2.1.2. Epidemiologi Tuberkulosis secara Global Epidemiologi tuberkulosis bervariasi nilainya di seluruh dunia. Angka
tertinggi 100100.000 atau lebih ditemukan di Afrika sub-Sahara, India, China, dan pulau-pulau di Asia Tenggara dan Mikronesia. Angka intermediat
tuberkulosis 26-100 kasus100.000 muncul di Amerika Tengah dan Selatan, Eropa Timur, dan Afrika Utara. Angka rendah kurang dari 25 kasus per 100.000
penduduk muncul di Amerika Serikat, Eropa Barat, Kanada, Jepang, dan Australia . Dan diperkirakan 1 dari 14 kasus TB baru muncul pada individu yang
terinfeksi HIV, 85 kasus-kasus ini muncul di Afrika Horsburgh, 2010. Seperti yang disampaikan di atas, TB paru mencakup 80-85 dari seluruh
kasus aktif; sedangkan TB ekstraparu mencakup 15-20 lainnya Fitzpatrick Braden, 2000.
2.2. Tuberkulosis Ekstraparu
2.2.1. Definisi Yang dimaksud dengan TB ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru, misalnya, kelenjar limfe, pleura, selaput otak, selaput jantung perikardium, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kemih, alat
kelamin, dan lain-lain Depkes RI, 2007.
2.2.2. Epidemiologi Manifestasi klinis TB bervariasi dan bergantung pada sejumlah faktor yang
berhubungan dengan mikroba, pejamu dan lingkungan. Peran faktor-faktor yang berhubungan dengan pejamu yang bertanggung jawab atas terjadinya TB pada
situs ekstraparu adalah terbatas. Beberapa studi telah melaporkan bahwa proporsi TB ekstraparu meningkat disebabkan epidemi HIV dan mungkin juga oleh
perkembangan dalam fasilitas diagnostik Sreeramareddy, Panduru, Verma, Joshi, dan Bates, 2008.
Sebuah studi dari Amerika Serikat melaporkan bahwa wanita, warga berkulit hitam non-Hispanic dan individu yang terinfeksi HIV lebih beresiko
tinggi menderita TB ekstraparu. Sedangkan studi di Amerika Serikat yang lain
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan HIV-seropositif, usia kurang dari 18 tahun, warga Amerika berketurunan Afrika, pengidap sirosis hepatis adalah faktor-faktor resiko terhadap
TB ekstraparu. Adapun suatu studi dari Turki menunjukkan bahwa wanita mempunyai resiko lebih tinggi untuk perkembangan TB ekstraparu dan resiko TB
ekstraparu meningkat 5 tahun setelah kontak awal. Suatu studi yang lain menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan penjamu bervariasi
menurut asal geografis dan faktor resiko terhadap TB ekstraparu adalah berjenis kelamin perempuan untuk individu-individu yang berasal dari Asia ataupun
Afrika Utara, usia untuk individu-individu yang asalnya dari Afrika sub-Sahara dan positif HIV untuk yang asalnya dari Eropa Sreeramareddy, Panduru, Verma,
Joshi, dan Bates, 2008. Pada pasien terinfeksi HIV, frekuensi TB ekstraparu tergantung pada derajat
penurunan imunitas selular. Pada pasien dengan 100 CD4 cellsmL, TB
ekstraparu dan milier terhitung 70 dari seluruh bentuk TB Beek, Werf, Richter,
dan Borgdorff, 2006.
2.2.3. Etiologi, Patogenesis dan Patofisiologi Mycobacterium tuberculosis Kuman penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Basil ini sukar diwarnai, tetapi berbeda dengan basil lain, setelah
diwarnai tidak dapat dibersihkan lagi dari fuchsin atau metileenblauw oleh cairan asam sehingga biasanya disebut basil tahan asam BTA. Pewarnaan Ziehl
Neelsen biasanya digunakan untuk menampakkan basil ini Karnadihardja, 2004. M. tuberculosis umumnya ditularkan dari seseorang dengan infeksi TB paru
atau TB laringeal kepada orang lain melalui droplet nuclei, yang ter-aerosolisasi oleh batuk, bersin atau berbicara. Ada sebanyak 3000 nuclei infeksius per
batukan. Droplet yang terkecil 5-10mm dalam diameter dapat bertahan tersuspensi di udara selama beberapa jam dan mencapai aliran udara terminal
ketika terinhalasi. Ada dua pengecualian lain yang dilaporkan adalah prosectors wart kutil pada orang yang mendiseksi mayat disebabkan inokulasi pada kulit
dari instrumen tajam yang terkontaminasi dan penularan orang-ke-orang melalui
Universitas Sumatera Utara
bronkoskop yang terkontaminasi. Resiko penularan dari pasien sumber infeksi ke pejamu dihubungkan dengan konsentrasi potensial dari basil yang hidup terus di
ruang udara. Resiko penularan menjadi lebih besar pada ruangan yang kekurangan volume udara, udara segar, dan cahaya alami atau cahaya ultraviolet Fitzpatrick
Braden, 2000; Raviglione O’Brien, 2005. Sedangkan menurut Karnadihardja 2004, ada dua macam mikobakteria
penyebab TB, yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosa, dan bila diminum, dapat menyebabkan
TB usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah droplet di udara yang berasal dari penderita TB terbuka. Orang yang rentan dapat terinfeksi TB bila
menghirup bercak ini, ini merupakan cara penularan terbanyak. Selanjutnya, dikenal empat fase dalam perjalanan penyakitnya.
Pertama adalah fase TB primer. Setelah masuk ke paru, basil berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh. Sarang pertama ini disebut afek
primer. Basil kemudian masuk ke kelenjar limfe di hilus paru dan menyebabkan limfadenitis regionalis. Reaksi yang khas adalah terjadinya granuloma sel
epiteloid dan nekrosis pengejuan di lesi primer dan di kelenjar limfe hilus. Afek primer dan limfadenitis regionalis ini disebut kompleks primer yang bisa
mengalami resolusi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat, atau membentuk fibrosis dan kalsifikasi 95 Karnadihardja, 2004.
Sekalipun demikian, kompleks primer dapat mengalami komplikasi berupa penyebaran milier melalui pembuluh darah dan penyebaran melalui bronkus.
Penyebaran milier menyebabkan TB di seluruh paru-paru, tulang, meningen, dan lain-lain, sedangkan penyebaran bronkogen langsung ke bronkus dan bagian paru,
dan menyebabkan bronkopneumonia tuberkulosis. Penyebaran hematogen itu bersamaan dengan perjalanan TB primer ke paru merupakan fase kedua. Infeksi
ini dapat berkembang terus, dapat juga mengalami resolusi dengan pembentukan jaringan parut dan basil selanjutnya “tidur” Karnadihardja, 2004.
Fase dengan kuman yang tidur ini yang disebut fase laten, fase 3. Basil yang tidur ini bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopii, otak, kelenjar
limfe hilus dan leher, serta di ginjal. Kuman ini bisa tetap tidur selama bertahun-
Universitas Sumatera Utara
tahun, bahkan seumur hidup infeksi laten, tetapi bisa mengalami reaktivasi bila terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, misalnya pada tindak bedah
besar, atau pada infeksi HIV Karnadihardja, 2004. TB fase keempat dapat terjadi di paru atau di luar paru. Dalam perjalanan
selanjutnya, proses ini dapat sembuh tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan fibrosis dan kalsifikasi, membentuk kavitas kaverne, bahkan dapat menyebabkan
bronkiektasis melalui erosi bronkus Karnadihardja, 2004. Frekuensi penyebaran ke ginjal amat sering. Kuman berhenti dan bersarang
pada korteks ginjal, yaitu bagian yang tekanan oksigennya relatif tinggi. Kuman ini dapat langsung menyebabkan penyakit atau “tidur” selama bertahun-tahun.
Patologi di ginjal sama dengan patologi di tempat lain, yaitu inflamasi, pembentukan jaringan granulasi, dan nekrosis pengejuan. Kemudian basil dapat
turun dan menyebabkan infeksi di ureter, kandung kemih, prostat, vesikula seminalis, vas deferens, dan epididimis Karnadihardja, 2004.
Penyebaran ke kelenjar limfe paling sering ke kelenjar limfe hilus, baik sebagai penyebaran langsung dari kompleks primer, maupun sebagai TB
pascaprimer. TB kelenjar limfe lain servikal, inguinal, aksial biasanya merupakan TB pascaprimer Karnadihardja, 2004.
Penyebaran ke genitalia wanita melalui penyebaran hematogen dimulai dengan berhenti dan berkembang biaknya kuman di tuba fallopii yang sangat
vaskuler. Dari sini basil bisa menyebar ke uterus endometritis, atau ke peritoneum peritonitis Karnadihardja, 2004.
Penyebaran ke tulang adalah daerah metafisis tulang panjang dan ke tulang spongiosa yang menyebabkan TB tulang ekstraartikuler. Penyebaran lain dapat
juga ke sinovium dan menjalar ke tulang subkondral. Penyebaran ini menyebabkan TB sendi. Penyebaran dari metafisis ke epifisis tidak pernah terjadi
karena sifat cakram epifisis yang avaskular Karnadihardja, 2004. Penyebaran ke otak dan meningen juga melalui penyebaran hematogen
setelah kompleks primer. Berbeda dengan penyebaran di atas, penyebaran ke perikardium terjadi melalui saluran limfe atau kontak langsung dari pleura yang
tembus ke perikardium Karnadihardja, 2004.
Universitas Sumatera Utara
Kekebalan terhadap TB sebagian besar diperantarai sel limfosit T yang atas rangsangan basil TB dapat mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan basil
dengan cara lisis bakteriolisis Karnadihardja, 2004.
2.2.4. Klasifikasi Berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, TB ekstraparu terbagi
atas: a. TB ekstraparu ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang kecuali tulang belakang, sendi, dan kelenjar adrenal. b. TB ekstraparu berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin Depkes RI, 2007.
2.2.5. Situs Predileksi dan Gambaran Klinis Menurut Kreider dan Rossman 2008, situs tersering TB ekstraparu adalah
sbb: - Kelenjar Limfe 44.
Limfadenitis TB skrofula merupakan bentuk paling umum dari TB ekstraparu. Beberapa nodus dapat terlibat, tetapi rantai-rantai servikal dan
supraklavikular paling sering terkena. Pasien datang untuk perhatian medis dengan adenopati yang tidak nyeri, yang sering berdrainase secara spontan.
Pada tahap awal penyakit, nodus akan padat dan diskret. Pada tahapan penyakit lebih lanjut, nodus akan menjadi lembek dan berfluktuasi. Selain
demam, biasanya tidak ada gejala sistemik jika penyakit ini tidak ada di tempat lainnya. Diagnosis adalah dengan peralatan aspirasi jarum halus
atau biopsi insisional pada nodus yang terpengaruhi. Pewarnaan BTA dan kultur jaringan nodus biasanya menunjukkan BTA dan organisme M.
tuberculosis Fitzpatrick Braden, 2000. - Rongga Pleura 19.
Penyakit pleura biasanya bermanifestasi dengan nyeri dada pleuritik ringan hingga berat, yang dapat diiringi dispnoe. Gejala lainnya meliputi demam,
Universitas Sumatera Utara
keringat malam, dan penurunan berat badan. Penyakit dapat dalam bentuk akut atau kronik dan sering menyebabkan efusi dan sering menyebabkan
efusi yang halus. Efusi umumnya unilateral dan mengiringi penyakit parenkim aktif pada 70 pasien. TB pleura akan berkembang beberapa
tahapan penyakit tetapi seringkali muncul sebagai manifestasi penyakit primer dan muncul selama 6 bulan setelah infeksi TB Fitzpatrick
Braden, 2000. - Tulang danatau Sendi 11.
Vertebral TB Potts disease terhitung untuk 50-70 dari semua kasus TB tulang, yang bercirikan kifosis and kompresi sumsum tulang belakang,
jadi pasien akan bisa mengalami gejala neurologik atau motorik. Vertebra torakal bawah dan lumbal atas merupakan situs tersering dari penyakit.
