Dakwah dan politik: kiprah dan pemikiran K.H Mahrus Amin

(1)

PEMIKIRAN DAN KIPRAH K.H. MAHRUS AMIN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam ( S.Kom.I )

Oleh : Pahlevy NIM. 105051001984

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(2)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam ( S.Kom.I )

Oleh : Pahlevy NIM. 105051001984

Di bawah Bimbingan :

Prof. Dr. Murodi, MA NIP. 19640705 1992031 1003

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(3)

Skripsi berjudul Dakwah dan Politik (Kiprah dan Pemikiran K.H Mahrus Amin) telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Islam (S. Kom.I.) pada Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam.

Jakarta, 23 September 2010 Sidang Munaqasyah,

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

Drs. Wahidin Saputra, MA Umi Musyarrofa,M.A NIP: 19700903 199603 1001 NIP: 1971816 199703 2002

Anggota,

Penguji I Penguji II

Dra. Asriati Djamil, M.Hum. Drs. Suhaimi, M.Si. NIP: 19610422 199003 2001 NIP: 19670906 199403 1001

Pembimbing,

Prof. Dr. Murodi, MA NIP. 19640705 1992031 1003


(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sangsi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 3 Juni 2010


(5)

Nama : Pahlevy

NIM : 105051001984

DAKWAH DAN POLITIK

KIPRAH DAN PEMIKIRAN K.H. MAHRUS AMIN

Elite agama Islam, yang oleh kalangan masyarakat Jawa khususnya disebut kyai, seringkali dijadikan bahan perbicangan para pengamat dan bahkan oleh kyai sendiri, menyangkut layak tidaknya mereka terjun dalam politik praktis. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kyai seharusnya berperan saja sebagai pengayom umat terutama dalam kehidupan beragama, dan karena itu lebih tepat jika menghindarkan diri dari kegiatan politik. Sebaliknya, terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa tidak ada alasan kyai harus meninggalkan politik praktis, sebab berpolitik merupakan bagian kehidupan agama itu sendiri. Saat ini, dari sekian banyak tokoh agama Islam atau kyaidi Indonesia yang menjadikan politik sebagai sarana atau media dakwah ialah K.H. Mahrus Amin.

Dalam penelitian ini penyusun mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: Konsep dakwah menurut K.H Mahrus Amin? Konsep politik menurut K.H. Mahrus Amin? Bagaimana kiprah dakwah dan politik menurut K.H. Mahrus Amin?

Sedangkan metodelogi dalam pembahasan skripsi ini menggunakan metodelogi kualitatif yaitu, melakukan wawancara langsung dengan K.H. Mahrus Amin, kemudian mengumpulkan data dari beberapa artikel di internet dan karya-karya berupa tulisan K.H. Mahrus amin serta buku-buku yang terkait dengan permasalahan.

Teori yag digunakan dalam pembahasan ini adalah teori global communitarianism, geographical mobility dan teori cult./lang./ competence/inheritance. teori global communitarianism yang berarti dapat menerima siapa saja untuk menjadi bagian dalam komunitasnya sebagaimana objek dalam berdakwah yang tidak dipilih-pilih. Teori geographical mobility yang artinya berpindah dari wilayah aslinya dan tersebar, sebagaimana agama Islam yang berasal dari Arab menyebar ke seluruh dunia. Teori cult./lang./competence/acquisition yang mempunyai makna dapat mengadopsi dan berakulturasi dengan budaya lain, sebagai contoh Indonesia adalah Indonesia akan tetapi tidak dapat dilepaskan dari pengaruh Islam baik dari segi sosial, budaya, ekonomi maupun politik.

Dari pembahasan di atas, dapat sekiranya saya simpulkan bahwa dakwah dan politik memiliki keterkaitan, di mana politik dapat dijadikan sebagai salah satu media untuk berdakwah, dan tidak ada salah seandainya seorang kyai terjun ke dunia politik selama mempunyai niat dan tujuan yang baik untuk kemaslahatan umat, tanpa harus terkontaminasi kotornya politik yang menodai kemurnian dakwah Islam.


(6)

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam, tempat berlindung dan bersandar atas segala kelemahan manusia sebagai makhluk dhaif dengan keagungan rahmat hidayah-Nya, sholawat beriring salam semoga tercurah limpahkan kepada makhluk Allah yang paling mulia, Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat beliau dan orang-orang yang senantiasa berjalan di atas petunjuk beliau serta mengikuti jejak beliau hingga hari kiamat.

Selanjutnya selama penyusunan skripsi ini, dan selama penulis menimba ilmu di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, penulis mendapatkan sesuatu yang berharga yang belum pernah penulis dapatkan sebelumnya, juga penulis banyak mendapatkan motivasi yang sangat besar dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada orang-orang yang memberikan andil besar dalam menyelesaikan skripsi ini, maka dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, terutama penulis sampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

2. Drs. Jumroni, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam 3. Umi Musyarofah M.A., selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan

Penyiaran Islam.


(7)

memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya serta memberikan ilmunya selama penulis mengerjakan skripsi ini.

5. Prof. Dr. Murodi, MA, selaku Dosen Penasehat Akademik.

6. K.H Mahrus Amin, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan wawancara secara langsung kepada penulis.

7. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah membantu dalam menyediakan sumber-sumber selama penulis merampungkan skripsi ini.

8. Ayahanda Drs. Pahlawan Lubis dan Ibunda Neni Nelti yang telah mencurahkan semua perhatian dan cinta kasihnya selama ini, masukan dan arahannya sungguh bijak, sehingga mereka dapat menjadi inspirator utama dalam penyusunan skripsi ini.

9. Adik-adikku tersayang, Intan , Kinan, Almarhumah Siti Rahmah, Anggi, Joman dan Raihan, yang telah memberikan semangat kepada penulis. 10.Sahabatku Rahmat Hidayat, Iqbal Perdana dan M.Irfan.

11.Seluruh teman kelasku KPI D angkatan 2005, terutama buat Zulfikar, Kiki Maulana, M. Arif Sigit, Geary Fariq, Hifzanul Hanif, Ahmad Fauzi, Farah Nurul Hikam, Irma Iztarikizra, Upi Zahra.

12.Teman-teman BEM Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan HMI yang telah banyak memberikan wawasan keorganisasian kepada penulis.


(8)

iii

terdapat kelemahan dan kekurangan dalam skripsi ini karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT.

Jakarta, 5 September 2010


(9)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Dakwah dan Unsur-unsurnya 1. Pengertian Dakwah ... 12

2. Unsur-Unsur Dakwah ... 14

3. Hukum Dakwah ... 28

B. Politik 1. Pengertian Politik ... 29

2. Perpektif Islam Tentang Politik ... 31

3. Keterkaitan Dakwah dan Politik ... 34

C. Kiprah dan Pemikiran 1. Pengertian Pemikiran ... 35

2. Pengertian Kiprah... 36

BAB III PROFIL K.H. MAHRUS AMIN

A. Riwayat Hidup 1. Latar Belakang Keluarga ... 37

2. Latar Belakang Pendidikan ... 38

3. Latar Belakang Organisasi ... 40

B. Karya-Karya K.H Mahrus Amin ... 41

BAB IV ANALISIS

KONSEP DAKWAH DAN POLITIK

MENURUT K.H. MAHRUS AMIN

A. Konsep Dakwah Menurut K.H. Mahrus Amin ... 44

B. Konsep Politik Menurut K.H. Mahrus Amin ... 50

C. Kiprah Dakwah dan Politik Menurut K.H. Mahrus Amin ... 52

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN


(10)

A. Latar Belakang Masalah

Elite agama Islam, yang oleh kalangan masyarakat Jawa khususnya disebut kyai, seringkali dijadikan bahan perbicangan para pengamat dan bahkan oleh kyai sendiri, menyangkut layak tidaknya mereka terjun dalam politik praktis. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kyai seharusnya berperan saja sebagai pengayom umat terutama dalam kehidupan beragama, dan karena itu lebih tepat jika menghindarkan diri dari kegiatan politik. Sebaliknya, terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa tidak ada alasan kyai harus meninggalkan politik praktis, sebab berpolitik merupakan bagian kehidupan agama itu sendiri.1

Namun, banyak kalangan yang kurang sependapat terhadap peranan kyai yang terlibat dalam kancah politik, karena seorang kyai belum cukup kuat untuk menahan godaan fasilitas yang disediakan bagi mereka tatkala tengelam dalam euporia politik praktis. Bahkan yang lebih memprihantinkan lagi, ketika antar kyai pun bisa terjadi konflik karena perbedaan aspirasi politik.2

Bagi kyai keterlibatan mereka dalam berpolitik tentu saja sangat beralasan, bagi mereka antara politik dan dakwah merupakan suatu kesatuan, mustahil untuk dipisahkan. sebab agama merupakan ajaran tata perilaku

1

Imam Suprayogo, Kyai dan Politik “Membaca Citra Politik Kyai”, Malang , (UIN Malang Press, 2009), Cet. ke-2 hal. 1

2

Hamadan Daulay, Membangun Kerukunan Berpoltik dan Beragama Di Indonesia, (Yogyakarta, Puslitbang Depag RI, 2002) hal. 11


(11)

kemanusiaan, sehingga ia bukan hanya sistem teologi tetapi juga sebuah kebudayaan yang kompleks. Dakwah harus didukung dengan sebuah kekuasaan politik. Sebab, baik agama maupun politik, secara kasat mata sama-sama berkolerasi dengan kemaslahatan umat.3

Walau bagaimanapun, kalau memang politik adalah salah satu jalan untuk menegakkan kemaslahatan umat (al-maslahah al-ammah), dan menancap sangat kuat dalam kaidah politik Islam (qowaidu siyasah al-Islamiyah), kyai harus tetap berjuang dengan konsisten untuk terus berekperimentasi. Nabi Muhammad SAW juga "politisi" ulung yang mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga kepala negara.4

Jadi, kalau mengikuti tata nilai yang diteladankan Nabi dan sahabatnya, pastilah akan terus berevaluasi dalam sekian eksperimentasi, sehingga akan lahir kedewasaan berpolitik. Sebagi sistem hidup yang sempurna, Islam tidak bergerak pada tataran pemikiran (teoritis) semata, tetapi bekerja padatataran praktis, mengatur semua segi kehidupan manusia secra realistis dan objektif. Ini berarti, Islam haruslah diterjemahkan dan diwujudkan dalam kehidupan nyata dengan membangun komunitas dan masyarakat Islam.5

Dakwah dibidang politik adalah ajakan mengembalikan tata cara pengurusan masyarakat ke dalam suasana yang teduh dan Islami. Inilah

3

Syaiful Amin Sholihin, Tokoh Agama dan Pilihan Politik, (Yogyakarta, Tugu Pess, 2004), hal. 27

4

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal 25

5

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah , (Jakarta, Penerbit Madani 2006), hal. 151-152


(12)

panggilan yang sesuai dengan fitrah manusia di manapun dia berada. Tidak ada manusia di dunia ini yang diciptakan Allah SWT dan tidak satupun mahluk manusia yang tidak akan kembali kepada Allah SWT. Jadi wajarlah bahwa manusia yang berakal menghormati aturan pencipta-Nya dan kepada siapa dia kembali. Kita pun tak bisa membayangkan kekuatan Islam dapat tersebar tanpa adanya perjuangan dakwah yang justru ditujukan untuk menyebarkannya. Artinya, seandainya tidak melalui perjuangan dakwah, Islam tidak mungkin memiliki kekuatan, tidak mungkin tersebar luas, tidak mungkin dapat dijaga dan tidak mungkin pula hujjah Allah bisa ditegakkan atas para makhluknya.6

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dakwah dan politik adalah dua hal yang berbeda walaupun terkadang saling terkait dalam mencapai tujuan tertentu, jika dakwah diletakkan dalam politik maka dakwah akan menjadi instrument dan sarana untuk mencapai tujuan politik. Berpolitik dalam Islam berarti menjunjung tinggi dakwah Islamiyah, dakwah sendiri dapat kita artikan sebagai upaya mengajak atau meningkatkan usaha manusia dalam berbuat kebaikan, dakwah yang dimaksud tidak terbatas pada spiritual saja akan tetapi dakwah harus memasuki semua dimensi kehidupan baik ekonomi, sosial, budaya maupun politik.

