tua dan anggota keluarga lainnya yang merupakan significant other bagi anak, dan orang tualah yang menjadi role model bagi seorang anak dalam membentuk
perilakunya, sehingga apabila orang tua atau significant other bekerja di jalanan maka secara otomatis anak akan mencontoh hal tersebut dari orang tua atau
significant other . Akan tetapi, agen sosialisasi berubah bagi anak jalanan beranjak
masa remaja, dimana sosialisasi yang dilakukan oleh peer group menjadi sangat bahkan lebih penting.
Pada keadaan anak jalanan, salah satu permasalahan yang dihadapi mereka adalah telah bergesernya fungsi keluarga, salah satu contohnya fungsi ayah
sebagai pencari nafkah yang digantikan oleh anak-anak mereka. Menurut Purwaningsih 2003, orang tua sangat mempengaruhi keputusan anak dalam
rangka mencari nafkah. Dukungan ini dapat berupa langsung maupun tidak langsung. Dukungan ini ditunjukkan dengan perilaku orang tua yang meminta
uang ’setoran’ pada anak jalanan. Keadaan sosial ekonomi keluarga yang serba kekurangan mendorong anak jalanan untuk mencari penghasilan lebih. Keadaan
sosial ekonomi keluarga dapat dilihat salah satunya melalui pekerjaan orang tua.
2.1.3 Kekerasan pada Anak Jalanan
Kekerasan dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai sifat atau hal yang keras, paksaan. Dinas Sosial Jawa Barat dalam Marliana, 2006
mendefinisikan anak yang menjadi korban kekerasan atau diperlakukan salah yaitu anak yang berusia 5-18 tahun, anak yang terancam secara fisik maupun non
fisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam
lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
Ciri-ciri anak yang menjadi korban kekerasan menurut Dinas Sosial Jawa Barat dalam Marliana, 2006 adalah:
1. Anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, berusia 5-18 tahun.
2. Sering mendapat perlakuan kasar, kejam, dan tindakan yang berakibat
menderita secara psikologis. 3.
Pernah dianiaya atau diperkosa. 4.
Dipaksa bekerja, tidak atas kemauannya. Tabel 1. Frekuensi Tingkat Kekerasan yang Sering Dialami oleh Anak Jalanan di
Kota Bogor, Jawa Barat.
No. Jenis Kekerasan
Frekuensi n Persentase 1.
Dikeroyok teman karena melanggar wilayah kerja
5 12,5
2. Dijewer orang tua karena tidak bekerja
10 25
3. Ditendang teman
9 22,5
4. Dipalak teman
2 5
5. Dipukul orang tua karena tidak memberi
uang 5
12,5 6.
Digebukin teman karena melanggar wilayah kerja
7 17,5
7. Dihajar teman
3 7,5
8. Dihajar preman karena tidak membayar
uang keamanan 5
12,5 9.
Pelecehan seksual 10.
Dimarahi orang tua karena bekerja 5
12,5 11.
Diejek teman 10
25 12.
Dicemooh teman 1
2,5 13.
Dimarahi teman karena melewati batas wilaya kerja
2 5
14. Dipaksa oleh teman untuk menurutinya
7 17,5
15. Diancam orang tua untuk bekerja
3 7,5
16. Dipaksa orang tua untuk bekerja
12 30
17. Diancam teman agar mau memberinya
uang 1
2,5 Sumber : Data Penelitian Marliana 2006.
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa bentuk kekerasan yang sering dialami oleh anak jalanan menurut hasil survey yaitu dipaksa orang tua untuk
bekerja. Dari 40 anak jalanan terdapat 12 anak 30 yang sering dipaksa oleh orang tuanya untuk bekerja. Bentuk kekerasan lain yang sering dialami oleh anak
jalanan adalah dijewer orang tua karena tidak bekerja dan diejek oleh teman seprofesi.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Marliana 2006, kekerasan yang dialami oleh anak jalanan biasanya dilakukan oleh orang dewasa yang berkuasa
atas mereka, seperti orang tua, preman maupun anak jalanan yang lebih tua dari mereka. Keterbatasan ekonomi keluarga menjadi faktor yang menyebabkan orang
tua memaksa anaknya untuk bekerja di jalan. Kekerasan yang dilakukan oleh preman terhadap anak jalanan dilakukan agar anak jalanan lebih menuruti
perkataan mereka, sehingga preman dapat terus berkuasa. Kekerasan yang dilakukan oleh anak jalanan yang lebih tua dilakukan untuk memanfaatkan dan
menunjukkan kekuasaan mereka agar lebih dihormati oleh anak jalanan yang lebih muda.
Hartini dkk 2001 menyatakan bentuk-bentuk tindakan kekerasan yang dialami anak jalanan ke dalam empat jenis yaitu:
1. Kekerasan ekonomi
Kekerasan ekonomi
cenderung dilakukan oleh anak jalanan laki-laki yang lebih besartua usianya dan atau oleh aparat keamanan. Bahkan secara tidak
langsung kekerasan ekonomi juga dilakukan oleh orang tua mereka. Kekerasan ekonomi yang dilakukan oleh orang tua mereka sendiri dapat
berupa pemaksaan terhadap anak-anaknya yang masih dibawah umur untuk ikut
serta memberi sumbangan secara ekonomi bagi keluarganya. Kekerasan orang tua biasanya dilakukan dengan memarahi anak mereka jika beristirahat atau harus
cepat-cepat berlari mendekati mobil bila lampu merah menyala agar mendapat uang yang lebih banyak.
Kekerasan ekonomi juga dilakukan oleh aparat yang sering melakukan cakupan pada anak jalanan. Menurut anak jalanan, cakupan dilakukan oleh
petugas keamanan seperti Polisi Kotamadya maksud satpol PP dan Hansip. Penangkapan yang dilakukan oleh petugas sebagai wujud upaya pemerintah kota
untuk menjaga ketertiban dan salah satu solusi yang dapat memecahkan permasalahan di kota besar, sebaliknya justru dianggap sebagai tindak kekerasan
ekonomi dan psikis bagi anak jalanan karena jika mereka sampai tertangkap, anak jalanan akan dimintai uang. Jika tidak diberi uang, anak jalanan tersebut diancam
akan dimasukkan ke tempat penampungan-penampungan yang ada di daerah tersebut.
2. Kekerasan psikis Bentuk kekerasan ini adalah berupa ancaman tidak diperbolehkan
beroperasimengamenmengemis di tempatperempatan jalan tertentu, dimaki- maki dengan kata kasar sampai ancaman dengan menggunakan senjata tajam
seperti clurit dan sebagainya. Ancaman yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikis ini sering
terjadi dan selalu bersamaan dengan kekerasan ekonomi. Kekerasan psikis yang dilakukan baik oleh sesama anak jalanan atau aparat, cenderung memberikan
dampak yang sangat traumatik.
3. Kekerasan fisik Kekerasan fisik merupakan bentuk kekerasan yang sangat mudah
diketahui dengan melihat akibat yang ditimbulkannya. Kekerasan fisik ini biasanya berupa tamparan, tendangan, pukulan, gigitan, benturan dengan benda
keras, sampai luka sebagai akibat terkena senjata tajam. Kekerasan fisik yang dialami anak jalanan perempuan tersebut ternyata
bukan hanya di tempat kegiatan sehari-hari tetapi juga di tempat penampungan bila anak jalanan tersebut terkena cakupan oleh petugas. Misalnya: anak jalanan
harus mengepel penampungan, pemberian makanan dan tempat tidur yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga menimbulkan penyakit dan sebagainya,.
4. Kekerasan seksual Studi ini menemukan bahwa kekerasan seksual yang terjadi pada anak
jalanan perempuan di Surabaya lebih sering dilakukan pada anak jalanan perempuan yang telah menginjak remaja 12 tahun ke atas. Kekerasan seksual
yang pernah dialami oleh anak jalanan ini mulai yang sangat ”sederhana” seperti mencolek pantat, pegang-pegang payudara sampai diajak pergi ke tempat-tempat
yang biasa digunakan untuk melakukan perbuatan seksual losmen dan hotel-hotel kecil.
Secara keseluruhan, temuan tentang kekerasan yang dialami anak jalanan tersebut menunjukkan hidup di jalanan bagi anak-anak berlaku ”hukum jalanan”.
Artinya siapa yang kuat dan berkuasa itulah pemenangnya. Kondisi sepeti itu kiranya dapat menunjukkan begitu kehidupan anak jalanan itu sangat keras.
2.2 Konsep Diri 2.2.1. Pengertian Konsep Diri