Pasien secara khas mempunyai riwayat 2 minggu sampai 3 bulan mengalami nyeri punggung, demam, dan penurunan berat badan. Abses
paravertebral terjadi di antara 50 pasien. Pasien dengan Pott’s disease biasanya mempunyai bukti radiologis dari keterlibatan tulang belakang,
dan 50 pasien mempunyai bukti radiologis dari salah satu TB paru lama atau aktif. Diagnosis memerlukan biopsi dan kultur dari tulang yang
terinfeksi Fitzpatrick Braden, 2000. TB artritis secara khas bermanifestasikan sebagai sebuah artritis
monoartikular dari sendi-sendi yang menopang berat lutut, pinggul, pergelangan. Nyeri merupakan gejala paling umum, dan pembengkakan
dengan rentang pergerakan yang menurun pada sendi yang dapat terlihat. Infeksi diawali trauma pada 25 kasus. Biopsi jaringan sinovial dapat
mengandung granuloma, dan hasil kultur adalah positif untuk M. Tuberculosis 60-70 dari waktu itu Fitzpatrick Braden, 2000.
- Meninges Sistem Saraf Pusat 6. Gillespie dan Bamfoed 2009 mengatakan meningitis TB muncul dalam
bentuk demam dan tingkat kesadaran yang memburuk secara perlahan, yang dapat dengan cepat berakibat fatal jika tidak ditangani segera.
Menurut Fitzpatrick dan Braden 2000, meningitis TB disebabkan
Universitas Sumatera Utara
penyebaran secara hematogen dari organisme mikobakterial menuju ruang meningeal. Proses ini terjadi dalam berminggu-minggu hingga bertahun-
tahun setelah infeksi, dan tampilan TB sistem saraf pusat SSP bisa akut ataupun subakut. Penyakit dapat bermanifestasi klinis sebagai meningitis
bakterial. Gejal-gejala akut dapat meliputi sakit kepala, demam, atau perubahan status mental. Gejala-gejala lain dapat berlangsung selama
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan; meliputi demam, penurunan berat badan, anoreksia, keringat malam, malaise, dan kelumpuhan saraf
kranialis. Kelumpuhan nervus VI adalah pertanda TB SSP, tetapi nervus II, III, dan VII juga bisa mungkin bisa dipengaruhi. Pemeriksaan bisa
menunjukkan meningismus dan papilledema. TB SSP dapat berkembang dalam tiga tahapan. Tahap 1 ditandai
gejala-gejala nonspesifik dengan sedikit atau tanpa tanda-tanda klinis meningitis. Tahap 2 ditandai perkembangan tanda-tanda meningitis seperti
meningismus, letargi, dan kelumpuhan saraf kranialis. Tahap 3 ditandai koma dan gangguan neurologis seperti paralisis Fitzpatrick Braden,
2000. Diagnosis sering dibuat berdasarkan adanya alasan klinis dan
keberadaan faktor resiko TB, hasil Tuberculin Skin Test TST, dan radiograf dada. Pasien dengan TB SSP sering mempunyai respon
memuaskan terhadap pengobatan TB jika terapi diawali dengan cepat sebelum tahap 3. Ini adekuat untuk diagnosis ketika sangkaan klinis
tinggi dan hasil studi laboratorium tidak mencukupi untuk mendukung diagnosis Fitzpatrick Braden, 2000.
- Peritoneum danatau Usus 5,5. Fitzpatrick dan Braden 2000 mengatakan TB peritoneal tidak umum dan
sering memunculkan dilema dalam diagnosis. Patogenesisnya tidak dipahami dengan jelas, tetapi penyakit dipikirkan berkembang setelah
penyebaran secara hematogen, seperti halnya penyakit ekstraparu yang lain. Gejala-gejala beraneka ragam dari pasien ke pasien tetapi paling
umumnya meliputi nyeri abdominal, distensi, demam, penurunan berat
Universitas Sumatera Utara
badan, dan malaise. Gejala-gejala dapat menjadi kronik, dan penyakit dapat berkembang menjadi asites atau massa abdominal, yang mungkin
adalah omentum yang terkumpul, mesenteri, dan usus; ditemukan di pemeriksaan fisik. Sebanyak 30 dari pasien-pasien mungkin akan
mengalami efusi pleura. - Saluran Genitourinarius 4.
TB genitourinarius berkembang dengan lamban. Dapat memunculkan tanda dan gejala infeksi lokal dengan sedikit manifestasi sistemik, atau
penyakit mungkin saja asimptomatis Fitzpatrick Braden, 2000. Keterlibatan saluran genitourinarius mengakibatkan disuria, frekuensi
urine, dan gross hematuria dengan atau tanpa nyeri pinggang. Penyakit di antara wanita dapat menyebabkan nyeri pelvik, ketidakteraturan
menstruasi, dan infertilitas. Laki-laki dapat mempunyai massa skrotum yang tidak nyeri. Seperlima pasien dengan pyuria dapat mengalami tanpa
gejala. Penyakit dicurigai ketika urinalisis menunjukkan sel darah putih dan hematuria tanpa bakteri Fitzpatrick Braden, 2000.
Diagnosis dikonfirmasi dengan kultur urine. Hasil kultur urine adalah negatif untuk bakteri yang umum sterile pyuria dan positif untuk M.
Tuberculosis. Hasil diagnostik yang terbaik dari spesimen pagi hari awal. Tiga spesimen diambil untuk dikultur. Temuan pada IVP Intravenous
Pyelography biasanya nonspesifik dan sering tidak membantu. Dua pertiga pasien dengan TB genitourinarius mempunyai radiograf dada
abnormal yang menunjukkan tanda-tanda penyakit paru aktif atau lama Fitzpatrick Braden, 2000.
- Milier 1.8. Gillespie dan Bamfoed 2009 mengatakan infeksi diseminata penyakit
milier dapat muncul tanpa adanya bukti infeksi paru aktif. TB milier, penyakit yang tersembunyi dan secara klinis dalam bentuk yang sukar
dipahami, berkembang setelah diseminasi secara hematogen dari basil TB. Diseminasi menghasilkan pola milier demikan dinamakan karena
menyerupai millet seeds padi-padian 2 mm dalam diameter pada
Universitas Sumatera Utara
radiograf dada atau pada spesimen biopsi dari sumsum tulang belakang, hati atau limpa. Penyakit milier biasanya muncul di antara grup berisiko
tinggi, meliputi orang-orang dengan infeksi HIV atau penyakit imunosupresif yang lain, penyakit jaringan ikat, atau neoplasma
hematologik, orang-orang yang menyalahgunakan alkohol dan mereka yang menjalani pengobatan imunosupresif, termasuk steroid dosis tinggi
Fitzpatrick Braden, 2000. Pasien dapat mengalami penyakit ringan selama beberapa minggu atau
bulan sebelum mencari perhatian medis. Demam merupakan gejala paling umum pada penyakit milier, tetapi banyak pasien dilaporkan mendapat
gejala-gejala nonspesifik seperti malaise, anoreksia, penurunan berat badan, dan keringat malam. Pemeriksaan fisik adalah non-fokal
Fitzpatrick Braden, 2000. Diagnosis TB milier ditegakkan berdasarkan riwayat klinis,
keberadaan pola milier pada radiograf dada dan hasil kultur positif untuk M. tuberculosis dari darah atau sebuah situs biopsi seperti hati, atau
sumsum tulang belakang Fitzpatrick Braden, 2000. TST adalah indikator yang insensitif terhadap infeksi M. Tuberculosis sebelumnya di
antara orang-orang dengan penyakit milier; hasil telah dilaporkan positif pada 25 - 75 kasus. Pada kasus yang mana diagnosis laboratorium sulit
untuk ditegakkan, pengawasan respon klinis terhadap terapi anti-TB dapat membantu. Demam mereda di antara 30 pasien dalam 2 minggu dan di
antara 60 - 70 pasien dalam 4 minggu Fitzpatrick Braden, 2000. - Dan Lain-lain 11
Kulit, Laring, telinga tengah, perikardium, payudara, tiroid, kelenjar ludah,
jaringan lunak Kreider Rossman, 2008; Sreeramareddy et al., 2008.
2.2.6. Diagnosis 2.2.6.1. Tuberculin Skin Test TST Mantoux Test
Tuberculin Skin Test TST paling umum digunakan untuk screening infeksi laten M. tuberculosis. Tes ini mempunyai keterbatasan nilai dalam mendiagnosis
Universitas Sumatera Utara
TB aktif karena berhubungan dengan sensitivitas dan spesifisitasnya yang rendah dan ketidakmampuannya membedakan antara infeksi laten dan infeksi aktif
Raviglione O’Brien, 2005. Uji ini berguna untuk mengetahui adanya reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap kuman TB. Tuberkulin adalah fraksi protein dari kuman TB, yang bila disuntikkan pada orang yang pernah terinfeksi TB baik yang aktif maupun yang
“tidur” akan menyebabkan pembengkakan kulit dalam 24-72 jam akibat akumulasi sel limfosit di daerah penyuntikan. Penebalan dan radang kulit lebih
dari 10 mm disebut positif, kurang dari 5 mm disebut negatif. Reaksi negatif palsu false-negative umum pada pasien yang mengalami imunosupresi dan mereka
dengan TB yang membludak. Reaksi positif palsu false-positive bisa disebabkan infeksi oleh mikobakterium nontuberkulosis dan oleh vaksinasi bacille Calmette-
Guérin BCG Karnadihardja, 2004; Raviglione O’Brien, 2005.
2.2.6.2. Pemeriksaan Patologi Tuberkulum biasanya sebesar 1 sampai 3 mm, terbentuk sebagai reaksi
radang di sekitar kelompok basil TB. Sebagian besar terdiri atas sel epiteloid yang berasal dari histiosit dan makrofag. Beberapa sel itu akan membesar dan berinti
banyak dan disebut sel raksasa Langhans. Di tengah tuberkulum terjadi nekrosis keju, sedangkan lapisan luarnya terdiri atas sel limfosit. Struktur histologi ini
merupakan gambaran patologi khas TB. Gambaran patologi jaringan hasil biopsi atau sisa jaringan debris pada dasarnya menunjukkan radang spesifik seperti ini
pula. Diagnosis dengan cara ini cukup tinggi keandalannya meskipun tetap harus dipikirkan diagnosis banding yang memberikan gambaran hampir sama
Karnadihardja, 2004. Gejala dan tanda klinis juga khas. Kecuali TB mililer, penyakit TB
berkembang lambat tanpa radang akut. Bengkak radang biasanya jelas, tetapi tidak ada hiperemia, panas dan nyeri setempat. Kalau terbentuk abses, disebut
“abses dingin”. Karnadihardja, 2004 Kadang radang disertai dengan pembentukan banyak cairan seperti pada
pleuritis eksudativa, peritonitis eksudativa, atau perikarditis eksudativa. Jika
Universitas Sumatera Utara
banyak terbentuk jaringan ikat, radangnya dinamai produktiva atau sika. Nekrosisnya menghasilkan massa seperti salep atau keju sehingga disebut
pengejuan atau caseosa, misalnya limfadenitis kaseosa Karnadihardja, 2004. Nekrosis yang mencair membentuk abses dingin karena tidak ada demam
umum maupun setempat. Sering terjadi fistel tunggal atau multipel di kulit dari limfadenitis TB di leher, atau di lipat paha dari osteomielitis. Spondilitis pada
vertebra torakal atau lumbal sering mengalirkan nanahnya keluar melalui fasia otot psoas. Pada tempat jaringan nekrosis keju yang telah keluar itu mungkin
terjadi ruang yang disebut kaverne seperti di paru dan ginjal Karnadihardja, 2004.
2.2.6.3. Pemeriksaan Bakteriologi Pemeriksaan bakteriologi merupakan satu-satunya pembuktian mutlak
akan adanya TB. Sediaan apus untuk identifikasi kuman TB dapat dilakukan dengan pewarnaan Ziehl Nielsen atau KenyonGabet-Tan. Biakan kuman
dilakukan dengan medium L’weinstein Jensen atau Middlebrook 7H-11. Bahan yang diperiksa adalah sputum, cairan lambung, air kemih, cairan sinovium, atau
debris bergantung pada letak penyakit Karnadihardja, 2004. Oleh karena basil TB sangat lambat berkembang biak, diperlukan waktu
enam sampai delapan minggu untuk mengetahui hasil biakan. Marmut dapat dipakai untuk biakan binatang. Hasil pemeriksaan ini dapat diperoleh setelah
enam minggu. Pembelahan sel memerlukan waktu 20-24 jam Karnadihardja, 2004.
2.2.6.4. Pemeriksaan Radiologi Gambaran radiologis TB sering dapat menegakkan diagnosis TB meskipun
diagnosis pastinya adalah dari pemeriksaan bakteriologis Karnadihardja, 2004.
2.2.6.5. Diagnosis Terapi Percobaan Diagnosis dapat juga ditegakkan secara exjuvantibus dengan terapi
percobaan dengan menggunakan anti-TB. Pada sebagian penderita tersangka TB
Universitas Sumatera Utara
tidak didukung oleh gambaran klinis, mikrobiologi maupun patologi, cara diagnosis ini dapat dilakukan. Efek anti-TB ini paling sedikit baru dapat
dinantikan setelah tiga minggu Karnadihardja, 2004.
2.2.7. Terapi 2.2.7.1. Terapi Obat
Kant 2004 mengatakan TB ekstraparu biasanya paucibasiler dan pengobatan dengan regimen yang efektif pada TB paru kemungkinan efektif
dengan sama baiknya pada pengobatan TB ekstraparu. Saat ini telah ditemukan banyak macam anti-TB yang mekanisme kerja dan efek sampingnya berbeda-
beda. Umumnya anti-TB aktif terhadap kuman yang sedang giat membelah, kecuali rifampisin yang juga aktif terhadap kuman yang membelah lambat. Selain
itu, obat-obat ini tidak aktif dalam suasana asam sehingga kuman yang berada dalam sel makrofag suasana intraselnya asam tidak dapat dibunuh. Hanya
pirazinamid yang aktif dalam suasana asam. Sementara itu, kuman TB mudah resisten terhadap obat-obat ini. Oleh karena itu, kemoterapi TB selalu dalam
kombinasi dua atau tiga macam dengan maksud meningkatkan efek terapinya dan mengurangi timbulnya resistensi Karnadihardja, 2004.
Untuk menyembuhkan TB diperlukan pengobatan yang lama karena basil TB tergolong kuman yang sukar dibasmi. Selain itu, kuman yang semidormant,
yaitu yang berada dalam makrofag, baru dapat dibunuh kalau kuman tersebut telah keluar dari makrofag. Dengan pengobatan lama ini, kuman yang tidur tetap
tidak dapat dijangkau Karnadihardja, 2004. Dikenal dua macam paduan terapi regimen anti-TB, yaitu paduan jangka
panjang selama 12-18 bulan dan paduan jangka pendek selama 6-9 bulan. Pengobatan TB diberikan dalam dua fase, yaitu fase intensif selama dua bulan
yang dilanjutkan dengan 4-6 bulan fase lanjutan. Pada fase intensif biasanya digunakan 3-4 macam obat, misalnya isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan
etambutol, sedangkan pada fase lanjutan diberikan lebih sedikit macam obat. Pilihan macam obat dan lamanya pengobatan bergantung pada beratnya penyakit,
hasil pemeriksaan bakteriologi, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Selain itu
Universitas Sumatera Utara
adanya kontraindikasi dan efek samping obat harus jadi pertimbangan Karnadihardja, 2004.
Efek samping penting yang penting diingat adalah kerusakan N. VIII oleh streptomisin, neuritis perifer oleh INH pada defisiensi vitamin B6, gangguan
penglihatan akibat etambutol, dan hepatotoksisitas INH dan rifampisin. Efek toksik terhadap hati ini lebih berat bila kedua obat diberikan bersama-sama
Karnadihardja, 2004. Untuk bentuk yang parah, lebih cenderung untuk menangani dengan empat
obat pada fase intensif awal dan jika diperlukan, total lama pengobatan dapat diperpanjang menjadi 9 bulan. Pasien TB ekstraparu diberikan pengobatan
2H
3
R
3
Z
3
4H
3
R
3
selama 6 bulan. Bagaimanapun, pada bentuk yang parah diberikan 2H
3
R
3
Z
3
E
3
4H
3
R
3
. Pada TB meningeal, pengobatan akan diperpanjang selama 9 bulan dengan tambahan steroid. Walaupun pengobatan memberikan
hasil yang bagus pada kebanyakan bentuk TB ekstraparu, ada beberapa pengecualian, seperti meningitis dan TB spiral yang mana hasil pengobatan
tergantung diagnosis awal. Jika, bagaimana pun, TB ekstraparu bersamaan dengan infeksi HIV, idealnya pengobatan anti-retroviral aktif tinggi HAART Highly
Active Anti-retroviral Treatment harus diberikan juga. Interaksi antara rifampasin dan komponen HAART perlu untuk diketahui dan diingat juga Kant, 2004.
2.2.7.2. Terapi Bedah Pusat radang TB terdiri atas pengejuan yang dikelilingi jaringan fibrosa.
Seperti halnya infeksi lain, adanya jaringan nekrosis akan menghambat penetrasi antibiotik ke daerah radang sehingga pembasmian kuman tidak efektif. Oleh
karena itu, sarang infeksi di berbagai organ, misalnya kaverne di paru dan debris di tulang, harus dibuang. Jadi, tindak bedah menjadi syarat mutlak untuk hasil
baik terapi medis. Selain itu, tindak bedah juga diperlukan untuk mengatasi penyulit, misalnya pada TB paru yang menyebabkan destruksi luas dan empiema,
pada TB usus yang menimbulkan obstruksi atau perforasi, dan osteitis atau artritis tuberkulosa yang menimbulkan cacat Karnadihardja, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.2.8. Pencegahan dan Pengendalian Menurut Brooks, Butel, dan Morse 2007, pencegahan dan pengendalian
TB secara umum adalah sbb: 1.
Pengobatan pasien TB aktif dengan segera dan efektif serta tindak lanjut terhadap kontak mereka melalui uji tuberkulin, foto rontgen sinar X, dan
pengobatan yang sesuai dengan saksama adalah tujuan utama pengendalian TB kesehatan masyarakat. Timbulnya kembali penyakit TB menunjukkan
bahwa metode pengendalian ini belum dilakukan secara adekuat. 2.
Pengobatan obat pada orang asimtomatik yang uji tuberkulinnya positif pada kelompok umur yang paling rentan terhadap timbulnya komplikasi misalnya,
anak-anak dan orang yang uji tuberkulinnnya positif yang harus menerima obat-obatan imunosupresif sangat mengurangi reaktivasi infeksi.
3. Resistansi seorang pejamu: faktor-faktor nonspesifik dapat mengurangi
resistansi pejamu sehingga membantu konversi infeksi asimtomatik menjadi sebuah penyakit. Faktor-faktor tersebut meliputi kelaparan, gastrektomi, dan
supresi imunitas selular dengan obat misalnya, kortikosteroid atau infeksi. Infeksi HIV adalah faktor resiko utama untuk TB.
4. Imunitas: berbagai macam basil tuberkel avirulen, terutama BCG bacille
Calmette-Guérin, organisme attenuated bovin, telah digunakan untuk menginduksi sejumlah tertentu resistansi pada orang yang sangat terpajan
dengan infeksi. Vaksinasi dengan organisme ini, sama dengan infeksi primer dengan basil tuberkel virulen tanpa disertai bahaya di kemudian hari. Vaksin
yang tersedia tidak adekuat menurut banyak sudut pandang teknis dan biologis. Walaupun demikian, BCG diberikan kepada anak-anak pada banyak
negara. Di Amerika Serikat, BCG hanya diberikan pada orang dengan hasil uji tuberkulin negatif yang sangat terpajan anggota keluaraga pasien TB ,
petugas kesehatan. Bukti statistik menunjukkan bahwa terjadi peningkatan resistansi untuk periode tertentu yang muncul setelah vaksinasi BCG.
5. Eradikasi TB pada sapi dan pasteurisasi susu telah sangat mengurangi infeksi
M.bovis.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pengetahuan