Saat ini, dari sekian banyak tokoh agama Islam atau kyai di Indonesia yang menjadikan politik sebagai sarana atau media dakwah, salah satunya ialah K.H Mahrus Amin. Ia dilahirkan di desa Kali Buntu, Ciledug, Cirebon

6


(13)

pada tanggal 14 Februari 1940, nama lengkap beliau adalah Mahcrus Amin. Orang tua, saudara dan teman-temannya memanggil beliau Mahrus. Beliau dilahirkan dalam keluarga terpandang. Ayahnya bernama Casim Jasim Ahmad Amin, yang menjabat sebagai seorang Kuwu (setingkat lurah) dan juga salah satu keturunan anak cucu Syarif Hidayatullah, tokoh Islam di Jawa Barat pada masa lalu. Selain itu ayahnya juga adalah seorang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang tergabung dalam Laskar Hizbullah di Jawa Barat. Ibunya bernama Hj. Jamilah binti H. Muharom yang berasal dari Cirebon. Ibunya adalah cucu kyai Idris seorang ulama pimpinan pondok pesantren Lumpur di daerah Lumpur Brebes. Bersama Kyai Ismail yang dikenal sebagai ahli hikmah dan juga saudaranya kyai Idris, Keduanya adalah ulama yang berpengaruh di kawasan Losari.7 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

K.H. Mahrus Amin berasal dari keluarga terpandang baik dsri segi sosial maupun keagamaan.

K.H. Mahrus Amin mengeyam pendidikan dasar di Sekolah Rakyat Islam (SRI) di Kalimukti pada tahun 1953 beliau lulus. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikanya ke Pondok Modern Gontor di Ponorogo selama 6 tahun dan lulus pada tahun 1961, Setelah tamat beliau mendapatkan izin untuk tidak perlu mengajar di Gontor. Beliau berhijrah ke Jakarta untuk mengajar di sebuah lembaga pendidikan yaitu Madrasah Darunnajah Petukangan dan melanjutkan Pendidikannya di Fakultas Ushuludin Jurusan Dakwah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang Universitas Islam Negeri Syarif

7

K.H Mahrus Amin, Dakwah Melalui Pondok Pesantren, (Jakarta, Penerbit Grup DANA, 2008), hal. 3


(14)

Hidayatullah) hingga tamat tahun 1972.8 Setelah tamat dari IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Beliau mendapatkan kesempatan menjadi dosen untuk mengajar dialmamaternya, Fakultas Ushuludin, tapi beliau hanya mengajar sebentar saja. Beliau mengundurkan diri menjadi dosen dan memilih jalur lain, beliau lebih memilih untuk berkonsentrasi pada pembinaan dan pengelolaan pondok pesantren yang didirikannya hingga sekarang.9

Di antara cita-citanya K.H. Mahrus Amin adalah menggagas pendirian 1000 Pesantren Nusantara di antaranya adalah pondok pesantren Darunnajah Jakarta dan pondok pesantren Madinnatunnajah Tangerang Selatan dengan Gerakan Nasional Cinta Wakaf Zakat, Infaq, dan Shadaqoh. Selain menjadi kyai atau pimpinan pesantren, beliau juga banyak menempati posisi penting di organisasi keislaman seperti Ketua I DPP Forum Islamic Center Indonesia, Ketua Forum Umat Islam, Ketua Umum BKsPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia), Pengurus Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (Bakomubin), Ketua Yayasan Qolbu Salim Masjid Istiqlal dan Anggota Dewan Penasehat Majlis Ulama DKI Jakarta.10

Selain aktif di dunia dakwah beliau juga bergiat dalam kegiatan politik. Pada waktu Orba (Orde Baru) jatuh, berganti Era Reformasi, Pemerintah RI mengizinkan masyarakat mendirikan Parpol. Lalu lahir banyak partai Islam seperti PBB, PUI (Partai Umat Islam), Partai Politik Islam Masyumi Abdullah Hehamahua, Partai Masyumi Baru, Partai Keadilan (PK) atau Partai Keadilan

8

Ibid, hal. 17

9

Panitia Tasyakuran 70 K.H. Mahrus Amin, Kyai Entrepreneur “Social Entrepreneurship Berbasis Nilai-Nilai Agama”, (Jakarta, Panitia Tasyakuran 70 K.H. Mahrus Amin, 2010), hal. 74

10

K.H Mahrus Amin, Dakwah Melalui Pondok Pesantren, (Jakarta, Penerbit Grup DANA, 2008), hal. 121


(15)

Sejahtera (PKS) 1999-2004 dan Partai Bintang Reformasi (PBR). Kemudian jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2009, lahir pula 38 Parpol Nasional dan 6 Parpol lokal NAD (Nanggroe Aceh Darussalam). Anwar Harjono membacakan deklarasi PBB pada 17 Juli 1998 usai Shalat Jum’at di Masjid Agung Al-Azhar Jalan Sisingamangaraja Kebayoran Baru Jakarta Selatan (Jaksel). beliau adalah salah satu pendiri Partai Bulan Bintang (PBB) bersama Prof Dr HM Yusril Ihza Mahendra, Marlan Mardjoned, Abdul Kadir Jaelani, Hartono Mardjono SH, Badruzzaman Busyairi Brebes, Ahmad Soemargono, Tumpal Daniel S SPdI MSi, Ikhwan Ridwan SH dan lain sebagainya.11 Saat ini beliau juga aktif didalamnya sebagai wakil ketua Majelis Syura di Partai Bulan Bintang (PBB).12

Berangkat dari sini penulis terarik untuk menganalisis “Dakwah dan Politik : Kiprah dan Pemikiran K.H Mahrus Amin ” karena dalam hal perpolitikan dan berdakwah, tokoh yang satu ini merupakan tokoh yang cukup pantas untuk dianalisis.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dan agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang jauh dari pembahasan penulis hanya membatasi pembahasan pada kiprah dan pemikiran dakwah dan politik K.H Mahrus Amin.

11

http://www.madina-sk.com/index.php?option=com_content&task=view&id=5580

dikutip pada 14/03/2010

12

K.H. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta tanggal 19 Maret 2010 di kediaman beliau (Ulujami)


(16)

2. Perumusan Masalah

Bedasarkan batasan masalah diatas secara sederhana perumusan masalah tersebut dapat disimpulkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

a. Konsep dakwah menurut K.H Mahrus Amin? b. Konsep politik menurut K.H Mahrus Amin?

c. Bagaimana Kiprah dakwah dan politik K.H Mahrus Amin?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka ada beberapa tujuan penelitian yang hendak dicapai, yaitu :

a. Untuk mengetahui konsep pemikiran K.H Mahrus Amin tentang dakwah dan politik.

b. Untuk mengetahui perjalanan dan pergerakan dakwah dan politik K.H Mahrus Amin.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dai penelitian ini adalah : a. Secara Akademis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan tambahan pengetahuan tentang aktifitas dakwah dan politik seorang tokoh nasional yang menekuni dunia pendidikan, sosial dan politik di tanah air.


(17)

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang media dakwah terutama kiat dakwah melalui jalur atau pendekatan politik. Karena menurut penulis dakwah disertai dengan politik sejak awal hingga kini menjadi alternatif yang sangat berpeluang dan menjanjikan dalam menyiarkan Islam di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan berguna sebagai wawasan pemikiran dan praktek yang diperoleh dari Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam khususnya dan umumnya bagi Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

D. Metodelogi Penelitian 1. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriftif-analisis, yaitu sebuah teori yang bermaksud meneliti dan menemukan informasi seluas-luasnya tentang sebuah permasalahan yang akan diteliti, dalam hal ini adalah Dakwah dan Politik : Kiprah dan Pemikiran K.H. Mahrus Amin.

2. Bentuk Penelitian

Dalam bentuk penelitian skripsi ini penulis menggunakan metodelogi penelitian lapangan (Fields Research) yang di perlukan untuk mendapatkan data-data tentang K.H. Mahrus Amin. Untuk menunjang tulisan ini, penulis juga menggunakan penelitian kepustakaan (Library


(18)

Reseacrh) dengan menghimpun buku-buku atau tulisan yang berkaitan dengan masalah diatas.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.13

Dalam hal ini adalah K.H Mahrus Amin

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunalan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Wawancara (Interview)

Wawancara dalam hal ini penulis mengadakan wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab, dengan menggunakan alat panduan wawancara.14

Wawancara adalah tehnik dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu yang sesuai dengan data.15 Dalam hal ini teknik mengumpulkan data

melalui metode Tanya jawab berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan langsung kepada yang bersangkutan yaitu, K.H. Mahrus

13

Lexy J.Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. ke-33, edisi revisi, hal 4

14

Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta, Gaila Indonesia, 1998), Cet ke-3, hal 234

15

Wardi Bachtiar, Metode Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta, Logos, 1997), Cet. ke-1 hal. 72


(19)

Amin mengenai kiprah, pemikiran, alasan dan tujuan beliau tentang dakwah dan politik.

b. Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung untuk memperoleh data yang diperlukan.16 Demi menunjang sebuah

penelitian yang sempurna, penulis mengobservasi langsung subjek dan objek penelitian langsung kepada K.H Mahrus Amin dengan menggunakan metode penelitian lapangan dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan dengan segala aktifitas beliau baik dalam berdakwah dan berpolitik.

c. Dokumentasi

Yakni teknik pengumpulan data melalui dokumen-dokumen untuk memperkuat informasi. Dalam penelitian ini dokumen yang dijadikan sumber penelitian yaitu seperti buku-buku, model yang memuat dan dijadikan media dakwah dan politik serta artikel-artikel yang memuat pemberitaan mengenai K.H Mahrus Amin.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan susunan penyusunan laporan akhir (Skripsi) maka dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab tersebut memiliki beberapa subbab, yakni seperti berikut :

16

Winarno Surahmad, Menyusun Rencana Penelitian, (Bandung, CV Tarsita, 1989), hal. 162


(20)

BAB I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodelogi penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Teoritis yang berisi tentang Pengertian Dakwah dan Unsur-unsurnya, Pengertian Dakwah, Unsur-Unsur Dakwah, Hukum Dakwah, Pengertian Politik, Perpektif Islam Tentang Politik, Hubungan Keterkaitan Dakwah dan Politik.

