lxi
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA
A. Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecil A.M. Fatwa
Andi Mappetahang Fatwa atau AM. Fatwa yang lahir di Mare, Bone Sulawesi Selatan pada tanggal 12 Februari 1939. Anak bungsu dari 6 bersaudara
pasangan dari pasangan suami istri Petta Wawa dan Petta Pajja ini menempuh pendidikan dasarnya dulu Sekolah Rakyat SR, di Mare.
39
Mare merupakan sebuah desa kecil di kawasan Propinsi Sulawesi Selatan tepatnya berada di
sebelah barat yang berbatasan dengan laut yang memisahkan antara Sulawesi Selatan dengan Sulawesi Tenggara Pesisir.
Keadaan lingkungan, adat istiadat, serta keberagaman masyarakat di desa Mare pada saat itu A.M. Fatwa kecil mayoritas masyarakat disana memeluk
agama Islam, akan tetapi sangat kental dengan dunia Animisme sehingga dalam keberagamaan ritualnya pun tak lepas dari dunia Animisme.
Saat masih duduk di SDSR, A.M. Fatwa sedikit mendapatkan pendidikan agama dari keluarganya karena minim pendidikan dan hanya sebatas pelajaran
mengaji Al-quran secara tradisional di rumah. Keterbukaan pandangan agama menjadi modern dimulai ketika Beliau
membaca buku-buku karangan Hamka, yang dipinjamnya dari tetangganya di kampung yang sering berpergian ke Jawa. Dari membaca buku Hamka-lah yang
.
0 1 2 0 0
+ 3
4 +
5 6
0 + 7888
7
lxii mempengaruhi pola pikir dan pandangan mengenai wawasan keIslamannya.
Sehingga buku-buku tersebut yang mendorong Beliau mengambil sikap terhadap praktek-praktek keagamaan di kampungnya yang masih tradisional dan
terbelakang dengan cara mengkritik cara-cara orang dalam mengunjungi maqam kuburan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Dari pasca membaca buku-buku Hamka serta karena keadaan di kampungnyalah yang menyebabkan A.M. Fatwa berkeinginan untuk hijrah
sekolah ke Sumbawa.
B. Pendidikan dan Pengalaman A.M. Fatwa
Setelah beliau menyelesaikan pendidikan SR-nya di Mare, ia melanjutkan pendidikan ke PGAPGAA di Sumbawa dan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Saat
kuliah di IAIN Jakarta, beliau juga kuliah di Universitas Ibnu Chaldun Jakarta hingga menjadi sarjana muda Publisistik pada tahun 1964. Kemudian Beliau
melanjutkan kuliahnya di Fakultas Ketatanegaraan dan Ketataniagaan Universitas 17 Agustus 1945 UNTAG Surabaya, hingga menyelesaikan kuliah dengan
mendapatkan gelar sarjana pada tahun 1970 dengan ujian persamaan di UNTAG Jakarta.
Disamping itu, Beliau mengikuti program pendidikan dan pelatihan keorganisasian, selain ikut kursus Staf dan Kepemimpinan Pegawai PEMDA DKI
pada tahun 1975, beliau pun mengikuti latihan militer di Sekolah Dasar Perwira KKO-AL Marinir 19661967, serta kursus dan pelatihan manajemen pada
Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen LPPM tahun 1979-1980.
lxiii Pengalaman hidupnya banyak di isi dengan kegiatan keorganisasian. Pada
usia muda A.M. Fatwa sudah menjadi anggota Gerakan Pemuda Islam Indonesia GPII, Pandu Islam, Pelajar Islam Indonesia PII dari menjabat Sekertaris
Umum, tingkat Cabang dan sampai kini beliau menjadi Dewan Penasehat Perhimpunan Keluarga Besar PII.
Beliaupun salah satu pendiri Himpunan Mahasiswa Islam HMI di IAIN Jakarta yang kini telah menjadi UIN Jakarta. Kirpahnya di HMI pernah menjadi
ketua II Komisariat IAIN, ketua I Cabang Ciputat, dan sempat menjadi Anggota Pengurus Besar pada tahun 1963-1964. Sebagai Alumni HMI, Beliau pernah
menjadi Wakil Ketua Korps Alumni HMI KAHMI Jakarta, dan kini menjadi Penasehat Majelis Nasional KAHMI, Beliau pun aktif dalam berbagai kegiatan
Front Nasional Pusat dan menjadi Sekertaris Perserikatan Organisasi-organisasi Pemuda Islam Seluruh Indonesia PORPISI tahun 1962 1963
40
Beliau pun saat kuliah pernah mendapat beasiswa dari Angkatan Laut sebagai Pelajar Calon Perwira AL untuk jurusan Imam Tentara tahun 1960 –
1963, dengan menjadi Ketua Korps Pelajar Calon Perwira AL-Komisariat Jakarta, yang saat kongres di Malang tahun 1961 beliau terpilih sebagai Ketua Senat
Korps Pelajar Calon Perwira AL Se-Indonesia menggantikan Tarmizi Taher terakhir berpangkat Laksamana Muda dari Universitas Airlanga.
Beliau pun pernah menjadi Staf Pribadi Gubernur DKI, Letjen Marinir Ali Sadikin untuk masalah-masalah agama dan politik hingga tahun 1979, dan
merangkap Kepala Sub-Direktorat Pembinaan Masyarakat Direktorat Politik
8
.
0 1 2 0 0
7
lxiv Pemda DKI, Beliau pun memegang beberapa jabatan semi-official Pemda DKI
sebagai ketua Umum LP MTQ, Ketua Umum KODI Koordinasi Dakwah Islam, Sekertaris Badan Amil Zakat, Tim Pembina Rohani Pemda DKI, Sekertaris
Majelis Ulama DKI, dan Pimpinan Proyek Pembinaan Massa Pemda DKI. Sejak tahun 1958 beliau menjadi anggota Muhammadiyah di Sumbawa,
dan Beliau pernah menjadi Pengasuh Panti asuhan Yatim di Mataram, dan beliau menjadi Pengurus Pemuda Muhammadiyah Jakarta, Ranting sampai menjadi
Wakil Ketua Lembaga Hikmat PP Muhammadiyah, Beliau pun mengetuai beberapa yayasan yang dirintis oleh Keluarga Muhammadiyah. Dan bahkan
sempat menjadi anggota Pleno Badan Kerjasama Ulama Militer BKSUM Jakarta Raya.
Beliau juga aktif di PTDI Pendidikan Tinggi Dakwah Islam dan turut mendirikan dan menjadi ketua bidang Organisasi dan Manajemen Dewan Masjid
Pusat tahun 1972 – 1979, setelah menjabat Sekjend Panitia Nasional Penyelenggaraan MTQ Nasional V tahun 1972, Official Qory Indonesia MTQ
Internasional Kuala Lumpur Malaysia, dan kemudian beliau mendirikan Lembaga Pembina MTQ DKI dan memimpin hingga 1979, beliaun pun sempat merintis
Konsep Pelembagaan MTQ secara nasional hingga terbentuknya LPTQ Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an tingkat nasional dan kini duduk sebagai
penasehat. Sebagai tindak lanjut MTQ Nasional beliau mendirikan Yayasan Pendidikan berupa Kampus Pondok Karya Pembangunan di Cibubur.
