Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Pengertian dan Sejarah Manufaktur Kata manufaktur berasal dari bahasa Latin manus factus yang berarti dibuat dengan tangan. Kata manufacture muncul pertama kali tahun 1576, dan kata manufacturing muncul tahun 1683. Manufaktur, dalam arti yang paling luas, adalah proses merubah bahan baku menjadi produk. Proses ini meliputi perancangan produk, pemilihan material, dan tahap-tahap proses dimana produk tersebut dibuat. Pada konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk dari bahan baku melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang terorganisasi dengan baik untuk setiap aktivitas yang diperlukan. Mengikuti definisi ini, manufaktur pada umumnya adalah suatu aktivitas yang kompleks yang melibatkan berbagai variasi sumber daya dan aktivitas sebagai berikut Ubaya, 2009: a. Perancangan Produk - Pembelian – Pemasaran b. Mesin dan perkakas - Manufacturing – Penjualan c. Perancangan proses - Production control – Pengiriman d. Material - Support services - Customer service 86 2. Perkembangan Industri Manufaktur di Indonesia Sejak Orde Baru, perkembangan industri telah mengubah struktur perekonomian Indonesia. Antara tahun 1970-an dan tahun 2000-an, peranan sektor industri meningkat pesat, meninggalkan sektor pertanian. Hingga akhir tahun 2007, peranan sektor industri manufaktur telah mencapai sekitar 28 persen dari produk domestik bruto. Walaupun begitu, sektor industri manufaktur tumbuh jauh lebih lamban sesudah krisis 1997. Sejak krisis ekonomi Asia sampai 2007, pertumbuhan sektor industri manufaktur hanya meningkat dengan laju satu digit. Perkembangan yang lambat itu jauh berbeda dengan masa sebelum krisis, ketika sektor industri manufaktur tumbuh dua digit. Masalahnya antara lain kandungan impor bahan baku dan bahan antara sektor industri yang tinggi, berkisar 28 persen. Di samping itu, penguasaan dan penerapan teknologi lemah. Faktor yang juga berpengaruh adalah kualitas sumber daya manusia rendah dan kurang keterkaitan antara industri skala besar dan usaha kecil menengah. Namun, krisis ekonomi yang melanda sebagian besar negara Asia disekitar tahun 1996-1998 mengguncangkan segalanya. Perekonomian terguncang sangat dahsyat. Krisis ini telah berdampak sangat negatif terhadap sektor industri, yang mengakibatkan beberapa sektor industri tumbuh negatif dan beberapa sektor stagnan, walaupun ternyata masih ada beberapa sektor industri yang masih dapat tumbuh. Beberapa kalangan bahkan menilai telah terjadi proses deindustrialisasi. 87 Pertumbuhan industri yang sangat pesat selama sekitar dua dasawarsa sebelumnya seakan tak berdaya menghadapi gejolak eksternal yang timbul, runtuh tak berdaya, diterjang angin krisis perekonomian. Industri yang telah dibangun dengan terencana dalam 5 periode Pelita Pembangunan Lima Tahun seakan mundur jauh ke belakang, kembali ke posisi sebelumnya. Sektor industri yang dinyatakan telah mencapai tahap tinggal landas take off, tiba-tiba menjadi kehilangan keseimbangan. Perkembangan selanjutnya, sektor industri manufaktur ternyata tidak berkembang cukup baik. Pengalaman menunjukkan bahwa kebijakan proteksi yang berlebihan, terutama pada kurun waktu 1970-an sampai awal 1980-an telah mengakibatkan high cost economy ekonomi biaya tinggi. Hasibuan 1993 dalam Zulkieflimansyah 2006 mencoba menjelaskan kegagalan penerapan strategi di Indonesia. Analisanya adalah sebagai berikut : a. Bahan baku dan tenaga kerja yang tersedia bukan siap pakai. Hal ini dapat menimbulkan external diseconomies. Sumber-sumber ekonomi tersebut belum tentu memiliki kualitas yang baik. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan rendah. Karenanya kualitas tenaga kerja perlu ditingkatkan terlebih dahulu dan ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. b. Karena pasar yang dilayani oleh produsen dalam negeri adalah pasar domestik tanpa ada persaingan dari barang-barang impor, maka setiap produk yang dihasilkan tidak dikaitkan dengan kemampuan bersaing di pasar internasional. Tidak heran kalau tingkat daya saing global dari 88 barang produksi Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, khususnya negara-negara maju. c. Tingkat ketergantungan terhadap barang impor ternyata tidak menjadi lebih rendah. Sebagai contoh untuk membuat barang-barang konsumsi memerlukan komponen, spare parts, bahan baku, mesin dan alat-alat produksi yang semuanya masih harus diimpor. d. Diharapkan kesempatan kerja akan berkembang dengan luas. Akan tetapi, ini tentu tergantung pada teknologi yang digunakan dalam proses produksi. Kalau teknologi padat karya yang dipilih, harus diperhatikan jangan sampai mengorbankan tingkat efisiensi, produktivitas dan daya saing. e. Nilai tambah pada umumnya dapat ditingkatkan, tetapi di pihak lain beberapa industri dapat mempunyai nilai tambah yang negatif bila dibandingkan dengan nilai tambah dari industri yang sama di pasar internasional. f. Tingkat proteksi yang tinggi cenderung membentuk sikap angkuh produsen dalam negeri. Struktur pasar didominasi oleh produsen. g. Walaupun potensi permintaan di pasar dalam negeri cukup besar, tetapi masih ada hal-hal lain yang lebih menentukan apakah potensi tersebut dapat terealisasi, yaitu jenis barang dan jumlah yang diperlukan konsumen dan dapat dibuat di dalam negeri, teknologi yang dipakai, target pemakai dan politik harga yang diterapkan. Sektor industri nonmigas selama tahun 2000-2004 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6 per tahun. Angka pertumbuhan ini lebih 89 tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor ekonomi yaitu sekitar 4,6 per tahun. Peran sektor industri terhadap perekonomian nasional meningkat yaitu dari 23,8 pada tahun 2000 menjadi sebesar 24,6 pada tahun 2004. Hampir sekitar 60 output sektor industri ternyata didominasi oleh industri padat tenaga kerja, dimana mata rantainya relatif pendek, sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Akan tetapi karena besarnya populasi unit usaha maka kontribusinya terhadap perekonomian menjadi sangat penting. Pengembangan usaha kecil dan koperasi sebagai basis ekonomi kerakyatan juga menjadi langkah strategis yang harus terwujud nyata. Begitu pula, upaya meningkatkan daya saing yang harus terus berlangsung. Daya saing Indonesia makin merosot dan berada di peringkat bawah. World Competitiveness Report menyebutkan, tahun 1998 Indonesia menempati peringkat ke-40 dari 49 negara. Pada tahun 2008, merosot ke urutan 59 dari 60 negara. Penyebab daya saing rendah antara lain kualitas pelayanan birokrasi rendah, tingginya bahan baku impor, kualitas infrastruktur buruk, dan biaya investasi tinggi. Padahal, sejak tahun 1982, keunggulan komparatif Indonesia meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 19 persen per tahun hingga tahun 1994. Dengan kata lain, industri manufaktur bisa berkembang lebih baik lagi, bila semua kendala tersebut dihilangkan. 3. Kebijakan Industri Indonesia Pemerintah mulai menerapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang RMJP periode 25 tahunan yang dimulai pada tahun 2004 dengan industri 90 manufaktur sebagai dasarnya. Sektor industri ini keberadaannya sangat bergantung pada ketersediaan Sumber Daya Alam SDA dan Sumber Daya Manusia SDM yang tidak terampil. Kedepannya industri ini perlu direstrukturisasi dan diperkuat kemampuannya sehingga mampu menjadi industri kelas dunia. Pengembangan industri dalam jangka panjang diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring industri dalam format klaster yang sesuai pada kelompok industri. : a. Industri Agro. b. Industri Alat Angkut. c. Industri Telematika. d. Basis Industri Manufaktur. e. Industri Kecil dan Menengah Tertentu. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Peraturan Presiden No. 72005, fokus pembangunan industri pada jangka menengah 2004-2009 adalah penguatan dan penumbuhan klaster-klaster industri inti, yaitu : a. Industri Makanan dan Minuman. b. Industri Pengolah Hasil Laut. c. Industri Tekstil dan Produk Tekstil. d. Industri Alas Kaki. e. Industri Kelapa Sawit. 91 f. Industri Barang Kayu Termasuk Rotan dan Bambu. g. Industri Karet dan Barang Karet. h. Industri Pulp dan Kertas. i. Industri Mesin Listrik dan Peralatan Listrik. j. Industri Petrokimia. Pengembangan 10 klaster industri inti tersebut, secara komprehensif dan integratif, didukung industri terkait related industries dan industri penunjang supporting industries. 4. Kontribusi Industri terhadap Ekonomi Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu memberikan kontribusi yang besar dalam transformasi kultural bangsa ke arah modernisasi kehidupan masyarakat yang menunjang pembentukan daya saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor industri terhadap perekonomian nasional hampir mencapai 25. Ambillah industri pengolahan sebagai contoh. Sejak pertengahan tahun 1980-an, peranan sektor industri ini meningkat sangat tajam, melebihi peranan sektor migas dan pertanian. Perkembangan yang sangat menakjubkan tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dalam perdagangan internasional. Pada tahun 1996, pangsa nilai ekspor non migas mencapai 76,44 dari seluruh nilai ekspor Indonesia. Sekitar 61,14 diantaranya berasal dari ekspor barang industri. Kemajuan ekonomi yang 92 diraih Indonesia pada saat itu, menyebabkan Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu Negara Ajaib di Asia Timur The East Asian Miracle Zulkieflimansyah, 2006. Peran industri dalam PDB menunjukkan kenaikan yang sangat berarti. Pada tahun 1965, sektor industri hanya menyumbang PDB sebesar Rp 35,6 miliar. Tetapi pada tahun 1967 naik menjadi Rp 37,5 miliar dan setahun kemudian menjadi Rp 40,8 miliar. Bila dihitung atas harga dasar tahun 1960, kenaikan ini sebesar 8,8. Kenaikan sumbangan sektor industri tidak hanya bersumber dari industri besar dan sedang, tetapi juga dari industri kecil. Pada tahun 1965 industri besar dan sedang menyumbang Rp 22,7 miliar dan industri kecil Rp 12,9 miliar. Sedangkan pada akhir tahun 1968 sumbangan industri besar dan sedang mencapai Rp 26,7 miliar dan industri kecil Rp 14,1 miliar. Peningkatan peran sektor industri ini terutama disebabkan oleh semakin meningkatkan pemanfaatan kapasitas terpasang. Relatif tidak terjadi perubahan yang berarti pada struktur industri selama kurun waktu 2000-2004. Cabang industri yang memberikan keterkaitan yang kecil, sehingga terjadi penurunan peranan, seperti yang terjadi di industri makanan, minuman, dan tembakau turun dari 33,8 pada tahun 2000 menjadi 28,1 pada tahun 2004. Industri barang kayu dan hasil hutan lainnya juga turun dari 6,1 pada tahun 2000 menjadi 5,6 pada tahun 2004, dan untuk industri kertas dan barang cetakan turun dari 6,0 pada tahun 2000 menjadi 5,3 pada tahun 2004. Untuk cabang industri yang mempunyai tingkat keterkaitan yang kuat, peranannya meningkat, seperti industri pupuk, kimia, 93 dan barang dari karet meningkat dari 12,9 pada tahun 2000 menjadi 16,9 pada tahun 2004, industri alat angkut, mesin, dan peralatan naik dari 20,7 pada tahun 2000 menjadi 22,5 pada tahun 2004.

B. Deskriptif Analisis

Dokumen yang terkait

PROFIT MAXIMIZATION THEORY, SURVIVAL-BASED THEORY AND CONTINGENCY THEORY : A REVIEW ON SEVERAL UNDERLYING RESEARCH THEORIES of CORPORATE TURNAROUND

0 25 8

Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan, Profitabilitas, Firm Size, Struktur Aset dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Struktur Modal dalam Perspektif Pecking Order Theory pada Perusahaan Jasa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013

0 25 137

ENGUJIAN TERHADAP PECKING ORDER THEORY PADA PERUSAHAAN PERTANIAN DAN PERTAMBANGAN YANG LISTED DI BURSA EFEK INDONESIA

0 4 21

Pengaruh Trade Off Theory Dan Pecking Order Theory Terhadap Struktur Modal Perusahaan Yang Terdaftar Di Indeks Lq45 Periode 2010-2014

0 6 125

ANALISIS STATIC TRADE OFF DAN PECKING ORDER THEORY TERHADAP OPTIMALISASI LEVERAGE STUDI KASUS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI

0 5 103

PENGUJIAN TRADE OFF THEORY & PECKING ORDER THEORY DALAM PENENTUAN STRUKTUR MODAL: Studi Pada Perusahaan BUMN Sektor Non-Keuangan yang Terdaftar di BEI Tahun 2010-2013.

0 3 24

PENGARUH ASSET TANGIBILITY, PROFITABILITAS, UKURAN PERUSAHAAN, DAN PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP STRUKTUR MODAL DENGAN PENDEKATAN PECKING ORDER THEORY (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2005-2008).

0 0 6

AKPM24. PENENTUAN PERILAKU KEBIJAKAN STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK JAKARTA: HIPOTESIS STATIC TRADE OFF ATAU PECKING ORDER THEORY

0 0 21

Pengujian Pecking Order Theory dan Managerial Theory pada Bursa Efek Indonesia - Ubaya Repository

0 0 1

PENGUJIAN TRADE OFF THEORY DAN PECKING ORDER THEORY DI JAKARTA ISLAMIC INDEX

0 0 12