BAB III Profil K.H. Mahrus Amin pada bagian ini dijelaskan mengenai riwayat hidup dan pendidikan, latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, aktivitas dakwah dan politik, akivitas K.H. Mahrus Amin dalam berdakwah dan akivitas K.H. Mahrus Amin dalam berpolitik.

BAB IV Analisis konsep dakwah dan politik menurut K.H. Mahrus Amin, pada bagian ini akan menjelaskan mengenai konsep dakwah menurut K.H. Mahrus Amin, konsep politik menurut K.H. Mahrus Amin dan korelasi antara dakwah dan politik menurut K.H. Mahrus Amin.

BAB V Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran dari seluruh proses dan hasil penelitian ini.


(21)

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Dakwah

Dilihat dari segi bahasa, kata dakwah berasal dari kata bahasa Arab da`wah ( ةﻮْ د ) merupakan bentuk kata masdar (kata kerja) dari da`a, yad`u, da`watan ( ةﻮْ د – ْﻮ ْﺪ – ﺎ د ) yang berarti menyeru, memanggil, mengajak.1

Maka dakwah dari sudut bahasa berarti ajakan, seruan, panggilan, undangan. Sedangkan secara istilah dakwah dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Alllah SWT sesuai dengan garis aqidah, yaitu syari`at dan akhlak islamiyah.2

Menurut M. Quraish Shihab Bahwa dakwah adalah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik atau sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.3

Menurut Wardi Bachtiar dakwah dapat dilakukan dalam 3 kategori yaitu :

1. Dakwah bi al-lisan

Dakwah bi al-lisan adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan, dapat berupa ceramah symposium, diskusi, khutbah, sarasehan dan lain sebagainya.

1

Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Yayasan Penyelenggara Al-Quran, 1973), hal. 126

2

Muhammad Sayyid Alwakil, Prinsip dan Kode Etik Dakwah, Penerjemah Nabhani Idris, (Jakarta, Akademika Pressindo, 2002), hal 1

3

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, (Badung, Raizan, 1995), Cet. ke-2, hal. 31


(22)

2. Dakwah bil al-qalam

Dakwah dengan tulisan adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melaului tulisan, dapat berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk, pamphlet, lukisan-lukisan, buletin dakwah dan lain sebaginya. 3. Dakwah bi al-hal

Dakwah bi al-hal adalah dakwah melalui perbuatan nyata seperti perilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, memelihara lingkungan, mencari nafkah dengan tekun, ulet, sabar, semangat, kerja keras serta menolong sesame manusia. Dakwah ini dapat berupa pendirian rumah sakit, pendirian panti dan memelihara anak yatim piatu, pendirian lembaga pendidikan, pendirian pusat pencarian nafkah seperti pabrik, pusat perbelanjaan, kesenian dan lainnya.4

Menurut Sayyid Quthub dakwah merupakan salah satu kewajiban bagi orang Islam, dakwah tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kaum Muslim baik individu maupun kelompok. Tentunya dengan memperhatikan tugas-tugas dakwah yang demikian berat dan tantangan yang demikian besar, maka dakwah tidak bisa tidak menghendaki adanya kelompok orang atau umat (kelompok profesional) yang secara sunggu-sungguh memikirkan masalah

dakwah dan melakukan tugas dakwah dengan baik dan sempurna.5

Sedangkan menurut Abu Risma dakwah adalah sebagai segala usaha yang dilakukan oleh seorang muslim atau lebih untuk merangsang orang lain agar memahami, menyakini dan kemudian menghayati ajaran Islam sebagai

pedoman hidup dalam kehidupan.6

4

Wardi Bachtiar, Metodelogi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta, Logos Wahana Ilmu, 1997), hal. 34

5

A. Ilyas Ismail, Pradigma Dakwah Sayyid quthub Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah , (Jakarta, Penerbit Madani 2006), hal. 139

6

Abu Risma, Dakwah Islam Praktis dalam Pembangunan Suatu Pendekatan Sosiologis, (Yogyakarta, PLP2M, 1985), h. 12


(23)

Sehubungan dengan ini Allah SWT berfirman :

Artinya : Wahai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan apa yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari gangguan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. .” (QS. al-Maidah : 67)

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan, bahwa dakwah adalah mengadakan suatu perubahan dan pembenahan baik yang bersifat individu maupun sosial sesuai dengan ajaran Islam. Dakwah sendiri dapat disampaikan melalui lisan, tulisan dan juga dengan tinggkah laku yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam upaya mempengaruhi orang lain agar timbulnya keinsyafan dalam individu dengan menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam keseharian.

B. Unsur-Unsur Dakwah

Aktifitas dakwah akan berjalan dengan baik, jika memperhatikan unsur-unsurnya. Unsur-unsur dakwah adalah sebagai berikut :

1. Da`I (sebagai subjek)

Subjek dakwah, bisa seorang atau sekelompok orang yang berorganisasi, bisa dikaji dari sudut pandang al-Islam manusia diciptakan Allah dalam bentuk tubuh yang indah dan unik, mempunyai tugas


(24)

memakmurkan bumi yang telah diciptakan-Nya untuk bekal hidup manusia dalam mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. manusia diciptakan sebagai khalifah (wakil) Allah dan harus mengabdi kepada-Nya dengan penuh keikhlasan. diri manusia terdiri dari fisik dan non fisik, kedua-duanya memerlukan pemeliharaan, memerlukan peranan dan fungsi untuk menyempurnakan hidup agar mencapai keseimbangan hidup di dunia dan di akhirat.7

Allah SWT berfirman :

Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah: 71) Jelas bahwa tugas pelaksana dakwah atau da`i adalah hubungan masyarakat, mulai dari keluarga sendiri, masyarakat ramai hingga dunia internasional. Aspek-aspek yang dihadapi cukup rumit dan banyak, meliputi daya fikir mereka, sikap hidup dan tingkah laku mereka, hal-hal

7

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 33


(25)

yang menjadi pendorong dalam kehidupannya, mungkin yang menyangkut frustasi, juga yang menyangkut program belajar mereka untuk meningkatkan taraf hidup, menyangkut perbedaan-perbedaan sosial dan individual, dan yang lebih penting adalah yang menyangkut pemecahan-pemecahan problema kehidupan manusia yang sangat luas dan multi kompleks. situasi hidup riil manusia adalah arena dakwah, dan disitulah para pelaksana dakwah harus mampu terjun dan membenahi yang kurang beres, menuntun jalan hidup yang benar dan menunjukkan apa yang dikenal dalam agama sebagai sirathal mustaqim.8

Menurut Sayyid Quthub ada tiga unsur penting yang harus dimiliki oleh Da`i yaitu :

a. Akhlak Da`i

Da`i merupakan salah satu unsur yang teramat penting dalam proses dakwah. Sebagai pelaku dan penggerak kegiatan dakwah. Da`i menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan dakwah.da`i pada dasarnya adalah penyeru ke jalan Allah SWT, pengibar panji-panji Islam, dan pejuang (mujahidin) yang mengupayakan terwujudnya sistem Islam dalam realitas kehidupan umat manusia. Da`i harus memiliki pemahaman yang luas mengenai Islam sehingga ia dapat menjelaskan ajaran Islam kepada masyarakat dengan baik dan benar.

b. Bekal Da`i

Seorang da`i untuk melaksanakan amanat dan kewajiban dakwah diharuskan memiliki persiapan-persiapan dan bekal perjalan yang cukup, terutama persiapan dan bekal spiritual yang baik. Oleh karena itu sebelum melaksanakan tugas yang berat para da`i harus mempersiapkan diri dengan memperkuat jiwa dan mental merek dengan iman dan takwa kepada Allah SWT, karena iman adalah bekal utama bagi para da`i.

c. Perjuangan Da`i

8


(26)

Dakwah adalah proses yang panjang ubtuk membangun sistem Islam dalam proses ini da`i tidak hanya memerlukan berbagai bekal akan tetapi juga membutuhkan komitmen perjuangan yang amat tinggi karena dakwah pada dakwah identik dengan perjuangan. Sayyid Quthub memposisikan da`i sebagai pejuang (mujahid), sebagai pejuang da`i harus bekerja dan berjuang tanpa lelah sepanjang hidupnya.9

Meskipun dakwah merupakan kewajiban setiap muslim, namun sebelum melakukan dakwah da`i harus tahu tugas, syarat dan sifat apa yang harus dimiliki yaitu :

a. Tugas da’i

Di dalam sebuah misi penyebaran agama khususnya agama Islam tidak terlepas dari penyampaiannya yang sering disebut dengan da’i, da’i

adalah orang yang melakukan dakwah.10 Atau dapat diartikan sebagai

orang yang menyampaikan pesan dakwah kepada khalayak (mad’u). Seseorang dapat dikatakan da’i apabila secara keilmuan ia telah menguasai tentang ajaran-ajaran Islam. Dari segi wawasan intelektual, pengalaman spiritual, sikap mental dan kewibawaannya. Seorang yang disebut da’i biasanya akan terlihat lebih matang tentang keilmuan dibandingkan mad’unya.11 Karena seorang da’i haruslah bisa mengarahkan orang yang diajak agar tidak ada kekeliruan dalam menjalani ibadah dan kehidupan agar selamat dunia akhirat.

Da’i merupakan penerus Rasul, oleh karena itu tugas da’i sama dengan Rasul yaitu melakukan amar ma’ruf nahi munkar (Mengajak

9

A. Ilyas Ismail, Pradigma Dakwah Sayyid quthub Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah ,(Jakarta, Penerbit Madani 2006), hal. 311-358

10

Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta:PT. Ikhtiar Ouve, 1992), hal. 137 11

Asep Muhyidin, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal. 137


(27)

kepada kebaikan dan mencegah kepada keburukan) serta mengajak manusia beriman kepada Allah dengan diiringi mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya.12

Setiap Muslim yang hendak menyampaikan dakwah, khususnya da’i seyogyanya memiliki kepribadian yang baik untuk menunjang keberhasilan dakwah, baik kepribadian yang bersifat rohaniah (psikologi) ataupun kepribadian jasmaniah (fisik).

b. Syarat dan Sifat Da’i

Dalam kegiatan dakwah, peranan da’i sangatlah penting yaitu: sebagai penyebar asama Islam. Tanpa da’i ajaran Islam hanyalah berupa ideologi yang tidak terwujud dalam kehidupan masyarakat. Oleh Karena itu, untuk menyebarkan ajaran Islam seorang da’i harus tahu syarat dan sifat-sifat yang harus dimilikinya sehingga ia mampu menghadapi beragam mad’u dan beragam persoalannya.

