BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Legitimacy Theory
Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan sesuai dengan batasan dan
norma-norma masyarakat dimana mereka berada. Kedudukan perusahaan sebagai bagian  dari  masyarakat  ditunjukkan  dengan  operasi  perusahaan  yang  sering  kali
mempengaruhi  masyarakat  sekitarnya.  Eksistensinya  dapat  diterima  sebagai anggota masyarakat, sebaliknya eksistensinya pun dapat terancam bila perusahaan
tidak  dapat  menyesuaikan  diri  dengan  norma  yang  berlaku  dalam  masyarakat tersebut atau bahkan merugikan anggota komunitas tersebut Anggraini, 2011.
Legitimasi menjadi hal penting bagi perusahaan karena legitimasi masyarakat kepada  perusahaan  sangat  mempengaruhi  keberadaan  perusahaan  di  tengah
masyarakat.  Dalam  rangka  mempertahankan  keberadaan  perusahaan  di  tengah masyarakat, maka perusahaan akan berusaha untuk menjalankan bisnisnya sesuai
dengan  norma  dan  nilai  sosial  ditempat  perusahaan  tersebut  beroperasi.  Teori legitimasi  ini  menganjurkan  perusahaan  untuk  memperhatikan  kepentingan
masyarakat dalam menjalankan bisnisnya. Uyar,  et al. 2015 menyatakan bahwa pengungkapan Corporate Social Responsibility CSR yang dilakukan perusahaan
merupakan  cara  yang  dapat  dilakukan  perusahaan  untuk  mendapatkan, memperpanjang dan untuk mempertahankan legitimasi masyarakat.
Implikasi teori legitimasi terhadap pertanggungjawaban  Usaha Mikro Kecil dan  Menengah  UMKM  yaitu  bahwa  pengungkapan  tanggungjawab  sosial
7
dilakukan UMKM dalam upayanya untuk mendapatkan legitimasi dari komunitas dimana  UMKM  itu  berada.  Legitimasi  ini  pada  tahapan  berikutnya  akan
mengamankan  UMKM  dari  hal-hal  yang  tidak  diinginkan.  Lebih  jauh  lagi legitimasi  ini  akan  meningkatkan  reputasi  UMKM  yang  pada  akhirnya  akan
memberikan nilai positif bagi UMKK tersebut.
B. Corporate Social Responsibility
1. Pengertian  Corporate Social Responsibility
Ada  banyak  pihak  dan  lembaga  di  seluruh  dunia  yang  mendefinisikan Corporate Social Responsibility CSR. Dewasa ini, definisi Corporate Social
Responsibility CSR masih belum ada satupun  yang disetujui secara global, karena definisi CSR dan komponen CSR dapat berbeda-beda antar negara satu
dengan  yang  lainnya.  Namun  pada  umumnya  CSR  berbicara  mengenai hubungan antara perusahaan dan stakeholders yang di dalamnya terdapat nilai-
nilai pemenuhan ketentuan hukum, maupun penghargaan terhadap masyarakat dan lingkungan Mardikanto, 2014. World Business Council for Sustainable
Development  2002  mendefinisikan  CSR  sebagai  komitmen  bisnis  untuk berkontribusi  terhadap  pembangunan  ekonomi  yang  berkelanjutan,  bekerja
dengan karyawan, keluarga mereka, masyarakat setempat dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Secara  umum  CSR  ini  berbicara  tentang  hubungan  antara  perusahaan dengan  stakeholder  untuk  menjalin  hubungan  baik  dengan  stakeholder,
perusahaan  harus  memperhatikan  keinginan  semua  stakeholder,  seperti pemenuhan  ketentuan  hukum,  etika,  kepedulian  terhadap  lingkungan,
kepedulian  terhadap  masyarakat  dan  kegiatan  lain  yang  menarik  perhatian stakeholder.  Negara-negara  maju  sangat  memperhatikan  isu  mengenai
lingkunagan dan sosial seperti Hak Asasi Manusia HAM, pendidikan, tenaga kerja, efek rumah kaca, perubahan iklim, penipisan ozon, hujan asam, limbah
bahan berbahaya dan beracun, pembalakan liar, pencemaran air dan udara serta rusaknya keanekaragaman hayati di dunia Angela, 2015.
Menjelang  akhir  2010,  tepatnya  pada  tanggal  1  November  2010,  telah dirilis  ISO  26000  tentang  International  Guidance  for  Social  Responsibility.
Menurut Mardikanto 2014 dirilisnya ISO 26000 pada tahun 2010 guidance on  Social  Responsibility  telah  menyadarkan  para  pihak,  bahwa  tanggung
jawab  sosial  bukan  semata-mata  menjadi  kewajiban  korporat,  tetapi  telah menjelma sebagai tanggung jawab kita semua, baik lembaga  private maupun
lembaga publik, indvidu maupun entitas, organisasi yang mengejar laba atau yang  menamakan  dirinya  nir-laba.  Lebih  lanjut,  ISO  26000,  memberikan
definisi  yang  jelas  tentang  tanggung  jawab  sosial  sebagai  tanggung  jawab organisasi terkait dengan dampak, keputusan dan kegiatan di masyarakat dan
lingkungan,  melalui  perilaku  yang  transparan  dan  etis  yang  memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan, kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat; memperhitungkan harapan pemangku kepentingan, adalah sesuai dengan  hukum  yang  berlaku  dan  konsisten  dengan  norma-norma  perilaku
internasional  dan  terintegrasi  di  seluruh  organisasi  dan  dipraktikkan  dalam hubungannya.
2. Prinsip-Prinsip Corporate Social Responsibility
Menurut  Golodets  2006  dalam  Mardikanto  2014,  mengemukakan prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility CSR yang meliputi:
a.  Mengembangkan mutu produk dan layanan bagi konsumen. b.  Menciptakan  keselamatan  kerja,  melalui  pengembangan  produk  dan
sumberdaya manusia. c.  Mengatasi  keluhan  masyarakat  berdasarkan  hukum,  baik  yang
menyangkut pajak, ketenagakerjaan, lingkungan dan yang lainnya. d.  Integritas dan hubungan timbal balik dengan semua stakeholder.
e.  Melakukan  bisnis  yang  efisien,  menciptakan  nilai  tambah  ekonomi  dan mengembangkan  keunggulan  bersaing  guna  memperoleh  manfaat  bagi
pemilikpemegang saham dan masyarakat. f.  Berkomitmen  terhadap  evolusi  masyarakat  sipil  melalui  kemitraan  dan
pengembangan proyek-proyek sosial.
3. Manfaat Corporate Social Responsibility
Konsep  Corporate  Social  Responsibility  CSR  dapat  dilihat  dari  dua sudut pandang yang berbeda. Konsep yang pertama menyatakan bahwa tujuan
perusahaan adalah mencar profit, sehingga CSR merupakan bagian dari opersai bisnis,  sedangkan  konsep  yang  kedua  menyatakan  bahwa  tujuan  perusahaan
adalah  mencari  laba  profit,  menyejahterakan  orang  people  dan  menjamin keberlanjutan  hidup  dari  bumi  planet.  Kedua  konsep  ini  sangat  berbeda
Anggreini, 2006.
Melalui  konsep  tersebut  maka  manfaat  CSR  dapat  dirincikan  sebagai berikut Mardikanto, 2014:
a.  Manfaat Corporate Social Responsibility CSR bagi Masyarakat Dengan  memperhatikan  masyarakat,  perusahaan  dapat  berkontribusi
terhadap  peningkatan  kualitas  hidup  masyarakat.  Perhatian  terhadap masyarakat  ini  dapat  dilakukan  dengan  cara  perusahaan  melakukan
aktivitas-aktivitas  serta  pembuatan  kebijakan-kebijakan  yang  dapat meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat,  kualitas  hidup  dan  kompetensi
masyarakat diberbagai bidang. b.  Manfaat Corporate Social Responsibility CSR bagi Lingkungan
Dengan memperhatikan lingkungan, perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam  usaha  pelestarian  lingkungan  demi  terpeliharanya  kualitas  hidup
umat  manusia  dalam  jangka  panjang.  Keterlibatan  perusahaan  dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi
dalam  usaha mencegah  terjadinya  bencana  serta  meminimalkan  dampak bencana yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan.
c.  Manfaat Corporate Social Responsibility CSR bagi Pemerintah Pelaksanaan CSR juga memberikan manfaat bagi pemerintah. Melaui CSR
akan  tercipta  hubungan  antara  pemerintah  dan  perusahaan  dalam mengatasi berbagai masalah sosial, seperti kemiskinan rendahnya kualitas
pendidikan,  minimnya  akses  kesehatan  dan  lain  sebagainya.  Tugas pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya menjadi lebih
ringan dengan adanya partisipasi dari pihak swasta perusahaan melalui kegiatan CSR.
d.  Manfaat Corporate Social Responsibility CSR bagi Korporasi Dengan melakukan CSR maka perusahaan mendapatkan banyak manfaat.
Beberapa  manfaat  yang  langsung  didapatkan  oleh  perusahaan  apabila melakukan CSR yaitu; dapat mempertahankan dan mendongkrak reputasi
serta  citra  merek  perusahaan,  mendapatkan  pengakuan  serta  ijin operasional secara sosial dari masyarakat, melebarkan akses sumberdaya
bagi operasi sosial dan membuka peluang pasar yang lebih luas.
4. Pengukuran Corporate Social Responsibility dengan GRI G4
Pengukuran  yang  digunakan  untuk  mengungkapkan  Corporate  Social Responsibility pada penelitian ini mengacu pada standar khusus pengungkapan
yang  dinyatakan  dalam  Global  Reporting  Initiative  GRI  G4.  GRI  adalah jaringan organisasi non-pemerintah yang bertujuan mendorong keberlanjutan
dan pelaporan lingkungan, sosial, dan tata kelola. GRI mengeluarkan kerangka kerja pelaporan keberlanjutan yang paling banyak dipergunakan didunia dalam
rangka  mendorong  transparansi  yang  lebih  besar.  Dengan  menggunakan standar  khusus  GRI  G4  maka  memungkinkan  perusahaan  memberikan
informasi sebanding tentang dampak serta kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial.  GRI  G4  memuat  Indikator  untuk  berbagai  masalah  keberlanjutan.
Misalnya,  Indikator  ini  bisa  mencakup  pemakaian  air,  kesehatan  dan keselamatan, hak asasi manusia atau dampak organisasi pada masyarakat lokal.
Berikut ini adalah tabel yang membahas secara rinci kategori serta aspek dalam pedoman yang terdapat pada standar khusus  Global Reporting Initiative GRI
G4;
Tabel 2.1 Kategori dan Aspek dalam Pedoman GRI G4
Kategori Ekonomi
Lingkungan
Aspek
 Kinerja Ekonomi  Keberadaan di Pasar
 Dampak Ekonomi Tidak Langsung
 Praktik Pengadaan  Bahan
 Energi  Air
 Keanekaragaman hayati  Emisi
 Efluen dan Limbah  Produk dan Jasa
 Kepatuhan  Transportasi
 Lain-lain  Asesmen Pemasok atas Lingkungan
 Mekanisme Pengaduan Masalah Lingkungan
Kategori  Sosial
Sub- Kategori
Praktik Ketenagakerjaan
dan Kenyamanan Bekerja
Hak Asasi Manusia
Masyarakat Tanggung
Jawab atas Produk
Aspek
 Kepegawaian  Hubungan Industrial
 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
 Pelatihan dan Pendidikan
 Keberagaman dan Kesetaraan peluang
 Kesetaraan Remunerasi Perempuan dan laki-
laki  Asesmen Pemasok atas
Praktik Ketenagakerjaan
 Mekanisme Pengaduan Masalah Ketenaga
Kerjaan  Investasi
 Non-diskriminasi  Kebebasan
berserikan dan Perjanjian Kerja
Bersama  Pekerja Anak
 Pekerja Paksa atau Wajib kerja
 Praktik Pengamanan
 Hak Adat  Asesmen
 Asesmen Pemasok atas
HAM  Mekanisme
Pengaduan Masalah Hak
Asasi Manusia   Masyarakat
Lokal   Anti-korupsi
  Kebijakan Publik
  Anti Persaingan
  Kepatuhan   Asesmen
Pemasok atas Dampak pada
Masyarakat   Mekanisme
Pengaduan Dampak
terhadap Masyarakat
 Kesehatan dan Keselamatan
Pelanggan  Pelabelan Produk
dan Jasa  Komunikasi
Pemasaran  Privasi Pelanggan
 Kepatuhan
Sumber: Global Reporting Initiative  GRI G4, 2013
5. Pelaksanaan Program Corporate Social Responsibility
Solihin  2011:161  mengemukakan  bahwa  perkembangan  pelaksanaan CSR untuk konteks Indonesia dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda.
Pertama,  pelaksanaan  CSR  memang  merupakan  praktik  bisnis  secara sukarelavoluntary discretionary business practice artinya pelaksanaan CSR
lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan merupakan aktivitas yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh peraturan perundang-undangan
yang  berlaku  di  Indonesia.  Kedua,  pelaksanaan  CSR  bukan  lagi  merupakan discretionary business practice, melainkan pelaksanaannya sudah diatur oleh
undang-undang  bersifat  mandatory.  Sebagai  contoh,  Badan  Usaha  Milik Negara BUMN memiliki kewajiban untuk menyisihkan sebagian laba yang
diperoleh perusahaan untuk menunjang kegiatan sosial. Demikian halnya bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam
atau berkaitan dengan sumber daya alam, diwajibkan untuk melaksanakan CSR sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74. Selain dilihat dari segi dasar hukum pelaksanaannya, CSR di Indonesia
secara konseptual masuh harus dipilih antara pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh  perusahaan  besar  misalnya,  perusahaan  berbentuk  korporasi  dan
pelaksanaan CSR oleh perusahaan mikro, kecil dan menengah small-madium enterprise
–SME.  Selama  ini  terdapat  anggapan  yang  keliru  bahwa pelaksanaan CSR hanya diperuntukkan bagi perusahaan besar, padahal tidak
hanya  perusahaan  besar  yang  dapat  memberikan  dampak  negatif  terhadap
masyarakat dan lingkungan melainkan perusahaan mikro, kecil dan menengah pun  bisa  memberikan  dampak  negatif  terhadap  masyarakat  dan  lingkungan.
Berikut  adalah  gambar  yang  menjelaskan  kategori  pelaksanaan  CSR  oleh pelaku usaha di Indonesia Solihin, 2011:163.
Gambar 2.1 Kategori Pelaksanaan CSR oleh Pelaku Usaha di Indonesia
Sumber: Solihin, 2011:163
6. Pelaksanaan Corporate Social Responsibility pada UMKM
Pelaksanaan CSR oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah menjadi sebuah  hal  yang  penting.  Hal  tersebut  dikarenakan  banyaknya  UMKM  yang
bergerak  dibidang  industri  dan  manufaktur  yang  tidak  sedikit  dalam menghasilkan  dampak  terhadap  masyarakat  dan  lingkungan.  Dengan
melaksanaan  program  CSR  dinilai  sebagai  salah  satu  cara  yang  paling  tepat untuk  mendapatkan  pengakuan  dan  legitimasi  dari  masyarakat  sekitar  yang
berada  di  sekitar  tempat  usaha.  Jangka  panjangnya,  para  pelaku  usaha  akan
Pelaksanaan CSR
Voluntary
Perusahaanindustri yang menghasilkan limbah
Mandatory
Perusahaan yang mengolah atau terkait dengan SDA
BUMN
Voluntary
Perusahaan Domestik Perusahaan
Multinasional
Perusahaan yang mengolah atau terkait dengan SDA
Mandatory Perusahaan
Besar
UMKM
dapat  menjalankan  usahanya  secara  terus  menerus  going  concern.  Sebagai warga negara, para pelaku usaha yang tergolong pengusaha mikro, kecil dan
menengah  harus  tunduk  kepada  peraturan  perundang-undangan  yang diberlakukan  di  Indonesia.  Namun  realita  yang  terjadi  tampaknya  tidak
demikian.  Tidak  sedikit  para  pengusaha  UMKM  yang  kedapatan  terbukti melanggar serta tidak taat terhadap hukum. Padahal ketaatan terhadap hukum
merupakan  salah  satu  katagori  kewajiban  dalam  CSR  yakni  legal responsibilities.  Beberapa  literasi  berikut  memberikan  gambaran  dampak
negatif  yang  ditimbulkan  industri  kecil  bagi  lingkungan  sekitarnya  akibat
ketidakpatuhan pengusaha terhadap hukum.
a.  Industri kecil yang bergerak dibidang pembuatan kaos atau sablon di kota Bandung  masih  banyak  yang  membuang  limbah  sisa  pewarna  sablon
mereka  ke  selokan  atau  sungai  di  sekitarnya  tanpa  memperhatikan dampaknya terhadap kualitas air sungai dan lingkungan hidup.
b.  Industri kecil yang bergerak dalam bidang kerajinan emas masih banyak yang membuang limbah logam berat air raksa ke suangai dimana limbah
ini dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang sangat besar. c.  Industri  fotokopi  yang  sebagian  besar  berbentuk  industri  kecil,  masih
melayani  fotokopi  buku  textbook  satu  buku  penuh  tanpa  mengindahkan undang-undang hak cipta dan hak kekayaan intelektual.
d.  Para  pedagang  pasar  tumpah  ruah  berjualan  di  bahu-bahu  jalan  tanpa mengindahkan hak para pejalan kaki. Selain itu masih jamak ditemukan
para  pedagang  pasar  tumpah  yang  sebagian  di  antaranya  berjualan
sayuran,  ikan  dan  buah-buahan  dan  membuang  sampah  sisa-sisa  hasil jualannya kesungai.
Beberapa literasi di atas menunjukkan perlunya pelaksanaan CSR oleh perusahaan-perusahaan  skala  mikro,  kecil  dan  menengah  agar  mereka  pun
dapat meminimalisasi dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan operasi perusahaannya.  Kegiatan  CSR  yang  dilakukan  oleh  UMKM  pada  umumnya
masih  berkisar  pada  pembukaan  lapangan  pekerjaan  bagi  masyarakat  di sekitarnya.  Kendati  demikian  masih  terdapat  variabilitas  penetapan  besaran
kompensasi bagi para karyawan, sehingga ada perusahaan UMKM yang sudah memenuhi  standar  upah  minimum  namun  banyak  juga  yang  belum  mampu
memenuhinya. Selain itu, UMKM pada umumnya belum menerapkan aturan secara  baku  mengenai  hak  dan  kewajiban  karyawan  sesuai  dengan  undang-
undang ketenagakerjaan. Selain penyedia lapangan kerja bagi komunitas lokal, bentuk  pelaksanaan  CSR  pada  umumnya  yang  dilaksanakan  UMKM  adalah
pemberian charity. Pemberian ini dapat berbentuk sumbangan, infak dan zakat pada masyarakat yang dianggap kurang mampu yang ada berdekatan dengan
tempat perusahaan beroperasi. UMKM yang melakukan kegiatan usaha dibidang sumber daya alam dan
atau  berkaitan  dengan  sumber  daya  alam,  seperti  usaha  yang  melakukan penggalian  pasir  atau  penambangan  batu  kapur,  batu  bintang  obsidian  dan
berbagai bahan tambang lainnya, berkewajiban untuk melaksanakan program CSR.  Bila  diamati  secara  sepintas,  berbagai  industri  UMKM  yang  bergerak
dibidang pengelolaan sumber daya alam tampaknya telah memberikan dampak
pencemaran lingkungan  yang besar. Dengan adanya fenomena dampak yang diakibatkan  atas  proses  industri,  sudah  sepantasnya  bila  UMKM  tersebut
menganggarkan  biaya  CSR  untuk  mengatasi  dampak  negatif  operasi perusahaan terhadap lingkungan di sekitarnya.
C. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah  UMKM  maka  dapat  didefinisikan
sebagai berikut: 1.  Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan danatau badan
usaha  perorangan  yang  memenuhi  kriteria  Usaha  Mikro  sebagaimana  diatur dalam Undang-Undang ini.
2.  Usaha  Kecil  adalah  usaha  ekonomi  produktif  yang  berdiri  sendiri,  yang dilakukan  oleh  orang  perorangan  atau  badan  usaha  yang  bukan  merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi  bagian  baik  langsung  maupun  tidak  langsung  dari  usaha  menengah
atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3.  Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha
besar  dengan  jumlah  kekayaan  bersih  atau  hasil  penjualan  tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM digolongkan berdasarkan jumlah aset atau jumlah penjualan
tahunan yang dimiliki oleh sebuah usaha. Berikut adalah kriterianya. 1.  Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a.  Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.  Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah.
2.  Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a.  Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 lima puluh juta
rupiah sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.  Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 tiga ratus juta  rupiah  sampai  dengan  paling  banyak  Rp2.500.000.000,00  dua
milyar lima ratus juta rupiah. 3.  Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a.  Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah  sampai  dengan  paling  banyak  Rp10.000.000.000,00  sepuluh
milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.  Memiliki  hasil  penjualan  tahunan  lebih  dari  Rp2.500.000.000,00  dua milyar  lima  ratus  juta  rupiah  sampai  dengan  paling  banyak
Rp50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah. Selain  keriteria  Usaha  Mikro,  Kecil  dan  Menengah  UMKM  berdasarkan
Undang-undang  tersebut,  menurut  Rahmana  2008,  keriteria  UMKM  juga dikelompokkan  berdasarkan  sudut  pandang  perkembangannya.  Berikut  adalah
pengelompokan UMKM tersebut: a.  Livelihood  Activities,  merupakan  usaha  mikro  kecil  dan  menengah  yang
digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya pedakang kaki lima.
b.  Micro  Enterprise,  merupakan  usaha  kecil  menengah  yang  memiliki  sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
c.  Small Dynamic Enterprise, merupakan usaha mikro kecil menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan sub kontrak dan
ekspor. d.  Dast  Moving  Enterprise,  merupakan  usaha  mikro  kecil  dan  menengah  yang
telah memiliki jwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi usaha yang lebih besar.
D. Kerangka Konseptual Penelitian