Yang Dapat Menikmati Wasiat

menyelesaikannya”. 36 Salah satu ciri yang membedakan Islam dan lainnya adalah penekanan yang difokuskan terhadap ilmu sedangkan Al- Qur’an dan hadits sering kali Oleh karena itu, permohonan pembatalan wasiat ini diajukan ke peradilan agama oleh pihak yang merasa dirugikan karena adanya wasiat tersebut dengan menyebut alasan-alasan yang dibenarkan oleh hukum tersebut dan memberikan putusan sebagaimana mestinya. Dalam praktik peradilan agama banyak ditemukan gugatan yang berhubungan dengan wasiat oleh pencari keadilan dengan alasan wasiat telah melebihi dari sepertiga harta si pewaris, atau si pewaris telah memberi wasiat semua harta kepada anak angkat sehingga ahli waris yang berhak tidak mendapat bagian, atau sebaliknya anak angkat menggugat ahli waris karena wasiat yang diberikan oleh bapak angkatnya saat ini dikuasai oleh ahli waris. Kebanyakan pelaksanaan wasiat itu dilaksanakan sebelum berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Dengan berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1989 yang telah di ratifikasi menjadi Undang-undang tentang Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam dengan oleh penggugat dianggap telah terbuka peluang untuk mengajukan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 gugatan tentang pembatalan wasiat ke pengadilan agama.

E. Pihak-Pihak Yang Dapat Menikmati Wasiat Dan Yang Tidak Diperkenankan Menikmati Wasiat

1. Yang Dapat Menikmati Wasiat

36 www.niriah.comdl.php?uu=3-Th-2006.pdf diakses tanggal 06 juni 2010. Universitas Sumatera Utara mengajak dan memberikan informasi terhadap kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan kedamainan, ketenangan, dan kebahagiaan. Kemiskinan merupakan salah satu problem yang selalu melilit dan menyaring umat manusia di segala waktu dan tempat yang akhirnya terciptalah suatu persoalan yang tidak dikehendaki oleh Al-Quran dan Al-Hadits yakni adanya rasa dendam dan dengki sekaligus bermusuhan, lebih-lebih yang terjadi dalam keluarga sendiri, inilah yang dalam Islam diistilahkan dengan mu’amalah yang di mana di dalamnya termasuk persoalan wasiat yang sering dalam praktek dan pelaksanaannya tidak pernah dilakuan secara adil dan bijaksana Yang menjadi perhatian secara serius dalam hukum fiqh ialah kajian mengenai wasiat, karena dalam ketentuan fiqh disebutkan “apabila seseorang wafat, maka seluruh hartanya akan berpindah milik kepada ahli waris yang ditinggalkannya, dengan catatan ongkos pemakaman pewaris, menutupi hutang pewaris dan sejumlah harta yang di waqafkan oleh pewaris juga menjadi kewajiban para ahli waris”. 37 37 http:www.scribd.comdoc13422903figh-Dan-Wasiat di akses tanggal 2010-05-03 Persoalan wasiat penting untuk dikaji karena selama ini yang terjadi tidak sama rata hanya dalam pembagian dari suatu harta peninggalan, hal semacam ini mungkin timbul karena orang yang berwenang untuk melakukan wasiat tidak lagi memakai konsep yang tertera dalam Al-Quran dan Al-Hadits dalam arti tidak menelaah apa yang terkandung dalam sumber Hukum Islam dan Undang-undang yang sudah diberlakukan yakni dalam KHI. Universitas Sumatera Utara Dalam hal penerima wasiat ini haruslah subjek hukum, yaitu baik yang bersifat personal perorangan maupun rechtpersoon badan hukum. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pihak penerima wasiat adalah sebagai berikut: 38 1. pihak penerima wasiat sudah ada pada waktu pewasiatan terjadi dalam praktik dapat saja terjadi seseorang berwasiat untuk membuat sesuatu badan sosial dari hartanya itu; 2. penerima wasiat adalah orang atau badan hukum; 3. penerima wasiat bukan pembunuh si pewasiat; 4. penerima wasiat bukan suatu badan hukum yang mengelola kemaksiatan; 5. penerima wasiat bukan ahli waris dari pemberi wasiat; Wasiat dapat juga ditujukan kepada orang tertentu, baik kepada ahli waris. Demikian juga, wasiat dapat pula ditujukan kepada yayasan atau lembaga sosial, kegiatan keagamaan, dan semua kegiatan yang tidak bertentangan dengan agama Islam. Demikin juga halnya, bila wasiat dilakukan kepada yang non muslim maka wasiat itu sah bila penerima wasiat orang yang non muslim itu berada di wilayah yang mayoritas penduduknya beragama islam. Adapun yang dapat menikmati wasiat menurut KHI yaitu sesuai dalam Pasal 171 huruf f dapat diketahui bahwa penerima wasiat adalah orang atau lembaga. Di samping itu, dari Pasal 196 juga menegaskan bahwa dalam wasiat, baik secara tertulis maupun lisan harus dissebutkan dengan tegas yang ditunjuk akan mererima harta benda yang diwasiatkan. Pada dasarnya setiap orang, kecuali pewasiat sendiri dapat menjadi subjek penerima wasiat, kecuali sebagaimana tercantum dalam Pasal 195 ayat 3, Pasal 207 dan Pasal 208 tentang orang-orang yang tidak dapat diberi wasiat, yaitu: 38 Rachmadi Usman. Op.Cit, Hal. 147. Universitas Sumatera Utara 1. Ahli waris; kecuali wasiat tersebut disetujui oleh semua ahli waris lainnya. 2. Orang yang melakukan pelayanan atau orang yang melakukan tuntunan rohani sewaktu pewasiat mengalami sakit hingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa. 3. Notaris dan saksi-saksi pembuat akta. Pendapat para ulama’ mengenai Hibah yang lebih dari Sepertiga 1. Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa para ahli hukum Islam sepakat pendapatnya, bahwa seseorang dapat menghibahkan semua hartanya kepada orang yang bukan ahli waris. 2. Tetapi Imam Muhammad Ibnul Hasan dan sebagian pentahkiik mahdzab Hanafi mengemukakan bahwa tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun untuk keperluan kebaikan. Mereka menganggap orang yang bebuat demikian itu sebagai orang dungu yang wajib dibatasi tindakannya. Dalam hal ini dapat di bedakan dalam 2 hal yaitu: 1 jika hibah itu diberikan kepada orang lain selain ahli waris atau suatu badan hukum mayoritas pakar hukum islam sepakat tidak ada batasnya, tetapi 2 jika hibah itu diberikan kepada anak-anak pemberi hibah, menurut Imam Malik dan Ahlul Zahir tidak memperbolehkannya, sedangkan fuqaha’ amsar menyatakan makruh. Sehubungan dengan tindakan rasulullah SAW. Terhadap kasus Nu’man Ibnu Basyir menunjukkan bahwa hibah orang tua terhadap anaknya haruslah disamakan bahkan banyak hadist lain yang redaksinya berbeda Universitas Sumatera Utara menjelaskan ketidakbolehan membedakan pemberian orang tua kepada anaknya secara berbeda, yang satu lebih banyak dari yang lain 3. Menurut pendapat Imam Ahmad Ishaq, Tsauri, dan beberapa pakar hukum islam yang lain bahwa hibah batal apabila melebihkan satu dengan yang lain, tidak diperkenankan menghibahkan hartanya kepada salah seorang anaknya, haruslah bersikap adill diantara anak-anaknya. Kalau sudah terlanjur dilakukan maka harus dicabut kembali. Yang masih diperselisihkan para ahli hukum islam adalah tentang bagaimana cara penyamaan sikap dan perlakuan anak-anak itu? Ada yang berpendapat bahwa pemberian itu adalah sama diantara anak laki-laki dan anak perempuan, ada pula yang berpendapat bahwa penyamaan antara anak laki-lakiitu dengan cara menetapkan bagian untuk seorang anak laiki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan, sesuai dengan pembagian waris. Menurut sebagian ahli hukum islam, sesungguhnya penyamaan itu bukan hal yang wajib dilaksanakan, tetapi sunnah saja. Mereka menyatakan bahwa hadist yang menyatakan menyamakan anak-anaknya dalam pemberian hibah adalah lemah, demikian juga hadist yang menyatakan bahwa pemberian semua harta yang berbentuk hibah kepada anak-anaknya yang nakal. Pendapat yang mewajibkan menyamakan pemberian semua harta berupa hibah kepada anak- anaknya adalah pendapat yang kuat. Oleh karena itu, jika dalam hal pemberian hibah itu tidak sesuai dengan ketentuan ini, maka hibahnya adalah batal Prinsip pelaksanaan hibah orang tua terhadap anaknya haruslah sesuai petunjuk Rasulullah SAW. Dalam berberapa hadist dikemukakan bahwa Universitas Sumatera Utara bagian mereka supaya disamakan dan tidak dibenarkan memberi semua harta kepada salah seorang anaknya. Jika hibah yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi dari ketentuan bagian waris, maka hibah tersebut dapat diperhitungkan sebagai warisan. Sikap seperti ini menurut kompilasi didasarkan pada kebiasaan yang dianggap positif oleh masyarakat. Karena bukan suatu hal yang aneh apabila bagian waris yang dilakuka tidak adil akan menimbulkan penderitaan bagi pihak tertentu, lebih-lebih kalau penyelesaiannya sampai ke pengadilan agama tentu akan terjadi perpecahan keluarga. Sehubungan dengan hal ini Umar Ibnul Khttab pernah mengemukakan bahwa kembalikan putusan itu diantara sanak keluarga, sehingga mereka membuat perdamaian karena sesungguhnya putusan pengadilan itu sangat menyakitkan hati dan menimbulkan penderitaan 4. Ulama Malikyah menetapkan dalam syarat orang yang yang menghibahkan adalah Ahlan li tabarru’ yaitu orang yang berhak berderma dan bersedekah. Yang dimaksud dengan ahli tabarru’ adalah diantaranya adalah : a bukan seorang isteri. Jika harta yang dihibahkan melebihi dari sepertiga harta, karena ketika seorang isteri ketika menghibahkan harta melebihi sepertiga hartaharus mendapat izin dari suaminya b bukan orang yang sakit, yang sudah mendekati kematian. Syarat ini berlaku jika harta yang dihibahkan melebihi dari sepertga. Jika menghibahkan lebih dari sepertiga maka harus mendapat persetujuan ahli waris pada pasal 954 yang berisi wasiat pengangkatan waris, adalah suatu wasiat, dengan mana si yang mewasiat kan, kepada seseorang atau lebih, Universitas Sumatera Utara memberikan harta kekayaan yang akan di tinggal kan nya apabila ia meninggal dunia baik seluruh nya maupun sebagian seperti misal nya, setengah nya, sepertiga nya. KHI PASAL 210 yang berbunyi: “Orang yang telah berumur sekurang- kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 13 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki” Menurut Muhammad Daud Ali dalam bukunya Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, beliau mencantumkan syarat- syarat hibah, yang salah satunya adalah: pada dasrnya, hibah adalah pemberian yang tidak ada kaitannya dengan kewarisan kecuali kalau ternyata bahwa hibah itu, akan mempengaruhi kepentingan dan hak-hak ahli waris. Dalam hal demikian, perlu ada batas maksimal hibah, tidak melebihi sepertiga harta seseorang, selaras dengan batas wasiyat yang tidak melebihi sepertiga harta peninggalan. Hadis Nabi: Universitas Sumatera Utara Artinya: Diriwayatkandari Sa’ad bin Abi Waqosh ra: pada tahun Haji Penghabisan wada’Nabi Muhammad SAW mengunjungiku seraya mendoakan kesehatanku. Aku berkata kepada nabi Muhammad SAW, “aku lemah karena sakitku yang parah padahal aku kaya dan aku tidak punya ahli wariskecuali seorang anak perempuan. Haruskah aku menyedekahkan 23 kekayaanku? Nabi Muhammad SAW bersabda, “tidak” kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda bahkan 13 telah cukup banyak. Lebih baik kamu meninggalkan ahli warismudalam keadaan berkecukupan daripada meninggalkan merekadalam keadaan miskin, mengemis kepada orang lain. Kau akan memperoleh pahala dari sedekah yang dikeluarkan dengan niat karena Allah, bahkam untuk yang kau suapkan dalam mulut isteriu”. Aku berkata,”ya rasulullah, apakah aku akan sendirian ketika para sahabatku pergi?”. Nabi Muhammad SAW bersabda, “jika kamu ditinggalkan, apapun yang kau kerjakan akan mengangkat mu ke tempat yang tinggi. Dan mungkin saja kau akan berumur panjang hinggadating suatu saat ketika sebagian orang mengambil keuntungan darimu, dan sebagian yang lain mengambil kemudharatandarimu.” Ya Allah, lengkapkan hijrah sahabatku dan jangan biarkan mereka berpaling “. Dan rasullah SAW Universitas Sumatera Utara merasa sedih dengan meninggalnya Sa’ad bin khaulah yang miskin di Makkah. sedangkan sepeninggal nabi Muhammad SAW, Sa’ad bin Abi Waqash hidup dengan umur yang panjang.{HR.Bukhari} Dimana hadist tersebut seolah menggambarkan bahwa bersedekah yang lebih dari sepertiga merupakan tindakan yang berakibat merusak esensi dan kepentingan dari ahli waris 39 a. Penerima wasiat dengan sengaja atau mencoba membunuh, dan menganiaya berat pewasiat.

2. Pihak Yang Tidak Diperkenankan Menikmati Wasiat