Bersama Istrinya Nunung Nurdjanah, mendirikan Yayasan Putra Fatahilah dengan mengelola beberapa Taman Kanak-kanak TK Islam dan Pendidikan
lxv Guru Taman Kanak-kanak Islam PGTI. Tahun 1975, Beliau turut menjadi
anggota Yayasan Badan Pembina Universitas Ibnu Khaldun Jakarta, dan juga mendirikan dan menjadi salah seorang Ketua Yayasan Kebajikan Islam
Samanhudi Jakarta tahun 1974, bersama KH. Abdurrahman Wahid, Prof. DR. Nurcholis Majid dan Kefrawi Ridwan, yang kemudian berlanjut menjadi Majelis
Pengajian Reboan yang dipimpin Eki Syachrudin dan Utomo Danajaya. Beliau mensponsori berdirinya Group Diskusi Haji dan Menjadi
Sekertarisnya, dengan Ketua Syukri Ghozali Ketua MUI Pusat yang mengumpulkan bahan, saran, dan perbaikan dan penyempurnaan perjalanan haji
Indonesia kepada Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin dan Pemerintah Pusat. Kemudian, beliau memimpin proyek percobaan kafilah haji Pemda DKI tahun
1976, yang selanjutnya di kembangkan secara nasional menjadi kloter kelompok terbang.
A.M. Fatwa juga menjadi Sekjen Amal Muslimin 1976, saat di ketuai Letjend Soedirman, sebuah konfederasi dari ormas-ormas Islam yang saat diketuai
Ny. R.A. B. Syamsuridjal mengantarkan kelahiran Partai Muslimin Indonesia Parmusi. Bersama Mr. Sjafruddin Prawiranegara, pada tanggal 5 Mei 1980, AM.
Fatwa turut serta dalam pernyataan dan keprihatinanpetisi 50 dan menjadi Sekertaris Kelompok Kerja POKJA hingga di penjara dan menjadi tahanan
politik karena kasus “Lembaran Putih” Peristiwa Tanjung Priok 1984 dengan hukuman 18 tahun penjara atas tuntutan seumur hidup, lalu diganti oleh Cris Siner
Key Timu.
lxvi Sebelumnya Beliau pun mendirikan Korps Mubaligh Indonesia KMI
dan menjadi Ketua II KMI pada tahun 1982. hingga kini masih menjadi Badan Pembina Yayasan Asrama Pelajar Islam YAPI yang mengelola Asrama
Mahasiswa Islam Sunan Giri dan Sunan Gunung Djati, yang dulu di rintis oleh tokoh-tokoh Islam, seperti Prawoto Mangkusasmito, Yusuf Wibisono,
Muhammad Roem, Yusdi Ghozali, Anton Timur Djaelani dan Wartomo. Beliau merupakan salah satu tokoh agama yang di tangkap karena pidato
dan ceramah agama yang di sampaikan kepada masyarakat di anggap menentang pemerintahan Soeharto, karena Beliau melihat bahwa kebijakan yang dilakukan
dan diterapkan oleh Soeharto sangat merugikan masyarakat, sehingga AM Fatwa sangat berani mengambil sikap dengan melakukan perlawanan dengan cara
berdakwah yang isinya membahas dan mengkritisi kebobrokankedzoliman pemerintahan Soeharto, sehingga pemerintahan Soeharto mengharuskan dia untuk
dijebloskan ke penjara selama beberapa tahun oleh pemerintahan Soeharto karena dianggap merusak keharmonisan dan cita-cita asas ideologi tunggal yaitu
Pancasila. AM Fatwa merupakan salah satu tokoh politik yang sampai saat ini masih
konsern dalam menyebarkan Islam melaui pemikiran-pemikiran dan khutbah- khutbah yang di sampaikan, bahkan sekarang beliau banyak menyuarakan melaui
tulisan-tulisannya, beliau juga pernah dipenjara pada masa rezim orde baru, akibat dari khutbah-khutbah beliau yang menceritakan tentang kondisi rill pada saat itu,
dimana kekuasaan orde baru sangat otoriter dan sangat menghimpit umat Islam.
lxvii “Mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya”
. Inilah kalimat terakhir yang digoreskan secara kuat oleh A.M. Fatwa dalam buku AM Fatwa dari
Mimbar ke Penjara. Perjalanan panjang dan melelahkan dari penjara ke penjara – untuk menemukan kebebasan dan keadilan – sepertinya dia simbolkan dalam
sabda Illahi tersebut. Kita memang tidak dapat menukik ke dalam sanubari A.M. Fatwa dan ikut bersamanya menyelami “kegelapan” yang pernah dilaluinya dan
cahaya yang kemudian menyinarinya. AM Fatwa pun tidak hanya berdakwah saja, kita saat ini mengenal beliau
sebagai salah satu tokoh politik yang masih produktif hingga saat ini karena masih menyampaikan pemikiran-pemikirannya melalui karya-karya dan buku yang di
terbitkan. Dengan banyak pengalaman yang dimiliki dan bahkan pernah merasakan keadaannya sewaktu menjalankan aktifitasnya, sehingga membuatnya
ingin merubah keadaan sekarang agar tidak seperti kejadian-kejadian yang pernah dialaminya pada saat ia menyampaikan pesan-pesan dakwah yang di anggap
mengandung unsur provokatif di masyarakat A.M. Fatwa merupakan tokoh yang dikenal sangat kritis dan banyak
melakukan perlawanan melalui dakwah berserta materi yang disajikan di dalamnya mempunyai beberapa konsep pemikiran untuk tetap kritis terhadap
rezim. Konsistensi beliau terhadap nasib umat Islam, baik pada saat rezim Orde
Baru maupun setelah Orde Baru masih tetap diperjuangkan. Orde Baru harus dijadikan pembelajaran, karena beliau selalu mengingatkan agar umat Islam harus
lxviii bangkit untuk mengisi masa depan, agar lebih baik dan tidak hancur dan terpecah
belah dalam keterpurukan serta termarjinalisasi. A.M. Fatwa saat ini telah menjadi ikon sebuah perlawanan yang telah
dilakukannya dengan sikap kritis pada rezim Orde Baru. Sikap kritis dan perlawanannya terhadap setiap bentuk otoritarianisme dan penindasan sudah
menjadi ruh didalam dirinya. Keprihatinan terhadap kondisi penguasa yang semakin otoriter, telah
mendorong A.M. Fatwa untuk aktif dan menjadi sekertaris Kelompok Kerja Petisi 50, yang merupakan sebuah gerakan moral yang melakukan perlawanan sengit
terhadap rezim Soeharto yang semakin represif, hal inilah yang membuat A.M. Fatwa semakin tidak menyurutkan kritisismenya dan bahkan melakukan
perlawanan yang semakin sengit, dan hal tersebutlah yang menyebabkan A.M. Fatwa di vonis 18 tahun penjara atas peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984.
Walaupun masa tahanan tersebut tidak dijalani sepenuhnya karena mendapatkan pembebasan bersyarat dan juga mendapatkan amnesti setelah
jatuhnya rezim Soeharto. Akan tetapi, dari masa tahanan yang dijalani A.M. Fatwa beberapa kali masuk penjara dan mendekam tidak kurang dari 12 tahun,
sebuah masa tahanan politik paling lama dibandingkan tahanan politik lainnya khususnya di Asia Tenggara.
Bagi A.M. Fatwa, penjara bukan senjata yang bisa menghabiskan sikap kritisnya, bahkan dari penjaralah perjalanan hidup politiknya dan menjadi tempat
pematangan politiknya. Dari penjara tersebut lahir banyak ide dan kreatifitas yang
lxix tidak jarang mengguncang peradaban. Banyak karya-karya yang monumental
yang tercetus dari balik jeruji penjara. Selama masa perjuangan hidup, Beliau dalam perjalanan terutama dalam
karir Dakwah telah menulis beberapa buku diantaranya : 1.
Dulu demi Revolusi, kini demi pembangunan ; Eksepsi di Pengadilan 1985 2.
Demi Sebuah Rezim, Demokrasi dan Keyakinan Beragama Diadili; Ringkasan Pledoi di Pengadilan 1986, 2000
3. Saya Menghayati dan Mengamalkan Pancasila, Justru Saya Seorang Muslim ;
Sebuah Skripsi Pembebasan 1994 4.
Islam dan Negara 1995 5.
Agama dan Negara Dalam Konstelasi Politik Orde Baru 1997 6.
Menggugat dari balik Penjara, Surat-surat Politik A.M. Fatwa 1999 7.
Dari Mimbar ke Penjara 1999 8.
Satu Islam Multipartai 2000 9.
Demokrasi Teistis 2001 10.
Otonomi Daerah dan Demokratisasi Bangsa 2003 11.
PAN mengangkat Harkat dan Martabat Bangsa 2003 12.
Kampanye Partai Politik di Kampus 2003 13.
Dari Cipinang ke Senayan 2003 14.
Catatan dari Senayan 2004 15.
Melanjutkan Reformasi Membangun Demokrasi 2004 16.
Problem Kemiskinan, Zakat sebagai solusi Alternatif ditulis bersama Djamal Doa dan Arief Mufti 2004
lxx 17.
PAN Menyongsong Era Baru Keharusan Reorientasi 2005 18.
Pengadilan HAM AD HOC Tanjung Priok ; Pengungkapan kebenaran untuk rekonsiliasi Nasional 2005
19. Khutbah-khutbah politik A.M. Fatwa di Masa Orde Baru 2007
20. Satu Dasawarsa Reformasi Antara Harapan dan Kenyataan 2008
41
Dari seluruh buku yang telah ditulisnya, sangat terlihat bahwa perjalanan hidupnya tidak pernah lepas dari perjuangan yang telah memberinya kesempatan
untuk mengabdi pada kepentingan rakyat melalui perannya di parlemen. Selain Produktif menulis buku, A.M. Fatwa juga banyak menerima
penghargaan dari berbagai Instansi-instansi organisasi atas peran yang dimainkannya di parlemen. diantaranya :
1. Menerima Award sebagai “Pegawai Negeri dan Politisi yang
berpendirian” dari DPP KNPI, tahun 1999. 2.
Menerima “Profil Top Indonesia 2002” dari pusat Profil dan Biografi Indonesia, Mei 2002
3. Menerima “Top Executive Award 20002” dari yayasan Prestasi Indoensia,
10 Mei 2002 4.
Menerima “Citra Manajemen Award 2002” dari Media Exekutive Penunjang Karir dan Profesi, 30 Juni 2002
5. Menerima “Man of the Year 2002”, dari yayasan Penghargaan Indonesia,
13 September 2002.
9 : 9
01 . 5
1 +
3
788
lxxi 6.
Menerima “Well Performed Men and Women of the Year 2003 Award” dari Indonesia Lestari Foundatioon 19 September 2003.
7. Menerima Penganugrahan Gelar Marga “Ginting”, di Bastagi, Sumatera
Utara. 1 Maret 1999. 8.
Menerima Penganugrahan Gelar Marga “Harahap” dengan panggilan “Mangraja Ompu Sarudak Hatorangan”, dan sebutan untuk Istri “Namora
Ikutan Boru Regar”, di Padang Sidempuan, 4 Agustus 2001 9.
Menerima Piagam Adat dari Sai Batin Raja Adat Keratuan Paksi Pak Skala Brak kerajaan tertua di Lampung dengan gelar “Tumenggung Alip
Jaya”, 7 September 2003. 10.
Menerima Piagam Adat dari Padang Sidempuan “Kanjeng Pangeran Notohadinagoro” dari Pakubuwono XII Keraton Surakarta
11. Penyerahan ”Anugerah Negara Mahaputera Adipradana” dari Presiden
SBY pada Peringatan HUT Proklamasi RI ke-63 di Istana Negara tanggal 14 Agustus 2008
12. Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menyerahkan pengahargaan sebagai
”Pejuang Anti Kezaliman” di Teheran pada tanggal 29 Januari 2009. 13.
Mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Negeri Jakarta di Bidang Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan pada
tanggal 16 Juni 2009.
lxxii
C. Dakwah menurut A. M. Fatwa