Penelitian yang dilakukan oleh Kelly-Garcia J dkk 1997 yang membandingkan antara pleurodesis povidon iodin 14 pasien dengan bleomycin 8 pasien dimana
diperoleh sukses komplit 64,2 9 pasien pada kelompok povidon iodin dan pada kelompok bleomycin diperoleh 87,5 7 pasien. Hal ini menunjukkan bahwa
pleurodesis dengan bleomycin lebih baik daripada povidon iodin. Penelitian tentang keberhasilan yang membandingkan langsung pleurodesis
povidon iodin dengan bleomycin di Indonesia belum ada dilaporkan.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah pleurodesis povidon iodin lebih sukses daripada pleurodesis bleomycin pada pasien dengan efusi pleura ganas?
1.3. Hipotesis
Pleurodesis povidon iodin lebih berhasil daripada pleurodesis bleomycin pada pasien dengan efusi pleura ganas.
1.4. Tujuan
Dari penelitian ini dapat diketahui jenis pleurodesis yang lebih sukses pada penderita efusi pleura ganas untuk meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas sehari-hari.
1.5. Manfaat
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam bidang kedokteran dalam tata laksana pasien efusi pleura ganas
Universitas Sumatera Utara
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Efusi Pleura Ganas
Efusi pleura ganas adalah masalah klinis yang sering terjadi pada kasus kanker. Antony VB; 2001 Efusi pleura ganas didefinisikan sebagai efusi yang terjadi
berhubungan dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura. Kenyataannya sel ganas tidak
dapat ditemukan pada sekitar 25 kasus efusi pleura yang berhubungan dengan penyakit keganasan, sehingga jika hanya menggunakan definisi di atas dapat terjadi
kekeliruan pada kasus dengan sitologi histologi negatif. Pada kasus efusi pleura bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan atau hasil biopsi pleura tetapi ditemukan kanker
primer di paru atau organ lain, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia PDPI memasukkannya sebagai efusi
pleura ganas. Pada beberapa kasus, diagnosis efusi pleura ganas didasarkan pada sifat keganasan secara klinis, yaitu cairan eksudat yang serohemoragik hemoragik, berulang,
masif, tidak respons terhadap antiinfeksi atau sangat produktif meskipun telah dilakukan torakosentesis untuk mengurangi volume cairan intrapleura. Syahruddin E dkk; 2009
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mendefinisikan efusi pleura ganas yaitu : Subagyo; 1998
a. Efusi pleura yang terbukti ganas secara sitologi cairan pleura atau histologi
biopsi pleura b.
Efusi pleura pada pasien dengan riwayat atau bukti yang jelas terdapat keganasan organ intratoraks maupun ekstratoraks
Universitas Sumatera Utara
c. Efusi pleura yang sifat keganasannya hanya dapat dibuktikan secara klinis,
yaitu hemoragis, masif, berulang dan tidak responsif terhadap pengobatan antiinfeksi
Efusi pleura ganas merupakan masalah klinis di dunia, dimana diestimasi ada sekitar 200.000 pasien di Amerika Serikat yang mengalami efusi pleura ganas.
Meskipun belum ada penelitian epidemiologi untuk efusi pleura ganas tetapi insidensinya dapat diestimasi berdasarkan data-data yang ada yaitu sekitar 15 dari
seluruh penyakit keganasan. Efusi pleura ganas dapat disebabkan oleh hampir semua jenis keganasan, hampir sepertiga kasus efusi pleura ganas disebabkan oleh kanker paru.
Syahruddin E dkk; 2009 Efusi pleura ganas sering ditemukan pada kanker paru jenis adenosarkoma 40, sel skuamosa 23 dan karsinoma sel kecil 17,6. Subagyo
dkk; 1998 Penelitian di Rumah Sakit Persahabatan pada bulan Juli 1994
– Juli 1997, didapatkan kasus efusi pleura ganas sebanyak 120 dari 229 kasus efusi pleura 52,4.
