BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Legitimacy Theory
Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan
norma-norma masyarakat dimana mereka berada. Kedudukan perusahaan sebagai bagian dari masyarakat ditunjukkan dengan operasi perusahaan yang sering kali
mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Eksistensinya dapat diterima sebagai anggota masyarakat, sebaliknya eksistensinya pun dapat terancam bila perusahaan
tidak dapat menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut atau bahkan merugikan anggota komunitas tersebut Anggraini, 2011.
Legitimasi menjadi hal penting bagi perusahaan karena legitimasi masyarakat kepada perusahaan sangat mempengaruhi keberadaan perusahaan di tengah
masyarakat. Dalam rangka mempertahankan keberadaan perusahaan di tengah masyarakat, maka perusahaan akan berusaha untuk menjalankan bisnisnya sesuai
dengan norma dan nilai sosial ditempat perusahaan tersebut beroperasi. Teori legitimasi ini menganjurkan perusahaan untuk memperhatikan kepentingan
masyarakat dalam menjalankan bisnisnya. Uyar, et al. 2015 menyatakan bahwa pengungkapan Corporate Social Responsibility CSR yang dilakukan perusahaan
merupakan cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mendapatkan, memperpanjang dan untuk mempertahankan legitimasi masyarakat.
Implikasi teori legitimasi terhadap pertanggungjawaban Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM yaitu bahwa pengungkapan tanggungjawab sosial
7
dilakukan UMKM dalam upayanya untuk mendapatkan legitimasi dari komunitas dimana UMKM itu berada. Legitimasi ini pada tahapan berikutnya akan
mengamankan UMKM dari hal-hal yang tidak diinginkan. Lebih jauh lagi legitimasi ini akan meningkatkan reputasi UMKM yang pada akhirnya akan
memberikan nilai positif bagi UMKK tersebut.
B. Corporate Social Responsibility
1. Pengertian Corporate Social Responsibility
Ada banyak pihak dan lembaga di seluruh dunia yang mendefinisikan Corporate Social Responsibility CSR. Dewasa ini, definisi Corporate Social
Responsibility CSR masih belum ada satupun yang disetujui secara global, karena definisi CSR dan komponen CSR dapat berbeda-beda antar negara satu
dengan yang lainnya. Namun pada umumnya CSR berbicara mengenai hubungan antara perusahaan dan stakeholders yang di dalamnya terdapat nilai-
nilai pemenuhan ketentuan hukum, maupun penghargaan terhadap masyarakat dan lingkungan Mardikanto, 2014. World Business Council for Sustainable
Development 2002 mendefinisikan CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja
dengan karyawan, keluarga mereka, masyarakat setempat dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Secara umum CSR ini berbicara tentang hubungan antara perusahaan dengan stakeholder untuk menjalin hubungan baik dengan stakeholder,
perusahaan harus memperhatikan keinginan semua stakeholder, seperti pemenuhan ketentuan hukum, etika, kepedulian terhadap lingkungan,
kepedulian terhadap masyarakat dan kegiatan lain yang menarik perhatian stakeholder. Negara-negara maju sangat memperhatikan isu mengenai
lingkunagan dan sosial seperti Hak Asasi Manusia HAM, pendidikan, tenaga kerja, efek rumah kaca, perubahan iklim, penipisan ozon, hujan asam, limbah
bahan berbahaya dan beracun, pembalakan liar, pencemaran air dan udara serta rusaknya keanekaragaman hayati di dunia Angela, 2015.
Menjelang akhir 2010, tepatnya pada tanggal 1 November 2010, telah dirilis ISO 26000 tentang International Guidance for Social Responsibility.
Menurut Mardikanto 2014 dirilisnya ISO 26000 pada tahun 2010 guidance on Social Responsibility telah menyadarkan para pihak, bahwa tanggung
jawab sosial bukan semata-mata menjadi kewajiban korporat, tetapi telah menjelma sebagai tanggung jawab kita semua, baik lembaga private maupun
lembaga publik, indvidu maupun entitas, organisasi yang mengejar laba atau yang menamakan dirinya nir-laba. Lebih lanjut, ISO 26000, memberikan
definisi yang jelas tentang tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab organisasi terkait dengan dampak, keputusan dan kegiatan di masyarakat dan
lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis yang memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat; memperhitungkan harapan pemangku kepentingan, adalah sesuai dengan hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma perilaku
internasional dan terintegrasi di seluruh organisasi dan dipraktikkan dalam hubungannya.
