20 6.
0,9D + 1,0W 2.28
7. 0,9D + 1,0E
2.29 Keterangan :
D : beban mati
E : beban gempa
L : beban hidup
L
r
: beban hidup atap R
: beban hujan S
: beban salju W
: beban angin
Berdasarkan SNI 1726:2012, pengaruh gempa E pada persamaan 2.27 dan persamaan 2.29 harus ditentukan sebagai berikut :
E = Eh + Ev
= ρQ
E
+ 0,2.S
DS
.D 2.30
E = Eh - Ev
= ρQ
E
- 0,2.S
DS
.D 2.31
Persamaan 2.30 disubtitusikan ke persamaan 2.27 dan persamaan 2.31 disubtitusikan ke persamaan 2.29 sehingga diperoleh kombinasi untuk beban
gempa sebagai berikut : 1,2 + 0,2 S
DS
D + 1,0 ρQ
E
+ L + 0,2S 2.32
0,9 - 0,2 S
DS
D + 1,0 ρQ
E
2.33 Keterangan :
Eh : pengaruh gempa horizontal
Ev : pengaruh gempa vertikal
ρ : faktor redudansi, diambil 1,3 pasal 7.3.4.2, SNI 1726:2012
Q
E
: pengaruh gaya gempa horizontal dari V atau Fp S
DS
: parameter percepatan spektral desain pada periode pendek
2.9 Batasan Simpangan Antar Lantai Tingkat
Simpangan antar lantai tingkat desain ∆ tidak boleh melebihi simpangan
antar lantai tingkat ijin ∆a. Batasan simpangan antar lantai tingkat ijin dari
beberapa jenis sistem struktur ditunjukkan pada Tabel 2.5.
21
2.10 Perilaku Struktur Terhadap Beban Gempa
Akibat pengaruh beban gempa rencana, struktur bangunan yang direncanakan harus masih dalam keadaan berdiri, tetapi sudah mencapai kondisi di
ambang keruntuhan. Perilaku struktur sebelum mencapai ambang keruntuhan sangat dipengaruhi oleh kekuatan, kekakuan dan tingkat daktilitas dari struktur
yang direncanakan. Dalam keadaan normal parameter kekuatan dan kekakuan struktur sangat penting untuk menjaga stabilitas bangunan, tetapi di bawah
pengaruh beban gempa daktilitas struktur sangat penting untuk menjaga agar struktur tidak runtuh secara mendadak saat menerima beban gempa.
Untuk menghindari keruntuhan total pada struktur yang direncanakan maka diperlukan mekanisme keruntuhan struktur yang aman. Berdasarkan lokasi
terbentuknya sendi plastis pada elemen struktur maka ada dua tipe mekanisme keruntuhan yang biasanya terjadi, yaitu Indarto, 2013 :
a. Mekanisme keruntuhan pada balok, yaitu keadaan dimana sendi-sendi plastis
terbentuk pada balok dari struktur bangunan, baru kemudian diikuti dengan keruntuhan pada kolom struktur strong column-weak beam.
b. Mekanisme keruntuhan pada kolom, yaitu keadaan dimana sendi-sendi plastis
terbentuk pada kolom dari bangunan pada suatu tingkat kemudian baru diikuti dengan keruntuhan balok strong beam-weak column.
Mekanisme keruntuhan pada struktur gedung diperlihatkan pada Gambar 2.10. Tabel 2.5 Simpangan antar lantai tingkat ijin
Sumber : SNI 1726:2012 2012
22
2.10.1 Daktilitas Struktur
Daktilitas adalah kemampuan struktur untuk mengalami deformasi inelastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa
sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup sehingga tidak terjadi keruntuhan secara mendadak pada struktur. Tingkat daktilitas merupakan
perbandingan antara simpangan maksimum struktur sebelum mengalami keruntuhan
δm dengan simpangan struktur pada saat terjadinya leleh pertama δy. Tingkat daktilitas struktur dapat dibedakan menjadi 3 yaitu sebagai berikut :
1. Tingkat 1 struktur elastis, yaitu dimana struktur diproporsikan sedemikian
rupa sehingga dapat memenuhi persyaratan penyelesaian detail struktur yang ringan dimana struktur akan merespon terhadap gempa secara elastik.
2. Tingkat 2 daktilitas parsial, yaitu dimana struktur diproporsikan sedemikian
rupa sehingga dapat memenuhi persyaratan penyelesaian detail struktur secara khusus, dimana struktur dapat merespon terhadap gempa secara elastik tanpa
mengalami keruntuhan getas. 3.