Mangunnegoro H; 1998
2.1.1. Patofisiologi
Rongga pleura dalam keadaan normal mengandung cairan dengan kadar protein rendah 1,5gdl yang dibentuk oleh pleura viseral dan parietal. Cairan kemudian
diserap oleh pleura parietal melalui pembuluh limfe dan pleura viseral melalui pembuluh darah mikro. De Camp MM dkk; 1997 Light, Broaddus; 2000 Produksinya sekitar 0,01
mlkgBBjam hampir sama dengan kecepatan penyerapan dan dalam rongga pleura volume cairan pleura lebih kurang 10
– 20 ml. Light; 2000 Mekanisme ini mengikuti
Universitas Sumatera Utara
hukum Starling yaitu jumlah pembentukan dan pengeluaran seimbang sehingga volume dalam rongga pleura tetap. Cairan pleura berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat
bergerak dengan leluasa saat bernapas. De Camp MM dkk; 1997, Light, Broaddus; 2000, Light; 2000
Patofisiologi efusi pleura ganas belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme efusi pleura ganas itu. Akumulasi efusi di
rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan atau
viseral. Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau tumor primer
pleura mesotelioma. Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe pada pleura parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi cairan di rongga
pleura. Teori lain menyebutkan terjadi peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor-
α TNF-α, tumor growth factor-
β TGF-β dan vascular endothelial growth factor VEGF. Penulis lain mengaitkan efusi pleura ganas dengan gangguan metabolisme, menyebabkan
hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura. Syahruddin E dkk; 2009
2.1.2. Epidemiologi
Efusi pleura ganas terjadi paling banyak disebabkan oleh metastase tumor di pleura yang berasal dari kanker paru dan kanker payudara sekitar 50
– 65. Kanker lain adalah limfoma, kanker yang berasal dari sistem gastrointestinal dan genitourinaria
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 25 sedangkan 7 - 15 tidak diketahui asalnya. Antunes, Neville; 2000 Olopade dan Ultmann di klinik Mayo Chicago juga mendapatkan hal yang sama tabel
1 Olopade, Ultmann; 1991 Tabel 2.1.2. Jenis Keganasan yang sering disertai efusi pleura ganas
Jenis Keganasan Insidens
Kanker paru 35
Kanker payudara 23
Adenokarsinoma primer tidak diketahui 12
LeukimiaLimfoma 10
Traktus reproduksi 6
Traktus gastrointestinal 5
Traktus genitourinari 3
Primer tidak diketahui 3
Lain – lain
5
2.1.3. Diagnosa
Diagnosis efusi pleura ganas dengan mudah dan cepat dapat ditegakkan hanya dengan prosedur diagnosa dan alat bantu diagnostik yang sederhana, misalnya
berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, foto toraks dan torakosentesis saja. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam alur diagnosa dan penatalaksanaannya
menuliskan langkah awal yang paling penting untuk diagnosis efusi pleura ganas adalah memastikan apakah cairan bersifat eksudat danatau menemukan tumor primer di paru
atau organ lain. Selain itu disingkirkan juga penyebab lain misalnya pleuritis akibat infeksi bakteri atau penyakit nonkeganasan lain. Syahrudin E dkk, 2001
Kebanyakan kasus efusi pleura ganas simptomatis meskipun sekitar 15 datang tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500ml. Sesak napas
adalah gejala tersering pada kasus efusi pleura ganas terutama jika volume cairan sangat
Universitas Sumatera Utara
banyak. Sesak napas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan keteregangan compliance paru, penurunan volume paru ipsilateral,
pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral. Estenne dkk menyimpulkan bahwa meskipun terjadi perubahan fungsi paru pada
penderita efusi pleura ganas misalnya perubahan volume ekspirasi paksa detik pertama VEP1 tetapi perubahan itu saja belum memadai untuk dapat menjelaskan mekanisme
sesak. Mereka membuat hipotesis lain yaitu sesak napas terjadi karena berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi toraks oleh cairan. Gejala
lain adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal terutama pada mesotelioma, batuk, batuk darah pada karsinoma bronkogenik, anoreksia dan berat
badan turun. Syahruddin E dkk; 2009 Kelainan jasmani pada pemeriksaan jasmani timbul pada efusi pleura yang
