2.3. Pengetahuan
Notoatmodjo 2003 menjelaskan pengetahuan sebagai suatu hasil ‘tahu’, dan hasil ‘tahu’ ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui pancaindera manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Menurut Notoatmodjo 2003, pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
1. Tahu know Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. 2. Memahami comprehension
Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. 3. Aplikasi application
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil.
4. Analisis Analysis Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjalarkan materi atau
suatu suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis Synthesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi evaluation Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Tingkat Pengetahuan terhadap TB Ekstraparu dan TB secara Umum
Tujuan dari edukasi pasien adalah untuk mempengaruhi atau mengubah perilaku kesehatan pasien dengan menyediakan mereka informasi yang
memotivasi untuk mengikuti rencana pengobatan. Inti elemen-elemen pengetahuan dari keterkaitannya kepada penghentian penularan penyakit dan
ikatannya dengan terapi berhubungan dengan: apakah TB, apakah yang menyebabkannya, bagaimanakah penularannya, tindakan apakah yang dapat
diambil untuk membatasi penularannya, bagaimanakah pengobatannya, apa pentingnya mengambil pengobatan secara teratur, selama berapa lama, apa
konsekuensi dari menghentikan pengobatan, apa efek samping dan komplikasi yang mungkin dan apakah TB penyakit dapat disembuhkan. Semua ini adalah
pesan-pesan edukasi yang penting yang pasien seharusnya ketahui Mohamed, Yousif, Ottoa, dan Bayoumi, 2007.
Pengetahuan tentang penyakit ini dipercaya menjadi penentu penting dari perilaku menjaga kesehatan dan mencari pertolongan medik sebagaimana halnya
keterikatan untuk tindakan pencegahan dan pengobatan. Ketidakterikatan kepada pengobatan sering kali dihasilkan dari ketidakadekuatan pengetahuan atau
pemahaman tentang penyakit dan pengobatanya. Sebaliknya, pengetahuan yang lebih besar tentang TB akan meningkatkan penerimaan tindakan pengendalian
dengan menghasilkan penurunan penyebaran penyakit Mohamed, Yousif, Ottoa, dan Bayoumi, 2007.
TB ekstraparu sedang berada dalam peningkatan di seluruh dunia. Keragaman ekstraparu sekarang sedang memulai untuk muncul dari bayangan TB
paru. Di negara-negara dengan surveilans data yang baik seperti Amerika Serikat, dimana angka TB paru telah menurun ke tingkat terendahnya pada 2001, statistik
mengindikasikan peningkatan relatif kasus ekstraparu dari 16 pada 1992 menjadi 20 pada 2001. Lebih dari 70 pasien positif HIV dengan TB telah
mempunyai presentasi ekstraparu, ketika prevalensinya 15-30 orang-orang imunokompeten Kant, 2004.
Jittimanee et al. 2009 meneliti tentang stigma sosial dan pengetahuan TB dan HIV di antara pasien dengan kedua penyakit di Thailand. Dari 769 pasien,
Universitas Sumatera Utara
500 65 dilaporkan mempunyai stigma TB yang tinggi, 177 23 berpengetahuan TB yang rendah, and 379 49 berpengetahuan HIV yang
rendah. Pasien pasien yang dilaporkan berstigma TB yang tinggi lebih berkemungkinan untuk telah mengambil antibiotik sebelum pengobatan TB, telah
melakukan kunjungan pertama ke penyembuhan tradisional, mengetahui bahwa monogami dapat mengurangi resiko mendapatkan infeksi HIV, dan telah
dihospitalisasi. Pasien dengan pengetahuan TB rendah lebih berkemungkinan unutk mempunyai penyakit TB yang parah, untuk dihospitalisasi, dirawat di
rumah sakit rujukan penyakit infeksi nasional dan mempunyai pengetahuan HIV yang rendah. Pasien dengan pengetahuan HIV rendah lebih berkemungkinan
mengetahui seorang pasien TB dan mempunyai pengetahuan TB yang rendah. Adapun kesimpulannya stigma dan pengetahuan spesifik penyakit yang rendah
adalah umum di antara pasien TB terinfeksi HIV dan berhubungan dengan faktor yang sama.