Tingkat 3 daktilitas penuh yaitu dimana struktur di proporsikan sedemikian rupa, sehingga dengan memenuhi persyaratan penyelesaian detail struktur yang
lebih rinci, struktur mampu merespon gempa kuat secara inelastik sambil mengembangkan sendi plastis di dalam balok
– baloknya dengan kapasitas Gambar 2.10 Mekanisme leleh pada struktur gedung
a mekanisme leleh pada balok, b mekanisme leleh pada kolom
Sumber : Indarto 2013
a b
Sendi plastis pada kolom
Sendi plastis pada balok
23
Taraf Kinerja Sturktur Gedung R
Elastik Penuh 1
1,60 1,5
2,40 2
3,20 2,5
4,00 3
4,80 3,5
5,60 4
6,40 4,5
7,20 5
8,00 Daktail Penuh
5,3 8,50
Daktail Parsial
pemancaran energi yang baik tanpa mengalami keruntuhan. Daktilitas struktur dapat dirumuskan sebagai berikut :
� =
� ��
2.34 Dalam persamaan 2.34,
� = 1 adalah tingkat daktilitas untuk struktur yang berperilaku elastis penuh. Parameter daktilitas untuk struktur gedung ditunjukkan
pada Tabel 2.6.
2.11 Kinerja Struktur
Pada proses perencanaan stuktur, evaluasi terhadap kinerja struktur sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sasaran dari kinerja stuktur yang
direncanakan dapat dinyatakan secara jelas, sehingga penyewa, pemilik, asuransi, pemerintah atau penyandang dana mempunyai kesempatan untuk menetapkan level
kinerja yang dipilih. Ketetapan tersebut nantinya akan digunakan oleh perencana sebagai pedoman dalam perencanaannya. Sasaran kinerja terdiri atas kejadian
gempa rencana yang ditentukan earthquake hazard dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja performance level dari bangunan terhadap kejadian
gempa tersebut. Menurut FEMA 1997 yang menjadi acuan klasik untuk perencanaan berbasis kinerja adalah level kinerja bangunan yang terdiri atas :
1. Operational Level
Tidak terjadi kerusakan struktural maupun non struktural pada bangunan. Kemungkinan terjadi sedikit kerusakan utilitas pada bangunan dan beberapa
sistem yang tidak terlalu penting tidak berfungsi. Bangunan memiliki risiko Tabel 2.6 Daktilitas struktur
Sumber : SNI 03-1726-2002 2002
24 yang sangat rendah terhadap keselamatan jiwa. Bangunan yang berada di lokasi
dengan tingkat gempa rendah harus dapat memenuhi atau melampaui level ini. 2.
Immediate Occupancy Level Bangunan yang memiliki level kinerja ini diharapkan untuk meminimalisir atau
tidak ada kerusakan yang terjadi pada elemen struktur dan hanya terjadi kerusakan ringan pada elemen non struktur. Setelah terjadi gempa bangunan
dapat langsung difungsikan kembali reoccupy tetapi tetap memerlukan beberapa perbaikan, pembersihan dan menunggu pemulihan layanan utilitas.
Bangunan ini memiliki risiko terhadap keselamatan jiwa yang sangat rendah. 3.
Life Safety Pada level kinerja ini, terjadi kerusakan pada elemen struktural dan non
struktural sehingga diperlukan perbaikan sebelum bangunan dapat difungsikan kembali. Walaupun terjadi kerusakan pada beberapa elemen struktur, tetapi
keselamatan penghuni gedung tetap terjamin. 4.
Collapse Prevention Bangunan yang berada pada level kinerja ini dapat menimbulkan bahaya yang
signifikan terhadap keselamatan jiwa penghuni akibat adanya kegagalan komponen non struktural tetapi karena bangunan tidak langsung runtuh maka
kerugian yang besar dapat dihindari. Tabel 2.7 Level kinerja bangunan
Sumber : FEMA 273 1997
25 Berdasarkan Tabel 2.8, level kinerja struktur dapat ditentukan dengan
menghitung roof drift ratio pada saat target perpindahan tercapai. Roof drift ratio adalah perbandingan antara perpindahan yang terjadi pada atap dengan tinggi total
bangunan ATC 40, 1996. Besarnya perpindahan atap roof drift dapat diperoleh setelah melakukan analisis statik nonlinear pushover pada model struktur.
Penentuan nilai roof drift ratio dapat dilihat pada Gambar 2.11. Tabel 2.8 Level kinerja struktur
Sumber : FEMA 273 1997
Gambar 2.11 Roof drift ratio pada struktur
Sumber : ATC 40 1996
26
2.12 Analisis Statik Nonlinear Pushover