1) Adapun syarat da’i:

a) Pengetahuan mendalam tentang Islam

Dakwah pada dasarnya ialah aktivitas mengajarkan ajaran islam, sedangkan da’i adalah yang mengajarkan ajaran Islam. Oleh karena itu sebelum ia mengajarkan kepada orang lain ia harus tahu lebih mendalam tentng Islam, sehingga ia bisa menjelaskan kepada mad’u bahwa Islam merupakan ajaran yang berbeda dengan ajaran lain yaitu bersifat universal, yang ajarannya tidak terbatas, pada

12


(28)

hubungannya manusia dengan penciptanya, melainkan juga hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya.13

b) Juru dakwah jiwa kebenaran

Maksud dari juru dakwah jiwa kebenaran ialah da’i haruslah menjadi ruh yang penuh kebenaran, kesadaran dan kemauan serta mampu menjadi pengingat terhadap penyimpangan dalam masyarakat.14

2) Sifat Da’i/karakter da’i

Karakteristik ialah sifat yng khas kepribadian seseorang dipertimbangkan dari titik pandang etis atau moral.15

a) Hubungan dengan Allah

Adanya hubungan dengan Allah merupakan dasar utama pada Akhlak da’i, Karena tanpa adanya hubungan dengan Allah, maka dakwahnya tidak menghasilkan hasil yang optimal. Adapun jalan mengikat hubungan dengan Allah antara lain dengan memuliakan kitabnya, memahami pembacanya, memperhatikan maknanya, merenungkan alam ciptaan-Nya.16

b) Meningkatkan perbaikan diri

Meningkatkan perbaikan diri merupakan kewajiban yang mutlak harus ada pada seorang da’i. Karena segala tingkah laku da’i itu dijadikan sebagai contoh bagi mad’unya sehingga setiap saat ia

13

A. Hasjmy, Dustur Dakwah Menurut Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hal. 148 14

Ibid, hal. 149 15

J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Dr. Kartini Kartono (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. ke-9, hal. 82

16


(29)

harus introspeksi diri agar apa yang ia sampaikan sesuai dengan perbuatannya.17

c) Memahami keadaan masyarakat yang akan dihadapi.

Pemahaman terhadap karakteristik mad’u sangatlah penting. Bila mad’u nya telah diketahui karekteristiknya, maka da’i dapat menyesuaikan materi, metode serta media apa yang cocok yang digunakan.18

Di samping sifat-sifat yang dijelaskan diatas, Hamzah Ya’kub menambahkan sifat-sifat sebagai berikut

a) Memiliki pengetahuan yang cukup tentang Al-Qu’ran dan As-Sunnah

Rasul serta ilmu-ilmu yang berinduk kepada keduanya seperti tafsir, ilmu hadist, sejarah kebudayaan Islam dan lainnya.

b) Memiliki pengetahuan yang menjadi kelengkapan dakwah.

c) Penyantun dan lapang dada.

d) Berani kepada siapapun dalam menyatakan dan membela kebenaran.19

Adapun sifat da’i yang dijelaskan dalam Al-Qur’an tertera pada surat As-Syura ayat 15 yaitu:

17

Sa’id Al-Qahthan, Menjadi Da’i Yang Sukses, (Jakarta: Gema Insani, 2005), hal. 314 18

Mustofa Ar-Rafi’I, Potret Juru Dakwah, ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002), hal. 38-50 19


(30)

Artinya : ”Maka Karena itu Serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan Aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)". (QS. as-Syura: 15)

Dari ayat di atas dijelaskan bahwa da’i haruslah istiqomah, tidak mengikuti hawa nafsu, menjelaskan tentang ketegarannya dalam iman, berbuat adil dan berusaha berdakwah sampai non muslim.

2. Mad`u (sebagai objek)

Mad`u dalam istilah isim maf`ul dari da`a. berarti orang yang diajak, atau dikenakan perbuatan dakwah. mad`u adalah objek sekaligus subjek dalam dakwah yaitu seluruh manusia tanpa terkecuali. siapapun mereka, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, seorang bayi yang baru lahir ataupun orang tua menjelang ajalnya, semua adalah mad`u dalam dakwah Islam. dakwah Islam tidak hanya ditujukan kepada orang Islam, tetapi orang-orang di luar Islam, baik mereka itu atheis, penganut aliran kepercayaan, pemeluk agama-agama lain, semua adalah mad`u.20

Objek dakwah adalah manusia, baik seorang atau lebih, yaitu masyarakat. Hal ini disebabkan oleh misi kedatangan Islam adalah rahmat bagi alam semesta, Islam tidak akan tereliasasikan sebagai rahmat semesta

20

Cahyadi Takariawan, Prinsip-Prinsip Dakwah, (Jogjakarta, Jalasutra, 2005) Cet.ke-IV, hal. 25


(31)

alam apabila dakwah hanya dibatasi pada kalangan tertentu saja. Allah Ta`ala telah berfirman :

Artinya : Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. .” (QS.Al-Anbiya : 107)

3. Metode Dakwah

Secara bahasa metode berasal dari 2 kata yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan/cara). dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata Methodos yang artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut Thariq. metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran yang mencapai suatu maksud.21

Metode Dakwah artinya cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da`I untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu Al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.22

Dalam menghadapi serbuan bermacam-macam nilai, keagamaan, pilihan hidup dan sejumlah janji-janji kenikmatan duniawi, dakwah diharapkan bisa menjadi solusi dengan fungsi mengimbangi dan pemberi arah dalam kehidupan umat. Dakwah ke depan menempatkan perencanaan dan strategi yang tepat dengan merujuk kepada metode dakwah Rasulullah SAW. Para intelektual muslim dapat merumuskan konsep dan metode dakwah untuk generasi muda, orang dewasa atau objek dakwah bagi berbagai lapisan masyarakat yang tingkat pemahaman keagamaannya tergolong rendah atau

21

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta, Pemuda Media, 2006), hal. 6 22

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 34


(32)

sebaliknya bagi masyarakat yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi, sehingga materi dakwah sesuai dengan objeknya.

Menurut Toto Asmara metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da`I kepada mad`u untuk mencapai tujan atas dasar hikmah dan kasih sayang. 23

Menurut Slamet Muhaemin Abda, metode dakwah pada umumnya terbagi pada beberapa segi, yaitu sebagai berikut :

a. Metode dari segi cara, yaitu :

1) Cara tradisional, termasuk didalamnya adalah sistem ceramah umum,

cara ini marak dilakukan oleh masyaraka luas.

2) Cara modern, termasuk dalam metode ini adalah diskusi, seminar dan

sejenisnya.

b. Metode dari segi jumlah audiens, yaitu :

1) Dakwah perorangan, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap

perorangan secara langsung (Face to Face atau Privat).

2) Dakwah kelompok, yaitu dakwah yang dilakukan terhadap kelompok

tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya, seperti kelompok pengajian, karang taruna, organisasi dan lain-lain.

c. Metode dari segi pelaksanaan, yaitu :

1) Cara Langsung, yaitu dakwah yang dilakukan dengan cara tatap muka

antara komunikator dengan komunikannya.

2) Cara tidak langsung, yaitu dakwah yang dilakukan oleh media seperti televise, radio, penerbitan-penerbitan, internet dan lain-lain.

d. Metode dari segi penyampaian isi, yaitu :

1) Cara serentak, cara ini dilakukan untuk pokok-pokok bahsan yang

praktis dan tidak terlalu banyak kaitannya dengan masalah-masalah lainnya (fokus terhadap suatu permasalahan ).24

23

Toto Asmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 1997), Cet. ke-1, hal. 43


(33)

Jadi kesimpulan metode dakwah adalah suatu cara bagaimana menyampaikan dakwah sehingga sasaran dakwah atau mad`u mudah

mencerna, memahami, meyakini terhadap materi yang disampaikan25

Adapun metode dalam melaksanakan dakwah tercantum dalam Al Qur`an surat An-Nahl ayat 125:

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(QS. an-Nahl : 125)

4. Materi Dakwah

Materi dakwah tidak lain adalah Islam yang bersumber dari al-Qur`an dan al-Hadist sebagai sumber utama yang meliputi aqidah, syari`ah dan akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu yang diperoleh darinya.26

Al-Qur`an adalah sumber ajaran Islam yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad. Wahyu Allah itu diturunkan dalam

24

Slamet Muhaemin Abda, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya, Usaha Nasional, 1994), Cet. ke-1, hal. 80-87

25

Imam Zaidillah Al-wisral, Stategi Dakwah, (Jakarta, Kalam mulia, 2002), Cet. ke-1, hal. 71

26

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 34


(34)

bahasa Arab dan secara otentik terhimpun dalam mushaf al-Qur`an. Sedangkan Hadist atau as-Sunnah ditinjau dari segi bahasa berarti cara, jalan, kebiasaan, dan tradisi. Kebiasaan dan tradisi mencakup yang baik dan buruk. Kata as-Sunnah di dalam al-Qur`an diulang 16 kali pada 11 surat. Makna Sunnah secara etimologi menurut Muhammad Ajaj Al-Khatib identik dengan Al-Hadist, yaitu berupa ucapan, perbuatan atau ketetapan yang disandarkan kepada NAbi Muhammad. Sunnah merupakan salah satu nama dari dalil-dalil hukum. Apabila suatu hukum ditetapkan bedasarkan hukum tersebut iaalah keterangan dari Nabi Muhammad, baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan.27

Menurut M. Syafaat Habib materi dakwah adalah seluruh ajaran agama Islam secara kaffah, tidak dipotong-potong. Ajaran Islam telah tertuang dalam Al-Qur`an dan Assunah, sedangkan perkembanganya dikemudian akan mencakup kultur Islam.28

Menurut penulis semua aspek kehidupan manusia dapat dijadikan meteri dalam berdakwah, baik dari segi agama, sosial, ekonomi, budaya bahkan politik. Akan tetapi harus tetap beracuan kepada Qur`an dan al-Hadist

5. Media Dakwah

Bila dilihat dari asal katanya, media berasal dari bahasa Latin yaitu Medium yang artinya alat perantara, sedangkan pengertian istilahnya media

27

Srijanti, Purwanto S.K, Wahyudi Pramono, Etika Membagun Masyarakat Islam Modern, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007) Cet. ke-2, hal. 37

28


(35)

mempunyai arti segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat perantara untuk mencapai suatu tujuan tertentu.29

Dakwah dapat didefinisikan sebagai penyebarluasan ajaran atau paham, dan media merupakan alat penyebaran itu. Jadi media dakwah adalah alat penyebaran ajaran atau paham. Maka, pengemasannya pun harus benar-benar bisa diterima mad`u yang notabene memiliki banyak pilihan untuk memilih media mana yang selayaknya dikonsumsi. Dalam artian, media dakwah harus bisa sedemikian mungkin untuk menarik simpati pasarnya, dengan tentunya tidak melepaskan visi dan misinya sebagai media dakwah.

Dalam proses melakukan dakwah ada beberapa komponen yang tak bisa dipisahkan, salah satunya adalah penggunaan media sebagai alat untuk melakukan aktivitas dakwah. Media dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah, pada zaman modern umpamanya : televisi, video, kaset rekaman, majalah, surat kabar.30

Untuk mencapai sasaran dakwah yang tepat dan memperoleh tujuan yang dikehendaki maka dakwah sudah barang tentu memerlukan alat dan sarana sebagai agen pelayanan masyarakat yang mencakup seluruh segi kehidupan manusia atau masyarakat, alat dan sarana tersebut adalah media dakwah. Media merupakan segala sesuatu yang membantu juru dakwah dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efesien.31

29

Amuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, (Surabaya Islam, Al-Iklas, 1999), hal. 163

30

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 35

31

Abdul Karim Zaidan, Dasar-Dasar Ilmu Dakwah, (Jakarta, Media Dakwah, 1984), Cet. ke-2, hal. 26


(36)

Sebenarnya media dakwah tidak hanya berperan sebagai alat Bantu dakwah, namun apabila ditinjau lebih lanhut media dakwah adalah salah satu faktor penting dalam mencapai tujuan dakwah.

6. Tujuan Dakwah

Tujuan dilaksankannya dakwah adalah untuk mengajak manusia kejalan Tuhan yang benar, yaitu Islam. Dakwah adalah usaha atau kegiatan yang bertujuan, suatu kegiatan tidak akan bermakna jika tanpa arah tujuan yang jelas. Tujuan dakwah Islam antara lain adalah mengubah pandangan hidup seseorang. dari perubahan pandangan hidup ini akan berubah pula pola pikir dan pola sikap.32

Menurut Sayyid Quthub Pada dasarnya tujuan dakwah adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagian bagi umat manusia baik dalm kehidupan maupun dunia akhirat kelak. Akan tetapi kebahagian tentu tidak dapat dicapai apabila terjadi berbagai kerusakan di tengah-tengah masyarakat, baik berupa kedzholiman, kemunkaran, dan berbagai tindak kejahatan lainnya. Kebahagiaan juga tidak dapat dicapai apabila sebagian anggota masyarakat merampas hak-hak anggota masyarakat lainya dengan menuhankan diri dan memperbudak orang lain. Maka dari itu tujuan dakwah yang sesungguhnya adalah hal-hal yang mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia.33

Allah SWT berfirman :

32

Rafiudin dan Maman Abdul Jalil, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung, CV. Pustaka Setia. 2001), Cet. ke-2, hal. 32

33

A. Ilyas Ismail, Pradigma Dakwah Sayyid quthub Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah , (Jakarta, Penerbit Madani 2006), hal.


(37)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, Ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”.

C. Hukum Dakwah

Hukum ada dalam masyarakat sejak manusia itu ada di atas muka bumi ini. Masyarakat terbentuk apabila ada dua orang atau lebih untuk hidup bersama. oleh karena itu, hukum ada dan diprlukan keberadaannya sejak adanya manusia itu sendiri dan paling tidak, sejak adanya dua manusia untuk hidup bersama. Demikian juga dengan dakwah. Dakwah ada dan diperlukan keberadaannya sejak manusia itu ada. bahkan ada yang mengatakan, dakwah itu ada sejak manusia hidup di dalam surga (Nabi Adam dan Siti hawa), dan terus berkembang sampai saat dimana manusia berada di muka bumi. Dengan demikian dakwah itu ada dan dilakukan, sejak adanya manusia.34

Allah SWT berfirman tentang dakwah dalam Al-Qur`an berbunyi :

34

H. Hasanuddin, Hukum Dakwah (Tinjauan Aspek Hukum Dalam Berdakwah di Indonesia), (Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1996) Cet. ke-1, hal. 1


(38)

Artinya : ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik ”.(QSAl-Imran : 110)

Dakwah merupakan tugas yang mulia, karna dakwah tidak lain utuk menujukan manusia kepada kebaikan dan menggiring mereka untuk bersatu dalam satu kalimat tauhid. mengajak mereka untuk menghadapi kedzaliman dan kejahilan. tak ada suatu perbuatan yang paling mulia selain berdakwah. rosulullah SAW bersabda “balligu anni wallau ayyah”.

Pada dasarnya ulama sepakat bahwa dakwah Islam itu wajib hukumnya akan tetapi wajibnya ada yang berpendapat wajib `ain, artinya seluruh umat Islam dalam kedudukan apapun tanpa kecuali wajib melaksanakan dakwah, dan ada pula yang berpendapat wajib kifayah, artinya dakwah itu hanya diwajibkan atas sebagian umat Islam yang mengerti saja seluk-beluk agama Islam.35

B. Politik

1. Pengertian Politik

Kata politik berasal dari kata politic (Inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan, kata ini terambil dari kata latin politicus dan

35

Syamsuri Siddiq, Dakwah dan Teknik Berkhutbah, (Bandung, PT Al Ma`rifat, 1981), hal. 12


(39)

Kata politik dalam bahasa Arab adalah as-syiasah (ﺔ ﺎ ا) merupakan masdar dari kat sas - yasusu (سﻮ ﺎ -سﺎ ), dan ini merupakan kosa kata bahasa Arab asli.37

Politic kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan tiga arti, yaitu :

Segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan sesuatu Negara atau terhadap Negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu ilmu politik.38

Sebagai istilah “politik” pertama kali dikenal melalui buku Plato yang berjudul Politeia yang juga dikenal dengan Republik.39

Menurut Salim Ali Al-Bahsanawi politik adalah cara dan upaya menangani masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia.40

Sedangkan menurut Deliar Noor, Politik merupakan segala aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan juga bermaksud untuk

36

Abd. Mu`in Salim, FIQH SIYASAH “Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al quran”,

(Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1995) Cet. ke-2, hal. 34 37

Yusuf al-Qordowi, Pedoman Bernegara dalam Perspektif Islam, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1999), hal 35

38

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1983), hal 763

39

Delian Noer, Pemikiran Politik di Negeri Barat, (Jakarta, Rajawali, 1982), hal. 11 40

Salim Ali Al-bahsanawi,Wawasan Sistem Politik Islam, (Jakarta, Pustaka al-Kautsar), Cet.ke-1, hal. 23


(40)

mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu macam bentuk susunan masyarakat.41

Dengan demikian politik pada dasarnya memiliki sedikitnya dua kecenderungan pendefinisian yaitu, pandangan yang mengkaitkan politik dengan orang banyak baik dalam satu bangsa atau negara, dan pandangan politik dengan masalah kekuasaan, otoritas atau dengan konflik.42

2. Perspektif Islam Tentang Politik

Berbicara tentang Islam dan politik, keduanya hingga saat ini tetap merupakan topik yang hangat untuk diperbincangkan, sejalan dengan pandangan yang sangat dikenal para ahli Islam. menurut Nurcholis Madjid, Islam merupakan sistem-sistem kehidupan yang lengkap. Islam merupakan din (agama) dan sekaligus dawlah (negara).43

Islam adalah agama yang komprehensif (mengandung pengertian yang luas dan menyeluruh) didalamya terdapat sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial dan sebagainya. dapat dilihat dari segi sejarah Nabi dan Rosul, tidak satu pun yang diutus Allah SWT melainkan untuk berdakwah, dan berdakwah itu mencakup berbagai aspek termasuk politik didalamnya. karena itu politik tak bisa dipisahkan dari dakwah itu sendiri.

Agama Islam sejak kemunculanya di Mekah tahun 611 M dan disebarkan oleh Nabi Muhammad sudah harus bersentuhan dengan kekuasaan politik. Ajaran tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad membawa dampak

41

Deliar Noor, Pengantar ke Pemikiran Politik, (Jakarta, CV. Rajawali, 1982), hal. 194 42

Jeje Abdul Rozak, Politik Kenegaraan al-Ghazali dan Ibnu Tamiyah, (Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1999), hal. 49

43

Moh. Mufid, Politik Dalam Perspektif Islam, (Jakarta, UIN Jakarta Press, 2004), Cet. ke-1, hal. 129


(41)

sosial, budaya dan politik, karena menawarkan agama tauhid, persamaan derajat manusia dan keadilan, kepada masyarakat jahiliyah yang sudah memiliki kepercayaan menyembah banyak dewa, memberlakukan perbedaan status manusia dan penumpukan harta pribadi.44

Dalam Islam politik pertama kali dilakukan oleh para nabi yang diutus Allah SWT sebagai contoh yang dialami Nabi Daud AS dan Nabi Sulaiman AS yang dikenal sebagai raja. Dan juga ketika Nabi Muhammad SAW sebagai Rasullulah mendirikan dan memimpin Negara Madinah.

Sedangkan hukum dakwah dalam kaitannya dengan politik dapat

dikategorikan kedalam hukum dakwah yang bersifat kifayah sebab tidak

semua orang yang memiliki kemampuan dalam bidang politik.

Politik yang dalam Islam disebut siyasah bermakna mengatur urusan umat, yang dilaksanakan oleh Negara (pemerintah) maupun umat. Dalam al-Qur`an tidak tertulis secara tekstual mengenai kata siyasah, namun dalam surat keempat yaitu surat an-Nisaa ayat ke 58-59 membahas tentang menyerahkan amanat dan penghormatan kepada pemimpin.

Allah SWT Berfirman :

44

Srijanti, Purwanto S.K, Wahyudi Pramono, Etika Membagun Masyarakat Islam Modern, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007) Cet. ke-2, hal. 227


(42)

Artinya :“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS.an-Anisaa :58) “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS.an-Anisaa :59)

Dua ayat di atas yaitu ayat 58 dan 59 dalam surat an-Nisaa adalah dasar yang diturunkan oleh Allah SWT dengan wahyu sebagai pokok pertama di dalam mendirikan sesuatu kekuasaan, atau sesuatu pemerintahan, sekaligus untuk menaati pemimpin yang memimpin umat.

Yang pertama ialah menyerahkan amanat umat kepada ahlinya. maksudnya hendaklah seluruh pelaksana pemerintahan atau seluruh aparat pemerintah diberikan kepada orang yang bisa memegang amanat, dan orang yang ahli pada bidangnya. Yang kedua adalah perintah untuk menaati Allah SWT, Rosul dan ulil amri (pemimpin), dengan syarat tidak bertentangan


(43)

dengan hukum Allah SWT yang terdapat dalam al-Qur`an dan al-Hadist yang menjadi petunjuk hidup umat Islam.45

Salah satu contoh pada waktu Fathul Makkah (Pembukaan kota Makkah) nabi Muhammad Saw menyerahkan kunci Ka`bah kepada seseorang dari Bani Syaibah, agar mampu menjalankan sebagai Siqaayatul Hajji (pemberi air minum orang-orang yang sedang menjalankan ibadah haji) dan sebagai Sadaanatul Bait (perawat Baitul Haram, penjaga pintu masuk dan sebagai pengantar masuk). Dan karena Abbas (paman Rosululah SAW) juga memintanya, maka turunlah ayat yang berorientasi pada kebijaksanaan politik berdasarkan syari`at Islam (yang dituangkan dalam surat An Nisa ayat 58-59). Mengacu kepada kedua ayat tersebut, maka wajiblah bagi waliyul amri untuk mengangkat seseorang yang paling superior (ahli dibidangnya) untuk mengurusi suatu urusan kaum Muslimin.46

Rosulullah SAW bersabda :

ىورو ﻮ أ ةﺮ ﺮه ﺪ ا : نأ ا لﺎ : ﺎ إ ﻮه عرد ﺪﺋﺎ ، سﺎ او موﺎ ءﻮ او ﻪ ﺎ ﺪ ﺪ ا ﻰ إ ﷲا ﺰ و او ﻰ إ ﺪ ﺎ ، فﻮ ﻓ ﻰ ةﺄﻓﺎﻜ . ﻜ ﺎ ﺪ ﻜ ﻓ ناﺪ ىﺮﺧأ ، فﻮ ﻰ ﺔ . ) ( Artinya :

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Dari Nabi saw. beliau bersabda: Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya. (Shahih Muslim No.3428)

.

3. Keterkaitan Dakwah dan Politik

45

Hamka, Tafsir Al-Azhar : Juz` V, (Jakarta, PT Pustaka Panjimas, 1983), hal : 136 46

Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, Kebijaksanaan Politik Nabi SAW, (Dunia Ilmu, Surabaya, 1997), hal 1


(44)

Dakwah dan politik adalah dunia yang terkadang menampilkan wajah dan perspektif berbeda. Politik adalah dunia yang berhubungan erat dengan kekuasaan dan persoalan mengelola negara oleh karena itu politik cenderung menghalalkan segala cara untuk memperoleh tujuan politiknya dan tidak terlalu memperdulikan efek yang akan terjadi.

Berbeda dengan politik yang bersifat duniawi, dakwah bersifat lebih sakral. Dakwah menjadi semacam media untuk mensosialisasikan ajaran-ajaran dan ide yang berkembang dalam Islam.

Dakwah di bidang politik adalah ajakan mengembalikan tata cara pengurusan masyarakat kedalam suasana yang teduh dan Islami. Inilah panggilan yang sesuai dengan fitrah manusia dimanapun dia berada. Tidak ada manusia di dunia ini yang tidak diciptakan Allah SWT dan tidak satupun mahluk manusia yang tidak akan kembali kepada Allah SWT. Jadi wajarlah bahwa manusia yang berakal menghormati aturan pencipta-Nya dan kepada siapa dia kembali.

C. Pemikiran dan Kiprah 1. Pengertian Pemikiran

Menurut WJS Purwodarminta pemikiran berarti abstraksi seseorang terhadap sesuatu atau lebih jauh lagi pemikiran diartikan sebagai konsepsi, pandangan, nalar akal sesorang atas suatu hal.47

47


(45)

Menurut penulis pemikiran adalah buah karya tertinggi manusia yang diberikan sang pencipta, manusia adalah mahluk paling sempurna yang Allah ciptakan, yang membedakan manusia dengan mahluk Allah lainnya adalah manusia dikaruniakan akal pikiran. Pemikiran merupakan buah aktivitas berfikir yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Selama kesadaran terjadi, selama itu pula aktivitas berfikir berlangsung. Sesuai dengan potensi yang telah Allah berikan kepada manusia maka konsekuensi logisnya adalah manusia harus memanfaatkan dan mengembangkannya semaksimal mungkin.

2. Pengertian Kiprah

Kata kiprah berasal dari gerakan cepat dan dinamis tarian Jawa dalam pertunjukan wayang orang dan sebagainya (biasanya ditarikan oleh seorang laki-laki). Pada perkembangannya ‘kiprah’ bisa berarti derap kegiatan. Berkiprah sebagai kata kerja berarti melakukan kegiatan dengan semangat tinggi, bergerak (di bidang), berusaha giat dalam bidang (politik, kesenian dan lain lain).48

Sedangkan menurut WJS Purwodarminta dalam kamus umum Bahasa Indonesia kata kiprah diartikan sebagai, tindakan, aktifitas, kemampuan kerja, reaksi, cara pandang seorang terhadap ideologi atau institusinya.49

48

http://www.bahasakita.com/updates/kiprah dikutip pada 14\03\2010 49


(46)

Kiprah merupakan suatu peranan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu aktivitas, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia secara bahasa berkiprah adalah derap kegiatan sedangkan berkiprah adalah melakukan kegiatan atau berpartisipasi dengan semangat tinggi, bergerak atau berusaha di sebuah bidang.50

Menurut penulis berkiprah tidak jauh berbeda dengan beraktivitas hanya saja berkiprah lebih menonjolkan sisi eksistensi seseorang dalam beraktivitas. Sedangkan aktivitas adalah kebiasaan atau rutinitas yang biasa dilakukan manusia. Sedangkan pengertian kiprah dalam dakwah yaitu melakukan dakwah atau berpartisipasi dalam kegiatan dakwah secara berkelanjutan.

50

W.J.S Purwodarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1988), hal. 442


(47)

PROFIL K.H MAHRUS AMIN

A. Riwayat Hidup

1. Latar Belakang Keluarga

K.H Mahrus Amin dilahirkan di desa Kali Buntu, Ciledug, Cirebon pada tanggal 14 Februari 1940. Nama lengkap beliau adalah Mahcrus Amin. Orang tua, saudara dan teman-temannya memanggil beliau Mahrus. Beliau dilahirkan dalam keluarga terpandang. Ayahnya bernama Casim Jasim Ahmad Amin, yang menjabat sebagai seorang Kuwu (setingkat lurah). Dalam catatan silsilah keluarga K.H. Mahrus Amin merupakan salah satu keturunan anak cucu Syarif Hidayatullah, tokoh Islam di Jawa Barat pada masa lalu. Ayahnya juga adalah salah seorang pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yang tergabung dalam Laskar Hizbullah di Jawa Barat. Ibunya bernama Hj. Jamilah binti H. Muharom yang berasal dari Cirebon. Ibunya adalah cucu kyai Idris seorang ulama pimpinan pondok pesantren Lumpur di daerah Lumpur Brebes. Bersama Kyai Ismail yang dikenal sebagai ahli hikmah dan juga saudaranya kyai Idris, Keduanya adalah ulama yang berpengaruh di kawasan Losari.1

Pada usia 26 tahun beliau menikahi seorang wanita bernama Hj. Sumiyati pada tanggal 1 Oktober 1965. hingga saat ini beliau telah di

1

K.H Mahrus Amin, Dakwah Melalui Pondok Pesantren, (Jakarta, Penerbit Grup DANA, 2008), hal. 3


(48)

karuniai 4 orang anak dan 12 cucu.2 Anak-anak beliau pun bersama para menantunya ikut meneruskan cita-cita sang ayah yaitu, putri sulung beliau Hj. Emah Maziyah yang bersuamikan H. Drs. Mustafa Hadi Chirzin yang merupakan pimpinan pondok pesantren Al-Mansur Serang, Banten. Putri ke dua beliau Hj. Nana Rosdiana yang bersuamikan H.M Agus Abdul Ghofur yang merupakan pimpinan pondok pesantren Madinnatunnajah Jombang, Tangerang Selatan. Putri ke tiga beliau Diah Nadiah B.Hsc yang bersuamikan H. Mardhani Zuhri MA. yang merupakan Kepala Biro Kemasyarakatan pondok pesantren Darunnajah Jakarta. Dan yang terakhir adalah putra beliau Ahmad Najih.3

2. Latar Belakang Pendidikan

Masa revolusi kemerdekaan sangatlah membekas di benak beliau. Pada Usia 8 tahun beliau terpaksa berhenti sekolah karena agresi militer Belanda. Setelah belanda ditarik mundur, orang tuanya memasukkan beliau ke Madrasah Ibtidaiyah di Losari, Brebes. Beliau melanjutkan pendidikannya yang terbengkalai selama setahun karena perang. Saat revolusi berkecamuk, beliau sudah duduk di bangku kelas 3 Sekolah Rakyat Islam (SRI) di Kalimukti. Perang membuat perekonomian keluarga beliau ambruk dan harus memulai lagi dari nol. Dalam kondisi serba kekurangan setelah perang, beliau harus rela berjalan kaki sejauh 7

2

Panitia Tasyakuran 70 K.H. Mahrus Amin, Kyai Entrepreneur “Social Entrepreneurship Berbasis Nilai-Nilai Agama”, (Jakarta, Panitia Tasyakuran 70 K.H. Mahrus Amin, 2010), hal. 56

3


(49)

kilometer untuk berangkat sekolah melintasi perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah, pada tahun 1953 beliau lulus dan berniat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Ayah dan ibu beliau mendorongnya agar bersekolah lagi, untuk meneruskan tradisi keluarga menjadi guru dan panutan bagi masyarakat.4

Sekolah Guru Bantu (SGB) adalah tujuan beliau berikutnya, sekolah ini mempersiapkan siswanya menjadi guru pemula. Jenjang berikutnya dari SGB (Sekolah Guru Bantu) adalah SGA (Sekolah Guru Atas). Artinya dengan berbekal ijazah SLTA pun seseorang bisa menjadi guru. Tetapi pada masa Orde Baru sekolah ini dihapus. Rupanya nasib baik tidak berpihak kepada beliau, usaha masuk SGB tidak berhasil. Atas saran orang tua dan guru-guru di madrasah, beliau mendaftar ke Pondok Modern Gontor di Ponorogo. Beliau tidak sendirian ke sana, ada 7 orang teman dari sekolahnya yang mendaftar. Di kemudian hari, hanya beliau seorang yang menyelesaikan janjang KMI (Kuliyatul Mualimin Al Islamiyah) selama 6 tahun pada Tahun 1961. KMI adalah sistem pendidikan Gontor yang menggabungkan tingkat tsanawiyah dan aliyah (setingkat SLTP dan SLTA) dalam satu paket.

Menjelang akhir masa pendidikan di Gontor, beliau belum menentukan pilihan. Setelah itu ia meminta saran Prof. Tohir Abdul Muin, guru besar IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta, yang juga adalah paman beliau. Kemudian pamannya menyarankan agar ia tinggal di kota besar

4

K.H Mahrus Amin, Dakwah Melalui Pondok Pesantren, (Jakarta, Penerbit Grup DANA, 2008), hal. 6


(50)

seperti Jakarta atau Surabaya setelah lulus dari Gontor. Setelah tamat beliau mendapatkan izin untuk tidak perlu mengajar di Gontor. Kebetulan saat masih di Gontor beliau ditawari bergabung dan berkerja oleh Hasim Munif salah seorang alumni Gontor di Jakarta. Beliau berhijrah ke Jakarta untuk mengajar di sebuah lembaga pendidikan yaitu Madrasah Darunnajah Petukangan dan melanjutkan Pendidikannya di Fakultas Ushuludin Jurusan Dakwah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah) hingga tamat tahun 1972.5

Setelah tamat dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Beliau mendapatkan kesempatan menjadi dosen untuk mengajar di almamaternya, Fakultas Ushuludin, tapi beliau hanya mengajar sebentar saja. Beliau mengundurkan diri menjadi dosen dan memilih jalur lain, setelah menikahi Hj. Sumiyati yang merupakan putri dari H. Manaf Muhayar salah satu pendiri Darunnajah, beliau lebih memilih untuk berkonsentrasi pada pembinaan dan pengelolaan pondok pesantren yang didirikannya hingga sekarang.6

3. Latar Belakang Organisasi

Sejak kecil beliau telah aktif berorganisasi di mulai dari tingkat Sekolah Dasar beliau yang turut bergabung dengan Laskar Hizbullah sebagai pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Ketika di pondok

5

Panitia Tasyakuran 70 K.H. Mahrus Amin, Kyai Entrepreneur “Social Entrepreneurship Berbasis Nilai-Nilai Agama”, (Jakarta, Panitia Tasyakuran 70 K.H. Mahrus Amin, 2010), hal. 17

6


(51)

pesantren Gontor, ia aktif sebagai pengurus organisasi Gontor sebagai bagian penerangan. Selain itu ia juga aktif di pengurus santri konsulat Jawa Barat dan juga atif di kegiatan kepanduan (sekarang Pramuka). Bahkan ketika melanjutkan studinya di IAIN Syarif Hidayattullah Jakarta, ia pun aktif di MenWa (Resimen Mahasiswa) dan Juga HMI (Himpunan Mahasiswa Islam)7.