Legesse, Ameni, Mamo, Medhin, Bjune dan Abebe 2011 meneliti tentang pengetahuan TB limfadenitis servikal dan pengobatannya di komunitas
peternakan di wilayah Afar, Ethiopia. Dari 818 orang terwawancara [357 43,6 perempuan and 461 56,4 laki-laki], 742 90,7 yang dilaporkan bahwa
mereka mempunyai pengetahuan tentang TB limfadenitis, menyatakan bahwa pembengkakan di leher yang menghasilkan lesi dan parut adalah gejala umum.
Bagaimanapun, hanya 11 1,5 individu menyatakan bahwa bakteri atau kuman merupakan agen penyebab TB limfadenitis. Tiga orang yang terwawancara dan
seorang diskusiwan laki-laki menyatakan meminum susu mentah sebagai penyebab TB limfadenitis. Proporsi yang sangat banyak 34,2 dari orang-orang
terwawancara dan hampir semua diskusiwan mengesankan pengobatan herbal sebagai pengobatan yang efektif. Partisipan studi laki-laki adalah 1,82 kali lebih
berkemungkinan untuk mempunyai pengetahuan menyeluruh tentang TB limfadenitis daripada partisipan studi perempuan.
Mohamed, Yousif, Ottoa dan Bayoumi 2007 meneliti tentang pengetahuan TB di antara pasien di Omdurman, Sudan. Subjek penelitian adalah
pasien TB paru dan ekstraparu, yang berusia di atas 15 tahun, terdiagnosa, dan
Universitas Sumatera Utara
dirawat di di fasilitas kesehatan yang berbeda di Provinsi Greater Omdurman. Dari jumlah total responden hanya 547 54,9 mengetahui bahwa TB adalah
sebuah penyakit infeksius, 402 40,4 mengetahui bahwa TB sebuah penyakit yang ditularkan melalui udara dan 584 58,7 menyatakan bahwa mereka
mempraktikkan tindakan pencegahan yang berbeda di tingkat perlengkapan rumah danatau tempat kerja. Durasi pengobatan TB diketahui 480 48,2 dan
mengenai fakta bahwa penyakit ini dapat tersembuhkan, 800 80,3 dari responden mengetahui bahwa penyakit dapat disembuhkan. Dari segi usia,
responden yang lebih muda kurang dari 30 tahun mengetahui lebih banyak dibanding yang lainnya bahwa mereka terinfeksi TB 62,3. Orang - orang yang
berusia di atas 50 tahun menunjukkan angka pengetahuan yang terendah 42,0. Lebih lanjut, tingkat kesadaran secara signifikan menurun seiring dengan
pertambahan usia. Pasien yang lebih tua menunjukkan angka pengetahuan yang terendah tentang penyebab penyakit TB 0,6. Sekitar 67,3 dari responden
yang lebih muda 20-29 tahun mengetahui bahwa TB menular dibanding dengan 42.9 dari responden yang lebih tua di atas 50 tahun. Pada keterkaitan
pengetahuan tentang durasi pengobatan TB dengan usia responden, responden yang lebih muda menunjukkan angka kesadaran yang tertinggi 52,2. Dari segi
jenis kelamin, pengetahuan tentang infeksi terkini berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa proporsi yang lebih tinggi dari laki-laki 58,0 yang
mengetahui dibanding perempuan 48.4. Secara signifikan laki-laki juga mengetahui bahwa penyakit TB infeksius 60.2 dibanding perempuan 52,8.
Laki-laki 43,6 meyakini bahwa TB adalah penyakit yang ditularkan melaui udara dibanding dengan perempuan 33,5. Proporsi laki-laki yang terbiasa
mempraktikkan ukuran pencegahan adalah 60,2 dibanding perempuan 55,3 dan laki-laki yang mengetahui jangka waktu pengobatan aktual 49,3 lebih
banyak dibanding perempuan 46,0. Dari segi tingkat pendidikan, pada umumnya, pengetahuan tentang TB dan pengobatannya meningkat secara
signifikan seiring dengan tingkat pendidikan.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Kelurahan
Badak Pengetahuan
Penyakit TB
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN
DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian