Pembahasan Hambatan dalam Penerapan Corporate Social Responsibility CSR

3. Pembahasan

Tabel di atas merupakan hasil urutan pemeringkatanranking yang diperoleh berkaitan dengan hambatan-hambatan yang sering dihadapi oleh 24 UMKM batik dalam menerapkan program Corporate Social Responsibility CSR. Pemeringkatan hambatan-hambatan tersebut dilakukan berdasarkan kategori yang ada dalam CSR menurut GRI G4. Hasil dari tabel peringkat tersebut menunjukkan bahwa; 1 Kategori Ekonomi Berkaitan dengan hambatan yang menjadi urutan pertama yaitu “Perubahan Iklim yang tidak menentu membuat adanya inkonsistensi jumlah produksi”, UMKM Batik sejatinya benar benar membutuhkan cuaca yang cerah dengan matahari yang terik. Hal ini tentu sangat berguna dalam membantu proses produksi kain batik. Cuaca yang cerah ini memiliki dampak secara langsung yaitu memperlancar dalam pembuatan pola batik serta penggambaran motif yang menggunakan lilin cair, sehingga suhu panas dan kering ini membatu lilin agar mudah kering. Selain itu cuaca yang panas ini tentunya sangat membantu UMKM batik dalam melakukan pengeringan hasil pewarnaan kain batik. Dengan mendapat dukungan cuaca yang bersahabat, tentu proses ini membutuhkan waktu normal 5 hingga 8 jam. Apabila cuaca sedang tidak mendukung, maka proses ini menjadi lebih lama dari waktu normal yang dibutuhkan yaitu dapat mencapai sekitar 1 hingga 2 hari. 2 Kategori Lingkungan Pada kategori lingkungan terdapat 5 item hambatan yang menjadi fokus UMKM dalam menerapkan program Corporate Social Responsibility CSR. Berdasarkan hasil peringkat yang diperoleh, terdapat satu hambatan yang menjadi peringkat pertama dengan persentase jawaban “setuju” sebesar 100. Angka ini memiliki makna bahwa seluruh UMKM telah mengakui adanya keterbatasan Sumber Daya Alam sebagai bahan dasar pewarna alami tersebut telah menjadi penghambat penerapan program CSR pada kategori ekonomi. Tidak bisa dipungkiri bahwa sumber daya alam yang dapat diperbaharui ini telah menjadi langka akibat penggunaannya yang melebihi batas. Tanaman yang menjadi sumber pewarna alami warna cokelat, biru maupun merah dalam batik ini sudah mulai susah untuk didapatkan. Di daerah Giriloyo Imogiri Bantul, pohon ini sudah mulai berkurang jumlahnya, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan akan bahan dasar pewarna alami yang diperlukan oleh UMKM batik di Giriloyo. Kelangkaan ini tentu memberikan pilihan yang sulit bagi UMKM batik yang ada di daerah Giriloyo. UMKM batik harus tetap memenuhi kebutuhannya akan adanya pewarna alami, sehingga perlu didatangkan sumber pewarna ini dari luar daerah Giriloyo. Pilihan lainnya penggunaan pewarna berbahan kimia yang jumlahnya meningkat menjadi jalan keluar bagi UMKM batik. Keterbatasan sumberdaya alam ini tentu menjadi hambatan yang dirasakan oleh semua UMKM batik di Giriloyo guna kelancaran dalam kegiatan produksi. Pewarnaan menjadi proses terpenting dalam tahapan memproduksi batik. Apabila terjadi kesulitan dalam mendapatkan bahan baku pewarnaan alami tersebut maka akan dapat mengganggu proses produksi. Terkait dengan permasalahan lingkungan yang menjadi hambatan pelaksanaan CSR dibidang lingkungan, terdapat perbedaan jawaban responden dengan fakta yang ditemukan saat proses observasi. Penemuan baru ini menimbulkan adanya ketidakcocokan hasil penelitian berupa persentase jawaban setuju pada tiga butir hambatan. Hambatan yang pertama adalah “Kurangnya kesadaran terhadap bahaya limbah hasil produksi. .” dan “Penggunaan Bahan pewarna kimia yang dapat mencemari lingkungan.” Yang masing-masing memiliki persentase jawaban setuju adalah 0. Angka tersebut bermakna bahwa 24 UMKM batik dalam penelitian ini semuanya tidak mengakui sebagai hambatan. Fakta baru telah ditemukan melalui observasi yang dilakukan selama pengambilan data. Terdapat permasalahan yang belum dapat diatasi oleh UMKM batik di Giriloyo, Imogiri, Bantul. melalui observasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa UMKM batik digiriloyo memang sudah memiliki tempat pembuangan limbah sisa hasil pewarnaan, tetapi UMKM tersebut belum mampuketidakmampuan dalam memelihara limbah tersebut. Hal ini memang terjadi pada UMKM batik yang sudah memiliki tempat penampungan limbah bertahun-tahun namun tidak terpelihara secara baik. Sebuah hasil penemuan melalui observasi yang dilakukan, beberapa UMKM yang memiliki tempat penampungan limbah sisa hasil pewarnaan ini sudah penuh dan tidak dapat menampung sisa limbah hasil pewarnaan. Pada UMKM batik Berkah Lestari sebagai contohnya. UMKM tersebut adalah salah satu UMKM batik di Giriloyo yang memiliki tingkat produksi yang tinggi dengan menggunakan bahan sintetik. Bahkan UMKM ini sangat jarang memproduksi kain batik menggunakan pewarna alami. Tingginya tingkat jumlah produksi dengan menggunakan pewarna sintetik tentu membawa konsekuensi yang harus diterima oleh UMKM batik Berkah Lestari. Hasil observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa baksumur penampungan limbah yang ada sudah terisi penuh, yang artinya sudah tidak dapat menampung cairan limbah yang ada saat ini. Penuhnya sumur penyimpan limbah ini selain disebabkan karena tingginya jumlah produksi juga disebabkan oleh usia sumur yang sudah lama sejak sumur tersebut dibuat pada tahun 2007. Sumur penyimpan limbah ini tentu sudah berumur 10 Tahun, sehingga perlu adanya perawatan guna menjaga fungsi dan kegunaan utamanya. Temuan ini menunjukkan bahwa UMKM batik belum mampu memelihara sumur limbah yang memiliki fungsi penting dalam menjaga cairan limbah hasil produksi agar tidak tercemar secara langsung ke lingkungan sekitar UMKM batik. Ketidakmampuan UMKM batik dalam memelihara pembuangan limbah ini tentu akan menimbulkan pembuangan limbah hasil produksi secara langsung ke lingkungan sekitar UMKM tanpa adanya proses penampungan dan netralisasi limbah. Berikut ini adalah gambar yang memuat foto hasil observasi yang menunjukkan adanya perilaku menyimpang UMKM batik digiriloyo. Gambar 5.4 Proses Pembuangan Limbah Produksi Batik Gambar di atas menunjukkan benang merah atau akibat dari ketidakmampuan UMKM batik di Giriloyo dalam memelihara pembuangan limbah. Ketidakmampuan UMKM batik dalam memelihara pembuangan limbah tersebut mendatangkan dampak buruk bagi lingkungan, yaitu tempat yang seharusnya menampung limbah tidak berfungsi kembali secara normal atau dengan kata lain pembuangan limbah akan terjadi di luar tempat pembuangan limbah yang seharusnya sudah ditetapkan. Fakta yang ditemukan melalui proses observasi menunjukkan bahwa terjadi ketidakcocokan dengan hasil penelitian. Pada hambatan “Masih terjadi pembuangan limbah hasil produksi kesungai secara langsung tanpa adanya netralisasi terlebih dulu. ” Yang memiliki persentase jawaban setuju yaitu 0 yang berarti bahwa tidak ada satupun UMKM batik yang setuju dengan hambatan ini memiliki ketidakcocokan atas fakta temuan selama proses observasi. Gambar 5.4 pada halaman sebelumnya menunjukkan keadaan sesungguhnya bagaimana proses pembuangan limbah produksi batik oleh pengrajin batik di Giriloyo. Gambar 5.4 tersebut menunjukkan proses pembuangan limbah pewarnaan yang dimulai dengan membuangnya melalui sebuah bak berukuran + 30cm x 90cm. Setelah ditelusuri lebih lanjut, pipa saluran pembuangan limbah cair yang ada dalam bak tersebut mengarah pada sebuah saluran air yang jaraknya tidak jauh yaitu sekitar 8 meter. Saluran air tersebut mengering akibat tidak adanya hujan yang turun. Saat terjadi hujan, saluran air ini berfungsi sebagai tempat untuk air mengalir ke sungai. Melalui gambar tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa limbah cair pewarna sisa produksi batik menjadi sebuah genangan yang berwarna hitam pekat. Pembuangan limbah cair ini apabila dibuang secara terus-menerus ke lingkungan hidup sekitar UMKM batik, maka akan timbul berbagai masalah dan kerusakan pada lingkungan hidup. 3 Kategori Sosial Pada kategori ini terdapat sebanyak 10 hambatan, ada satu hambatan yang menjadi peringkatranking 1 pada kategori sosial. Hambatan tersebut yaitu berupa “Tidak adanya pemberian jaminan keselamatan dalam bekerja dan jaminan kesehatan bagi karyawan”. Sebanyak 21 UMKM batik atau 87,5 setuju dengan pernyataan ini, sedangkan 3 UMKM batik lainnya tidak memberikan pendapatnya mengenai pemberian jaminan keselamatan dan kesehatan karyawan. Pengetahuan yang tidak mumpuni berkaitan dengan bahaya penggunaan bahan-bahan kimia ini menjadi alasan utamanya. Melalui observasi dan wawancara dapat diketahui bahwa, para pemilik UMKM batik memang belum mampu memberikan jaminan kesehatan serta jaminan keselamatan bekerja bagi para karyawan maupun pengrajin batiknyanya. Apabila mengetahui dampak serius dari penggunaan pewarna berbahan kimia ini sudah sepantasnya pemilik UMKM batik selaku penanggung jawab utama untuk memperhatikan kesehatan maupun keselamatan pengrajin batiknya. Pemberian upah maupun gaji yang dirasa sudah cukup untuk diberikan tentu akan mengabaikan aspek penting dalam ketenagakerjaan pada sebuah badan usaha. Dalam praktik ketenagakerjaan, sebuah badan usaha tentu diwajibkan untuk memberikan jaminan tersebut kepada setiap karyawan yang bekerja, mengingat dalam proses produksi dapat menghasilkan dampak negatif. Dampak negatif paling banyak ditemui apabila proses produksi batik menggunakan bahan-bahan sintetik atau berbahan kimia sedangkan pengrajin batik tidak menggunakan alat-alat yang standar. Penggunaan alat- alat kerja yang sesuai dengan standar ini bertujuan untuk menjaga keselamatan para pengrajin yang memproduksi batik. Alat keselamatan kerja ini dapat menghidarkan pengrajin dari adanya kontak langsung antara pengrajin dengan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang biasa dilakukan. Akibat dari tidak standarnya alat yang digunakan pengrajin akan memberikan akibat yang serius pada kesehatan pengrajin batik. berikut ini adalah gambar yang diperoleh mengenai ketidaksesuaian atau tidak standarnya alat-alat yang digunakan pengrajin batik dalam proses produksi batik. Gambar 5.5 Penggunaan Alat pada Proses Produksi Batik Gambar di atas didapatkan pada saat proses observasi penelitian berlangsung. Gambar tersebut menunjukkan betapa minimumnya alat-alat yang digunakan sebagai pelindung oleh pengrajin batik untuk tetap menjaga keselamatannya serta kesehatannya dalam bekerja memproduksi batik. Penggunaan alat keselamatan dalam bekerja yang minim ini menyebabkan pengrajin dengan mudah dapat terkontak secara langsung atau bersinggungan dengan pewarna cair berbahan kimia. Terlihat dengan jelas bahwa pengrajin batik tidak menggunakan sepatu khusus untuk menutupi kakinya, tidak menggunakan penutup bagian kepala, tidak menggunakan pelindung tangan saat harus mengambil kain batik pada cairan yang panas, serta tidak adanya meja untuk memuat bak pewarnaan yang sesuai standar. Pada saat observasi, peneliti turut menggali informasi baik dari pemilik UMKM batik maupun karyawan atau pengrajin yang berproduksi batik secara langsung. Informasi ini tentu berkaitan dengan sebab dari tidak digunakannya alat-alat yang standar serta yang menunjang kesehatan dan keselamatan pengrajin batik. Informasi yang didapatkan dari pengrajin adalah bahwa pengrajin yang bersangkutan tidak terbiasa menggunakan alat-alat yang menunjang kesehatan serta keselamatannya. Pengrajin beralasan tidak terbiasa menggunakannya serta tidak dapat bergerak dengan mudah. Pengrajin juga menambahkan bahwa jika tidak menggunakan alat maka akan lebih mudah dalam bekerja. Hal ini semakin parah dengan tidak adanya peraturan yang tegas dan jelas secara tertulis yang diberikan oleh pemilik UMKM batik selaku penanggung jawab utama atas proses produksi batik mengenai penggunaan alat yang menunjang kesehatan dan keselamatan pengrajin saat melakukan proses produksi batik dengan menggunakan pewarna berbahan kimia.

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Penerapan kegiatan Corporate Social Responsibility CSR pada UMKM Batik di Giriloyo sudah dilakukan secara luas yaitu dengan rata-rata tingkat penerapan kegiatan CSR sebesar 73,45. Semua UMKM batik yang menjadi populasi sasaran dalam penelitian ini memiliki nilai indeks CSR di atas 0,50. Berikut ini adalah rincian penerapan kegiatan CSR pada UMKM batik; a. Bagi Perekonomian 1 UMKM batik memperkerjakan masyarakat sekitar. 2 Pemberian upah dilakukan menggunakan sistem borongan dan masih dibawah standar dan ketentuan upah minimum rata-rata Kabupaten Bantul. 3 Pembuatan pembukuan belum dilaksanakan secara rutin. b. Bagi Lingkungan 1 Dalam proses produksi, UMKM berupaya menggunakan bahan dan sumber energi yang ramah lingkungan. 2 UMKM batik mengelola limbah hasil produksi dengan baik. 3 UMKM batik turut serta dalam merawat serta melindungi lingkungan 99

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

48 518 89

Pengaruh Publikasi Program Corporate Social Responsibility Dalam Periklanan Terhadap Peningkatan Minat Beli Konsumen Pada Produk Air Mineral Aqua

1 70 100

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerialdan Kepemilikan Institusionalserta Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

1 55 104

Pengaruh Good Corporate Governance & Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Real Estate & Property pada BEI 2011-2013

0 77 98

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Nilai Perusahaan, Dan Kualitas Audit, Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

4 98 116

Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

12 179 88

Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Penerapan Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Terkait dengan Sustainable Development

4 89 188

Pengaruh Penerapan Coorporate Social Responsibility (CSR) pada PT. Inalum Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Kuala Tanjung Kec. Sei Suka. Kab. Batu Bara Sumatera Utara.

10 81 75

Pengaruh Implementasi Program Corporate Social Responsibility Beasiswa dan Citra Perusahaan(Studi Kasus Pengaruh Implementasi Program Corporate Social Responsibility Beasiswa Djarum Terhadap Peningkatan Citra Positif Perusahaan PT Djarum pada Mahasiswa US

4 66 121

Analisis penerapan corporate social responsibility dan hambatan penerapan corporate social responsibility pada UMKM Batik (studi kasus pada UMKM Batik di Kampung Batik Giriloyo Imogiri Bantul).

1 5 164