b.  Memiliki  hasil  penjualan  tahunan  lebih  dari  Rp2.500.000.000,00  dua milyar  lima  ratus  juta  rupiah  sampai  dengan  paling  banyak
Rp50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah. Selain  keriteria  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah  UMKM  berdasarkan
Undang-undang  tersebut,  menurut  Rahmana  2008,  keriteria  UMKM  juga dikelompokkan  berdasarkan  sudut  pandang  perkembangannya.  Berikut  adalah
pengelompokan UMKM tersebut: a.  Livelihood  Activities,  merupakan  usaha  mikro  kecil  dan  menengah  yang
digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya pedakang kaki lima.
b.  Micro  Enterprise,  merupakan  usaha  kecil  menengah  yang  memiliki  sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
c.  Small Dynamic Enterprise, merupakan usaha mikro kecil menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan sub kontrak dan
ekspor. d.  Dast  Moving  Enterprise,  merupakan  usaha  mikro  kecil  dan  menengah  yang
telah memiliki jwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi usaha yang lebih besar.
D. Kerangka Konseptual Penelitian
Sebagai  UMKM,  kerajinan  batik  juga  berdiri  dan  berkembang  ditengah- tengah  kehidupan  sosial  masyarakat  dan  lingkungan  hidup  disekitarnya.
Pelaksanaan kegiatan tanggung jawab sosial dapat diwujudkan dalam berbagai hal
agar  mampu menekan  dampak-dampak  yang  timbul akibat  adanya  proses  bisnis. Namun  perlu  dipahami  bahwa  ada  tiga  indikator  fundamental  yang  harus
diperhatikan  dalam  melaksanakan  tanggungjawab  sosial,  yaitu  pada  kategori ekonomi, lingkungan dan sosial.
Pemilihan ketiga indikator dari CSR itu sendiri mengacu pada adanya standar khusus  yang  dinyatakan  dalam  GRI  G4.  Akan  tetapi  pada  penelitian  ini,  CSR
sebagai kebijakan yang harus dilakukan pelaku usaha dikaitkan dengan hambatan- hambatan yang sering dihadapi oleh UMKM batik dalam menerapkan CSR. Hal ini
tidak  lepas  dari  tuntutan  masyarakat  luas  agar  UMKM  batik  dalam  proses operasionalnya  mendapatkan  legitimasi  dari  masyarakat  dan  dapat  mengurangi
dampak  negatif  yang  ditimbulkan  akibat  keberadaannya.  Berdasarkan  uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konseptual penelitan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Penelitian
Corporate Sosial Responsibility Kategori Ekonomi
Kategori Lingkungan Kategori Sosial
Hambatan-hambatan Penerapan Corporate Sosial Responsibility
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis  penelitian  yang  dilakukan  dalam  penelitian  ini  yaitu  studi  kasus. Menurut Sekaran 2009 Studi kasus meliputi analisis mendalam dan kontekstual
terhadap  sebuah  situasi.  Langkah-langkah  dari  studi  kasus  yaitu  merupakan penelitian terhadap  objek  tertentu  lalu  kemudian  data  yang  diperoleh  akan  dapat
diolah dan dianalisis, serta kesimpulan yang hanya berlaku pada objek yang diteliti saja. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan analisis
deskriptif kualitatif untuk menjelaskan penerapan Corporate Social Responsibility pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta berbagai hambatan-hambatan yang
muncul pada UMKM batik tulis di Imogiri Bantul Yogyakarta dalam menerapkan CSR.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1.  Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pengrajin batik yang ada di kampung batik tulis
Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul. 2.  Waktu Penelitian
Proses pencarian data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan April 2017.
C. Populasi dan Populasi Sasaran
Populasi  dalam  penelitian  ini  adalah  seluruh  pengrajin  batik  tulis  yang terdapat dalam 12 kelompok batik tulis yang menjadi anggota Paguyuban Kampung
22