• Gangguan terhadap lalu lintas lain pada saat angkutan umum masuk dan keluar dari lokasi perhentian.
c. Efficiency, meliputi :
• Jumlah orang yang dapat terangkut cukup banyak. • Dimungkinkannya penumpang untuk transfer ke lintasan rute lain.
d. Public Relation, meliputi :
• Tersedianya informasi yang berkaitan dengan schedule. • Tersedianya tempat sampah yang memadai.
• Tidak menybabkan gangguan kebisingan bagi lingkungan sekitar. Dari keempat kriteria di atas, yang sering dijadikan sebagai kriteria utama ada dua,
yaitu : 1.
Tingkat keselamatan bagi penumpang pada saat naik-turun bus safety dan, 2.
Tingkat gangguan bagi lalu lintas lainnya, yaitu perlambatan yang dirasakan lalu lintas lain akibat berhentinya bus di tempat perhentian.
2.5.1 Jarak Halte
Jarak halte yang dimaksud disini adalah jarak antar halte atau disebut juga jarak tempat henti.
Berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, tempat henti halte dihitung berdasarkan beberapa faktor yaitu :
o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada akupansi
kendaraan dengan rumus : S = V nx + AV
Dimana :
Universitas Sumatera Utara
S : jarak tempat henti
V : running speed meterdetik
n : jumlah penumpang ditempat henti yang naik angkutan umum
x : waktu untuk naik kendaraan per penumpang detik
A : a+ba.b
a : perlambatan meterdetik
b : percepatan meterdetik
o Berdasarkan kepentingan pengusaha dengan mengacu pada performasi
kendaraan serta kepentingan pemakai jasa maksimum orang berjalan kaki : S = ½ Vmax² 1a + 1b
Dimana : Vmax : jarak berjalan kaki maksimum meter
Kepadatan rute angkutan umum = km rutekm² area Berdasarkan faktor-faktor di atas, jarak tempat henti dapat diatur
penempatannya sebagai berikut : Table 2.1 Jarak Halte
Tabel Jarak Halte No
Tata Guna Lahan Lokasi
Jarak Tempat Henti
m 1
Pusat kegiatan sangat padat: pasar, pertokoan
CBD, Kota 200 - 300
2 Padat : perkantoran,
sekolah, jasa Kota
300 - 400 3
Permukiman Kota
300 - 400 4
Campuran padat : perumahan, sekolah, jasa
Pinggiran 300 – 500
5 Campuran jarang : perumahan,
ladang, sawah, tanah kosong Pinggiran
500- 1000 Sumber Departemen Perhubungan
Universitas Sumatera Utara
Halte pada jarak 400-600 meter dari garis henti akan memungkinkan untuk menyediakan fasilitas yang cukup, seperti dipasangnya papan informasi dan peneduh
dan bangku-bangku.
2.5.2 Tata Letak Halte
Tata letak yang direkomendasikan berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Perhubungan darat 1996 jarak berjalan yang wajar bagi penumpang angkutan
umum, dimana untuk daerah CBD 200-400 meter, untuk daerah pinggiran kota 300- 500 meter. Selain ditentukan oleh jarak tersebut, tempat henti halte juga ditentukan
oleh kapasitasnya dan jumlah permintaan yang dipengaruhi oleh tata guna tanah dan tingkat kepadatan penduduk.Keberadaan tempat henti pada ruas-ruas jalan dapat
menjadi penyebab utama dari kemacetan lalu lintas apabila dalam perencanaannya tidak mempertimbangkan ha;-hal berikut, adapun tata letak halte dan TPB terhadap
ruang lalu lintas, berdasarkan keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat adalah : 1.
Jarak maksimal terhadap fasilitas penyeberangan pejalan kaki adalah 100 meter.
2. Jarak minimal halte dari persimpangan adalah 50 meter atau bergantung pada
panjang antrian. 3.
Jarak minimal gedung seperti rumah sakit, tempat ibadah yang membutuhkan ketenangan adalah 100 meter.
4. Perletakan di persimpangan menganut sistem campuran, yaitu antara sesudah
persimpangan farside dan sebelum persimpangan nearside, sebagaimana gambar 2.1 dan 2.2.
5. Perletakan di ruas jalan terlihat sebagaimana gambar 2.3 dan 2.4
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Perletakan tempat henti di pertemuan jalan simpang empat
Gambar 2.4 Peletakan tempat perhentian di pertemuan jalan simpang tiga
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Tata letak halte pada ruas jalan
a. Menghadap ke muka lindungan jenis 1
Gambar 2.6 Lindungan menghadap ke muka
Universitas Sumatera Utara
b. Menghadap ke belakang lindungan jenis 2
Gambar 2.7 Lindungan menghadap belakang
Menurut keputusan Direktur Jendral Perhubungan Darat, adapun pengelompokan tempat henti kendaraan penumpang umum berdasarkan tingkat
pemakaian, ketersediaan lahan, dan kondisi lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Halte yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk
bus gambar 2.8 2.
TPB yang terpadu dengan fasilitas pejalan kaki dan dilengkapi dengan teluk bus gambar 2.9
3. Halte yang sama dengan butir 1 tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus
gambar 2.10 4.
TPB yang sama dengan butir 2 tetapi tidak dilengkapi dengan teluk bus gambar 2.11
5. Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus
gambar 2.12
Universitas Sumatera Utara
6. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan dilengkapi dengan teluk bus
gambar 2.13 7.
Halte yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk bus serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi gambar 2.14
8. TPB yang tidak terpadu dengan trotoar dan tidak dilengkapi dengan teluk bus
serta mempunyai tingkat pemakaian tinggi gambar 2.15 9.
Halte pada lebar jalan yang terbatas 5.75 m, tetapi mempunyai tingkat permintaan tinggi gambar 2.16
10. Pada lahan terbatas yang tidak memungkinkan membuat teluk bus, hanya
disediakan TPB dan rambu larangan menyalip gambar 2.17
Universitas Sumatera Utara
1. Kelompok 1
Gambar 2.8a Tempat Henti Beserta Fasilitas
Gambar 2.8b Dua Tempat Henti yang Berseberangan
Universitas Sumatera Utara
2. Kelompok 2
Gambar 2.9a Standar Tempat Henti Kelompok 2 Tunggal
Gambar 2.9b Standar Tempat Henti Kelompok 2 Berseberangan
Gambar 2.9c Standar Tempat Henti Kelompok 2 Dekat jalan akses
Universitas Sumatera Utara
3. Kelompok 3
Gambar 2.10a Standar Tempat Henti Kelompok 3 Tunggal
Gambar 2.10b Standar Tempat Henti Kelompok 3 Berseberangan
Gambar 2.10c Standar Tempat Henti Kelompok 3 Dekat jalan akses
Universitas Sumatera Utara
4. Kelompok 4
Gambar 2.11a Standar Tempat Henti Kelompok 4 Tunggal
Gambar 2.11b Standar Tempat Henti Kelompok 4 Berseberangan
Gambar 2.11c Standar Tempat Henti Kelompok 4 Dekat jalan akses
Universitas Sumatera Utara
5. Kelompok 5
Gambar 2.12a Standar Tempat Henti Kelompok 5 Tunggal
Gambar 2.12b
Standar Tempat Henti Kelompok 5 Berseberangan
Gambar 2.12c Standar Tempat Henti Kelompok 5 Dekat jalan akses
Universitas Sumatera Utara
6. Kelompok 6
Gambar 2.13a Standar Tempat Henti Kelompok 6 Tunggal
Gambar 2.13b
Standar Tempat Henti kelompok 6 Berseberangan
Gambar 2.13c Standar Tempat Henti Kelompok 6 Dekat jalan akses
Universitas Sumatera Utara
7. Kelompok 7
Gambar 2.14a Standar Tempat Henti Kelompok 7 Tunggal
Gambar 2.14b Standar Tempat Henti Kelompok 7 Berseberangan
Gambar 2.14c Standar Tempat Henti Kelompok 7 Dekat jalan akses
Universitas Sumatera Utara
8. Kelompok 8
Gambar 2.15a
Standar Tempat Henti Kelompok 8 Tunggal
Gambar 2.15b Standar Tempat Henti Kelompok 8 Dekat jalan akses
Gambar 2.15c Standar Tempat Henti kelompok 8 Berseberangan
Universitas Sumatera Utara
9. Kelompok 9
Gambar 2.16a Standar Tempat Henti Kelompok 9 Tunggal
Gambar 2.16b Standar Tempat Henti Kelompok 9 Berseberangan
Gambar 2.16c Standar Tempat Henti Kelompok 9 Sesudah jalan akses
Universitas Sumatera Utara
10. Kelompok 10
Gambar 2.17a Standar Kelompok Henti Kelompok 10 Tunggal
Gambar 2.17b Standar Tempat Henti kelompok 10 Berseberangan
Gambar 2.17c
Standar Tempat Henti Kelompok 10 Dekat jalan akses
Universitas Sumatera Utara
Dikenal tiga jenis kebijaksanaan operasional angkutan kota yang berkaitan dengan perhentian yaitu :
1. Flag Stop
Pada kebijakan operasional ini pengendara atau pengemudi diinstruksikan agar merespon keinginan penumpang kapan sebaiknya bus berhenti, baik untuk
menaikkan atau menurunkan penumpang. Dengan adanya kebijakan operasional seperti ini, maka kecepatan rata-rata
bus relatif cukup tinggi. Kebijakan operasional seperti ini sangat sesuai jika poternsi pergerakan penumpang pada lintasan rute yang dimaksud tidak terlalu besar.
2. Set-Stop
Kebijakan operasional ini merupakan kebijakan operasional yang paling umum diterapkan di kota-kota besar. Pada kebijakan ini, pengemudi diwajibkan
untuk berhenti di perhentian yang sudah ditetapkan sebelumnya, tidak perduli apakah pada perhentian yang dimaksud ada calon penumpang yang ingin naik ataupun ingin
turun. Kebijakan operasional ini biasanya sesuai untuk lintasan rute yang memiliki potensi pergerakan penumpang yang sedang sampai tinggi sekali.
3. Mixed Stop
Kebijakan operasional ini merupakan campuran antara flag stops dan set stops, artinya adalah pengendara diizinkan pada darah-daerah tertentu untuk berhenti
diperhentian jika ada penumpang yang ingin turun ataupun calon penumpang yang ingin naik, sedangkan pada daerah-daerah lainnyapengendara diwajibkan berhenti di
setiap perhentian yang dijumpai.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Tipe Halte