Proses Pemurnian Minyak Sawit Mentah Refenery

mentah Crude Palm Oil . Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air di dalam minyak. Untuk memproleh minyak yang bermutu baik, minyak dan lemak kasar CPO ini harus dimurnikan kembali dari bahan – bahan atau kotoran yang terdapat didalamnya. Tim Penulis.1997 adapun Proses pengolahan minyak sawit mentah pada intinya terjadi melalui 2 tahap yaitu Tahap pemurnian Refenery dan Tahap pemisahan Fraksinasi

2.5.1 Proses Pemurnian Minyak Sawit Mentah Refenery

Minyak yang baik, tidak berbau dan enak rasanya, jernih dan disukai warnanya, stabil pada cahaya dan tahan terhadap panas. Minyak sawit mempunyai sifat yang menguntungkan untuk dijadikan minyak goreng dengan mutu yang baik. Melalui proses rafinasi dan fraksinasi dapat dihasilkan minyak jernih dan bebas dari kotoran sagung,S.2001. Tidak seperti minyak lain, minyak kelapa sawit terutama mengandung gliserida dan hanya memiliki sebagian kecil komponen non gliserida dan hanya memiliki sebagian kecil komponen non gliserida yang porsinya bervariasi. Dalam rangka menghasilkan minyak yang bisa dikomsumsi, komponen non gliserida yang porsinya bervariasi. Dalam rangka menghasilkan minyak yang bisa dikomsumsi, komponen non trigliserida ini harus dibuang atau dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima. Dalam istilah kemudahan larut, gliseerida memiliki dua tipe utama , yaitu gliserida tidak larut dalam minyak dan gliserida yang larut dalam minyak. Kotoran yang tidak dapat larut dalam minyak seperti serat buah, cangkang dan air dapat dengan mudah dihilangkan. Non gliserida yang dapat larut dalam minyak seperti asam lemak bebas FFA, fosfolipida, trace metal, karetonoid, tokoferol,produk oksidasi dan sterol lebih sulit dihilangkan sehingga minyak sawit harus diproses pada berbagai tahapan pemurnian. Tujuan utama qpemurnian minyak sawit adalah merubah minyak sawit kasar menjadi minyak sawit yang berkualitas secara efisien dengan membuangg kotoran – Kotoran yang tidak diinginkan sampai pada tingkat yang dapat diterima. Hal ini berarti juga bahwa kerugiaan pada komponen yang diinginkan diusahakan tetap minimal Iyung P.2006. Tahapan pemurnian meliputi 4 Tahap antara lain Degumming, Netralisasi, Bleaching, dan Deodorization. 1. Degumming Degumming merupakan Proses pemisahan getah atau lendir – lendir yang terdiri yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidraasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak kemudian disusul dengan proses pemusingan sentrifusi. Caranya ialah dengan melakukan uap air panas ke dalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lendir terpisah dari air. Pada waktu proses sentrifusi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur NaCL. Suhu minyak pada waktu proses sentrifusi berkisar antara 32 – 50 o C, dan pada suhu tersebut kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah dari minyak. Proses pemisahan gum perlu dilakukan sebelum proses netralisasi dengan alasan : 1 Sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan kaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum getah dan lendir sehingga menghambat proses pemisahan sabun Soap Stock dari minyak. 2 . Netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak, sehingga mengurangi rendemen trigliserida. 2. Netralisasi Minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainya sehingga membentuk sabun Soap Stock. Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de – asidifkasi. a. Netralisasi dengan Basa NaOH Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainya. Selain penggunaanya kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dazn kotoran yang berupah getah dan lendir dalam minyak. Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut : O O R – C + NaOH R – C + H 2 O OH ONa Asam lemak bebas sabun air Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi. Dengan cara hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara mekanis, maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda dapat menghilangkan fosfatida, protein, resin dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat hilangkan dengan proses pemisahan gum. Komponen dalam minyak berupa sterol, klorofil, Vitamin E dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi. Netralisasi menggunakan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Molekul mono dan dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan persenyawaan alkali. Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam minyak terjadi sebagai berikut : O CH 2 – O – C – R 1 CH 2 - OH O CH OH + NaOH CH OH + R 1 – C CH 2 OH CH 2 - OH ONa Monogliserida gliserol Sabun O CH 2 – O – C – R 1 O CH2 - OH O CH – O - C – R 2 + 2NaOH CH OH + R 1 – C CH2OH CH2 - OH ONa O R 2 – C ONa Digliserida gliserol sabun Di Amerika, netralisasi dengan kaustik soda dilakukan terhadap minyak biji kapas dan minyak kacang tanah dengan kosentrasi larutan kaustik soda 0,1 – 0,4 N pada suhu 70 o C – 95 o C. Penggunan larutan kaustik soda 0,5 N pada suhu dinyatakan dalam refining faktor, yaitu perbandingan antara kehilangan total karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi minyak kasar yang mengandung 3 persen asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan rendemen sebesar 94 persen, maka akan mengalami kehilangan total sebesar 94 – 100 persen . Refining faktor = kehilangan total asam lemak bebas dalam minyak Makin kecil nilai refining factor maka efisiensi netralisasi makin tinggi. Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi tinggi, akan bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik. b. Netralisasi dengan Natrium Karbonat Na 2 CO 3 Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida tidak ikut tersabunkan, sehingga nilai refining faktor dapat diperkecil. Suatu kelemahan dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena CO 2 yang dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa dan minyak. Netralisasi dengan menggunakan natrium karbonat biasanya disusul dengan pencucian menggunakan kaustik soda encer, sehingga memperbaiki mutu terutama warna minyak. Hal ini akan mengurangi jumlah absorben yang dibutuhkan pada proses pemucatan. Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat dilakukan dibawah suhu 50 o C, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat, dengan reaksi sebagai berikut : O O R - C + Na 2 CO 3 R – C + H 2 CO 3 OH ONa Asam lemak bebas sabun asam karbonat Pada pemanasan asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas CO 2 dan H 2 O. Gas CO 2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun yang terbentuk dan mengapungkan partikel sabun diatas permukaan minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau dengan cara menurunkan tekanan udara diatas permukaan minyak dengan pompa vakum. Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat adalah sabun yang terbentuk bersifat pekat dan mudah dipisahkan, serta dapat dipakai langsung untuk pembuatan sabun bermutu baik. Kelemahanya adalah karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam praktek, dan disamping itu untuk minyak semi drying oil seperti yang minyak kedelai, sabun yang terbentuk sukar disaring karena adanya busa yang disebabkan oleh gas CO 2. c. Netralisasi minyak dalam bentuk miscella Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan menggunakan pelarut menguap Solvent ekstraction . Hasil ekstraksi merupakan campuran antara pelarut dan minyak disebut miscella. Asam lemak bebas dalam miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut kedalam miscella yang mengalir dalam ketel ekstraksi dilakukan pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun yang terbentuk dapat dipisahkan dengan menambahkan garam sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan. d. Netralisasi dengan Etanol Amin dan Amonia Etanol amin dan amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa penyabunan trigliserida, sedangkan amonia yang digunakan dapat diproleh kembali dari Soap stock dengan caara penyulingan dalam ruangan vakum. Tekanan vakum NH3 Sabun Soap stock Asam lemak bebas e. Netralisasi dengan cara penyulingan Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan asam lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikan dengan larutan basa, sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor. Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu kedalam alat penyuling, dengan letak horizontal. f. Netralisasi dengan pelarut organik Perbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida dalam pelarut organik digunakan sebagai dasar pemisahan asam lemak bebas dari minyak. Pelarut yang paling baik digunakan untuk memisahkan asam lemak bebas adalah furfural dan propana. Piridine merupakan pelarut minyak dan jika ditambahkan air dalam jumlah kecil, maka trigliserida akan terpisah. Trigliserida tidak larut dalam piridine, sedangkan asam lemak bebas tetap larut sempurna. Minyak dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara dekantasi, sedangkan pelarut dipisahkan dari asam lemak bebas dengan cara penyulingan. Dengan menggunakan alkohol sebagai pelarut, maka kelarutan trigliserida dalam alkohol akan bertambah besar dengan bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga pemisahan antara asam lemak bebas dari trigliserida lebih sukar dilakukan. Ketaren,S.2005 3. Pemucatan Bleaching Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurniaan untuk menghilangkan zat – zat warna yang tidak disukai dalam minyak . pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil absorben, seperti tanah serap fuller earth, lempung aktif activated clay, dan arang aktif atau juga dapat menggunakan bahan kimia. Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat bleaching earth, dan arang bleaching carbon. Warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan absorben dan juga menyerap suspensi koloid gum dan resinserta hasil degradasi minyak misalnya peroksida. Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 70 – 800 o Cdan jumlah adsorben kurang lebih sebanyak 1,0 – 1,5 persen dari berat minyak.selanjutnya minyak minyak dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filler press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0,2 – o,5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan. Proses ini juga membantu dalam mengatasi masalah untuk proses selanjutnya dengan meyerap sabun, ion logam, penyebab oksidasi , menguraikan peroksida, mengurangi warna dan menyerap senyawa minor. Iyung P,2006 4. Deodorisasi Dedorisasi adalah suatu tahap proses pemurniaan minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru di ekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi misalnya lemak susu, lemak cokelat, dan minyak olive. Dalam penggunaan minyak dan lemak diperusahaan pembuatan margarine dibutuhkan minyak dan lemak yang tidak mempunyai rasa dan bau. Oleh karena itu sering perlu dilakukan penghilangan bau dan cita rasa yang ada. Penghilangan dengan uap sangat banyak digunakan, yaitu perlakuan minyak atau lemak dengan uap akan menguapkan bahan – bahan pembentuk cita rasa dan bau dari lemak bersama – sama dengan uap.Buckle, 1987 Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dipasang vertikal. Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak kedalam ketel deodorisasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200 – 250 o C pada tekanan 1 atmosfer dan selanjutnya pada tekanan rendah sambil dialiri dengan uap panas selama 4 – 6 jam mengangkut senyawa yang dapat menguap. Jika masih ada uap yang tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut perlu divakumkan pada tekanan yang turun atau rendah. Adanya panas akan memucatkan warna minyak karena pada kondisi ini, temperatur tinggi secara thermal merusak pigmen karotenoid. Manfaat pemberian uap langsung menjamin pembuangan sisa asam lemak bebas, aldehida dan keton yang bertanggung jawab terhadap bau dan aroma yang tidak diinginkan. Berat molekul yang lebih rendah dari asam lemak yang menguap akan naik kedalam kolom dan disedot kedalam sistem vakum. Dan kemudian asam lemak akan didinginkan dan dimasukan kedalam tangki timbun dengan temperatur 60 – 80 o C sebagai PFAD Palm Fatty Acid Distillate yang merupakan produk samping dari proses penghilangan ALB. Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus cepat didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun menjadi lebih kurang 84 o C dan selanjutnya ketel dibuka dan minyak dikeluarkan dari ketel. Asam lemak bebas yang dapat menguap dan peroksida akan berkurarang dan jumlah yang tertinggal lebih kurang 0,015 - 0,030 persen. Fraksi tidak tersabunkan yang terdiri dari klorofil, vitamin E, hidrokarbon terutama squelene dan sterol akan berkurang sebanyak kira – kira 60 persen dari jumlah fraksi tidak tersabunkan. Produk akhir dari dari deodorizer yaitu RBDPO. Kemudian RBDPO disaring melalui saringan pengendapan lain untuk menghasilkan minyak yang lebih murni. Setelah itu RBDPO akan dialirkan melalui pendingin RBDPO dan PHE untuk memindahkan panasnya MKS yang baru masuk pretreatment. RBDPO kemudian dipompa ke tangki timbun dengan temperatur 50 – 80 o C . 2.5.2 Proses pemisahan minyak sawit mentah fraksinasi Minyak sawit kasar berbentuk semipadat pada suhu 25 o C. Minyak sawit yang disimpan ditempat dingin pada suhu 5 – 7 o C dapat terpisah menjadi fraksi padat stearin dan fraksi cair Olein. Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan fraksi stearin dan olein bedasarkan titik leleh kedua fraksi tersebut. Berikut tabel yang menunjukan titik leleh dari beberapa asam lemak yang terkandung dalam minyak Tabel 2.3 Titik leleh dari asam lemak Asam Lemak Titik Leleh o C Miristat Palmitat Stearat Oleat Linoleat 54 63 70 14 -5 Proses ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama proses kristalisasi dengan cara mengatur suhu dan tahap kedua yaitu pemisahan fraksi cair dan padat. Menurut Choo et al., 1989, fraksinasi minyak kelapa sawit dapat menghasilkan olein sebesar 70 – 80 persen dan stearin 20 – 30 persen. Olein merupakan triasigliserol yang bertitik cair rendah dan mengandung asam oleat dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan stearin. Olein dan stearin mempunyai komposisi asam lemak yang berbeda. Kandungan karotenoid dalam fraksi olein dapat meningkat 10 – 20 persen. Hamilton, 1995. Pemisahan olein dan stearin dalam minyak sawit cukup sulit karena minyak memiliki viskositas yang tinggi. Metode yang biasa digunakan dalam proses pemisahan stearin dan olein yaitu dry fractination fraksinasi kering , lanza fractionation fraksinasi deterjen dan solvent fracktination fraksinasi menggunakan pelarut . Menurut moran dan rajah1994, fraksinasi kering dry fractionationbiasa dilakukan secara semi kontinyu pada minyak yang dimurnikan. Proses ini tidak membutuhkan bahan kimia tetapi minyak dihomogenkan pada suhu 70 o C sehingga kemungkinan akan terjadi kerusakan karotenoid. Fraksinasi kering bisanya menghasilkan olein sebanyak 70 – 75 persen. Lanza fractination fraksinasi deterjen biasanya dilakukan pada minyak sawit kasar. Minyak didinginkan pada crystalizer pengkristal dengan pendingin air untuk mendapatkan kristal dan gliserida dengan titik leleh tinggi. Ketika suhu yang diinginkan tercapai, masa yang mengkristal dicampur dengan larutan deterjen yang mengandung 0,5 persen natrium laurel sulfat dan MgSO4 sebagai elektrolit. Pemisahan berlangsung dalam suspensi cair. Kemudiaan dilakukan sentrifugasi agar fraksi olein dan stearin terpisah. Fraksi olein kemudian dicuci dengan air panas untuk menghilangkan sisa deterjen lalu dikeringkan dengan vacum dryer pengering vakum. Olein yang diproleh mencapai 80 persen Moran dan Rajah, 1994. Solvent fractionation fraksinasi pelarut merupakan fraksinasi menggunakan pelarut proses ini relatif mahal karena terjadi penyusutan jumlah pelarut, memerlukan perlengkapan untuk recovery pelarut, membutuhkan suhu rendah, dan membutuhkan suhu rendah, dan membutuhkan penanganan untuk mencegah bahaya pelarut yang digunakan. Pelarut yang biasanya digunakan adalah heksana atau aseton. Minyak harus dilarutkan dalam pelarut diikuti dengan pendinginan sehingga suhu yang didinginkan tercapai untuk mendapatkan kristal yang diinginkan. Proses ini biasanya digunakan untuk mendapatkan produk bernilai tinggi, seperti mentega coklat atau mendapatkan lemak tertentu bedasarkan titik cairnya Moran dan Rajah,1994. Pada saat penurunan suhu, fraksi stearin yang memiliki titik leleh tinggi 48 – 50 o C lebih mudah membeku, sedangkan fraksi olein yang memiliki titik leleh rendah 18 – 20 o C tetap berbentuk cair dan sebagian besar karotenoid yang larut minyak ikut terlarut kedalam fraksi olein gunstone dan noris, 1983 . Fraksi olein bewarna merah sedangkan fraksi stearin bewarna kuning pucat. Warna merah pada olein disebabkan kandungan karotenoid yang terlarut di dalamnya sedangkan fraksi stearin hanya sedikit mengandung karotenoid.

2.6 Standar Mutu Minyak sawit