14
2. Immobilisasi
2.1. Defenisi Immobilisasi
Immobilisasi gangguan mobilisasi fisik didefenisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association NANDA sebagai suatu keadaan ketika individu
mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik Kim et al, 1995. . Imobilisasi juga merupakan ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai
penyakit atau impairment gangguan pada alat atau organ tubuh yang bersifat fisik atau mental. Imobilisasi juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak atau tirah
baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis
Bariah, 2010.
2.2. Jenis Immobilisasi
Setiati 2014, mengemukakan bahwa jenis immobilisasi terdiri dari: a Immobilisasi Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak
dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan. b Immobilisasi Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
c Immobilisasi Emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Contohnya keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang
Universitas Sumatera Utara
15
mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
d Immobilisasi Sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.
2.3. Dampak Immobilisasi
Potter Perry 2005, mengatakan ada pengaruh fisiologis yang ditimbulkan oleh keadaan immobilisasi yaitu apabila ada perubahan immobilisasi maka setiap sistem tubuh
akan beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat immobilisasi
yang dialami. Ada tujuh perubahan yang terjadi seperti perubahan pada metabolisme
tubuh, perubahan sistem respiratori, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem
musculoskeletal, perubahan integumen, perubahan eliminasi BAB BAK dan perubahan perilaku.
1. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilisasi dapat menggangu metabolisme secara normal, mengingat imobiliasai dapat menyebabkan turunya kecepatan metabolisme dalam
tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada turunya basal metabolisme rate BMR yang menyebabkan kurangnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga
dapat mempengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imbolisasi dapat meningkatkan anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan
ini dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilisasi juga menyebabkan penurunan eksresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal tersebut
dapat di temukan pada pasien yang mengalami imobilisasi hari kelima dan
Universitas Sumatera Utara
16
keenam, beberapa dampak perubahan metabolisme, dianataranya adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjar, dan katabolisme protein,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, determinasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.
2. Perubahan Sistem Respiratori
Klien pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan
pneumonia hipostatik. Pada atelektasis, bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya sekresi dan kolaps alveolus distal dan karena udara yang diabsorbsi, sehingga
menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa bronkiolus kecil dapat terkena. Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup. Pneumonia
hipostatis adalah peradangan paru-paru akibat statisnya sekresi. Atelektasis dan pneumonia hipostatis, keduanya sama-sama menurunkan oksgenasi, memperlama
penyembuhan, dan menambah ketidaknyamanan klien Long et al, 1993. 3.
Perubahan Sistem Kardiovaskuler Perubahan sistem kardiovaskuler akibat imolibilisasi anatara lain dapat
berupa hipotensi ortostastik, meningkatnya beban kerja jantung dan terjadinya pembentukan thrombus, terjadinya hipotensi orstatik dapat disebabkan oleh
menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap lama, refleks neurovascular akan menurun dan menyebabkan vasokontriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah kesistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya beban kerja jantung dapat disebabkan karena
imobilisasi dengan posisi horizontal, dalam keadaan normal, darah yang
Universitas Sumatera Utara
17
terkumpul pada ekstermitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkat kerjanya. Terjadi
thrombus juga disebabkan oleh meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muskular sehingga meningkatnya arus balik vena.
4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Pengaruh imobilisasi pada sistem musculoskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui
kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal
adalah gangguan metabolism kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. Pengaruh yang terjadi dalam sistem musculoskeletal sebagai dampak
imobilisasi adalah sebagai berikut: i
Pengaruh Otot Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan massa tubuh, yang
membentuk sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa
otot menurun akibat metabolisme dan tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih, maka akan terjadi penurunan massa yang
berkelanjutan Kasper et al, 1993 ii
Pengaruh Skelet Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet yaitu gangguan
metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Karena imobilisasi berakibat
Universitas Sumatera Utara
18
pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat, dan terjadi osteoporosis Holm, 1989.
iii Kontraktur Sendi
Kontraktur sendi adalah kondisi abnormal dan biasa permanen yang ditandai oleh sendi fleksi dan terfiksasi. Hal disebabkan tidak
digunakannya, atrofi, dan pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rentang gerak dengan penuh
Lahmkuhl et al, 1990. 5.
Perubahan Sistem Integumen Perubahan sistem integument yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit
karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadi iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka dekubitus sebagai tekanan kulit
yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan. Dekubitus adalah salah satu penyakit intogenik paling umum dalam dalam perawatan kesehatan dimana
berpengaruh terhadap populasi klien khusus lansia yang imobilisasi. 6.
Perubahan Eliminasi Urine Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak
lurus, urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Ginjal yang membentuk urine harus masuk
kedalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi. Pelvis ginjal menjadi terisi
sebelum urine masuk kedalam ureter. Kondisi ini disebut statis urine dan
Universitas Sumatera Utara
19
meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal Potter Perry, 2005.
7. Perubahan Perilaku
Mobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Bagaimanapun
juga lansia lebih rentan terhadap perubahan-perubahan tersebut, sehingga perawat harus mengobservasi lebih dini. Perubahan emosional paling umum adalah
depresi, perubahan perilaku, perubahan siklus tidur-bangun, dan gangguan koping
3. Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal