BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Konflik yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia belakangan ini cenderung meningkat dan sudah dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Faktor-faktor SARA, organisasi atau kelompok mudah dijadikan sarana memecah belah demi kepentingan politik kelompok dalam Ikawati,
Sumarwawi, 2004. Salah satu wilayah yang mengalami konflik adalah Ambon. Konflik ini terjadi sejak 19 Januari 1999 tepat pada saat umat
Muslim merayakan Lebaran. Konflik ini diawali dengan perkelahian antara preman dari suku Bugis dengan sopir angkot beretnik Ambon. Akibat dari
perkelahian ini memicu terjadinya perkelahian antar kampung dan terus berkembang menjadi konflik antar etnik. Konflik antar etnik ini terjadi antara
masyarakat asli beretnik Ambon dengan pendatang beretnik Bugis, Buton dan Makasar yang terkenal dengan sebutan BBM. Konflik ini menyebabkan
banyak sekali penduduk berentik Bugis, Buton dan Makasar bereksodus keluar Ambon dalam Sarwono, 2006
Setelah eksodus etnik-etnik ini dari Ambon, konflik yang terjadi tidak semakin membaik tetapi kemudian berkembang menjadi konflik antar agama.
Konflik antar agama ini terjadi antara penduduk beretnik Ambon yang beragama Muslim dan Kristen. Konflik antar agama ini kemudian terjadi
1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dalam jangka waktu yang cukup lama dalam Sarwono, 2006. Dampak yang ditimbulkan dari konflik ini tidak hanya sebatas pada kerusakan fisik tetapi
juga mengakibatkan banyak jatuh korban. Banyak sudah korban yang meninggal dari kedua belah pihak dan dampak-dampak negatif yang
ditimbulkan dari konflik ini. Jauh sebelum konflik yang terjadi kerukunan antar umat beragama di
Ambon sangat terjaga. Ikatan adat istiadat, melalui pela gandong yang menjadi tali penyekat antar umat beragama Kristen maupun Islam untuk
saling menghormati dan menghargai dalam Suaedy, 2000. Namun konflik yang terjadi ini menghancurkan kehidupan kerukunan antar umat beragama
ini. Masyarakat mudah sekali terprovokasi isu-isu yang dengan sengaja
dibuat oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Isu yang paling mudah membuat masyarakat terpancing adalah isu agama. Seperti ketika
suatu isu informasi negatif yang bersifat memecahbelahkan disebarkan pada kelompok agama Kristen tentang kelompok agama Islam maka kelompok
agama Kristen akan dengan mudah mempercayainya tanpa mengkajinya secara rasional dan hal yang serupa pun terjadi di kelompok agama Islam.
Pikiran-pikiran negatif yang tercipta ini dibiarkan terus berkembang dalam masyarakat.
Masyarakat menjadi tidak lagi saling mempercayai satu sama lain. Selalu ada pikiran-pikiran negatif ketika berdekatan dengan seseorang yang
berbeda dengan dirinya khususnya yang berbeda agama. Hal ini dapat terlihat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
dari pemukiman penduduk yang menjadi tersekat-sekat berdasarkan agama, Kristen dan Islam. Hal ini sangat menyedihkan dan juga menyusahkan karena
ruang lingkup untuk melakukan mobilitas menjadi sangat sempit. Allport mengemukakan bahwa dengan prasangka seseorang atau
sekelompok orang menganggap buruk atau memandang negatif orang lain secara tidak rasional. Menurut Sherif dan Sherif, prasangka adalah sikap yang
tidak menyenangkan unfavourable attitude yang dimiliki oleh suatu kelompok terhadap kelompok lain dalam Santi,dkk 2000. Terjadinya
prasangka disebabkan karena penilaian yang tidak berdasar unjustified dan pengambilan sikap sebelum menilai dengan cermat, sehingga terjadi
penyimpangan pandangan bias dari kenyataan yang sesungguhnya dalam Atmadji, 2002.
Pandangan yang bias inilah yang terjadi sewaktu konflik, masyarakat dengan mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak benar. Tanpa tahu apakah
informasi yang didengar benar atau salah, masyarakat bisa dengan mudah menyatakan bahwa kelompok agama tertentulah yang menyababkan
terjadinya sesuatu dalam Sarwono, 2006. Pandangan-pandangan bias yang menyebabkan prasangka negatif
terhadap sekelompok agama tertentu ini merambah pada seluruh elemen masyarakat termasuk remaja. Orang dewasa atau orang tua yang mempunyai
pandangan bias dan perasaan-perasaan negatif terhadap kelompok agama lain kemudian mengkomunikasikan pandangan dan perasaan negatifnya ini kepada
4
anak-anaknya. Orang tua juga akan marah bila anak-anaknya bergaul dengan teman yang berbeda agama dalam Save The Children, 2006
Para remaja menjadi harus memilih-milih teman dalam bergaul, yang beragama Kristen tidak bisa berteman akrab dengan yang beragama Islam.
Terkadang juga bila ada yang sebelumnya telah berteman akrab dengan teman yang berbeda agama sebelum konflik terpaksa harus terputus hubungan
pertemanan atau komunikasinya. Hal ini disebabkan karena ruang lingkup untuk pertemuan yang menjadi kecil, hilangnya rasa percaya dan adanya
pemikiran-pemikiran yang negatif tentang agama yang dianut oleh temannya. Usia remaja sebagai salah satu tahap dari perkembangan merupakan
masa terjadi banyak sekali perubahan, baik fisik, emosi maupun sosial. Pada masa remaja hubungan sosial mengalami perubahan, yang awalnya lebih
senang bermain sendiri dengan mainannya berubah menjadi lebih senang bergaul dengan teman-teman sebayanya. Remaja lebih senang bergaul dengan
teman-teman sebayanya dikarenakan remaja lebih sering berada diluar rumah bersama-sama teman-teman sebayanya sehingga dapat dimengerti mengapa
pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga Hurlock, 1980
Havighurst dalam Dariyo, 2004 mengemukakan bahwa ketika memasuki masa remaja , individu memiliki hubungan pergaulan yang lebih
luas bila dibandingkan dengan masa kanak-kanaknya. Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bergaul dengan teman-temannya peer-group
dibandingkan dengan keluarganya. Remaja menginginkan teman yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
mempunyai minat yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, dan yang kepadanya ia dapat mempercayakan masalah-masalah dan
membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang tua maupun guru. Menurut Hurlock 1980 yang diinginkan remaja sebagai teman adalah
orang-orang yang dapat dipercaya, seseorang yang dapat diajak bicara, dan seseorang yang dapat diandalkan. Berdasarkan pendapat ini, maka remaja
seharusnya dalam berteman tidaklah membeda-bedakan atau memilih teman menurut suku, ras ataupun agama, tetapi lebih pada minat yang sama, dan
dapat dipercaya. Kondisi inilah yang mendorong penulis ingin meneliti apakah remaja juga memiliki prasangka terhadap teman-teman sebayanya yang
berbeda agama sehingga dapat mempengaruhi hubungan pertemanan mereka.
B. RUMUSAN MASALAH