5 Selain  itu  kondisi  suhu  dan  oksigen  terlarut  yang  berbeda  pada  setiap  waktu
pengamatan juga berpengaruh terhadap laju metabolisme ikan.
2.2 Rancangan Percobaan
Berdasarkan  hasil  penelitianan  pendahuluan  Gambar  1  diketahui  bahwa lambung benih ikan lele Sangkuriang kembali kosong pada menit 240 - 270 atau
4 – 4,5 jam setelah proses makan dimulai.  Berdasarkan data tersebut dirancang
penelitian  dengan  pengaturan  frekuensi  pemberian  pakan  antara  pukul  08.00 –
24.00 sebagai berikut : 1.  Pelakuan I  :  periode  16  jam  yang  diberikan  pada  pukul  08.00  dan
24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 2 kalihari. 2.  Pelakuan II :  periode  8  jam  yang  diberikan  pada  pukul  08.00,  16.00,
dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 3 kalihari. 3.  Pelakuan  III  :  periode  4  jam  yang  diberikan  pada  pukul  08.00,  12.00,
16.00, 20.00, dan 24.00 dengan frekuensi pemberian pakan 5 kalihari. 4.  Pelakuan  IV  :  periode  2  jam  yang  diberikan  pada  pukul  08.00,  10.00,
12.00,  14.00,  16.00,  18.00,  20.00,  22.00,  dan  24.00  dengan  frekuensi pemberian pakan 9 kalihari.
Pemberian pakan antara 08.00 – 24.00 merupakan kebiasaan praktis yang
pada  umumnya  dilakukan  oleh  pada  pembudidaya  ikan.  Rancangan  percobaan yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  rancangan  acak  lengkap,  dengan
empat perlakuan dan  tiga ulangan pada setiap perlakuan. Model rancangan  yang digunakan yaitu :
Keterangan:  Y
ij
= data pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
= nilai tengah data pengamatan
I
= pengaruh perlakuan ke-i = galat percobaan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j
6
2.3    Prosedur Pendederan 2.3.1   Persiapan Wadah
Pendederan dilakukan pada sistem outdoor dengan tujuan agar lingkungan pemeliharaan  sama  seperti  yang  diaplikasikan  para  pembudidaya.  Wadah
pemeliharaan dilengkapi oleh penutup terpal untuk menjaga kualitas dan kuantitas air pada saat hujan. Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak fiber
berukuran 60 x 40 x 50 cm sebanyak 12 unit Lampiran 1. Wadah dicuci bersih, dijemur,  disusun  sejajar  di  atas  pematang  kolam,  dan  dilakukan  pengisian  air
hingga  ketinggian  air  40  cm  atau  96  literwadah.  Air  yang  digunakan  pada  saat penebaran  benih  berasal  dari  kolam  dengan  kualitas  air  yang  ideal  bagi
kelangsungan  hidup  dan  pertumbuhan  ikan  lele  Sangkuriang.  Menurut Mahyuddin 2008, kualitas air yang ideal untuk ikan lele yaitu: kisaran suhu 25-
30
o
C,  kisaran pH 6,5-8,  DO 3 mgl, amoniak   1 mgl, nitrit  0,1 mgl,  dan nitrat  2 mgl. Pada penelitian ini tidak dilakukan pergantian air selama 21 hari
masa pemeliharaan.
2.3.2   Penebaran Benih
Ikan  uji  yang  digunakan  dalam  penelitian  adalah  benih  lele  Sangkuriang yang  merupakan  hasil  pembenihan  dari  Instalasi  Riset  Lingkungan  Perikanan
Budidaya  dan  Toksikologi  Cibalagung,  Bogor. Panjang  total  benih  yang
digunakan  yaitu  3,94±0,44  cm  dengan  bobot  0,79±0,01  gekor.  Menurut Direktorat  Jenderal  Perikanan  Budidaya  2012,  padat  tebar  yang  baik  untuk
benih  berukuran  5-8  cm  adalah  75-100  ekorm
2
,  tetapi  sudah  banyak pembudidaya  yang  menggunakan  padat  penebaran  1000-1500  ekorm
2
.  Padat tebar yang digunakan pada penelitian ini adalah 2 ekorliter, sehingga setiap bak
fiber dengan volume 96  liter dapat  ditebar 192 ekor benih  800 ekorm
2
. Benih yang ditebar bebas dari penyakit dan ukurannya seragam. Untuk diperoleh benih
tersebut  dilakukan  proses  sortasi  dan  grading.  Benih  terlebih  dahulu  digrading menggunakan  baskom  ukur  untuk  diperoleh  ukuran  yang  seragam.  Setelah  itu
akan dipilih benih yang bebas dari penyakit sortir. Ciri-ciri fisik benih ikan lele yang  bebas  dari  penyakit  yaitu:  aktif,  berwarna  cerah,  tidak  berselaput,  tidak
terdapat  luka,  kelengkapan  organ  tubuh,  bentuk  tubuh  proporsional,  dan  nafsu
7 makannya baik. Penebaran dilakukan pada saat suhu rendah yaitu pada pagi hari
melalui proses aklimatisasi untuk mengurangi stres pada benih.