2. Prinsip-Prinsip Corporate Social Responsibility
Menurut Golodets 2006 dalam Mardikanto 2014, mengemukakan prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility CSR yang meliputi:
a. Mengembangkan mutu produk dan layanan bagi konsumen. b. Menciptakan keselamatan kerja, melalui pengembangan produk dan
sumberdaya manusia. c. Mengatasi keluhan masyarakat berdasarkan hukum, baik yang
menyangkut pajak, ketenagakerjaan, lingkungan dan yang lainnya. d. Integritas dan hubungan timbal balik dengan semua stakeholder.
e. Melakukan bisnis yang efisien, menciptakan nilai tambah ekonomi dan mengembangkan keunggulan bersaing guna memperoleh manfaat bagi
pemilikpemegang saham dan masyarakat. f. Berkomitmen terhadap evolusi masyarakat sipil melalui kemitraan dan
pengembangan proyek-proyek sosial.
3. Manfaat Corporate Social Responsibility
Konsep Corporate Social Responsibility CSR dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda. Konsep yang pertama menyatakan bahwa tujuan
perusahaan adalah mencar profit, sehingga CSR merupakan bagian dari opersai bisnis, sedangkan konsep yang kedua menyatakan bahwa tujuan perusahaan
adalah mencari laba profit, menyejahterakan orang people dan menjamin keberlanjutan hidup dari bumi planet. Kedua konsep ini sangat berbeda
Anggreini, 2006.
Melalui konsep tersebut maka manfaat CSR dapat dirincikan sebagai berikut Mardikanto, 2014:
a. Manfaat Corporate Social Responsibility CSR bagi Masyarakat Dengan memperhatikan masyarakat, perusahaan dapat berkontribusi
terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian terhadap masyarakat ini dapat dilakukan dengan cara perusahaan melakukan
aktivitas-aktivitas serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kualitas hidup dan kompetensi
masyarakat diberbagai bidang. b. Manfaat Corporate Social Responsibility CSR bagi Lingkungan
Dengan memperhatikan lingkungan, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas hidup
umat manusia dalam jangka panjang. Keterlibatan perusahaan dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi
dalam usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan.
c. Manfaat Corporate Social Responsibility CSR bagi Pemerintah Pelaksanaan CSR juga memberikan manfaat bagi pemerintah. Melaui CSR
akan tercipta hubungan antara pemerintah dan perusahaan dalam mengatasi berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan rendahnya kualitas
pendidikan, minimnya akses kesehatan dan lain sebagainya. Tugas pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya menjadi lebih
ringan dengan adanya partisipasi dari pihak swasta perusahaan melalui kegiatan CSR.
d. Manfaat Corporate Social Responsibility CSR bagi Korporasi Dengan melakukan CSR maka perusahaan mendapatkan banyak manfaat.
Beberapa manfaat yang langsung didapatkan oleh perusahaan apabila melakukan CSR yaitu; dapat mempertahankan dan mendongkrak reputasi
serta citra merek perusahaan, mendapatkan pengakuan serta ijin operasional secara sosial dari masyarakat, melebarkan akses sumberdaya
bagi operasi sosial dan membuka peluang pasar yang lebih luas.
4. Pengukuran Corporate Social Responsibility dengan GRI G4
Pengukuran yang digunakan untuk mengungkapkan Corporate Social Responsibility pada penelitian ini mengacu pada standar khusus pengungkapan
yang dinyatakan dalam Global Reporting Initiative GRI G4. GRI adalah jaringan organisasi non-pemerintah yang bertujuan mendorong keberlanjutan
dan pelaporan lingkungan, sosial, dan tata kelola. GRI mengeluarkan kerangka kerja pelaporan keberlanjutan yang paling banyak dipergunakan didunia dalam
rangka mendorong transparansi yang lebih besar. Dengan menggunakan standar khusus GRI G4 maka memungkinkan perusahaan memberikan
informasi sebanding tentang dampak serta kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial. GRI G4 memuat Indikator untuk berbagai masalah keberlanjutan.
Misalnya, Indikator ini bisa mencakup pemakaian air, kesehatan dan keselamatan, hak asasi manusia atau dampak organisasi pada masyarakat lokal.
Berikut ini adalah tabel yang membahas secara rinci kategori serta aspek dalam pedoman yang terdapat pada standar khusus Global Reporting Initiative GRI
G4;
Tabel 2.1 Kategori dan Aspek dalam Pedoman GRI G4
Kategori Ekonomi
Lingkungan
Aspek
Kinerja Ekonomi Keberadaan di Pasar
Dampak Ekonomi Tidak Langsung
Praktik Pengadaan Bahan
Energi Air
Keanekaragaman hayati Emisi
Efluen dan Limbah Produk dan Jasa
Kepatuhan Transportasi
Lain-lain Asesmen Pemasok atas Lingkungan
Mekanisme Pengaduan Masalah Lingkungan
Kategori Sosial
Sub- Kategori
Praktik Ketenagakerjaan
dan Kenyamanan Bekerja
Hak Asasi Manusia
Masyarakat Tanggung
Jawab atas Produk
Aspek
Kepegawaian Hubungan Industrial
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pelatihan dan Pendidikan
Keberagaman dan Kesetaraan peluang
Kesetaraan Remunerasi Perempuan dan laki-
laki Asesmen Pemasok atas
Praktik Ketenagakerjaan
Mekanisme Pengaduan Masalah Ketenaga
Kerjaan Investasi
Non-diskriminasi Kebebasan
berserikan dan Perjanjian Kerja
Bersama Pekerja Anak
Pekerja Paksa atau Wajib kerja
Praktik Pengamanan
Hak Adat Asesmen
Asesmen Pemasok atas
HAM Mekanisme
Pengaduan Masalah Hak
Asasi Manusia Masyarakat
Lokal Anti-korupsi
Kebijakan Publik
Anti Persaingan
Kepatuhan Asesmen
Pemasok atas Dampak pada
Masyarakat Mekanisme
Pengaduan Dampak
terhadap Masyarakat
Kesehatan dan Keselamatan
Pelanggan Pelabelan Produk
dan Jasa Komunikasi
Pemasaran Privasi Pelanggan
Kepatuhan
Sumber: Global Reporting Initiative GRI G4, 2013
5. Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility
Solihin 2011:161 mengemukakan bahwa perkembangan pelaksanaan CSR untuk konteks Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda.
Pertama, pelaksanaan CSR memang merupakan praktik bisnis secara sukarelavoluntary discretionary business practice artinya pelaksanaan CSR
lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia. Kedua, pelaksanaan CSR bukan lagi merupakan discretionary business practice, melainkan pelaksanaannya sudah diatur oleh
undang-undang bersifat mandatory. Sebagai contoh, Badan Usaha Milik Negara BUMN memiliki kewajiban untuk menyisihkan sebagian laba yang
diperoleh perusahaan untuk menunjang kegiatan sosial. Demikian halnya bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam
atau berkaitan dengan sumber daya alam, diwajibkan untuk melaksanakan CSR sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74. Selain dilihat dari segi dasar hukum pelaksanaannya, CSR di Indonesia
secara konseptual masuh harus dipilih antara pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh perusahaan besar misalnya, perusahaan berbentuk korporasi dan
pelaksanaan CSR oleh perusahaan mikro, kecil dan menengah small-madium enterprise
–SME. Selama ini terdapat anggapan yang keliru bahwa pelaksanaan CSR hanya diperuntukkan bagi perusahaan besar, padahal tidak
hanya perusahaan besar yang dapat memberikan dampak negatif terhadap
masyarakat dan lingkungan melainkan perusahaan mikro, kecil dan menengah pun bisa memberikan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.
Berikut adalah gambar yang menjelaskan kategori pelaksanaan CSR oleh pelaku usaha di Indonesia Solihin, 2011:163.
Gambar 2.1 Kategori Pelaksanaan CSR oleh Pelaku Usaha di Indonesia
Sumber: Solihin, 2011:163
6. Pelaksanaan Corporate Social Responsibility pada UMKM
Pelaksanaan CSR oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah menjadi sebuah hal yang penting. Hal tersebut dikarenakan banyaknya UMKM yang
bergerak dibidang industri dan manufaktur yang tidak sedikit dalam menghasilkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan. Dengan
melaksanaan program CSR dinilai sebagai salah satu cara yang paling tepat untuk mendapatkan pengakuan dan legitimasi dari masyarakat sekitar yang
berada di sekitar tempat usaha. Jangka panjangnya, para pelaku usaha akan
Pelaksanaan CSR
Voluntary
Perusahaanindustri yang menghasilkan limbah
Mandatory
Perusahaan yang mengolah atau terkait dengan SDA
BUMN
Voluntary
Perusahaan Domestik Perusahaan
Multinasional
Perusahaan yang mengolah atau terkait dengan SDA
Mandatory Perusahaan
Besar
UMKM
dapat menjalankan usahanya secara terus menerus going concern. Sebagai warga negara, para pelaku usaha yang tergolong pengusaha mikro, kecil dan
menengah harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di Indonesia. Namun realita yang terjadi tampaknya tidak
demikian. Tidak sedikit para pengusaha UMKM yang kedapatan terbukti melanggar serta tidak taat terhadap hukum. Padahal ketaatan terhadap hukum
merupakan salah satu katagori kewajiban dalam CSR yakni legal responsibilities. Beberapa literasi berikut memberikan gambaran dampak
negatif yang ditimbulkan industri kecil bagi lingkungan sekitarnya akibat
ketidakpatuhan pengusaha terhadap hukum.
a. Industri kecil yang bergerak dibidang pembuatan kaos atau sablon di kota Bandung masih banyak yang membuang limbah sisa pewarna sablon
mereka ke selokan atau sungai di sekitarnya tanpa memperhatikan dampaknya terhadap kualitas air sungai dan lingkungan hidup.
b. Industri kecil yang bergerak dalam bidang kerajinan emas masih banyak yang membuang limbah logam berat air raksa ke suangai dimana limbah
ini dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang sangat besar. c. Industri fotokopi yang sebagian besar berbentuk industri kecil, masih
melayani fotokopi buku textbook satu buku penuh tanpa mengindahkan undang-undang hak cipta dan hak kekayaan intelektual.
d. Para pedagang pasar tumpah ruah berjualan di bahu-bahu jalan tanpa mengindahkan hak para pejalan kaki. Selain itu masih jamak ditemukan
para pedagang pasar tumpah yang sebagian di antaranya berjualan
sayuran, ikan dan buah-buahan dan membuang sampah sisa-sisa hasil jualannya kesungai.
Beberapa literasi di atas menunjukkan perlunya pelaksanaan CSR oleh perusahaan-perusahaan skala mikro, kecil dan menengah agar mereka pun
dapat meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan operasi perusahaannya. Kegiatan CSR yang dilakukan oleh UMKM pada umumnya
masih berkisar pada pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat di sekitarnya. Kendati demikian masih terdapat variabilitas penetapan besaran
kompensasi bagi para karyawan, sehingga ada perusahaan UMKM yang sudah memenuhi standar upah minimum namun banyak juga yang belum mampu
memenuhinya. Selain itu, UMKM pada umumnya belum menerapkan aturan secara baku mengenai hak dan kewajiban karyawan sesuai dengan undang-
undang ketenagakerjaan. Selain penyedia lapangan kerja bagi komunitas lokal, bentuk pelaksanaan CSR pada umumnya yang dilaksanakan UMKM adalah
pemberian charity. Pemberian ini dapat berbentuk sumbangan, infak dan zakat pada masyarakat yang dianggap kurang mampu yang ada berdekatan dengan
tempat perusahaan beroperasi. UMKM yang melakukan kegiatan usaha dibidang sumber daya alam dan
atau berkaitan dengan sumber daya alam, seperti usaha yang melakukan penggalian pasir atau penambangan batu kapur, batu bintang obsidian dan
berbagai bahan tambang lainnya, berkewajiban untuk melaksanakan program CSR. Bila diamati secara sepintas, berbagai industri UMKM yang bergerak
dibidang pengelolaan sumber daya alam tampaknya telah memberikan dampak
pencemaran lingkungan yang besar. Dengan adanya fenomena dampak yang diakibatkan atas proses industri, sudah sepantasnya bila UMKM tersebut
menganggarkan biaya CSR untuk mengatasi dampak negatif operasi perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya.
C. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM maka dapat didefinisikan
sebagai berikut: 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha
besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM digolongkan berdasarkan jumlah aset atau jumlah penjualan
tahunan yang dimiliki oleh sebuah usaha. Berikut adalah kriterianya. 1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah.
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 lima puluh juta
rupiah sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 dua
milyar lima ratus juta rupiah. 3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh
milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah. Selain keriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM berdasarkan
Undang-undang tersebut, menurut Rahmana 2008, keriteria UMKM juga dikelompokkan berdasarkan sudut pandang perkembangannya. Berikut adalah
pengelompokan UMKM tersebut: a. Livelihood Activities, merupakan usaha mikro kecil dan menengah yang
digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya pedakang kaki lima.
b. Micro Enterprise, merupakan usaha kecil menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
c. Small Dynamic Enterprise, merupakan usaha mikro kecil menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan sub kontrak dan
ekspor. d. Dast Moving Enterprise, merupakan usaha mikro kecil dan menengah yang
telah memiliki jwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi usaha yang lebih besar.
D. Kerangka Konseptual Penelitian