Estimasi curah hujan harian berdasarkan data satelit TRMM Pembuatan peta rawan bencana kebakaran hutan dengan KBDI

3.3. Analisis Data

3.3.1. Koefisien korelasi r antara data curah hujan TRMM dengan data hujan harian dari stasiun penakar hujan Koefisien korelasi r dari sebuah model regressi akan digunakan untuk melihat hubungan antara curah hujan harian data observasi OBS dengan curah hujan harian dari satelit TRMM. Apabila nilai koefisien korelasi r memiliki nilai di atas 0.50 maka dapat dikatakan bahwa kedua data tersebut memiliki korelasi yang tinggi dan memiliki kesesuaian pola.

3.3.2. Estimasi curah hujan harian berdasarkan data satelit TRMM

Estimasi curah hujan TRMM memiliki pola umum yang berubah-ubah untuk wilayah tertentu As-Syakur et al., 2011. Ketidakstabilan pola estimasi TRMM tentunya dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan keadaan atmosfer kondisi awan saat estimasi dilakukan oleh satelit TRMM. Ada kalanya satelit TRMM memiliki nilai estimasi yang cenderung di bawah curah hujan OBS under estimate As-Syakur et al., 2011. Namun, ada kalanya juga nilai estimasi TRMM lebih besar dari data curah hujan OBS over estimate. Dalam penelitian ini, persamaan Regresi Linear dari sebuah variabel bebas TRMM akan digunakan untuk mengestimasi besarnya variable tak bebas OBS Almazroui, 2011. Persamaan umum Regresi Linear memiliki bentuk y = c + mx, dimana m dan c mewakili slope dan konstanta. Untuk Universitas Sumatera Utara estimasi curah hujan dari TRMM berdasarkan persamaan regresi adalah sebagai berikut : ...................................persamaan 3 Dimana : RF estimasi : Curah hujanhasil estimasi m RF : Slope C RF : Konstanta RF TRMM : Curah hujan harian berdasarkan TRMM mm Adapun ketiga belas titik-titik yang akan diestimasi curah hujannya adalah sebagai berikut : Tabel 3.3 Koordinat Titik Stasiun Tambahan Wilayah Stasiun Tambahan Lat Long Elevasi Stasiun Utama Pantai Timur Mayang 3.08 99.40 61 Tuntungan Sipaku 2.85 99.77 5 Polonia Gunting Saga 2.33 99.72 58 Tuntungan Ujung Bandar 2.07 99.85 21 Polonia Pegunungan Kuta Gadung 3.17 98.51 1358 Parapat Gur-gur Balige 2.31 99.02 1240 Parapat Mompang 0.92 99.53 219 Parapat Arse 1.68 99.32 901 Parapat Pantai Barat Manduamas PB1 2.13 98.31 33 Gunung Sitoli Natal PB2 1.03 99.01 122 Gunung Sitoli Idanowo Nias 1 0.98 97.86 23 Gunung SItoli Alasa Nias 2 1.13 97.36 50 Gunung Sitoli Amandraya Nias 3 0.68 97.71 44 Gunung Sitoli Universitas Sumatera Utara

3.3.3. Pembuatan peta rawan bencana kebakaran hutan dengan KBDI

Peta rawan bencana kebakaran hutan dibuat berdasarkan data KBDI. Menurut Keetch dan Byram 1968 dalam Affan 2002, formulasi yang digunakan untuk menghitung nilai KBDI, sebagai berikut : ......................persamaan4 Dimana : = Indeks kekeringan hari ini = Indeks kekeringan kemarin Chnet = Curah hujan bersih = Faktor kekeringan hari ini Tm = Suhu maksimum hari ini RC = Rata-rata Suhu Curah Hujan Selanjutnya nilai KBDI setiap bulannya akan diplot dan diinterpolasi dengan software Arc GIS. Dalam perhitungan KBDI titik yang digunakan dalam perhitungan adalah dengan menggunakan 13 stasiun tambahan yang telah ditentukan. Data KBDI dari bulan yang sama dalam periode selama 4 tahun akan digabungkan Universitas Sumatera Utara sehingga akan didapatkan 12 peta kerawanan kebakaran hutan yaitu Januari s.d. Desember untuk 3 tahun data.

3.3.4. Validasi peta rawan bencana dengan menggunakan data hotspot