2.3.3 Pemberian Pakan
Jenis pakan yang digunakan berupa pelet apung komersial berdiameter 1,2 –  2  mmbutir  dengan  kandungan  protein  sebesar  38.  Pemberian  pakan  pada
setiap  perlakuan  disesuai  dengan  frekuensi  yang  telah  ditentukan.    Pemberian pakan  dilakukan  sedikit  demi  sedikit  hingga  ikan  kenyang  at  satiation  yang
ditandai  menurunnya  respons  ikan  terhadap  pakan  yang  diberikan.  Hal  ini dilakukan  untuk  menghindari  sisa pakan  yang dapat  merusak kualitas  air.  Pakan
yang tidak termakan dikumpulkan dan dijemur untuk ditimbang jumlahnya. Pemberian pakan dalam sehari dimulai pada pukul 08.00 WIB dan berakhir
pada  pukul  24.00  WIB.  Pemberian  pakan  setelah  pukul  24.00  WIB  tidak dilakukan  karena  kebutuhan  oksigen  pada  ikan  meningkat  setelah  makan,
sedangkan kadar oksigen di perairan pada dini hari mulai menurun sehingga dapat merusak kualitas air dan membahayakan kelangsungan hidup benih.
2.4   Pengamatan
Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot spesifik, tingkat konsumsi
pakan,  efisiensi  pemberian  pakan,  kualitas  air,  dan  efisiensi  ekonomi.  Sampling dilakukan  7  hari  sekali  dengan  mengambil  30  ekor  ikan  sampel  pada  masing-
masing wadah untuk diukur bobot dan panjangnya.
2.4.1 Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat  kelangsungan  hidup  merupakan  perbandingan  populasi  ikan  pada akhir  pemeliharaan  dengan  awal  pemeliharaan  yang  dinyatakan  dalam  satuan
persen  .  Penghitungan  derajat  kelangsungan  hidup  ini  dapat  menggunakan rumus  Goddard 1996 yaitu:
dengan : SR   = Derajat kelangsungan hidup N
t
= Jumlah populasi ikan pada akhir pemeliharaanekor N
= Jumlah populasi ikan pada awal pemeliharaan ekor
8
2.4.2  Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan  panjang  mutlak  adalah  besarnya  peningkatan  ukuran panjang  rata-rata  pada  benih  selama  masa  pemeliharaan.  Pertumbuhan  panjang
mutlak dapat dihitung dengan rumus Effendie 1979
:
Lm = L
t
– L
o
dengan : Lm  = Pertumbuhan panjang mutlak cm L
t
= Panjang benih pada akhir pengamatan cm L
o
= Panjang benih pada awal pengamatan cm
2.4.3   Laju Pertumbuhan Bobot Harian
Laju  pertumbuhan  bobot  harian  merupakan  besarnya  peningkatan  bobot rata-rata  benih  berdasarkan  waktu  pemeliharaan.  Pengukuran  bobot  dilakukan
dengan  pengambilan  contoh  sebanyak  30  ekor  setiap  wadah  pemeliharaan. Pengukuran bobot menggunakan timbangan digital dengan ketelitian hingga 0,01
g. Laju pertumbuhan bobot harian dapat dihitung dengan rumus Huisman 1987: √
dengan :GR = Laju pertumbuhan bobot harian
W
t
= Bobot rata-rata ikan pada akhir g W
= Bobot rata-rata ikan pada awal g t        = Lama Pemeliharaan hari
2.4.4  Tingkat Konsumsi Pakan
Tingkat  konsumsi  pakan  feed  intake  adalah  jumlah  pakan  yang dikonsumsi oleh ikan selama masa pemeliharaan. Nilai konsumsi pakan diperoleh
dari total  selisih  antara jumlah pakan  yang  akan  diberikan dengan jumlah pakan sisa  pada  setiap  waktu  pemberian  pakan.  Untuk  menghitung  tingkat  konsumsi
pakan dapat digunakan rumus Sultoni et al., 2006 : FI = P
o
– P
t
N
t
9 dengan :
FI = Tingkat konsumsi pakan gekor
P
o
= Bobot pakan awal g P
t
= Sisa pakan pada waktu ke t g N
t
= Jumlah populasi ikan pada akhir pemeliharaan ekor
2.4.5     Efisiensi Pemberian Pakan
Efisiensi  pemberian  pakan  EPP  merupakan  perbandingan  dari pertumbuhan bobot ikan saat panen dengan jumlah pakan yang dihabiskan selama