Saat ini beliau tidak hanya berorganisasi melalui lembaga yang didirikannya dan organisasi kepemudaan ia juga aktif di beberapa organisasi di antaranya Ketua Forum Umat Islam, Ketua Umum BKsPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia), Ketua Umum GNC WAKAF dan ZIS (Gerakan Nasional Cinta Wakaf, Zakat, Infaq dan Shodaqoh), Ketua Umum Forum Islamic Center Indonesia, Pengurus Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (Bakomubin), Anggota Dewan Penasehat MUI (Majelis Ulama Indonesia) DKI, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Bulan Bintang dan lain-lain.8

Dengan demikian beliau dapat dikatakan sebagai seorang aktivis organisasi, baik semasa sekolah hingga saat ini.

B. Karya-Karya K.H Mahrus Amin

Sebagai seorang kyai K.H Mahrus Amin tidak hanya mampu berdakwah secara lisan dan kiprah saja akan tetapi juga dengan karya tulisnya, meski tak banyak, diantaranya :

7

K.H. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta tanggal 19 Maret 2010 di Kediaman beliau (Ulujami)

8

K.H. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta tanggal 19 Maret 2010 di Kediaman beliau (Ulujami)


(52)

1. Dakwah Melalui Pondok Pesantren

Buku ini adalah kumpulan pengalaman pribadi K.H Mahrus Amin selama merintis dan memimpin Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami dari tahun 1961-sekarang. Pesan dan pelajaran dari perjuangan beliau membangun jaringan pesantren layak dirujuk oleh siapa saja yang menaruh perhatian pada dunia pendidikan dan dakwah keislaman.9

2. Pembinaan Kader Bangsa dan Umat Melalui Gerakan Pramuka Santri Dalam buku ini dijelaskan bahwasanya pendidikan Pramuka sangatlah berguna untuk anak-anak dan remaja Indonesia, karena di dalamnya terdapat pembekalan sikap kedisiplinan, ketegasan, kemandirian, kesosialan, pengabdian, dan tanggung jawab. Ini semua guna membentuk jatidiri dan meningkatkan kader-kader bangsa dan umat di Indonesia. Gerakan Pramuka tidaklah asing lagi bagi pondok pesantren. Gerakan Pramuka telah lama berkembang di kalangan pondok pesantren, dilaksanakan diseluruh jenjang pendidikan dari tingkat dasar, menegah dan tinggi. Kiprah beliau dalam kepramukaan, pada tahun 2007 K.H. Marus Amin mendapat penghargaan MELATI dari kwartir Nasional dan tahun 2009 mendapat penghargaan dari Departemen Agama sebagai tokoh Revitalisasi gerakan Pramuka di Pondok pesantren.10

3. Buku Pedoman Santri Bela Negara Kader Pemersatu Bangsa Pembela Umat

9

K.H Mahrus Amin, Dakwah Melalui Pondok Pesantren, (Jakarta, Penerbit Grup DANA, 2008)

10

K.H. Mahrus Amin, Pembinaan Kader Bangsa dan Umat Melalui Pendidikan Gerakan Pramuka Santri, (Jakarta, Penerbit Grup DANA)


(53)

Buku ini adalah hasil renungan dan pengamatan K.H. Mahrus Amin terhadap kondisi riil umat Islam di Indonesia khususnya di kalangan pesantren. Menurut pengamatan beliau kegiatan pengkaderan di kalangan umat terutama dalam bela Negara kurang diterapkan secara sistematis dan menyeluruh. Kondisi ini berbeda dengan situasi di awal masa kemerdekaan di mana banyak munculnya laskar pejuang dan sukalerawan. Padahal ancaman terhadap kedaulatan Negara tidak pernah surut. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia amat rentan dengan penyusupan oleh pihak-pihak asing terlebih garis perbatasan Indonesia amat panjang dan berbatasan dengan 10 negara. Demikian juga di lingkungan tempat tinggal kita, ancaman budaya dan penyakit sosial juga menjadi alasan perlunya digiatkan kegiatan pengkaderan ini. Krimnialitas, pergaulan bebas, peredaran narkotika dan ideologi-ideologi sesat lainnya adalah ancaman nyata terhadap generasi muda khususnya dan masa depan bangsa dan Negara Indonesia pada umumnya.11

4. Kumpulan Doa-doa Amaliah

Buku ini merupakan pedoman doa-doa khusus dan harian, serta surat-surat pendek dari Juz`Amma (Juz ke 30 Dalam Al Qur`an). Buku ini merupakan pedoman doa-doa dari buku ibadah amaliah yang sangat dianjurkan oleh setiap santri/santriwati Pondok Pesantren Darunnajah dan seluruh cabang/binaannya. Dimaksudkan agar ada keseragaman antara guru pembimbing dengan muridnya.12

11

K.H. Mahrus Amin, Buku Pedoman Santri Bela Negara Kader Pemersatu Bangsa Pembela Umat, (Jakarta, Penerbit Grup DANA)

12

K.H. Mahrus Amin, Kumpulan Doa-Doa Ibadah Amaliah, (Jakarta, Penerbit Grup DANA, 1993)


(54)

MENURUT K.H. MAHRUS AMIN

A. Konsep Dakwah Menurut K.H. Mahrus Amin

Agama sangat dibutuhkan di dalam kehidupan bermasyarakat yang sangat multidimensional, agama membangkitkan kebahagiaan iman kepada Allah dan perilaku yang baik. Agama adalah cara yang ampuh dalam memperbaiki perasaan, menghaluskan jiwa, membetulkan pergaulan, menerapkan perundang-undangan keadilan, agama memegang peranan yang positif, berkesan yang dalam di dalam kehidupan masyarakat, karena agama itu mengikat hati pemeluknya dengan cinta dan kasih sayang yang tidak terdapat pada ikatan lain, baik dari kebangsaan, bahasa, ataupun kepentingan bersama.1

Untuk mengenalkan agama, maka perlu adanya dakwah Islam, pada hakikatnya Islam tersebar karena dakwah, dari zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat ini dimana Islam telah tersebar keseluruh penjuru dunia. Di Indonesia sendiri Dakwah Islam sudah ada jauh sebelum Negeri ini ada. Dakwah adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridhoi oleh Allah SWT, Nabi Muhammad SAW mencontohkan

1

Abdullah Syatam, Dakwah Islamiyah. Terj. Ibrahim Husein, (Jakarta, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Depag, 1986). hal 2


(55)

dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan perbuatan.

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” QS. An-Nahl 125

Seiring dengan berkembangnya zaman dan pemikiran, hakikat dakwah pun kian meluas, dakwah kini tidak lagi hanya di kenal dengan proses dimana terjadinya komunikasi antara da’i dengan mad’u dalam suatu forum, dakwah tidak lagi hanya di artikan ketika ada orang yang berbicara di atas mimbar, melainkan, aktifitas dakwah kini telah lebih bersifat universal. Sebagaimana yang termaktub dari ayat di atas, Allah SWT. telah memerintahkan kita untuk menyeru kepada manusia untuk taat kepada Tuhan dengan cara yang baik, apapun caranya, selama itu baik dan tetap mengarah kepada jalan Tuhan, maka itu dapat dinamakan dengan dakwah.

Sesuai dengan makna dakwah, yaitu mengajak kepada yang baik dan mencegah terhadap yang munkar, apapun bentuk dari ajakan atau proses menuju kearah yang lebih baik dan menjauhi larangan Tuhan, itu dapat dikatakan dengan dakwah.


(56)

Menurut K.H Mahrus Amin Dakwah pada hakikatnya adalah menegakkan syari`at agama Allah dan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya. Oleh sebab itu dakwah yang harus diusahakan atau dilaksanakan dengan mengikuti jejak rosul dalam menegakkan agama Islam atau berdakwah, yaitu para mubalig atau tokoh-tokoh Islam atau ulama-ulama supaya bermarkas di masjid, dari mesjid itulah kemudian bagaimana ajaran Islam ini dapat dilaksanakan intinya di dalam pembinaan tauhid atau takwa kepada Allah.2

Kyai secara normatif dipersepsi sebagai penerus amanat pewaris misi nabi, oleh umatnya dianggap sebagai pemimpin dalam segala bidang kehidupan. Mestinya, juga memikirkan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi pengikutnya, termasuk masalah ekonomi.3

Dalam menjaga eksistensi dakwah diperlukan banyak faktor penunjang seperti faktor ekonomi dan juga pemberdayaan sumber daya manusia atau sumber daya umat. disinilah seharus masjid sebagi pusat dakwah harus berperan berkenaan dengan kehidupan masyarakat saat ini terutama di bidang ekonomi, umpamanya mendirikan BMT (Baitul Mal wa Tamwil) atau kegiatan-kegiatan ekonomi yang lain. Kemudian juga bagaimana dengan sosial budaya umat Islam itu seirama atau sesuai dengan ajaran Islam atau budaya yang Islami dan kegiatan sosial masyarakat yang lain ini dikembangkan dan dirangkai sehingga ulama-ulama itu menggeluti dan

2

K.H. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta tanggal 19 Maret 2010 di Kediaman beliau (Ulujami)

3

Imam Suprayogo, Kyai dan Politik “Membaca Citra Politik Kyai”, (Malang , UIN Malang Press, 2009) Cet ke-2, hal. 254


(57)

berdakwah bukan hanya sekedar ceramah atau mensosialisasikan pidatonya dari tempat ke tempat lain, jadi harus mengembangkan seluruh ajaran agama Islam.4

Allah SWT Berfirman :

Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. QS.( Attaubah : 122)

Dari ayat di atas dapat kita tafsirkan bahwa tidak semua umat Islam diharuskan pergi ke medan perang akan tetapi diharuskan beberapa dari mereka untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama untuk mengingatkan yang lain atau berdakwah dan juga untuk kemaslahatan umat tentuya.

Dalam berdakwah terutama kembali kepada pribadi mubalig atau Da`i, bahwa untuk menghadapi dakwah itu dengan berbagai macam tantangan, rintangan tidak semulus yang dibayangkan seperti halnya juga para nabi dan

4

K.H. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta tanggal 19 Maret 2010 di Kediaman beliau (Ulujami)


(58)

rasul. Untuk itu bagi para mubalig-mubalig atau para da`i harus meningkatkan takwa atau iman dan takwa sehingga dia dekat dengan Allah, Allah akan dekat dengan dia dan kalau dia sudah dekat dengan Allah sebagaimana rosul dapat mukzijat, para wali dapat karomah maka para tokoh-tokoh atau ulama ini dapat ma`unah dari Allah, sehingga apa yang dia kehendaki Allah lah yang akan membantu, ini yang pertama. selanjutnya yang kedua terus menuntut ilmu menggali ajaran-ajaran agama dan berbagai pengalaman dan wawasan sehingga dia mempunyai wawasan yang luas, setelah itu dia harus mengamalkan apa yang dia temukan dalam ajaran agama sebagai pedoman hidup yang harus juga disosialisasikan, selain mengamalkan dia harus istiqomah, sabar dan tawakal kepada Allah SWT ini pribadi yang harus ada untuk itu nanti didalam pelaksanaanya mungkin ada yang berhasil ada yang tidak berhasil tapi Allah akan menilai kesungguhan dan niat daripada berdakwah itu yang akan menentukan juga Allah tapi kita hanya bisa ikhtiya

Alla

Artinya : ksud) memperoleh

(balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (QS. al Mudatsir: 6-7)

r.5

h SWT berfirman :

Dan janganlah kamu memberi (dengan ma

5

K.H. Mahrus Amin, Wawancara Pribadi, Jakarta tanggal 19 Maret 2010 di Kediaman beliau (Ulujami)


(1)

K.H Mahrus Amin saat menerima penghargaan lencana melati yang disematkan oleh bapak presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.

K.H Mahrus Amin Saat Berkhutbah Didepan Santri-Santrinya Di Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta.


(2)

Bersama Gubernur DKI dalam acara PORSEKA ke XXVIII di Darunnajah Jakarta

Penulis Bersama K.H Mahrus Amin K.H Mahrus Amin Saat Pelepasan Alumni Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta.


(3)

TRANSKRIP WAWANCARA

Nara Sumber : Drs. K.H Mahrus Amin Hari/Tanggal : Jum`at / 19 Maret 2010 Waktu : 09.00 – 10.15

Tempat : Pondok Pesantren Darunnajah

1. Bagaimana Konsep Dakwah Menurut Ustadz\Bapak ?

Jawaban :

Dakwah itu ada kaitannya dengan menegakkan syariaat agama Allah dan melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya. Oleh sebab itu dakwah yang harus kita usahakan atau laksanakan kita mengikuti jejak rosul dalam menegakkan agama islam atau berdakwah yaitu para mubalig atau tokoh-tokoh Islam atau ulama-ulama supaya bermarkas di masjid, dari mesjid itulah kemudian bagaimana ajaran Islam ini dapat dilaksanakan intinya didalam pembinaan tauhid atau takwa kepada Allah kemudian kemudian tamir masjid dengan ibadah-ibadah sehari-hari juga yang berkenaan dengan peningkatan SDM (sumber daya manusia) atau sumber daya umat baik anak-anak, remaja, pemuda dan orang tua, bagaimana untuk ajaran agama Islam itu dihayati dan diamalkan. Yang ketiga berkenaan dengan kehidupan masyarakat saat ini terutama di bidang ekonomi untuk mencari nafkah. Masjid adalah pusat dakwah ini haruslah berperan umpamanya mendirikan BMT (Baitul Mal wa Tamwil) atau kegiatan-kegiatan ekonomi yang lain, kemudian juga bagaimana dengan sosial budaya umat Islam itu seirama atau sesuai dengan ajaran Islam atau budaya yang Islami dan kegiatan sosial masyarakat yang lain ini dikembangkan dan dirangkai sehingga ulama-ulama itu menggeluti dan berdakwah bukan hanya sekedar ceramah atau mensosialisasikan pidatonya dari tempat ke tempat lain, jadi harus mengembangkan seluruh ajaran agama Islam.

2. Bagaimana Konsep Politik Menurut Ustadz\Bapak ?

Jawaban :

Konsep politik atau berpolitik dengan nilai-nilai Islam terlebih dahulu harus menguasai bahwa politik ini dalam suatu negara terutama dalam pembinaan bangsa dan negara atau umat. sebagaimana kalau didalam Negara demokrasi sesuai dengan ketentuan yang


(4)

dasarnya hukum, sehingga bagi umat Islam berpolitik itu bagaimana hukum-hukum itu bisa dilaksanakan oleh bangsa dan umat sesuai dengan ajaran dan syaria`at agama Islam. Itulah yang diperjuangkan oleh para mubalig atau ulama-ulama dimana saja baik dipartai atau diorganisasi Islam, inilah dari pada misi pemimpin-pemimpin umat Islam

3. Menurut Ustadz\Bapak Adakah Keterkaitan Antara Dakwah & Politik ?

Jawaban :

Antara dakwah dan politik ada kaitannya dan juga bisa kita pisahkan, maksudnya kalu kaitannya dengn politik itu bagaimana dalam pengaturan dan penataan Negara atau bangsa tetapi kalau dakwah itu ada kaitannya bagaiman menegakkan ajaran-ajaran agama dipermukaan bumi atau disebuah Negara. Politik boleh dikatakan kalau berhasil akan cepat bisa melaksanakan syariat Islam yang diperjuangkan oleh politisi Islam tapi kalau dakwah bisa saja lambat terutama dengan pendidikan, boleh dikatakan untuk menegakkan syari`at Islam itu bisa dengan politik atau dengan dakwah dan bisa saja dalam berpolitik itu kita dengan sistem berdakwah.

4. Menurut Ustadz\Bapak Apa Yang Paling Penting Dalam Berdakwah ?

Jawaban :

Dalam berdakwah terutama kembali kepada pribadi mubalig, bahwa untuk menghadapi dakwah itu dengan berbagai macam tantangan, rintangan tidak semulus yang dibayangkan seperti halnya juga para nabi dan rosul. Untuk itu bagi para mubalig-mubalig atau para da`i harus meningkatkan takwa atau iman dan takwa sehingga dia dekat dengan Allah, Allah akan dekat dengan dia dan kalau dia sudah dekat dengan Allah sebagaimana rosul dapat mukzijat, para wali dapat karomah maka para tokoh-tokoh atau ulama ini dapat ma`unah dari Allah, sehingga apa yang dia kehendaki Allah lah yang akan membantu, ini yang pertama. selanjutnya yang kedua terus menuntut ilmu menggali ajaran-ajaran agama dan berbagai pengalaman dan wawasan sehingga dia mempunyai wawasan yang luas, setelah itu dia harus mengamalkan apa yang dia temukan dalam ajaran agama sebagai pedoman hidup yang harus juga disosialisasikan, selain mengamalkan dia harus istiqomah, sabar dan tawakal kepada Allah SWT ini pribadi yang harus ada untuk itu nanti didalam pelaksanaanya mungkin ada yang berhasil ada yang tidak berhasil tapi Allah akan menilai kesungguhan dan niat daripada berdakwah itu yang akan menentukan juga Allah tapi kita hanya bisa ikhtiyar.


(5)

5. Bagaimana Pendapat Ustadz\Bapak Mengenai Ulama Yang Terjun Kedunia Politik Saat Ini, Misalnya Seperti K.H Zainudin M.Z ?

Jawaban :

Para ulama intinya untuk menegakkan ajaran-ajaran agama itu dapat dilaksanakan oleh umat, maka bagi para ulama yang terjun ke politik terutama itu bagaimana niat, niat pertama dalam politik kalau pun berhasil dan sukses itu akan lebih cepat dapat melaksanakan apa yang dikehendaki dan dapat berperan di kehidupan bernegara, oleh sebab itu kalau pun dalam keadaan tertentu bisa saja ulama itu terjun kedalam politik atau juga ulama itu bisa membagi tugas siapa yang harus menekuni atau terjun kedunia politik dan sipa juga yang berdakwah jangka panjang yaitu pengkaderan umat dengan pendidikan, mendirikan pesantren-pesantern untuk kegiatan jangka panjang.

6. Apakah Menurut Uztadz/Bapak Dalam Berpolitik Kita Juga Bisa Melakukan

Dakwah? Jawaban :

Tentu bagi seorang muslim apalagi mubalig apalagi ulama dalam berpolitik bisa melaksanakan dakwah dan bahkan bisa mengaplikasikan ajaran-ajaran agama Islam diberbagai kegiatan. Ini yaitu perlunya untuk berpolitik, jadi intinya bahwa kita didalam menghadapi politik juga harus tau poltik sehingga kita tidak menjadi korban politik. Dan ini perlunya mubalig dan kita terutama inti dalam pengkaderan dimana 10-20 tahun yang akan dating akan berperan dimasyarakat jangan lengah itulah perjuangan lembaga pendidikan Islam dan Pondok Pesantren.

7. Organisasi Dakwah dan Politik Apa Saja Yang Ustadz\Bapak Aktif

Didalamnya? Jawaban :

Tentu setiap kita ini dibina dan melalui proses dewasa dan proses menjadi pemimpin sesuai dengan keadaan dan lingkungan pada waktu hidup waktu saya digemleng saya ikut perang waktu umur 8 tahun sudah itu aktif juga di organisasi pandu atau pramuka aktif juga organisasi santri aktif juga di kegiatan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan juga dilatih sebagai MenWa (Resimen Mahasiswa), kemudian mendapat pengalaman juga dalam kegiatan Forum Umat Islam, juga kegiatan di Partai Bulan Bintang (PBB) dan juga sekarang sebagai ketua umum Forum Islamic Center Pusat yang berpusat di Kramat Jaya


(6)

menggantikan pak Zaelani karena beliau sudah uzur, pembinanya adalah bapak Sutiyoso,juga sebagai ketua umum Badan Kerjasama Pondok Pesantren Seluruh Indonesia, juga ada yayasan Qolbu Salim yang membina Pembina-pembina, pengasuh-pengasuh dan guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan juga sebagai pendiri pondok pesantren Darunnajah dan Madinatunnajah.

8. Apa Harapan Ustadz\Bapak Kedepannya Untuk Dakwah dan Politik di

Indonesia ? Jawaban :

Mengembangkan pondok pesantren seluruh Indonesia yang intinya kita ingin para alumni dapat membangun 1000 pondok pesantren nusantara sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terutama daerah perbatasan terbangun atau dibangun pondok pesantren- pondok pesantren, merekalah untuk menjaga NKRI dan juga pemersatu bangsa dan juga mempererat atau perekat umat ini yang menjadi keinginan Ustad Mahrus dan itu tidak mimpi karena sekarangUstad Mahrus dari umur 21 hingga sekarang umur 70 tahun sudah membidani atau mendirikan 60 pondok pesantren dari Aceh sampai Marauke, kemudian para alumni juga lebih dari 40 yang sudah menjadi pimpinan pesantren dan sampai sekarang sudah 100 jadi kalau 10-20 tahun mendatang saja 1 pesantren mengembangkan 10 saja itu 100X 10 sudah 1000 pondok pesantren sebagai benteng untuk menjaga diperbatasan Negara-negara tetangga atau Negara-negara musuh.

Nara Sumber