Haatzaai Artikelen: Pasal-Pasal Pengekangan Kebebasan Pers

penjara selama 6 hari sampai 5 tahun. Usaha untuk melakukan kejahatan ini dapat dihukum. 118 Ketentuan ini kemudian dikenal dengan Haatzaai artikelen pasal-pasal tentang penanaman benih kebencian. Peraturan ini memberi kekuasaan kepada pemerintah untuk mengambil tindakan apabila dikehendaki. Sehingga keberadaan pers bumiputera benar-benar berada dibawah kekangan pemerintah kolonial. Walaupun demikian peraturan ini ternyata tidak cukup untuk mengatasi keberanian pers Bumiputera untuk mengemukakan ulasan, pendapat serta kritik terhadap praktik-praktik kolonial pemerintah Hindia Belanda dan dipandang perlu untuk mencari bentuk peraturan baru.

3. Haatzaai Artikelen: Pasal-Pasal Pengekangan Kebebasan Pers

Pada masa penerbitan surat kabar Sinar Djawa, Januari 1914-Mei 1918, belum diketemukan kasustuntutan persdelict. Hal ini dapat dimengerti karena pemerintah kolonial melihat surat kabar ini berkarakter lunak. 119 Setelah surat kabar ini berganti nama menjadi Sinar Hindia, muncullah tuntutan pelanggaran pers yang dikenakan kepada beberapa wartawannya. Di dalam strafwetboek tahun 1918, Haatzaai artikelen tetap diberlakukan, dan diatur dalam pasal 154, 155, 156, dan 157. Pasal 154 dan 155 dikenakan terhadap siapapun yang menyebabkan perasaan permusuhan, kebencian dan penghinaan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Pasal 156 dan 157 dikenakan pada siapapun yang melakukan perbuatan seperti di atas 118 Peraturan ini diperbaharui dalam Staatsblad 1917 No. 497 dan Staatsblad 1918 No.289; Lihat W.A. Engelbercht, Wetten en Verodeningen benevens de Voorlopige Grondwet van de Republik Indonesia , 1956, hlm. 2720-2721. 119 Staatsblad van Nederlandsch-Indie , 1931, hlm.934 terhadap sekelompok penduduk di Hindia Belanda. Perincian hukumannya bagi yang melanggar pasal-pasal diantaranya: untuk pelanggaran pasal 154 dikenakan hukuman penjara paling lama 7 tahun atau denda paling banyak ƒ 300; untuk pasal 155, hukuman penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau denda paling banyak ƒ 300. Untuk pelanggaran pasal 156, hukuman penjara yang diancamkan paling lama 4 tahun atau dend a ƒ 300. Untuk pasal 157, dikenakan hukuman penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau denda sebanyak-banyaknya ƒ 300. Melalui peraturan ini, Semaoen yang masih berada dalam bayang- bayang Sneevliet membuat tulisan di Sinar Hindia 26 Agustus 1918: Djadi terang sekali rakjat dipaksa diam sadja meskipoen pikoelanja berat. Larangan seroepa ini menindas pemboekaan ati dan fikirannya rakjat, hingga rakjat dibikin tetap bodo sebagai sapinja kaoem oeang olih pemerintah. Apakah dengan kelakoean ini tidak terang bahwa pemerintah mendjadi perkakas jang terbaik boeat kaoem oeang? Pemerintah djadi perkakasnja kaoem kapitaal dan mengikat demikian tali besi gerakannja rakjat, sedang pemerintah mendjalankan opendeur politiek, artinja memboeka tanah Hindia boeat oerangja segala bangsa jang diperoesahakan di Hindia. 120 Tulisan ini mengungkapkan kekecewaan Semaoen terhadap sikap pemerintah kolonial Belanda kepada pers dan kebebasan berpendapat bagi masyarakat Semarang. Pemerintah kolonial baginya dianggap sebagai perkakasnya kaoem oeang yang lebih memperhatikan keuntungan mereka sendiri dibandingkan memikirkan nasib rakyat yang ada di Semarang. Hal ini kemudian membuktikan bahwa Semaoen menentang adanya Haatzaai artikelen , sebuah pasal-pasal yang hanya mengekang kebebasan pers bumiputera untuk mengkritik pemerintah kolonial Belanda. Kemudian 120 Dewi Yuliati, op.cit, hlm.201-203. Semaoen menulis kembali di Sinar Hindia dan diterbitkan tanggal 16 Nopember 1918, dengan judul “Bala Tentara dan Pertoendjoekan Koeasa”. Tulisan ini sebenarnya adalah karangan Sneevliet yang diterjemahkan oleh Semaoen dan dimuatnya di dalam Sinar Hindia. Semaoen dituduh telah menghina pemerintah dan dikenakan pasal 154 Strafwetboek. Peraturan kebijakan pers ini telah banyak menghambat proses penyebaran komunisme melalui media tulisan. Sneevliet, Semaoen, Marco dan Darsono terkena dampak dari peraturan pers ini. Mereka yang harus menjalani hukuman penjara, pembuangan sampai dibatasi gerakannya di dalam organisasi yang mengkritik kebijakan pemerintah kolonial Belanda.

4. Munculnya Benih Perselisihan Dengan Tjokroaminoto