masa  pemeliharaan  yang  dinyatakan  dalam  satuan  persen  .  Menurut Zonneveld  et  al.  1991,  penghitungan  EPP  dapat  digunakan  rumus  sebagai
berikut:
dengan: EPP
= Efisiensi pakan W
t
= Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan g W
= Biomassa ikan pada awal pemeliharaan g W
d
= Biomassa ikan mati pada waktu pemeliharaan g F
= Jumlah pakan yang diberikan g
2.4.6   Koefisien Keragaman Panjang
Keseragaman  ukuran  panjang  pada  saat  panen  dapat  diketahui  melalui penghitungan  koefisien  keragaman  panjang.  Keragaman  panjang  merupakan
persentase  dari  simpangan  baku  panjang  ikan  sampel  terhadap  nilai  tengahnya. Penghitungannya  dapat  dilakukan  dengan    rumus  Steel  dan  Torrie  1991:
dengan : KKP = Koefisien keragaman panjang S
= Simpangan baku Y
= Rata-rata contoh
2.4.7   Fisika-Kimia Air
Parameter  fisika-kimia  air  yang  diukur  adalah  suhu,  pH,  oksigen terlarutdissolved oxygen, amoniak, nitrit, dan nitrat. Pengukuran  amoniak, nitrit,
dan  nitrat  dilakukan  setiap  satu  minggu  sekali  pada  pukul  08.00  WIB  di
10 Laboratorium  Lingkungan,  Departemen  Budidaya  Perairan,  Fakultas  Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Alat  yang  digunakan  untuk  mengukur  suhu  adalah  termometer.
Pengukuran suhu dilakukan dengan merendam  thermometer dalam  setiap wadah pemeliharaan selama 10-15 detik. Pengukuran pH diukur menggunakan pH meter
dengan  cara  mencelupkan  ujung  pH  meter  ke  dalam  air  yang  akan  diukur  nilai pHnya.  Sebelum  digunakan  ujung  pH  meter  dibilas  terlebih  dahulu  dengan  air
bersih dan  dikering anginkan. Nilai  yang tertera pada pH meter merupakan nilai derajat  keasaman  perairan  tersebut.  Pengukuran  oksigen  terlarut  dalam  perairan
menggunakan DO meter dengan cara membilas ujung DO meter dengan air besih lalu dicelupkan pada air yang oksigen terlarutnya akan diukur. Nilai yang tertera
pada  DO  meter  merupakan  nilai  oksigen  terlarut  yang  terkandung  pada  perairan
yang diukur.
Nilai amoniak diperoleh dari hasil pengukuran nilai TAN Total Amoniak Nitrogen  melalui  metode  spektrofotometri.  Nilai  TAN  yang  didapat  dapat
dikonversi untuk mengetahui nilai dari amoniak dengan rumus Albert 1973: NH
3
=           TAN 1 + 10
pKa-pH
Nilai pKa dapat dihitung dengan rumus Emerson 1975 : pKa = 0,09018 + 2729,92
T+273 dengan :
NH
3
: Nilai Amoniak mgl TAN
: Total Amoniak Nitrogen mgl pH
: Derajat Keasaman T
: Suhu
o
C Pengukuran  nitrit  menggunakan  metode  spektrofotometri  yaitu  dengan
mengambil air sampel yang berada di kolom perairan menggunakan botol sampel, kemudian  diambil  25  ml  air  sampel  ke  dalam  gelas  Beaker,  kemudian
ditambahkan  5  tetes  sulfanilamide,  5  tetes  NED,  dihomogenkan,  dan  didiamkan selama  15  menit  selanjutnya  dimasukkan  pada  spektrofotometri  pada  panjang
gelombang cahaya 543 nm. Toksisitas nitrit dipengaruhi oleh spesies ikan, ukuran ikan,  serta  salinitas  perairan  Van  Wyk  dan  Scarpa,  1999.  Pengukuran  nitrat
11 menggunakan metode spektrofotometri yaitu dengan mengambil air sampel yang
berada di kolom perairan menggunakan botol sampel, kemudian diambil 5 ml air sampel  ke  dalam  gelas  Beaker,  kemudian  ditambahkan  0,5  µl  brucine  +  5  ml
H
2
SO
4
,  homogenkan,  dan  diamkan  hingga  dingin  selanjutnya  dimasukan  pada spektrofotometri dengan gelombang cahaya 410 nm.
2.4.8   Analisis Ekonomi
Profit  merupakan  selisih  lebih  antara  harga  pokok  dan  biaya  yang dikeluarkan  dengan  penjualan.  Keuntungan  dapat  dihitung  menggunakan  rumus
Martin et al., 1991 : Keuntungan = Penerimaan
– Biaya Produksi Total Rasio  RC  merupakan  perbandingan  antara  peneriamaan  dan  biaya  total
yang  dikeluarkan  untuk  menghitung  kalayakan  suatu  usaha.  Suatu  usaha dikatakan  layak  jika  nilai  rasio  RC  bernilai  diatas  1  Rahardi  et  al.,  1998.
Penghitungan rasio RC dapat menggunakan rumus sebagai berikut : Rasio RC = Total Pendapatan
Total Biaya Harga  pokok  produksi  adalah  nilai  atau  biaya  yang  dikeluarkan  untuk
memproduksi  1  unit  produk  yang  dapat  dihitung  menggunakan  rumus  berikut Rahardi et al., 1998 :
HPP   = Biaya Produksi Total Nilai Hasil Produksi
2.5 Analisis Data
Data  yang  diperoleh  disajikan  dalam  bentuk  tabel  dan  grafik  serta dianalisis  secara  statistika  menggunakan  program  Microsoft  Excel  2010  dan
SPSS  16.0;  Analisis  Ragam  ANOVA  dengan  uji  F  digunakan  untuk menentukan  apakah  perlakuan  berpengaruh  nyata  terhadap  parameter  yang
diamati  pada  masing-masing  perlakuan.  Apabila  berpengaruh  nyata,  untuk melihat  perbedaan  antar  perlakuan  akan  diuji  lanjut  dengan  menggunakan  Uji
Tukey  pada  selang  kepercayaan  85  dan  95.  Untuk  parameter  kualitas  air  dan pendukung lainnya dianalisis secara deskriptif.
12
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan : Waktu Pengosongan Lambung
Berdasarkan data Gambar 1, volume lambung benih ikan lele Sangkuriang pada  menit  ke-0  yaitu  94,3.  Berdasarakan  data  Lampiran  2,  jumlah  pakan
yang termakan pada pengamatan menit ke-0 sebanyak 0,071 g, sedangkan pakan yang berhasil dikumpulkan sebanyak  0,067  g.  Volume lambung menurun secara
eksponensial  seiring  bertambahnya  waktu  pengamatan.  Kondisi  lambung  benih pada menit ke-90 sudah berkurang hingga 50. Penurunan volume lambung terus
terjadi hingga 2,7 pada menit ke-240 atau 4 jam setelah proses makan dimulai. Pada  pengamatan  menit  ke-240  sudah  terdapat  benih  yang  lambungnya  kosong.
Volume  lambung  benih  pada  menit  ke-270  yaitu  0  atau  sudah  tidak  terdapat sisa pakan pada seluruh ikan uji. Berdasarakan data Lampiran 2, jumlah pakan
yang  termakan  pada  pengamatan  menit  ke-240  sebanyak  0,074  g,  sedangkan pakan  yang  berhasil  dikumpulkan  sebanyak  0,002  g.  Kondisi  ini  menunjukkan
bahwa  laju  pengosongan  lambung  pada  benih  ikan  lele  Sangkuriang  mencapai puncaknya  pada  menit  ke  240  -  270  atau  4
–  4,5  jam  setelah  proses  makan dimulai. Berdasarkan data waktu pengosongan lambung, diperoleh persamaan
y = 0,001x
2
– 0,753x + 104,7.
Gambar 1. Waktu pengosongan lambung ikan lele Sangkuriang Clarias sp. pada suhu antara 27
– 28
o
C.
y  = 0,001x
2
- 0,753x + 104,7
20 40
60 80
100
30 60
90 120
150 180
210 240
270
V olu
m e
L am
b u
n g
Menit ke-
R
2
= 0,908