27
iv. Derajat kristalinitas Hahn et al., 1995
Pengukuran derajat kristalinitas dilakukan dengan metode pendekatan. Metode ini didasarkan pada perubahan entalpi yang
terjadi pada saat tercapainya suhu pelelehan yang terukur pada saat pengukuran suhu pelelahan dengan DSC. PHA dengan derajat
kristalinitas 100 akan mempunyai perubahan entalpi sebesar 146 Jg. Dengan melakukan perbandingan perubahan entalpi sampel uji
dan PHA dengan kristalinitas 100 maka akan dapat diketahui derajat kristalinitas sampel uji.
c. Analisa Data
Analisa data yang digunakan adalah statistika deskriptif. Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan
pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Bioproses Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor dan
laboratorium di lingkungan Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Karakterisasi PHA
dilakukan di Sentra Teknologi Polimer Kawasan Puspitek Serpong dan Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas
Indonesia. Penelitian berlangsung selama delapan bulan yaitu mulai bulan Januari sampai Agustus 2006.
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Bahan Baku
Persiapan bahan baku merupakan tahap pertama dari penelitian ini. Pada tahap ini dilakukan produksi PHA hingga cukup digunakan untuk masuk
pada tahap penelitian utama, yaitu tahap pembuatan bioplastik. Tahap persiapan bahan baku terdiri dari proses pembuatan hidrolisat pati sagu,
kultivasi dan proses hilir PHA.
1. Pembuatan hidrolisat pati sagu
Sirup glukosa adalah cairan jernih dan kental dengan komponen utama glukosa dan diperoleh dari proses hidrolisis pati dengan cara kimia
atau enzimatis SNI 01-2978-1992. Sirup glukosa yang dibuat pada penelitian ini berasal dari pati sagu yang dihidrolisis secara enzimatis.
Hidrolisat pati sagu sirup glukosa tersebut digunakan sebagai sumber karbon pada kultivasi PHA.
Pemilihan pati sagu sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa adalah untuk menurunkan biaya produksi PHA. Menurut Lefebvre et al.
1997, salah satu strategi penurunan biaya produksi PHA adalah melalui penggunaan substrat yang murah. Produksi sagu di Indonesia cukup besar
namun pemanfaatannya masih relatif rendah. Menurut Abner dan Miftahorrahman 2002, Indonesia merupakan pemilik areal sagu terbesar
di dunia, yaitu 1,128 juta ha atau 51,3 dari 2,201 juta ha areal sagu dunia. Produktivitas pati sagu kering mencapai 25 tonhatahun namun
pemanfaatannya hanya 10 dari potensi yang ada. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan Į-glikosidik
sehingga harus dihidrolisis menjadi molekul yang lebih sederhana glukosa agar dapat digunakan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan
bakteri. Proses hidrolisis pati sagu menjadi sirup glukosa dilakukan secara enzimatis. Selain itu pembuatan sirup glukosa juga dapat dilakukan
dengan menggunakan asam. Namun metode hidrolisis dengan asam akan