mencapai volume 300 ml. Kelainan tersebut meliputi penurunan suara nafas yang ditandai dengan perkusi redup, penurunan fremitus raba, pleural friction rub dan
pergeseran batas mediastinum kearah kontralateral efusi. Rubins J, Colice G; 2001 Foto toraks posteroanterior PA dibutuhkan untuk menyokong dugaan efusi
pleura pada pemeriksaan fisik dan jika volume cairan tidak terlalu banyak dibutuhkan foto toraks lateral untuk menentukan lokasi cairan secara lebih tepat. USG toraks sangat
membantu untuk memastikan cairan dan sekaligus memberikan penanda marker lokasi untuk torakosintesis dan biopsi pleura. Pada efusi pleura ganas dengan volume cairan
sedikit dan tidak terlihat pada foto toraks dapat dideteksi dengan CT-scan toraks. Magnetic resonance imaging MRI tidak terlalu dibutuhkan kecuali untuk evaluasi
keterlibatan dinding dada atau ekstensi transdiafragmatic pada kasus mesotelioma dan
Universitas Sumatera Utara
prediksi untuk pembedahan. Diagnosa pasti efusi pleura ganas adalah dengan penemuan sel ganas pada cairan pleura sitologi atau jaringan pleura histologi patologi. Jika
dengan pencitraan tidak ditemukan tumor primer intratoraks maka perlu dilakukan bronkoskopi untuk melihat tanda keganasan mukosa infiltratif atau tumor primer pada
lumen bronkus atau penekanan dinding bronkus oleh massa sentral di rongga toraks. Syahruddin E dkk; 2009
2.1.4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan efusi pleura ganas harus segera dilakukan sebagai terapi paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama penatalaksanaan segera ini adalah
untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Syahruddin E dkk; 2009
Menurut Perhimpuan Dokter Paru Indonesia, efusi pleura ganas dengan cairan masif yang menimbulkan gejala klinis sehingga mengganggu
kualitas hidup penderita maka dapat dilakukan torakosintesis berulang atau jika perlu dengan pemasangan water sealed drainage WSD. Pada kasus-kasus tertentu harus
dilakukan pleurodesis yaitu dengan memasukkan bahan tertentu ke rongga pleura. Intervensi bedah dilakukan jika semua usaha telah dilakukan dan gagal. Syahruddin E
dkk; 2009
2.2. Pleurodesis
Pleurodesis adalah penyatuan pleura viseralis dan parietalis baik secara kimiawi, mineral ataupun mekanik, secara permanen untuk mencegah akumulasi cairan maupun
udara dalam rongga pleura. Amin Z, Masna IAK; 2007, Rodriguez – Panadero, Antony;
Universitas Sumatera Utara
1997, Venugopal; 2007 Pleurodesis merupakan terapi simptomatis jangka panjang serta diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup dan aktivitas kehidupan sehari-hari,
sehingga pleurodesis dapat dilakukan untuk terapi paliatif penderita efusi pleura ganas. .Amin Z, Masna IAK; 2007, Das dkk; 2008, Dikensoy, Light; 2005, Rodriguez -
Panadero F and Antony VB; 1997 Secara umum, tujuan dilakukannya pleurodesis adalah untuk mencegah
berulangnya efusi pleura terutama bila terjadi dengan cepat, torakosintesis, atau pemasangan selang dada berikutnya serta menghindari morbiditas yang berkaitan
dengan efusi pleura atau pneumotoraks berulang trapped lung, atelektasis, pneumonia, insuffisiensi respirasi, tension pneumothorax. Amin Z, Masna IAK; 2007
Pemilihan teknik yang tepat, agen sklerosis, kriteria pemilihan pasien merupakan hal yang sering diperdebatkan serta menentukan keberhasilan tindakan
pleurodesis. Amin Z, Masna IAK; 2007
2.2.1 Teknik Pleurodesis
Teknik pleurodesis diklasifikasikan menjadi 2 aspek , yaitu : Amin Z, Masna IAK; 2007, Rodriguez - Panadero F ,Antony; 1997
1. Aspek Mekanis
Untuk menghasilkan perlekatan antara lapisan pleura parietal dengan pleura viseralis diperlukan evakuasi udara dan cairan secara sempurna. Obstruksi oleh
bekuan dapat dicegah dengan penggunaan selang dada. Penggunaan selang dada yang dipasang sebelum tindakan dilakukan, serta meninggalkannya beberapa
waktu untuk monitoring paska tindakan dapat meningkatkan keberhasilan.
Universitas Sumatera Utara
2. Aspek Biologis
Agar terjadi perlekatan yang sempurna, permukaan pleura harus teriritasi baik secara mekanik maupun dengan pemberian agen sklerosis. Selain itu, telah
berkembang konsep baru yaitu peran fungsional respon mesothelium terhadap stimulus sklerosis.
2.2.2 Agen Sklerosis
Agen sklerosis ideal yang dapat digunakan untuk pleurodesis harus efektif, murah, aman dan mudah diperoleh. Olivares-Torres dkk; 2002 Namun tidak ada agen
yang ideal, semuanya berbeda tingkat keberhasilan dan efek samping yang timbul. Dikensoy, Light; 2005 Ada lebih dari 30 jenis agen sklerosis yang digunakan untuk
prosedur pleurodesis, diantaranya adalah povidon iodin dan bleomycin. Amin Z, Masna IAK; 2007
1. Povidon Iodin
Povidon iodin merupakan antiseptik topikal. Povidon iodin merupakan bahan yang efektif, murah, aman dan mudah diperoleh. Das dkk; 2008 Dikensoy, Light; 2005,
Olivares-Torres dkk; 2002, Syahruddin dkk; 2009 Povidon iodin diabsobsi dengan baik pada permukaan mukosa yang mungkin berperan sampai 10
4
meningkatnya konsentrasi serum iodin dibandingkan nilai normal. Povidon iodin mungkin
diabsorbsi oleh kelenjar tiroid dan mungkin muncul pada saliva, keringat dan susu. Povidon iodin mengalami paling sedikit metabolisme dan dieksresikan melalui
urine. Meknisme.dengan menggunakan povidon iodin dimana aktivitas pleurodesis
Universitas Sumatera Utara
tidak diketahui. Ini mungkin berhubungan dengan rendahnya pH cairan sklerosing pH 2,97. Dikensoy,Light; 2005, Olivares-Torres dkk; 2002
2. Bleomycin
Agen lain yang sering direkomendasikan untuk pleurodesis adalah bleomycin. Bleomycin adalah antibiotik-antineoplastik dari streptomyces verticillus yang
mengikat DNA menimbulkan kerusakan, hingga menghambat sintesa DNA. Bleomycin digunakan secara luas karena ini merupakan bahan sklerosis untuk
pleurodesis, dan sukses dalam mengontrol efusi pleura ganas pada beberapa percobaan yang telah dipublikasikan. Ini dihubungkan dengan reaksi toksik yang
minimal. Walker-Renard dkk; 1994 Dosis yang direkomendasikan 60 IU bleomycin dicampur dengan 50-100 ml saline steril. Antunes dkk; 2003, Walker-
Renard; 1994 Bleomycin relatif lebih mahal dibandingkan dengan agen sklerosis lain.
Rodriguez-Panadero; 2004, Venugopal; 2007 Mekanisme aksi bleomycin terutama sebagai sklerosis kimia sama dengan talc dan tetrasiklin. Meskipun 45
pemberian bleomycin diabsorbsi secara sistemik, ini ditunjukkan dengan menyebabkan minimal atau tidak ada myelosupresi. Bleomycin merupakan agen
sklerosis yang efektif dengan angka kesuksesan setelah pemberian antara 58-85 dengan rata-rata 61. Efek samping yang terjadi adalah demam, sakit dada, dan
mual. Antunes dkk; 2003
2.2.3 Definisi Sukses atau Gagalnya pleurodesis pada Efusi Pleura Ganas
Rendahnya pH cairan pleura nilai pada atau dibawah pH 7,28 merupakan tanda terjadinya peningkatan aktivitas metabolik dari kumpulan tumor pleura, yang
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan peningkatan bagian terbesar tumor, rendahnya pH cairan pleura diperediksi pleurodesis gagal pada efusi pleura ganas. Venugopal; 2007
Baru-baru ini, Joint Task Force dari American Thoracic Society and European Respiratory Society membuat suatu penyataan tentang konsensus pengelolaan efusi
pleura ganas. Menurut pernyataan ini defenisi ini diusulkan : Rodriguez-Panadero; 2004, Venugopal;
2007 a.
Sukses Pleurodesis : -
Sukses komplit : Membaiknya gejala jangka panjang berhubungan dengan efusi tersebut, dimana tidak adanya cairan terakumulasi kembali terlihat dari
foto toraks sampai pasien mati. -
Sukses partial : Berkurangnya sesak nafas berhubungan dengan efusi tersebut, dimana cairan terakumulasi kembali kurang dari 50 terlihat
secara foto toraks dan tidak lagi diperlukan tindakan torakosintesis pada pasien selama hidup.
b. Gagal Pleurodesis : Tidak berhasil pleurodesis, tidak seperti yang didefinisikan diatas.
2.2.4 Pertimbangan sebelum dilakukan pleurodesis Amin Z, Masna IAK; 2007
1. Apakah gejala terutama sesak nafas berhubungan langsung dengan efusi
pleura? Jika sesak nafas tidak disebabkan oleh efusi pleura melainkan karena
gangguan pada parenkim atau jaringan ekstratoraks maka pleurodesis tidak
Universitas Sumatera Utara
akan mengurangi gejala sesak nafas. Pasien yang mengalami perbaikan gejala paska torakosintesis menunjukkan keterkaitan efusi pleura dengan
sesak nafas. 2.
Apakah efusi pleura berulang? Rekurensi efusi pleura biasanya terjadi pada keganasan, baik segera maupun
tidak. Hal tersebut menyebabkan sebagian ahli menyarankan untuk melakukan pleurodesis sebelum terjadi rekurensi. Selain itu, tingkat
keberhasilan pleurodesis pada kanker stadium lanjut relatif lebih rendah daripada yang dilakukan pada kanker stadium awal.
3. Apakah paru dapat mengembang dengan baik?
Hal ini merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pleurodesis. Gangguan pengembangan paru mungkin disebabkan sumbatan bronkus atau
trapped lung akibat massa tumor pada pleura. 4.
Bagaimana harapan hidup pasien? Pleurodesis merupakan tindakan yang invasif sehingga tidak dianjurkan
untuk pasien dengan harapan hidup yang singkat. Parameter klinis seperti indeks Karnofsky dapat membantu pengambilan keputusan. Selain itu,
berdasarkan penelitian, pemeriksaan pH dan kadar gula pada cairan pleura juga dapat membantu pengambilan keputusan. Kadar pH 7,20 dan kadar
gula 60 mgdl telah dihubungkan dengan harapan hidup yang singkat rerata harapan hidup hanya 1,9 bulan. Pada kasus tersebut, torakosintesis
berulang dapat menjadi tindakan alternatif.
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Kontra Indikasi Pleurodesis Amin Z, Masna IAK; 2007
Tidak ada kontraindikasi absolut untuk pleurodesis. Meskipun demikian, perlu dipertimbangkan kemungkinan tingkat keberhasilan prosedur pada pasien serta risiko
dilakukannya prosedur agar pasien mendapat manfaat optimal dari tindakan yang dilakukan. Beberapa keadaan yang dapat dianggap sebagai kontraindikasi relatif
pleurodesis meliputi : 1.
Pasien dengan perkiraan kesintasan 3 bulan 2.
Tidak ada gejala yang ditimbulkan oleh efusi pleura 3.
Pasien tertentu yang masih mungkin membaik dengan terapi sistemik kanker mammae, dll
4. Pasien yang menolak dirawat di rumah sakit atau keberatan terhadap rasa tidak
nyaman di dada karena selang torakostomi 5.
Pasien dengan re-ekspansi paru yang tidak sempurna setelah pengeluaran semua cairan pleura trapped lung
2.2.6 Komplikasi yang mungkin timbul setelah pleurodesis Amin Z, Masna
IAK; 2009 1.
Nyeri 2.
Takikardia, takipnea, pneumonitis, atau gagal napas, edema paru reekspansi. Umumnya keadaan ini bersifat reversibel.
3. Demam. Biasanya berkaitan dengan pleuritis, hilang dalam 48 jam
4. Ekspansi paru inkomplit dan partially trapped lung
5. Reaksi terhadap obat
Universitas Sumatera Utara
6. Syok neurogenik
2.2.7. Kerangka Konsep
KEGANASAN
EFUSI PLEURA PEMASANGAN
SELANG DADA PLEURODESIS
POVIDON IODIN BLEOMYCIN
Universitas Sumatera Utara
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah penelitian eksperimental yang membandingkan 2 perlakuan antara povidon iodin dan bleomycin pada sampel tidak bebas, pada pasien
efusi pleura ganas
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilakukan selama 9 bulan dari mulai bulan Januari -
September 2011.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah pasien yang menderita efusi pleura ganas. Populasi terjangkau adalah pasien yang datang ke Departemen Bedah Rumah Sakit Umum Pusat
H. Adam Malik Medan yang mengalami efusi pleura ganas. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria.
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung menurut perangkat lunak komputer karya Prof. Iskandar Z. Lubis. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang membandingkan proporsi
sampel tidak bebas dengan menetapkan tingkat keakuratan α error 0,05 dan kekuatan studi β error 0,2. Proporsi keberhasilan dengan povidon iodin 90 dan bleomycin
Universitas Sumatera Utara
55 sehingga perbedaan proporsi yang dianggap bermakna adalah 35 90 - 55, maka jumlah sampel tiap-tiap kelompok adalah 12 orang pasien. Bila dianggap
besar drop out 10 maka jumlah sampel untuk tiap kelompok 14 orang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi