA atau RNA. Seluruh helikase virus memiliki aktivitas NTPATPase yang tergantung pada keberadaan NTP dan kation
divalen berupa Mg
2+
. Produk hidrolisis NTP pada helikase adalah NDPADP dan Pi Fan et al, 2008.
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Enzim helikase diperlukan untuk proses replikasi genom organisme tersebut. Enzim helikase dapat dibagi menjadi DNA helikase dan RNA
helikase, sesuai dengan genom yang dimiliki organisme tersebut. HCV yang merupakan virus RNA memiliki RNA helikase. Helikase bekerja secara
katalitik memisahkan untai ganda DNA atau RNA menggunakan energi yang dihasilkan dari hidrolisis nukleosida trifosfat dan merupakan target pencarian
obat karena dibutuhkan dalam replikasi virus Utama et al, 2000.
Gambar 2.2 Mekanisme kerja enzim RNA helikase Sumber Utama et al, 2000
Aktivitas NTPATP helikase secara umum distimulasikan oleh keberadaan asam nukleat untai tunggal. Hal ini memungkinkan enzim
berikatan dengan untai RNA dengan energi yang dihasilkan dari hidrolisis ATP untuk memisahkan ikatan hidrogen pasangan basa dari struktur dupleks
Utama et al, 2000.
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ikatan asam nukleat dapat menginduksikan formasi protein yang terkarakterisasi dengan pengembangan situs aktif dari domain NTPATPase
dari NTPATP. Aktivitas NTPATPase tidak dapat distimulasi pada kadar garam tinggi. Hal ini disebabkan kondisi kekuatan ionik kuat asam nukleat
tidak dapat terikat dengan enzim dan enzim membentuk konformasi untuk pelepasan untaian. Mekanisme kerja enzim RNA atau DNA helikase adalah
pertama-tama helikase akan mengikat untai RNA atau DNA utas ganda pada ujung 3’, selanjutnya ATP akan berikatan pada suatu sisi aktif dari RNA atau
DNA helikase tersebut. Gugus ATP akan dihidrolisis oleh enzim RNA atau DNA helikase menjadi ADP dan fosfat inorganik. Proses hidrolisis ini akan
terlepas energi yang kemudian digunakan oleh enzim RNA atau DNA helikase untuk menguraikan utas ganda RNA atau DNA menjadi utas tunggal
RNA atau DNA Utama et al, 2000. 2.5
SDS PAGE Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan yang memisahkan analit
berdasarkan kemampuan bergerak dalam medium konduksi yang biasanya berupa larutan bufer dan akan memberikan respons setelah ditambahkan
medan listrik Harvey, 2000. Sodium Dodecyl Sulphate Poly Acrylamide Gel Electrophoresis SDS PAGE adalah metode pemisahan protein dalam
sampel untuk dianalisa dan menentukan berat molekulnya. Protein-protein akan terdenaturasi dan melepas monomernya karena pemanasan yang
ditunjukkan dengan adanya agen-agen pereduksi 2-merkaptoetanol atau ditiotheitol dan surfaktan bermuatan negatif.
Elektroforesis gel Sodium Dodesil Sulfat SDS poliakrilamid adalah teknik yang sering digunakan dalam bidang biokimia, forensik, genetika, dan
biologi molekuler untuk memisahkan protein sesuai dengan mobilitas elektroforesis fungsi dari panjang rantai polipeptida atau molekul. Sampel
elektroforesis gel SDS tersebut dipisahkan berdasarkan ukuran berat molekul Gam Latiff, 2005.
Polimerisasi dapat terjadi dengan cepat pada suhu kamar dengan adanya katalis dan inisiator. Katalis dan inisiator yang umum digunakan ialah
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
N,N’,N’,N’–tetrametilenadiamina TEMED dan amonium persulfat APS sebagai sumber radikal bebas yang akan menginisiasi pembentukan polimer
Caprette, 2005. Medan listrik diterapkan di seluruh gel yang menyebabkan protein
bermuatan negatif bermigrasi menuju anoda. Setiap protein akan bergerak berbeda melalui matriks gel. Protein yang berbobot molekul kecil akan lebih
mudah melalui pori-pori pada gel, sedangkan protein yang berbobot molekul lebih besar akan memiliki lebih banyak kesulitan untuk melewati pori-pori
tersebut. Setelah waktu yang telah ditentukan protein akan bermigrasi berdasarkan ukuran; protein yang lebih kecil akan bermigrasi jauh di bawah
gel, sedangkan yang lebih besar akan tetap lebih dekat ke titik asal. Protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran atau bobot molekul Gam Latiff,
2005. Pewarna yang digunakan dalam teknik ini terdiri atas dua macam yaitu
Coomassie Brilliant Blue atau pewarna perak. Pewarna Coomassie Brilliant Blue biasanya dapat mendeteksi sebuah band hingga 50 µg protein.
Pewarnaan perak meningkatkan sensitivitas pewarnaan sampai 50 kali. Banyak variabel yang dapat mempengaruhi intensitas warna. Setiap protein
memiliki karakteristik pewarnaan sendiri Jovanovic et al, 2007. 2.6
Kolorimetri ATPase Uji kolorimetrik digunakan untuk menganalisis bahan yang umumnya
tidak berwarna, misalnya untuk mengukur konsentrasi protein dalam suatu sampel yang tidak menyerap cahaya. Adapun pereaksi yang digunakan adalah
pereaksi yang bewarna seperti malakit hijau dan amonium molibdat. Uji ATPase dilakukan dengan mengukur konsentrasi fosfat yang terurai dari ATP
menjadi ADP dan P, yang dihasilkan dari reaksi enzim ATPase. Prinsip uji kolorimetrik adalah perubahan warna yang terjadi dari suatu zat yang tidak
bewarna dengan suatu pereaksi warna Utama et al, 2000.
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7 Kromatografi
Kromatografi adalah cara pemisahan zat yang berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan,
atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi
atau penetapan kadar. Kromatografi yang sering digunakan ialah kromatografi kolom, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis dan
kromatografi gas. Sebagai bahan penyerap selain kertas, digunakan juga zat penyerap berpori misalnya aluminium oksida yang diaktifkan, asam silikat,
atau silika gel, kiselgur dan harsa sintetik Depkes RI, 1979. 2.7.1 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan salah satu metode kromatografi yang dapat digunakan untuk fraksinasi ini merupakan cara yang terbaik
untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar lebih dari 1 g. Campuran yang akan dipisahkan pada kromatografi kolom adalah berupa pita pada
bagian atas kolom penjerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, atau bahkan tabung plastik. Pelarut eluen dibiarkan mengalir melalui kolom
karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan Rouessac Rouessac, 2007. Kolom kromatografi atau tabung
untuk pengaliran karena gaya gravitasi atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian
bawahnya untuk mengatur aliran pelarut Gritter et al, 1991. Zat penyerap misalnya aluminium oksida yang telah diaktifkan,
silika gel, kiselgur terkalsinasi, dan kiselgur kromatografi murni dalam keadaan kering atau setelah dicampur dengan sejumlah cairan, dimampatkan
kedalam tabung kaca atau tabung kwarsa dengan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir keluar dengan ukuran tertentu. Sejumlah
sediaan yang diperiksa dilarutkan dalam sedikit pelarut ditambahkan pada puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat penyerap. Zat berkhasiat
diserap dari larutan oleh bahan penyerap secara sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom. Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut,
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan atau tanpa tekanan udara, masing-masing zat bergerak turun dengan kecepatan khas hingga terjadi pemisahan dalam kolom yang disebut
kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi beberapa faktor misalnya daya serap zat penyerap, sifat pelarut, dan suhu dari sistem kromatografi
Depkes RI, 1979.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN