Faktor Risiko Yang Dapat Diubah Dan Tidak Dapat Diubah Pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner Di Rsup Ham Medan

(1)

FAKTOR RISIKO YANG DAPAT DIUBAH DAN TIDAK DAPAT DIUBAH PADA PASIEN PENDERITA PENYAKIT JANTUNG

KORONER DI RSUP HAM MEDAN Oleh:

NANDA LADITA 100100151

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

FAKTOR RISIKO YANG DAPAT DIUBAH DAN TIDAK DAPAT DIUBAH PADA PASIEN PENDERITA PENYAKIT JANTUNG

KORONER DI RSUP HAM MEDAN Oleh:

NANDA LADITA 100100151

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah dengan Judul:

Faktor Risiko yang Dapat Diubah dan Tidak Dapat Diubah pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner di RSUP HAM

Yang dipersiapkan oleh: NANDA LADITA

100100151

Hasil Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui

Medan, Desember 2013 Disetujui, Dosen Pembimbing


(4)

ABSTRAK

Di Negara yang masih berkembang dari tahun 1990 sampai 2020 , angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137% pada laki-laki dan 120 % pada perempuan. Di Indonesia terjadi prevalensi kematian sebanyak 100.000-499.999 orang. Hal ini terjadi karena rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner.

Mengetahui faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah pada pasien penderita penyakit jantung koroner di RSUP HAM.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analisis dengan desain penelitian metode kasus control (case control study). Data diperoleh dari rekam medis dalam priode waktu 1 tahun pada pasien PJK yang rawat inap dan pasien ulkus ventricular yang rawat inap di RSUP HAM Medan. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS.

Hasil uji statistik analisis univariat faktor risiko terbanyak yang terdapat pada pasien penyakit jantung koroner adalah hipertensi. Dari analisis bivariat, variabel yang memiliki nilai p < 0,25 dapat dilanjutkan dengan analisis multivariat , variabel tersebut adalah jenis kelamin ( p = 0,028 dan 95% CI = 1,058 - 2,637), umur >45 tahun ( p = <0,004 dan 95% CI = 1,299 – 3,393 ), hipertensi (p = 0,021 dan 95% CI = 1,073 - 2,346 ), diabetes mellitus (p = 0,008 dan 95% CI = 1,170 – 2,837), dan merokok (p = <0,001 dan 95% CI = 2,016 – 5,021 ).


(5)

ABSTRACT

In countries that still develops from 1990 until 2020, mortality outcomes from of coronary heart disease will increase 137 % in males and 120 % in women. In indonesia occurring prevalence death as many as 100.000-499.999 people. This happened because low level of public knowledge about risk factors of coronary heart disease.

Know the risk factors that can be modified and can't be altered in patients with

coronary heart disease was in Haji Adam Malik Hospital.

This type of research is the research analysis with case control method research design. Data obtained from the medical record in the priode time 1 year on the CHD patients hospitalization and patients whose ventricular ulcer hospitalizations in the Haji Adam Malik Hospital Field was. Data analysis was done using SPSS.

Results of the univariate analysis of statistical tests of most risk factors contained in patients of coronary heart disease is hypertension. From the analysis, the variables have the bivariat value <0.25 can proceed with multivariate analysis, the variables were sex (p = 0.028 and 95% CI = 1,058 - 2,637), age > 45 years (& lt; p = 0,004 and 95% CI = 1.299 - 3,393), hypertension (p = 0,021 and 95% CI = 1.147 - 2,346), diabetes mellitus (p = 0.008 and 95% CI = 1,170 - 2,837), and smoking ( p = < 0.001; and 95% CI = 2,016-5,021).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. dr. Ali Nafiah Nasution, Sp.JP, selaku dosen pembimbing penulis atas kesabaran, waktu, dan masukan-masukan yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Dr.dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, dan dr. Putri Eyanoer, MS, Epi, PhD selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dalam memperbaiki penelitian ini jadi lebih baik.

4. Prof. dr. Aznan Lelo, Sp.FK., Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Kedokteran USU.

5. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa pendidikan.

6. Keluarga penulis yang tercinta yaitu Bapak Drs. Aprildin,MM serta Ibu Nur’aini selaku orang tua peneliti dan Arie Dana Prabowo.ST, dr. Jefri


(7)

Sukmawan, dan dr. Jefri Sukmagara selaku saudara peneliti, yang telah memberikan dukungan selama ini dalam bentuk moril maupun materil.

7. Teman-teman kelompok sesama bimbingan penelitian, Uli Asri Sihotang, Astri Revinesia, Cut Keumala Putri, Tara Rizvira Monica, Try Habibullah Hadiwijaya dan teman-teman penulis lainnya, yang telah memberi bantuan berupa saran, kritikan, dan motivasi selama penyusunan penelitian.

8. Teman-teman mahasiswa angkatan 2010 Fakultas Kedokteran USU yang telah memberikan saran, kritik, serta dukungan dalam menyelesaikan penelitian ini. 9. Kakak- kakak senior yang telah memberikan masukan berharga selama

penyusunan karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, segala saran dan kritik sangat diharapkan demi kemajuan kualitas penelitian ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam dunia kedokteran.

Medan, 11 januari 2014

Nanda Ladita (NIM: 100100151)


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

ABSTRAK……….iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL………....xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum ... 2

1.3.2. Tujuan khusus ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Anatomi ... 4

2.1.1. Sirkulasi Koroner ... 5

2.2. Histologi Pembuluh Darah ... 6

2.3. Fisiologi Jantung ... 8

2.4. Penyakit Jantung Koroner ... 11

2.4.1. Definisi ... 11

2.4.2. Etiologi ... 11

2.4.3. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner ... 12

2.4.4. Faktor Resiko ... 12


(9)

2.2.4.2. Faktor Resiko Modifiable ... 14

2.4.5. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner ... 17

2.4.6. Patogenesis Aterosklerosis ... 19

2.4.7. Diagnosis Penyakit Jantung Koroner ... .21

2.4.8. Penatalaksanaan ... 23

2.4.9. Komplikasi ... 29

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 31

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 31

3.2. Definisi Operasional ... 32

3.2.1. Variabel Independen………....32

3.2.2. Variable Dependen………..34

3.3. Cara Ukur………34

3.4. Alat Ukur………34

BAB IV METODE PENELITIAN ... 35

4.1. Jenis Penelitian ... 35

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 35

4.2.2. Waktu Penelitian ... 35

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

4.3.1. Populasi Penelitian ... 35

4.3.2. Sampel Penelitian ... 36

4.3.2.1. Kriteria Inklusi ... 36

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi ... 36

4.4. Metode Pengambilan Data ... 36


(10)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

5.1. Hasil Penelitian ... 37

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

5.1.2. Karakteristik Individu... 37

5.1.3. Analisis Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner ... 38

5.1.3.1. Hubungan Jenis Kelamin dan Penyakit Jantung Koroner ... 38

5.1.3.2. Hubungan Kelompok Umur dan Penyakit Jantung Koroner ... 39

5.1.3.3. Hubungan Kadar LDL yang Tinggi dengan Penyakit Jantung koroner...40

5.1.3.4. Hubungan Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner...40

5.1.3.5. Hubungan Diabetes Mellitus dan Penyakit Jantung Koroner...41

5.1.3.6. Hubungan Obesitas dan Penyakit Jantung Koroner... 41

5.1.3.7. Hubungan Merokok dan Penyakit Jantung Koroner...42

5.1.4. Analisis Multivariat Faktor Risiko yang Paling Dominan pada Penyakit Jantung Koroner ... 42

5.2 Pembahasan ... 45

5.2.1. Umur ... 45

5.2.2. Jenis Kelamin ... 47

5.2.3. Kadar LDL ... 47

5.2.4. Hipertensi ... 48

5.2.5. Diabetes Mellitus ... 49

5.2.6. Obesitas ... 49

5.2.7. Merokok ... 51

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 52

5.3.1. Bias Seleksi (selection bias)... 52


(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 53

6.1. Kesimpulan ... 53

6.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55


(12)

DAFTAR GAMBAR

2.1. Gambar anatomi jantung………4

2.2. Gambar arteri dan vena koroner di bagian anterior………6


(13)

DAFTAR TABEL

5.1. Distribusi frekuensi faktor risiko PJK dan non-PJK………...38

5.2. Hubungan jenis kelamin dan PJK………...39

5.3. Hubungan kelompok umur dan PJK………...39

5.4. Hubungan kadar LDL tinggi dan PJK………40

5.5. Hubungan hipertensi dan PJK………40

5.6. Hubungan diabetes mellitus dan PJK……….41

5.7. Hubungan obesitas dan PJK………...41

5.8. Hubungan merokok dan PJK……….42


(14)

DAFTAR SINGKATAN

ACC : American Collage of Cardiology

ACEI : Angiotensin converting enzyme inhibitors

AHA : American Heart Association

ARB : Angiotensin receptor blockers

ATP : Adenosine triphosphate

AV : Atrioventrikular

CAD : Coronary artery disease

CVD : Cardio vascular disease

CYP : Cytochrome

DM : Diabetes Mellitus

EDV : End diastolic volume

EKG : Elektrocardiogram

HAM : Haji Adam Malik

HDL : High density lipoprotein

HDL-C : High densiry lipoprotein cholesterol

HMG-CoA : 3-hydroxy 3-methylglutaryl coenzyme A

IM : Infark Miokard

IMT : Indeks masa tubuh


(15)

LDL : Low density lipoprotein

LDL-C : Low density lipoprotein cholesterol

MRI : Magnetic resonance imaging

NHS : National Health Service

PCI : Percutaneous coronary intervention

PJK : Penyakit jantung koroner

PKV : Penyakit kardiovaskular

PPAR : Peroxisome profilator-activated receptors

RSUP : Rumah sakit umum pemerintah

STEMI : ST segment elevation myocardial infarction

TD : Tekanan darah

US : United States

USG : Ultrasonografi

VLDL : Very low density lipoprotein


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 : Ethical Clearance

Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian Lampiran 4 : Data Induk

Lampiran 5 : Lembar Output Data Penelitian


(17)

ABSTRAK

Di Negara yang masih berkembang dari tahun 1990 sampai 2020 , angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137% pada laki-laki dan 120 % pada perempuan. Di Indonesia terjadi prevalensi kematian sebanyak 100.000-499.999 orang. Hal ini terjadi karena rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat tentang faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner.

Mengetahui faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah pada pasien penderita penyakit jantung koroner di RSUP HAM.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analisis dengan desain penelitian metode kasus control (case control study). Data diperoleh dari rekam medis dalam priode waktu 1 tahun pada pasien PJK yang rawat inap dan pasien ulkus ventricular yang rawat inap di RSUP HAM Medan. Analisis data dilakukan menggunakan SPSS.

Hasil uji statistik analisis univariat faktor risiko terbanyak yang terdapat pada pasien penyakit jantung koroner adalah hipertensi. Dari analisis bivariat, variabel yang memiliki nilai p < 0,25 dapat dilanjutkan dengan analisis multivariat , variabel tersebut adalah jenis kelamin ( p = 0,028 dan 95% CI = 1,058 - 2,637), umur >45 tahun ( p = <0,004 dan 95% CI = 1,299 – 3,393 ), hipertensi (p = 0,021 dan 95% CI = 1,073 - 2,346 ), diabetes mellitus (p = 0,008 dan 95% CI = 1,170 – 2,837), dan merokok (p = <0,001 dan 95% CI = 2,016 – 5,021 ).


(18)

ABSTRACT

In countries that still develops from 1990 until 2020, mortality outcomes from of coronary heart disease will increase 137 % in males and 120 % in women. In indonesia occurring prevalence death as many as 100.000-499.999 people. This happened because low level of public knowledge about risk factors of coronary heart disease.

Know the risk factors that can be modified and can't be altered in patients with

coronary heart disease was in Haji Adam Malik Hospital.

This type of research is the research analysis with case control method research design. Data obtained from the medical record in the priode time 1 year on the CHD patients hospitalization and patients whose ventricular ulcer hospitalizations in the Haji Adam Malik Hospital Field was. Data analysis was done using SPSS.

Results of the univariate analysis of statistical tests of most risk factors contained in patients of coronary heart disease is hypertension. From the analysis, the variables have the bivariat value <0.25 can proceed with multivariate analysis, the variables were sex (p = 0.028 and 95% CI = 1,058 - 2,637), age > 45 years (& lt; p = 0,004 and 95% CI = 1.299 - 3,393), hypertension (p = 0,021 and 95% CI = 1.147 - 2,346), diabetes mellitus (p = 0.008 and 95% CI = 1,170 - 2,837), and smoking ( p = < 0.001; and 95% CI = 2,016-5,021).


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penyakit jantung koroner merupakan permasalahan yang dihadapi oleh seluruh dunia, namun prevalensi penyakit ini lebih tinggi terjadi pada negara yang masih berkembang. WHO dan World Heart Federation telah memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Di Negara yang masih berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137% pada laki-laki dan 120% pada perempuan, sedangkan pada Negara maju peningkatannya lebih rendah, yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada perempuan. Hasil survey WHO (2002) usia 15 sampai 59 tahun terjadi prevalensi kematian karena PJK sebanyak 1.332.000 jiwa. Umur diatas 60 tahun terjadi prevalensi kematian sebanyak 5.825.000 jiwa di seluruh dunia. Di Indonesia terjadi prevalensi kematian sebanyak 100.000-499.999 orang (Mc kay, 2004).

Ditemukan angka prevalensi kejadian Penyakit Jantung Koroner di US dengan faktor resiko hiperlipidemia 25%, merokok 23% , hipertensi 20%, diabetes 7%, kurangnya kegiatan sehari-hari 59% (Allison, 2007). Pada beberapa penelitian hiperlipidemia merupakan faktor risiko tertinggi, namun penelitian lain menyebutkan bahwa kurangnya kegiatan merupakan faktor risiko tertinggi. Pada 15 tahun pertama periode 1970-2000, telah dibuktikan bahwa perubahan pola hidup (khususnya pada jutaan pria amerika yang berhenti merokok) menurunkan angka terbanyak pada kejadian Penyakit Jantung Koroner.

Penelitian Framing Heart Study Risk Factor Profile menjelaskan cara mengenal faktor risiko dengan mengukur faktor resiko berdasarkan usia, kadar kolesterol darah (LDL dan HDL kolesterol), diabetes, merokok, tekanan darah, juga sekaligus menghitung faktor risiko pada pria dan wanita.


(20)

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan mencari faktor-faktor risiko yang paling dominan pada kejadian penyakit jantung koroner, terutama pada pasien penderita penyakit jantung koroner di RSUP HAM Medan.

1.2 Rumusan masalah

Apakah faktor risiko dari penyakit jantung koroner yang paling dominan pada pasien-pasien penyakit jantung koroner di RSUP Haji Adam Malik Medan ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang paling dominan pada pasien-pasien dengan penyakit jantung koroner.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Menganalisis hubungan faktor risiko umur dengan penyakit jantung koroner.

2) Menganalisis hubungan faktor risiko jenis kelamin penyakit jantung koroner.

3) Menganalisis hubungan faktor risiko hipertensi dengan penyakit jantung koroner.

4) Menganalisis hubungan faktor risiko kolesterol tinggi dengan penyakit jantung koroner.

5) Menganalisis hubungan faktor risiko diabetes mellitus dengan penyakit jantung koroner.

6) Menganalisis hubungan faktor risiko obesitas dengan penyakit jantung koroner.

7) Menganalisis hubungan faktor risiko merokok dengan penyakit jantung koroner.


(21)

1.4 Manfaat Penelitian

1) Memberikan informasi mengenai hubungan faktor risiko penyakit jantung koroner kepada pembaca, sehingga dapat menghindari faktor risiko yg dapat diubah dan hidup dengan pola hidup yang sehat.

2) Menambah pengetahuan peneliti di bidang ilmu kardiologi khususnya tentang faktor risiko yang paling berhubungan dengan kejadian PJK di RSUP HAM Medan.

3) Sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan untuk memberikan terapi yang terbaik untuk pasien PJK.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh darah menuju ke seluruh jaringan tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri dari darah, jantung, dan pembuluh darah. Darah yang mencapai sel-sel tubuh dan melakukan pertukaran zat dengan sel-sel tersebut harus di pompa secara terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi kanan dari jantung, memompa darah melewati paru-paru, memungkinkan darah untuk melakukan pertukaran antara oksigen dan karbondioksida (Tortora, 2012).

Ukuran jantung relatif kecil, pada umumnya memiliki ukuran yang sama, tetapi memiliki bentuk yang berbeda seperti kepalan tangan setiap orang. Dengan panjang 12cm, lebar 9cm, tebal 6cm, dan berat 250 gr pada wanita dewasa dan 300 gr pada pria dewasa (Tortora, 2012).


(23)

2.1.1 Sirkulasi koroner

Walaupun jantung memompa darah keseluruh tubuh, jantung tidak menerima nutrisi dari darah yang dipompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar cukup cepat dari darah yang ada dalam bilik jantung untuk memberi nutrisi semua lapisan sel yang membentuk dinding jantung. Untuk alasan ini, miokardium memiliki jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi koroner (Tortora, 2012).

Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri koronaria kiri dan kanan. Arteri-arteri ini muncul secara terpisah dari sinus aorta pada dasar aorta, dibelakang tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak di blockade oleh tonjolan katup selama sistol karena adanya aliran sirkular dan tetap sepanjang siklus jantung.

Arteri koronaria kanan berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kanan, menuju sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi bawah jantung, arteri terbagi menjadi cabang descendens posterior dan cabang marginal kanan. Arteri koronaria kiri berjalan dibelakang trunkus pulmonalis dan kemudian berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kiri. Arteri ini terbagi menjadi cabang sirkumfleksa, marginal kiri, dan descendens anterior. Terdapat anastomosis antara cabang marginal kanan dan kiri, serta arteri descendens anterior dan posterior, meskipun anastomosis ini tidak cukup untuk mempertahankan perfusi jika salah satu sisi sirkulasi koroner tersumbat.

Sebagian besar darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronarius dan vena jantung anterior. Vena koronaria besar dan kecil secara berturut-turut terletak paralel terhadap arteri koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di dalam sinus. Banyak pembuluh-pembuluh kecil lainnya yang langsung berakhir di dalam ruang jantung, termasuk vena thebesian dan pembuluh arterisinusoidal. Sirkulasi koroner mampu membentuk sirkulasi tambahan yang baik pada penyakit jantung iskemik , misalnya oleh plak ateromatosa. Sebagian besar ventrikel kiri disuplai oleh arteri koronaria kiri, dan oleh sebab itu adanya sumbatan pada arteri tersebut sangat berbahaya. AVN dan nodus sinus disuplai oleh arteri koronaria kanan pada


(24)

sebagian besar orang, penyakit pada arteri ini dapat menyebabkan lambatnya denyut jantung dan blockade AV (Aaronson, 2010).

Gambar 2.2 Arteri dan vena koroner di bagian anterior (Tortora, 2012) 2.2 Histologi pembuluh darah

Pembuluh darah yang lebih besar umumnya memiliki struktur 3 lapis. Lapisan dalam yang tipis disebut tunika intima, terdiri dari selapis (monolayer) sel endotel (endotelium) yang disokong oleh jaringan ikat. Sel-sel endotel yang melapisi lumen vascular dirapatkan oleh suatu tight junction, yang membatasi difusi molekul besar melewati endothelium. Sel-sel endotel memiliki peran krusial dalam mengendalikan permeabilitas vascular, vasokonstriksi, angiogenesis, dan regulasi hemostatis. Intima relatif lebih tebal pada arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa sel otot polos dalam arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa sel otot polos dalam arteri dan vena yang berukuran besar dan sedang.


(25)

Lapisan tengah yang tebal, tunika media, dipisahkan dari tunika intima oleh suatu selubung berfenestrasi (berperforasi), lamina elastika interna, yang sebagian besar tersusun atas elastin. Lapisan media ini mengandung sel otot polos yang terbenam dalam matriks ekstraselular yang terutama tersusun atas kolagen, elastin, dan proteoglikan. Sel-sel tersebut berbentuk seperti silinder yang memanjang dan irregular dengan ujung tumpul, dan memiliki panjang 15-100 m. Dalam sistem arterial, sel-sel ini tersusun secara sirkular atau dalam spiral bersusun rendah, sehingga lumen vaskular menyempit saat sel-sel berkontraksi. Masing-masing sel cukup panjang untuk melapisi sekeliling arteriol kecil beberapa kali.

Sel-sel otot polos yang berdekatan membentuk gap junction. Ini merupakan area dari kontak selular yang berdekatan dimana susunan kanal besar yang disebut konekson menghubungkan kedua membrane sel, memungkinkan otot polos membentuk sinsitium, dimana depolarisasi menyebar dari satu sel ke sel di sebelahnya.

Lamina elastika eksterna memisahkan antara tunika media dari lapisan bagian luar, tunika adventisia. Lapisan ini mengandung jaringan kolagen yang yang menyokong fibroblast dan saraf. Pada arteri dan vena besar, adventitia mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang juga menembus ke dalam bagian luar media dan menyuplai dinding vascular dengan oksigen dan nutrisi.

Protein elastin didapatkan terutama dalam arteri. Molekul elastin tersusun menjadi jalinan serabut yang berbentuk kumparan acak. Molekul (seperti pegas) ini memungkinkan arteri melebar selama sistol dan kemudian kembali mengecil selama diastol agar menjaga darah tetap mengalir kedepan. Hal ini sangat penting untuk aorta dan arteri elastik besar lainnya, dimana media mengandung lapisan elastin berfenetrasi yang memisahkan sel-sel otot polos menjadi lapisan konsentrik multipel (Lamela).

Protein fibrosa kolagen terdapat dalam ketiga lapisan dinding vascular, dan berfungsi sebagai kerangka yang menahan sel otot polos tetap pada tempatnya. Pada tekanan internal yang tinggi, jalinan kolagen menjadi sangat


(26)

kaku, dan membatasi pelebaran pembuluh darah. Hal ini sangat penting untuk vena, yang memiliki kandungan kolagen lebih banyak dari arteri (Aaronson, 2010).

2.3 Fisiologi jantung

Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang disalurkan oleh kontraksi dan denyut jantung. Jantung mendorong darah melintasi pembuluh darah untuk disampaikan dalam jumlah yang cukup. Jantung berfungsi untuk menjalankan sistem sirkulasi dan transportasi dalam tubuh. Pada dasarnya sistem sirkulasi terdiri dari 3 komponen dasar yaitu :

- Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah untuk menimbulkan gradien tekanan yang diperlukan agar darah mengalir ke jaringan.

- Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan kemudian mengembalikannya ke jantung.

- Darah berfungsi sebagai medium transportasi tempat bahan-bahan yang akan disalurkan dilarutkan, diendapkan (Sherwood, 2001).

Siklus jantung adalah urutan kejadian mekanik yang terjadi selama satu denyut jantung tunggal. Saat menuju akhir diastole (G) semua rongga jantung berelaksasi. Katup antara atrium dan ventrikel terbuka (katup AV: kanan, trikuspid ; kiri, mitral), karena tekanan atrium tetap sedikit lebih besar daripada tekanan ventrikel sampai ventrikel benar-benar mengembang. Katup aliran keluar pulmonal dan aorta (semilunar) menutup, saat arteri pulmonalis dan tekanan aorta lebih besar daripada tekanan ventrikel. Siklus dimulai ketika nodus sinoatrial menginisiasi denyut jantung.

Sistol atrium (A)

Kontraksi atrium melengkapi pengisian ventrikel. Saat istirahat, atrium member konstibusi kurang dari 20% volume ventrikel, namun proporsi ini


(27)

meningkat sesuai denyut jantung, karena diastol memendek dan terdapat lebih sedikit waktu untuk pengisian ventrikel. Tidak terdapat katup antara vena dan atrium dan sejumlah darah mengalami regurgitasi ke dalam vena. Gelombang dari tekanan atrium dan vena merefleksiakan sistol atrium. Volume ventrikel setelah pengisian dikenal sebagai volume akhir diastolik, dan besarnya 120-140 ml. Tekanan equivalen adalah kurang dari 10mmHg, dan lebih besar ada ventrikel kiri daripada ventrikel karena lebih muskular dan oleh sebab itu dinding ventrikel kiri lebih kaku. EDV (end diastolic volume) merupakan suatu penentu penting dalam kekuatan kontraksi selanjutnya.depolarisasi atrium menyebabkan gelombang P pada EKG.

Sistol ventrikel

Kontraksi ventrikel menyebabkan peningkatan tajam tekanan ventrikel dan katup AV menutup begitu tekanan ini melampaui tekanan atrium. Penutupan katup AV menyebabkan bunyi jantung pertama (S1). Depolarisasi ventrikel berkaitan dengan kompleks QRS dan EKG. Selama fase awal kontraksi ventrikel, tekanan ventrikel lebih kecil daripada tekanan arteri pulmonal dan aorta, sehingga katup aliran keluar tetap menutup. Ini merupakan kontraksi isovolumetrik (B), karena volume ventrikel tidak berubah. Tekanan yang meningkat menyebabkan katup AV menonjol ke dalam atrium, sehingga ,menyebabkan gelombang tekanan atrium yang kecil (gelombang c), yang diikuti oleh suatu penurunan (penurunan x).

Ejeksi

Katup-katup aliran keluar terbuka saat tekanan dalam ventrikel melampaui tekanan pada arteri masing-masing.n perhatikan bahwa tekanan arteri pulmonal 1-5 mmHg diperkirakan lebih kecil daripada tekanan aorta 80 mmHg. Aliran kedalam arteri pada awalnya sangat cepat (fase ejeksi cepat c), namun saat kontraksi semakin menghilang, ejeksi menjadi berkurang (fase ejeksi menurun d). ejeksi cepat kadang-kadang terdengar sebagai murmur. Kontraksi aktif menghilang selama paruh kedua ejeksi, dan otot berpolarisasi.ini berkaitan dengan


(28)

gelombang T pada EKG. Tekanan ventrikel selama vase ejeksi menurun adalah sedikit lebih kecil daripada tekanan arteri, namun darah terus mengalir keluar ventrikel karena adannya momentum. Pada akhirnya aliran secara cepat berbalik sehingga menyebabkan penutupan katup aliran keluar dan suatu peningkatan kecil tekanan aorta, takik dikrotik. Penutupan katup semilunaris berkaitan dengan bunyi jantung kedua (S2).

Jumlah darah yang diejeksikan ventrikel dalam satu denyut disebut isi sekuncup yaitu 70ml. oleh sebab itu, sekitar 50ml darah tertinggal dalam ventrikel pada akhir sistol(volume akhir sistolik). Proporsi EDV yang diejeksikanadalah fraksin ejeksi. Selama dua pertiga akhir sistol, tekanan atrium meningkat akibat pengisian vena (gelombang v).

Diastol-relaksasi dan pengisian kembali.

Setelah penutupan katup aliran keluar, ventrikel secara cepat berelaksasi. Namun demikian, tekanan ventrikel tetap lebih besar daripada tekanan atrium dan katup AV tetap menutup. Ini disebut relaksasi isovolumetrik (E). Saat tekanan ventrikel menurun dibawah tekanan atrium, maka katup AV terbuka dan tekanan atrium menurun (penurunan y) saat ventrikel terisi kembali (pengisian kembali ventrikel sangat cepat F). ini dibantu oleh recoil elastic dinding ventrikel, yang sebenarnya menyedot darah. Bunyi jantung ketiga (S3) dapat terdengar pada orang muda, atau saat EDP tinggi. Saat ventrikel benar-benar berelaksasi, pengisian kembali melambat. Ini berlanjut selama dua pertiga akhir diastole akibat aliran vena. Saat istirahat, diastole dua kali lebih panjang dari sistol, namun menurun secara proporsional selam altihan dan saat laju denyut jantung akan meningkat.

Nadi

Nadi disebabkan oleh gelombang tekanan yang bergerak menuruni cabang vascular. Bentuk dari nadi arterial dimodifikasi oleh kompliansi dan ukuran arteri. Suatu arteri yang kaku, seperti pada usia yang menua atau aterosklerosis, menyebabkan nadi teraba lebih jelas. Nadi juga lebih tajam saat ukuran arteri


(29)

berkurang. Pantulan yang mencerminkan arteri dari titik-titik dimana resistensi terhadap aliran meningkat, misalnya saat arteri bercabang, dan dapat menyebabkan peningkatan puncak selanjutnya. Nadi vena jugularis mencerminkan atrium kanan, dan berkaitan dengan gelombang a,c,v, dan penurunan x dan y (Aaronson, 2010).

2.4 Penyakit Jantung Koroner 2.4.1 Definisi

Penyakit jantung koroner adalah penyempitan dari pembuluh darah kecil yang mensuplai darah dan oksigen untuk jaringan jantung. Penyakit jantung koroner juga bisa dibilang penyakit arteri koroner.

Penyakit arteri koroner terjadi saat arteri koroner mengalami kerusakan. Kolesterol dalam darah merupakan penyebab tersering terjadinya plak di dalam pembuluh darah. Saat plak menumpuk, hal ini menyebabkan penyempitan dinding pembuluh darah dan menurunya darah yang disuplai menuju jaringan jantung. Nantinya, penurunan aliran darah menuju bagian jantung tertentu akan menyebabkan sakit dada (angina), nafas yang pendek, atau menimbulkan gejala lainnya. Penutupan arteri seluruhnya, menyebabkan serangan jantung. Karena proses terjadinya penyakit arteri koroner lebih dari 10 tahun, hal ini bisa tidak disadari sampai terjadinya serangan jantung. Tapi tetap ada cara untuk menghindarinya, yaitu dengan pola hidup yang sehat (Mayo Foundation for Medical Education and Research, 1998-2012).

2.4.2 Etiologi

Penyakit jantung koroner disebabkan oleh terbentuknya plak di arteri koroner. Hal ini juga disebut “hardening of the arteries”. Zat-zat lemak dan substansi lainnya membentuk plak dalam dinding arteri koroner. Arteri koroner membawa darah dan oksigen menuju jaringan jantung. Terbentuknya plak menyebabkan arteri menyempit, kemudian aliran darah menuju jaringan jantung menurun atau bisa berhenti.


(30)

2.4.3 Klasifikasi PJK

Terdapat 4 klasifikasi penyakit jantung koroner Juwono (2005) : 1. Asimtomatik (Silent Myocardiac Ischemia)

Penderita SMI tidak pernah mengeluh adanya rasa sakit di dada (angina) pada saat beraktivitas maupun pada saat istirahat. Pada saat pemeriksaan terdapat depresi segmen ST. namun pada pemeriksaan fisik dan vital sign dalam batas normal.

2. Angina pectoris stabil

Terdapat nyeri dada saat melakukan aktivitas, berlangsung 1-5 menit dan hilang saat istirahat. Nyeri dada yang bersifat kronik berlangsung lebih dari 2 bulan. Nyeri terutama pada daerah retrosternal , terasa seperti tertekan benda berat atau terasa panas dan menjalar ke lengan kiri, leher, maksila, dagu, punggung dan jarang menjalar ke lengan kanan. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan depresi segmen ST (Idrus, 2007).

3. Angina Pektoris tidak stabil

Nyeri bersifat lebih progresif, dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi pada saat istirahat. Pada pemeriksaan EKG, biasannya didapatkan deviasi segmen ST (Idrus, 2007).

4. Infark Miokardiak akut

Sering didahului dada terasa tidak enak (chest discomfort). Nyeri dada seperti tertekan, tercekik, teremas, berat, tajam, terasa panas berlangsung selama >30 menit. Bahkan sampai berjam-jam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada pasien ketakutan, gelisah, tegang, denyut nadi menurun, dan pada hasil EKG terdapat elevasi segmen ST.

2.4.4 Faktor resiko

ACCF/AHA 2010 guideline tidak merekomendasikan pengukuran untuk perkiraan resiko penyakit jantung koroner pada dewasa yang tidak memiliki gejala klinis.


(31)

- Pengukuran profil lipid

- Mempelajari aliran pembuluh darah perifer dan arteri brachial - Pengukuran spesifik pada kekakuan arteri

- Coronary computed tomography angiography - MRI untuk mendeteksi plak pada pembuluh darah

Test dan cara pengukuran lain untuk resiko kardiovaskular yang di rekomendasikan :

- Pemeriksaan EKG saat istirahat - Pemeriksaan EKG saat aktivitas

- Transthoracic echocardiography untuk mendeteksi hipertropi ventrikel kiri

- Pengukuran calcium arteri koroner - MRI

Faktor resiko PJK terbagi menjadi fattor modifiable dan faktor non-modifiable. Faktor resiko modifiable yaitu faktor resiko yang dapat diubah, faktor resiko non-modifiable merupakan faktor resiko yang tidak dapat diubah (Boudi ,2012).

2.4.4.1 Faktor resiko non modifiable (yang tidak dapat diubah) a. Umur

Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab kematian utama di Amerika, Eropa, dan dunia pada usia >65 tahun (Murray CJ et al, 1997). Sindroma koroner akut diperkirakan sebagai penyebab terbesar 35% dari semua kematian pada usia >65 tahun (Kockanek , 2004). Diantara pasien yang meninggal karena PJK, 83% berusia >65 tahun(American Heart Association, 2005)

Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur, diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Dengan riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung juga


(32)

merupakan faktor risiko, termasuk penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun (Boudi,2012).

Pasien usia lanjut lebih sering dari pada usia muda mengalami perubahan abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta yang terbatas, peningkatan afterload jantung karena penurunan complains arteri dan hipertensi arterial, hipotensi ortostatik, hipertropi jantung, dan disfungsi ventricular terutama disfungsi diastolik (Alwi,2012).

b. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi daripada perempuan. Walaupun setelah menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki-laki akibat penyakit jantung (American Heart Association, 2013).

c. Hereditas ( keturunan)

Anak-anak dengan orang tua yang memiliki riwayat penyakit jantung, lebih beresiko untuk terkena penyakit jantung itu sendiri. Afrika Amerika memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada Kaukasian, dan memiiki resiko lebih tinggi pada penyakit jantung. Resiko tinggi juga terdapat pada orang Mexican Amerika, American India, native Hawaiians dan Asian Amerika. Hal ini juga berhubungan dengan tingginya angka orang yang obesitas dan diabetes (American Heart Association, 2013)

2.4.4.2 Faktor resiko modifiable (yang dapat diubah) a. Kadar kolesterol darah yang tinggi.

Menurut dari hasil Framing Heart Study result , semakin tinggi kadar kolesterol, semakin tinggi pula resiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner. Penyakit jantung arteri jarang terjadi pada orang yang


(33)

memiliki kadar kolesterol <150mg/dl. Pada tahun 1984, Lipid Research Clinics-Coronary Primary mengungkapkan bahwa menurunkan kadar LDL kolesterol, secara signifikan menurunkan kejadian penyakit arteri koroner.

Grafik 2.1 Serum kolestrol pada penderita PJK

b. Hipertensi

Hipertensi saat ini telah diterima secara universal sebagai salah satu faktor resiko utama terjadinya PJK (Srikanthan, 1997).

Meta-analisis pada 61 studi observasional protektif, yang dilakukan Lewington et al (2002), pada kelompok usia 40-69 tahun menunjukkan, setiap peningkatan 20mmHg tekanan darah sistolik dan 10mmHg tekanan darah diastolik, berhubungan dengan resiko kematian akibat penyakit jantung iskemik dan penyebab kematian lain dua kali lebih besar. Meta-analisis lain yang dilakukan Staessen et al (2001) menunjukkan penurunan tekanan darah akan menurunkan bencana dan mortalitas kardiovaskular.

Patofisiologi dan pathogenesis terjadinya PJK pada hipertensi, akhir-akhir ini terus berkembang. Mekanisme biomolekular dan selular pada perkembangan aterosklerosis akibat hipertensi masih belum jelas. Terdapat


(34)

berbagai faktor yang diduga berperan mulai dari disfungsi endotel, inflamasi sampai hipertropi ventrikel kiri.

c. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus sudah dikenal sebagai faktor resiko utama penyakit kardiovaskular. Data dari penelitian klinis menunjukkan sebagian besar pasien DM meninggal karena penyakit kardiovaskular dan lebih dari tiga perempat pasien DM yang meninggal penyebabnya dikaitkan dengan aterosklerosis, sebagian besar kasus (75%) karena PJK (Wilson, 1998).

Diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan risiko PJK, 2 sampai 4 kali pada populasi secara keseluruhan (Hurst TD, 2003). Haffner et al (1998) mendapatkan pasien DM tanpa riwayat PJK mempunyai risiko infark miokard yang sama seperti pasien PJK yang bukan DM. National Choresterol Education Program memasukkan DM sebagai coronary risk equivalent pada pedoman tatalaksana lipid. Risiko PJK tersebut bahkan lebih tinggi pada wanita. Pasien DM wanita mempunyai laju kematian 5-8 kali lebih tinggi daripada wanita non-diabetes (Steinberg et al, 2000).

d. Obesitas

Epidemi obesitas dianggap sebagai salah satu pemicu meningkatnya prevalensi sindrom metabolik. Obesitas turut berperan pada hiperglikemia dan hipertensi dan memiliki kaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Dalam studi-studi klinis dan epidemiologis, obesitas meiliki hubungan yang kuat dengan seluruh faktor-faktor risiko kardiovaskular. Mekanisme yang mendasari hubungan antara obesitas abdominal (terutama obesitas viseral) dan sindrom metabolik belum dapat dimengerti sepenuhnya, dan hal tersebut sangat kompleks.

Beberapa perubahan metabolisme lemak seringkali dijumpai pada individu obesitas. Perubahan-perubahan ini berkaitan erat dengan jumlah lemak visceral dibandingkan dengan total lemak tubuh. Pada umumnya,


(35)

obesitas cenderung meningkatkan kadar kolesterol total dan trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol LDL tetap meningkat sedikit atau normal, partikel small dense LDL yang aterogenik cenderung meningkat, terutama pada pasien dengan resistensi insulin yang berkaitan dengan adipositas visceral. Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis (Standl, 2005).

e. Merokok

Merokok tembakau menyebabkan CVD dengan menurunkan kadar HDL , meningatkan koaguabilitas darah, dan merusak endotel. Sehingga memicu terjadinya aterosklerosis. Selain itu, terjadi pula stimulasi jantung yang diinduksi nikotin serta penurunan kapasitas darah pengangkut oksigen yang dimediasi oleh karbondioksida. Efek ini, bersama dengan peningkatan spasme koroner, menentukan tingkatan terjadinya iskemia jantung dn infark miokard. Bukti epidemiologis menyebutkkan bahwa risiko CVD tidak menurun dengan merokok yang memiliki kadar tar rendah.

2.4.5 Patofisiologi PJK

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapsitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, menekan fungsi miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolism aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolism anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.


(36)

Gabungan efek hipoksia ,berkurangnya energy yang tersedia, serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang, serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu , gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol, akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan respon vagus.

Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dua perubahan EKG akibat elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Suatu varian angina lainnya disebut juga angina Prinzmental disebabkan oleh spasme arteria koroner yang berkaitan dengan elevasi segmen ST.

Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan


(37)

metabolik,fungsional,hemodinamik dan elektrokardigrafi yang terjadi semuanya bersifat reversibel (Price Wilson, 2006).

Angina pektoris adalah nyeri episodik atau sensasi seperti ditekan/diremas pada dada yang disebabkan oleh iskemia miokard reversibel. Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke leher, rahang, dan lengan (terutama bagian kiri), dan yang lebih jarang ke punggung. Ini merupakan manifestasi dari iskemia miokardium (Aaronson, ,2010).

2.4.6 Patogenesis aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan penyakit pada arteri yang lebih besar. Ateroskelrosis dimulai pada masa kanak-kanak dengan akumulasi lipid yang terlokalisasi dalam intima arteri, yang disebut fatty streak (garis-garis lemak).sampai dengan usia paruh baya, beberapa fatty streak ini berkembang menjadi plak aterosklerotik, lesi fokal dimana dinding arteri jelas abnormal. Plak mungkin berukuran beberapa sentimeter, dan paling umum terjadi di dalam aorta, arteri koronaria, arteri karotis interna, dan sirkulus Willisi.

Lapisan intima terdiri atas sel-sel endotel yang membatasi arteri dan merupakan satusatunya bagian dinding pembuluh darah yang berinteraksi dengan komponen darah. Hal penting mengenai endotel adalah :

a. Mengandung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar dengan permeabilitas yang sangat selektif

b. Memberikan permukaan non-trombogenik oleh lapisan heparin dan oleh sekresi PGI2 (vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit) dan oleh sekresi plasminogen

c. Mensekresi oksida nitrat (vasodilator kuat)

d. Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T, dan sel-sel otot polos melalui berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan.

Lapisan media merupakan otot dinding arteri dan terdiri atas sel-sel otot polos, kolagen, dan elastin. Lapisan intima melindungi lapisan media dari komponen-komponen darah. Lapisan media bertanggung jawab atas kontraktilitas dan kerja pembuluh darah lapisan adventisia merupakan lapisan terluar dinding


(38)

pembuluh darah dan terdiri atas sebagian sel-sel otot polos dan fibroblast, lapisan ini juga mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang menghantarkan suplai darah ke dinding pembuluh darah.

Pada aterosklerosis, terjadi gangguan integritas lapisan media dan intima, sehingga menyebabkan terbentuknya ateroma. Hipotesis respon terhadap cedera memperkirakan bahwa langkah awal dalam aterogenesis adalah cedera yang kemudian menyebabkan disfungsi endotel arteri dengan meningkatnya permeabilitas terhadap monosit dan lipid darah.

Hiperkolesterolemia diyakini menggangu fungsi endotel dengan meningkatkan produksi radikal bebas oksigen. Radikal ini menonaktifkan oksida nitrat yaitu faktor endothelial-relaxing utama. Apabila terjadi hiperlipidemia kronis, lipoprotein tertimbun dalam lapisan intima ditempat meningkatnya permeabilitas endotel. Pemajanan terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri menyebabkan terjadinya oksidasi LDL-C, yang berperan dan mempercepat timbulnya plak ateromatosa. Oksidasi LDL-C diperkuat oleh kadar HDL-C yang rendah, DM, defisiensi esterogen, hipertensi, dan adanya derivate merokok. Sebaliknya, kadar HDL-C yang tinggi bersifat protektif tethadap terjadinya CAD bila terdiri atas sedikitnya 25% kolesterol total. Hiperkolesterolemia memicu adhesi monosit, migrasi sel otot polos subendotel, dan penimbunan lipid dalam makrofag dan sel-sel otot polos.apabila terpajan dengan LDL-C yang teroksidasi, makrofag menjadi sel busa, yang beragregasi dalam lapisan intima, yang terlihat secara makroskopis sebagai bercak lemak (fatty streak). Akhirnya, deposisi lipid dan jaringan ikat mengubah bercak lemak ini menjadi ateroma lemak fibrosa matur. Ruptur menyebabkan inti bagian plak terpajan dengan LDL-C yang teroksidasi dan meningkatnya perlekatan elemen sel, termasuk trombosit akhirnya deposisi lemak dan jaringan ikat mengubah plak fibrossa menjadi ateroma, yang dapat mengalami perdarahan, ulserasi, kalsifikasi, atau thrombosis dan menyebab kan infark miokardium (Aaronson,2010).


(39)

2.4.7 Diagnosa PJK

a. Elektrokardiogram (EKG)

EKG mencatat ritme dan aktivitas listrik jantung . Sejumlah elektroda (patch lengket) diletakkan pada lengan, kaki dan dada. Elektroda dihubungkan ke mesin yang mencatat sinyal listrik dari setiap detak jantung.

Meskipun EKG dapat mendeteksi masalah dengan irama jantung, pembacaan abnormal tidak selalu berarti ada sesuatu yang salah, juga bukan berarti jika pembacaan normal, jantung baik-baik saja. Dalam beberapa kasus, akan mungkin memiliki EKG latihan tes atau 'stress test'. Ini adalah ketika rekaman EKG diambil saat berolahraga (biasanya pada treadmill atau olahraga sepeda). Jika mengalami sakit saat berolahraga, tes dapat membantu mengidentifikasi apakah gejala disebabkan oleh angina, yang biasanya disebabkan olehPJK.

b. Sinar-X

X-ray dapat digunakan untuk melihat jantung, paru-paru dan dinding dada. Hal ini dapat membantu menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala pasien.

c. Echocardiogram(echo)

Ekokardiogram ini mirip dengan USG digunakan dalam kehamilan. Ini menghasilkan gambar jantung pasien menggunakan gelombang suara. Tes ini dapat mengidentifikasi struktur, ketebalan dan pergerakan setiap katup jantung dan dapat digunakan untuk membuat gambaran yang rinci dari jantung. Selama ekokardiogram pasien akan diminta untuk melepaskan baju dan perangkat genggam kecil, disebut transduser, akan melewati dada pasien. Pelumas gel dimasukkan ke kulit pasien untuk memungkinkan transduser untuk bergerak dengan lancar dan pastikan ada kontak terus-menerus antara sensor dan kulit.


(40)

d. Tes darah

Selain pengujian kolesterol, pasien mungkin harus memiliki sejumlah tes darah untuk memantau aktivitas jantung. Ini mungkin termasuk pemeriksaan enzim jantung, yang dapat menunjukkan apakah telah terjadi kerusakanbaru ke otot jantung.

e. Angiografikoroner

Angiografi koroner, juga dikenal sebagai tes kateter jantung, dapat mengidentifikasi apakah arteri koroner yang menyempit dan seberapa parah penyumbatan berada. Hal ini juga memberikan informasi tentang tekanan di dalam bilik jantung pasien dan seberapa baik hati pasien berfungsi. Dalam angiogram, kateter (tabung fleksibel) dimasukkan ke dalam arteri di pangkal paha atau lengan dan dipandu ke dalam arteri koroner dengan menggunakan sinar-X. Sebuah dye disuntikkan ke dalam kateter arteri yang menyuplai darah ke jantung. Sejumlah gambar X-ray diambil, yang akan mempelihatkan penyumbatan. Hal ini biasanya dilakukan di bawah anestesi lokal.

Angiogram koroner relatif aman dan komplikasi serius jarang terjadi. Risiko terkena serangan, stroke jantung atau meninggal selama prosedur diperkirakan sekitar satu atau dua dari setiap 1.000. Namun, setelah angiogram koroner, pasien mungkin mengalami beberapa efek samping ringan termasuk: - sensasi yang sedikit aneh ketika pewarna meletakkan kateter - sejumlah kecil pendarahan saat kateter akan dihapus - memar di pangkal paha atau lengan

f. Tes radionuklida

Tes radionuklida dapat menunjukkan seberapa kuat jantung anda memompa dan menunjukkan aliran darah ke dinding otot jantung pasien. Tes radionuklida memberikan informasi lebih rinci dibandingkan dengan pengujian latihan EKG. Selama pengujian radionuklida, sejumlah kecil zat radioaktif, disebut isotop, disuntikkan ke dalam darah pasien (kadang-kadang selama


(41)

latihan). Jika pasien mengalami kesulitan berolahraga, pasien mungkin akan diberi beberapa obat untuk membuat jantung pasien berdetak lebih cepat. Sebuah kamera ditempatkan dekat dengan dada pasien utuk mengangkat radiasi yang ditransmisikan oleh isotop saat melewati jantung pasien.

g. Pengujian resonansi magnetik (MRI)

MRI scan dapat digunakan untuk menghasilkan gambar detil dari jantung Anda. Selama MRI scan, Anda berbaring di dalam pemindai seperti

terowongan yang memiliki magnet di sekitar luar. Pemindai menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar.

h. Computerised tomography (CT) scan

CT scan menggunakan sinar-X dan komputer untuk membuat rincian gambar dari dalam tubuh Anda. Selama CT scan, Anda berbaring di tempat tidur sementara tabung kecil yang mengambil sinar-X bergerak dan berputar di sekitar tubuh Anda (NHS,2012).

2.4.8 Penatalaksanaan 2.4.8.1 Nonfarmakologi

- Kontrol tekanan darah

The Seventh Joint National Comittee (JNC 7) pada pencegahan, deteksi, evaluasi,dan perawatan terhadap hipertensi merekomendasikan pasien DM atau penyakit ginjal kronis harus diterapi untuk mencapai TD lebih rendah dari 130/80 mmHg. Meskipun guidelines JNC 7 tidak mendefinisikan suatu target TD bagi pasien gagal jantung atau PKV, ddirekomendasikan untuk mencapai control yang menyeluruh. Perawatan pasien tanpa PKV atau DM harus dimulai jika TD sistolik ≥140 mmHg dan atau TD diastolik ≥ 90 mmHg (Chobanian et al, 2003).

- Manajemen kolesterol

Laporan Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in adult (adult treatment panel III ATP) III


(42)

merekomendasikan target kadar kolesterol LDL <100 mg/dL (2,6 mmol/L) pada pasien PKV, DM, atau berdasarkan Framingham Risk Score, pasien dengan IM atau penyakit jantung koroner yang beresiko kematian dalam 10 tahun lebih dari 20%. Pedoman tersebut membagi kadar trigeliserida normal <150 mg/dL (3,8 mmol/L) dan kadar kolesterol HDL ≥40mg/dL (1mmol/L).

Pada semua tingkat, perubahan gaya hidup, termasuk diet dan olahraga, dan terapi obat-obatan seharusnya dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL<100mg/dL (2,6 mmol/L).

- Berhenti merokok

Merokok terbukti meningkatkan perkembangan dan progresi PKV, dan pada orang-orang yang terbukti PJK, merokok merupakan predictor penting kejadian kardiovaskular dimasa mendatang. Kombinasi dukungan perilaku jangka panjang dan terapi farmakologis dengan bupropion, dengan atau tanpa penggantian nikotin, sebaiknya dianjurkan pada semua pasien PKV.

- Diet dan Weight Management

Indeks masa tubuh (IMT) menggolongkan pasien menjadi sehat (IMT 19-25), over weight (IMT 25-30), dan obesitas (IMT >30), dan berhubungan dengan risiko kardiovaskular. Lingkar pinggang yang juga diperkirakan meningkat jika lebih dari 40 inci (102 cm) pada laki-laki atau 35 inci (89 cm) pada perempuan, merupakan pengukuran tidak langsung dalam menilai obesitas sentral atau viseral yang terbukti berkaitan dengan risiko kardiovaskular (WHO,1997).

Pengurangan jumlah asupan kalori sebanyak 500 kcal/hari atau lebih harus dijalankan oleh pasien dengan berat badan tidak sehat sehingga mereka mencapai berat badan ideal (Noel PH et al, 2002).

Susunan makanan yang mengandung protein, kompleks kabohidrat, asam lemak omega-3, sayur-sayuran, kacang, dan biji-bijian serta pembatasan lemak jenuh dan kolesterol harus dijalankan oleh semua pasien PKV.


(43)

- Pengelolaan Diabetes

DM tipe 2 merupakan faktor resiko kuat terjadinya PKV dan dihubungkan dengan peningkatan aterosklerosis. Penyakit jantung koroner terjadi pada lebih dari 65% pada semua kematian pasien DM. pasien dengan PKV dan DM harus difokuskan pada control kadar glukosa darah yang baik dengan target nilai hemoglobin glycosylated (HbA1c) kurang dari 6,5%.

- Exercise

Diantara pasien-pasien dengan PKV, olahrag teratur terbukti dapat menurunkan angka kejadina kardiovaskular dan penyebab kematian. Sluruh pasien dengan riwayat PKV harus selalu berolahrag aerobic selama 30 menit atau lebih setiap harinya. Untuk pasien dengan angina pektoris stabil kronik, baru mengalami IM, baru dilakukan pembedahan by pass arteri koronaria, dan/atau disfungsi sistolik ventrikel kiri, pengawasan olahraga dalam program rehabilitasi kardiovaskuler harus dipertimbangkan.

2.4.8.2 Farmakologi - Obat anti platelet 1. Aspirin

Peran aspirin pada pencegahan sekunder bencanakardiovaskular iskemik (ischaemic cardiovascular events) telah diterima secara universal. Aspirin diketahui menurunkan resiko kejadian vascular sekitar 25%, dengan perlindungan terbesar pada pasien SKA (Antiplatelet Trialist’ Colaboration, 1994).

Aspirin secara ireversibel menghambat enzim cyclooxygenase yang terlibat dalam pembentukan thromboxane, suatu faktor yang memicu agregasi trombosit. Seluruh pasien dengan riwayat PKV dan atau DM harus mendapat 75 mg sampai 325 aspirin setiap harinya (BMJ, 2002).

Efek samping utama antara lain perdarahan, gejala-gejala gastrointestinal (pada 2%-10% individu), tinnitus dan memburuknya


(44)

pendengaran (0,3 % dengan dosis yang lebih tinggi), dan reaksi hipersensitivitas termasuk bronkospasme, urtikaria, dan angioedema (pada 0,3%) (Hennekens et al, 1997).

2. Klopidogrel

Klopidogrel mencegah aktivasi platelet dengan memblok pengikatan adenosine diphosphate pada reseptornya dipermukaan platelet. Klopidogrel harus digunakan sebagai pengganti aspirin pada para pasien yang intoleran atau resisten terhadap efek aspirin. Klopidogrel (75mg/hari) juga harus diberikan selain aspirin (75-325 mg/hari) selama setidaknya 8 sampai 12 bulan pada pasien dengan sindroma koroner akut, terutama setelah menjalani percutaneous coronary intervention (PCI) (Steinhubl et al, 2002).

Efek samping utama termasuk rash (pada 4.2% pasien) dan perdarahan gastrointestinal (pada 2,0% pasien). Penggunaan jangka panjang dari klopidogrel terbatas terutama oleh harganya.

- Obat Anti Koagulan Warfarin

Efek antikoagulan warfarin terutama melalui efek antagonis terhadap vitamin K-dependent carboxylation dari beberapa protein prokoagulan (faktor-faktor II,VII,IX, dan X dan protein-protein C dan S). anti koagulan warfarin diindikasikan pada pasien fibrilasi atrial dan atau thrombus ventrikel kiri, juga pada individu yang tidak dapat menerima spirin setelah IM (Braunwald et al, 2002).

Warfarin juga dipertimbangkan untuk menjadi terapi utama pada beberapa pasien pasca IM akut.

Efek samping utama termasuk perdarahan sifatnya tergantung dosis dan mempunyai potensi interaksi obat, terutama diantara obat-obatan yang dimetabolisme oleh sitokrom hati CYP2C9 dan isoenzim CYP3A4.


(45)

Pemberian aspirin dosis rendah yang ditambahkan secara rutin pada warfarin masih merupakan kontroversi. Analisis terkini menunjukkan kecenderungan terhadap perbaikan outcome jika terapi kombinasi digunakan pada pasien-pasien yang diketahui PKV. Pasien yang mendapat warfarin jangka panjang memiliki sedikit peningkatan risiko perdarahan mayor dibandingkan dengan pasien yang dirawat dengan aspirin saja (Hurlen M et al, 2002).

- Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI) menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Terapi ini memblok sistem rennin-angiotensin dan mencegah pemecahan bradikinin. ACEI diindikasikan pada pasien PKV yang disertai gagal jantung, disfungsi sistolik ventrikel kiri, dan recent MI dan juga diindikasikan pada pasien PKV dan DM terlepas dari fungsi sistolik ventrikel kiri selama tekanan darah sistolik lebih besar dari 120 mmHg (indikasi terkini American Collage of Cardiology/American Heart Association [ACC/AHA] class IIa)(Gluckman Tyj et al, 2004).

Efek samping utama termasuk insufisiensi ginjal (50% pasien dengan stenosis arteri bilateral), batuk (20% dari keseluruhan pasien), hiperkalemia (10% pasien), dan angioedema (0,1%-0,2%)(Gluckman Tyj et al, 2004).

- Angiotensin Receptor Blockers

ARB menghambat efek angiotensin II pada tingkat reseptor dan diindikasikan pada pasien nefropati diabetic, hipertensi, atau gagal jantung.

Namun, ARB belum terbukti memberikan perlindungan terhadap PKV lebih baik dibandingkan dengan ACEI pada pasien gagal jantung, dan oleh karena itu hanya boleh digunakan sebagai terapi primer pada pasien yang intoleran terhadap ACEI. Terapi


(46)

kombinasi ARB dengan ACEI pada pasien gagal jantung nampaknya memberikan keuntungan lebih besar melalui hambatan sistem angiotensin yang lebih sempurna (Mc Murray JJ et al, 2003). Efek samping utama mirip dengan ACEI, kecuali untuk efek-efek yang terkait dengan bradikinin (mis : batuk).

- β-Blockers

Penyekat beta secara kompetitif menghambat efek katekolamin pada reseptor adrenergik- . Efek ini meliputi efek anti aritmik, anti angina, dan simpatolitik dengan mengurangi stimulasi kronotropik dan inotropik. Penyekat beta harus digunakan dalam pencegahan PKV sekunder pada pasien dengan IM, gagal jantung, disfungsi sistolik ventrikel kiri dan hipertensi(Freemantle N et al, 1999). Efek samping utama antara lain eksaserbasi jangka pendek gejala-gejala gagal jantung, kelelahan (1,8 %), dan disfungsi seksual.

- Penghambat HMG-CoA Reduktase (Statin)

Statin adalah inhibitor kompetitif 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A (HMG-CoA) reductase, suatu enzim yang berperan dalam sintesis kolesterol. Statin merupakan golongan obat yang sangat kuat dalam menurunkan kadar kolesterol LDL, dan juga untuk meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan trigliserida. Statin seharusnya dipertimbangkan menjadi obat utama penurunan lipid pada pasien PKV atau DM.

Efek samping utama antara lain mialgia (1%-6%), peningkatan serum aimnotransferase sesuai dosisnya (0,1%-3,0%), miopati (0.7%), dan rabdomiolisis fatal (<0,00002%).

- Fibrat

Fibrat mengaktifkan peroxisome profilator-activated receptors (PPAR) untuk merangsang lipoprotein lipase, dan menghasilkan kadar


(47)

trigliserida yang lebih rendah dan kadar kolesterol HDL yang lebih tinggi (National Cholesterol Education Program, 2002).

Fibrat merupakan obat pilihan pertama yang cocok pada pasien dengan hipertrigliseridemia (isolated). Terapi kombinasi dengan statin dapat dioertimbankan pada pasien-pasien yang beresiko tinggi dengan peningkatan kadar kolesterol LDL dan juga kadar kolesterol HDL rendah atau kadar trigliserida yang tinggi. Efek samping utama adalah miopati, yang meningkat seiring dengan penggunaan statin.

- Asam nikotinat

Asam nikotinat (niasin) meningkatkan kadar kolesterol HDL dan menghambat produksi kolesterol VLDL dan LDL didalam hati. Niasin dapat digunakan pada terapi kombinasi dengan statin pada pengobatan hiperlipidemia pasien-pasien dengan kadar kolesterol HDL yang normal atau rendah(National Cholesterol Education Program, 2002).

Efek samping utama antara lin muka menjadi merah, pruritus (20%), parastesia (20%), nausea (20%), hepatotoksisitas, hiperglikemia dari resistensi insulin, hiperurikemia, hipotensi, dan peningkaan kadar serum homosistein (Pasternak RC et al, 1991).

2.4.9 Komplikasi

- Angina (nyeri dada)

Saat pembuluh darah menyempit, jantung tidak menerima suplai drah yang cukup saat kebutuhan meningkat dari biasanya, yaitu saat aktivita fisik. Hal ini dapat menyebabkan angina atau sesak nafas.

- Serangan jantung

Jika plak pecah, dan terbentuk bekuan darah, maka pembuluh darah bisa tersumbat total, ini yang menyebabkan serangan jantung. Berkurangnya aliran darah ke jantung, berefek pada kerusakan otot


(48)

jantung. Tingkat kerusakannya tergantung seberapa cepat kita mendapat pengobatan.

- Gagal jantung

Jika beberapa bagian jantung secara kronis kekurangan oksigen dan nutrisi karena berkurangnya aliran darah, atau jantung pernah mengalami kerusakan akibat serangan jantung, jantung menjadi terlalu lemah untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. kondisi ini disebut gagal jantung.

- Arrhythmia

Suplai darah yang tidak memadai ke jantung atau kerusakan pada jaringan jantung, dapat menganggu impuls listrik jantung anda, menyebabkan ritme jantung abnormal.


(49)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kajian teoritas yang telah dikemukan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian seperti gambar dibawah ini :

Variabel independen Variabel Dependen

Faktor risiko modifiable : - Hipertensi - Kolestrol tinggi - Diabetes mellitus - Obesitas

- Merokok

Faktor risiko non modifiable : - Umur

- Jenis kelamin

PENYAKIT JANTUNG KORONER

Faktor risiko modifiable : - Hipertensi - Kolestrol tinggi - Diabetes mellitus - Obesitas

- Merokok

Faktor risiko non modifiable : - Umur

- Jenis kelamin

NON PENYAKIT JANTUNG KORONER


(50)

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Variabel Independen

1. Faktor risiko modifiable adalah faktor resiko yang dapat di ubah atau dimodifikasi yang berasal dari lingkungan

2. Faktor risiko non-modifiable adalah faktor risiko yang dimiliki seseorang sejak lahir. Merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah.

3. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal.

o Cara menilai : rekam medik o Alat ukur : rekam medik. o Hasil pengukuran : - Hipertensi

- Non hipertensi o Skala pengukuran : nominal.

4. Kolesterol tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan kadal kolesterol darah diatas normal, dalam kasus ini khususnya peningkatan kadar kolesterol LDL.

o Cara menilai : rekam medik o Alat ukur : rekam medik.

o Hasil pengukuran : Kadar Kolesterol LDL o < 100 : optimal

o 100-129 : mendekati optimal o 130-159 : batas normal tertinggi o 160-189 : tinggi

o >190 : sangat tinggi o Skala pengukuran : rasio

5.Diabetes adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin atau kerja insulin, sehingga terjadi abnormalitas metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.

o Cara menilai : rekam medik o Alat ukur : rekam medik


(51)

- < 200 - ≥ 200

Kadar gula darah puasa - ≤ 120

- >120 o Skala pengukuran : ordinal.

6.Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relative seseorang sebagai akibat penumpukan zat gizi, terutama karbohidrat, lemak dan protein. Keadaan ini terjadi oleh ketidak seimbangan asupan kalori dengan kebutuhan energi (Krisno, 2002)

o Cara menilai : rekam medik o Alat ukur : rekam medik.

o Hasil pengukuran : Non-obesitas : < 25 kg/m2 Obesitas : ≥ 25 kg/m2 o Skala pengukuran : nominal.

7.Umur adalah lamanya waktu hidup seseorang, terhitung sejak lahir sampai dengan sekarang.

o Cara menilai : rekam medik o Alat ukur : rekam medik. o Hasil pengukuran : - <45 tahun

- 45 – 60 tahun - >60 tahun o Skala pengukuran : rasio.

8.Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis semenjak mereka lahir.

o Cara menilai : rekam medik o Alat ukur : rekam medik. o Hasil pengukuran : - Laki-laki

- Perempuan o Skala pengukuran : nominal.


(52)

3.2.1. Variabel Dependen

- Penyakit jantung koroner adalah penyempitan dari pembuluh darah kecil yang mensuplai darah dan oksigen untuk jaringan jantung. Penyakit jantung koroner juga bisa dibilang penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan semua gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan dari penyakit arteri koroner yang sudah lanjut (Kara Rogers,2011).

o Cara menilai : rekam medik o Alat ukur : rekam medik.

o Hasil pengukuran : - Atherosclerotic Heart Disease - penyakit jantung koroner o Skala pengukuran : nominal

3.3. Cara Ukur : Rekam medis

3.4. Alat Ukur

Melihat rekam medis dalam periode 1 tahun pada pasien rawat inap pada RSUP HAM.


(53)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analisis dengan desain penelitian metode kasus kontrol (case control study) yaitu suatu penelitian yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. Dalam hal ini, meneliti faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat diubah pada penderita penyakit jantung koroner di RSUP HAM Medan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan. Adapun alasan memilih lokasi tersebut karena sesuai dengan SK MENKES NO. 305/MENKES/SK/VII/1990, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, DI Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Selain itu, menurut SK MENKES No.502/MENKES/SK/IX/1991, RSUP HAM adalah rumah sakit yang memiliki pusat pelayanan kesehatan dan pendidikan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Pengumpulan data penelitian dilakukan september – november 2013 .

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua pasien di ruang rawat rawat inap yang menderita penyakit jantung koroner yang memenuhi criteria inklusi. Populasi terjangkau adalah pasien yang menderita penyakit jantung koroner di RSUP H Adam Malik Medan. Berdasarkan hasil survei terdapat 229 pasien yang menderita


(54)

penyakit jantung koroner dan sebagai kontrol 229 pasien yang tidak menderita penyakit jantung koroner.

4.3.2. Sampel

4.3.2.1. Kriteria Inklusi

1. Pasien penderita PJK dengan STEMI dan Non-STEMI 2. Pasien dengan angina pektoris stabil

3. Pasien yang dirawat inap

4. Pasien yang sudah menjalani kateterisasi 4.3.2.2. Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang memiliki data rekam medis yang tidak lengkap

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang didapat dari rekam medik di RSUP HAM Medan pada bulan juni 2012 – juni 2013. Dari masing-masing sampel dilihat faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner. Data mengenai faktor-faktor yang dapat diubah dan tidak dapat diubah pada penyakit jantung kororner merupakan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Sampel penelitian untuk kasus adalah subyek yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dan eksklusi. Namun sampel kontrol diambil dari rekam medis pasien penderita ulkus ventricular tanpa memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel dengan “total sampling”.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Metode pengolahan dan analisa data tersebut dilakukan denga cara mengumpulkan, mencatat, mengelompokan data-data yang diperoleh tersebut kemudian menganalisisnya dengan analisis bivariat dan mengolahnya dalam perangkat lunak statistik.


(55)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tungtungan. Sesuai dengan SK MENKES NO. 305/MENKES/SK/VII/1990, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan pusat rujukan kesehatan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi provinsi Sumatera Utara, DI Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Dan menurut SK MENKES No.502/MENKES/SK/IX/1991, RSUP HAM adalah rumah sakit yang memiliki pusat pelayanan kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan keterangan diatas, RSUP HAM merupakan Rumah Sakit yang menerima pasien dari berbagai macam daerah, suku, dan latar belakang yang berbeda. RSUP HAM juga sudah ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan, maka lokasi ini tepat untuk dilakukan penelitian bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Karakteristik Individu

Data yang diperoleh peneliti berdasarkan rekam medis pasien yang menderita Penyakit Jantung Koroner dengan memenuhi syarat inklusi dan ekslusi untuk mengetahui hubungan antara kejadian PJK terhadap faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi jenis kelamin, umur, riwayat keluarga dan faktor risiko yang dapat diubah meliputi hipertensi, dibetes, obesitas, merokok, dan kadar kolesterol LDL.


(56)

a. Distribusi frekuensi faktor risiko

Dari tabel 5.1 diketahui distribusi frekuensi faktor risiko PJK dan Non-PJK.. Bahwa dari 458 pasien penderita PJK dan non-PJK yang memiliki proporsi terbesar pada kelompok usia >45 tahun yaitu sebanyak 375 (81,9%) orang, diikuti oleh kelompok usia <45 tahun yaitu sebanyak 83 (18,1%) orang , proporsi terbesar pada jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 321 (70,1%) orang dan perempuan 137 (29,9%) orang. Peningkatan LDL terjadi pada 49 (10,7%) orang, hipertensi 275 (60%), diabetes 129 (28,2%) orang, obesitas 82 (17,9%), dan merokok 182 (39,7) orang. Untuk keterangan lebih jelas dapat dilhat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Faktor Risiko PJK dan Non-PJK Faktor Risiko Frekuensi (n) %

<45 tahun 83 18,1

>45 tahun Laki-laki Perempuan Peningkatan LDL Hipertensi Diabetes Obesitas Merokok 375 321 137 49 275 129 82 182 81,9 70,1 29,9 10,7 60 28,2 17,9 39,7

5.1.3 Analisis Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner

5.1.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dan Penyakit Jantung Koroner

Distribusi data penelitian berdasarkan jenis kelamin dan PJK pada rekam medis RSUP HAM secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.2


(57)

Tabel 5.2 Hubungan Jenis Kelamin dan PJK

Jenis kelamin PJK Non-PJK Total P value

Laki-laki 182 56,7%

139 43,3%

321 100%

Perempuan 47

34,3% 90 65,7% 137 100% <0,001

Total 229 229 458

Berdasarkan analisis diatas, didapatkan bahwa ada hubungan bermakna antara jenis kelamin pria dan PJK dengan nilai p = <0,001

5.1.3.2 Hubungan Kelompok Umur dan Penyakit Jantung Koroner

Distribusi data penelitian berdasarkan kelompok umur dan PJK pada rekam medis RSUP HAM secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.3

Tabel 5.3 Hubungan Kelompok Umur dan PJK

Kelompok umur

PJK Non-PJK Total P value

<45 tahun 25 30,1%

58 69,9%

83 100% >45 tahun 204

54,4% 171 45,6% 375 100% <0,001

Total 229 229 458

Berdasarkan analisis diatas, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna di kelompok umur >45 tahun dan PJK dengan nilai p = <0,001.


(58)

5.1.3.3 Hubungan Kadar LDL yang Tinggi dengan Penyakit Jantung Koroner

Distribusi data penelitian berdasarkan kadar LDL yang tinggi dan PJK pada rekam medis RSUP HAM secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 Hubungan Kadar LDL yang Tinggi dan PJK

Kadar LDL tinggi

PJK Non-PJK Total P value

Ya 32

65,3%

17 34,7%

49 100%

Tidak 197

48,2% 212 51,8% 409 100% 0,022

Total 229 229 458

Berdasarkan analisis diatas, didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar LDL tinggi dan PJK dengan nilai p = 0,022.

5.1.3.4 Hubungan Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner

Distribusi data penelitian berdasarkan hipertensi dan PJK pada rekam medis RSUP HAM secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Hubungan Hipertensi dan PJK

Hipertensi PJK Non-PJK Total P value

Ya 157

57,1%

118 42,9%

275 100%

Tidak 72

39,3% 111 60,7% 183 100% <0,001


(59)

Berdasarkan analisis diatas, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dan PJK dengan nilai p = <0,001.

5.1.3.5 Hubungan Diabetes Melitus dan Penyakit Jantung Koroner

Distribusi data penelitian berdasarkan DM dan PJK pada rekam medis RSUP HAM secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.6

Tabel 5.6 Hubungan DM dan PJK

DM PJK Non-PJK Total P value

Ya 75

58,1%

54 41,9%

129 100%

Tidak 154

46,8% 175 53,2% 329 100% 0,029

Total 229 229 458

Berdasarkan analisis diatas, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara DM dan PJK dengan nilai p = 0,029.

5.1.3.6 Hubungan Obesitas dan Penyakit Jantung Koroner

Distribusi data penelitian berdasarkan hipertensi dan PJK pada rekam medis RSUP HAM secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.7

Tabel 5.7 Hubungan Obesitas dan PJK

Obesitas PJK Non-PJK Total P value

Ya 52

63,4%

30 36,6%

82 100%

Tidak 177

47,1% 199 52,9% 376 100% 0,007


(60)

Berdasarkan analisis diatas, didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara obesitas dan PJK dengan nilai p = 0,007.

5.1.3.7 Hubungan Merokok dan Penyakit Jantung Koroner

Distribusi data penelitian berdasarkan merokok dan PJK pada rekam medis RSUP HAM secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.8

Tabel 5.8 Hubungan Merokok dan PJK

Merokok PJK Non-PJK Total P value

Ya 127

69,8%

55 30,2%

182 100%

Tidak 102

37%

174 63%

276 100%

<0,001

Total 229 229 458

Berdasarkan analisis diatas, didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara hipertensi dan PJK dengan nilai p = <0,001.

5.1.4 Analisis Multivariat Faktor Risiko yang Paling Dominan pada Penyakit Jantung Koroner

Analisis multivariat dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar pengaruh masing-masing faktor risiko setelah dikontrol terhadap kejadian PJK. Analisis ini menggunakan uji regresi logistik berganda dengan metode backward selection, pada tingkat kemaknaan p < 0,05, menggunakan perangkat lunak statistik. Uji ini dimaksudkan untuk memilih variabel bebas yang paling berpengaruh, jika diuji bersama-sama dengan variabel bebas yang lain pada kejadian PJK.

Variabel bebas yang tidak berpengaruh secara otomatis akan dikeluarkan dar perhitungan. Variabel bebas yang dijadikan kandidat dalam uji regresi logistik


(61)

ini adalah variabel yang dalam analisis bivariat (chi square) mempunyai nilai p < 0,25. Ada 6 (enam) variabel yang dimasukkan kedalam analisis multivariat ini.

Hasil analisis multivariat menunjukkan ada 5 (lima) variabel bebas yang berpengaruh terhadap kejadian PJK dan bermakna secara statistik. Variabel tersebut dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 5.9 Tabel hasil analisis multivariat yang bermakna secara statistik

No Variabel OR 95% CI

Lower Upper

p

1. Umur >45 2,298 1,215 4,346 0,010

2. 3. Laki-laki Peningkatan LDL 1,546 2,148 0,926 1,074 2,579 4,296 0,096 0,031

4. Hipertensi 2,486 1,597 3,869 <0,001

5. 6. Diabetes Obesitas 2,205 1,746 1,379 1,004 3,526 3,038 0,001 0,048

7. Merokok 3,649 2,241 5,942 <0,001

Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa variabel yang berpengaruh terhadap PJK adalah umur >45, jenis kelamin laki-laki, peningkatan LDL, hipertensi, diabetes, obesitas, dan merokok. Kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai OR (EXP{B}). Kekuatan hubungan dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah merokok (OR = 3,649, 95% CI = 2,241 – 5,942 ), hipertensi ( OR = 2,486, 95% CI = 1,597 – 3,869 ), umur >45 tahun ( OR = 2,298, 95% CI = 1,215 – 4,346 ), diabetes ( OR = 2,205, 95% CI = 1,379 – 3,526), peningkatan LDL ( OR = 2,148, 95% CI = 1,074


(62)

– 4,296 ), obesitas ( OR = 1,746, 95% CI = 1,004 – 3,038 ), dan laki-laki ( OR = 1,546, 95% CI = 0,926 – 2,579 ).

a. Umur > 45 tahun

Pada orang yang berumur >45 tahun mempunyai risiko 2,29 kali lebih besar untuk terkena PJK dibandingkan dengan orang yang berumur <45 tahun dengan nilai p = 0,010.

b. Jenis kelamin laki-laki

Pada orang yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai risiko 1,54 kali lebih besar untuk terkena PJK dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan dengan nilai p = 0,096.

c. Peningkatan LDL

Pada orang yang memiliki peningkatan kadar LDL mempunyai risiko 2,14 kali lebih besar untuk terkena PJK dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki peningkatan kadar LDL dengan nilai p = 0,031. d. Hipertensi

Pada orang yang memiliki riwayat hipertensi mempunyai risiko 2,48 kali lebih besar untuk terkena PJK dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat hipertensi dengan nilai p = < 0,001.

e. Diabetes

Pada orang yang memiliki penyakit diabetes mempunyai risiko 2,20 kali lebih besar untuk terkena PJK dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki penyakit diabetes dengan nilai p = 0,001.

f. Obesitas

Pada orang yang memiliki riwayat obesitas mempunyai risiko 1,74 kali lebih besar untuk terkena PJK dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat obesitas dengan nilai p = 0,048

g. Merokok

Pada orang yang memiliki riwayat merokok mempunyai risiko 3,64 kali lebih besar untuk terkena PJK dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat merokok dengan nilai p = <0,001


(63)

h. Probability event

Dari ke-7 variabel tersebut bila dihitung berdasarkan rumus probability event didapatkan hasil sebagai berikut :

1

p = --- 1 + e – (bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5) 1

p = ---

1 + 2,7 – ((-2,482) + (0,832 . 1) + (0,435 . 1) + (0,765 . 1) + (0,911 . 1) + (0,791 . 1) + (0,558 . 1) + (1,294 . 1))

1

p = --- = 0,9562 (95,6 %) 1 + 2,7 - (3,104)

Berdasarkan persamaan regresi logistik dapat diketahui bahwa 95,6% kemungkinan terjadinya PJK disebabkan oleh umur >45 tahun, jenis kelamin laki-laki, peningkatan LDL, hipertensi, diabetes mellitus, obesitas, dan merokok. Sedangkan 4,4% sisanya, dapat dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak terukur.

5.2 Pembahasan 5.2.1 Umur

Pada penelitian ini variabel umur dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu umur < 45 tahun dan > 45 tahun. Kelompok umur > 45 tahun termasuk variabel bebas yang memenuhi syarat untuk masuk analisis multivariat. Hasil analisa multivariat pada penelitian menunjukkan bahwa umur > 45 tahun memiliki faktor risiko lebih besar untuk terjadinya PJK dibandingkan dengan umur < 45 tahun ( OR = 2,298 , 95% CI = 1,215 – 4,346). Umur > 45 tahun juga memiliki hubungan yang bermakna secara statistik untuk terjadinya PJK dengan nilai p = 0,010.

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Abidin (2008), bahwa kelompok umur >45 tahun lebih banyak mendominasi pada pasien penderita


(64)

penyakit jantung koroner yaitu sebanyak 114 (86,4 %) pasien dari 132 pasien yang di teliti.

Hal ini juga sesuai dengan sumber kepustakaan yang menyatakan bahwa resiko penyakit jantung koroner meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Peningkatan usia menyebabkan perubahan anatomik dan fisiologik pada jantung dan pembuluh darah bahkan di seluruh organ tubuh manusia. Perubahan anatomi tersebut meliputi perubahan dinding media aorta, penurunan jumlah inti sel jaringan fibrosa stroma katup, penumpukan lipid, perubahan miokardim akibat proses penuaan, penurunan berat jantungdan timbulnya lesi fibrotik diantara serat miokardium. Sedangkan perubahan fisiologik diantaranya berupa denyut jantung maksimum latihan berkurang, isi semenit jantung (cardiac output) dan daya cadangan jantung menurun.

Pada pembuluh darah koroner ditemukan adanya penonjolan yang diikuti garis lemak (fatty streak) pada intima pembuluh yang timbul sejak umur dibawah 10 tahun. Garis lemak ini mula-mula timbul pada aorta dan arteri koroner. Pada usia 20 tahun keatas garis lemak ini dapat ditemukan pada hampir setiap orang. Saat mencapai usia 30 tahunan, garis lemak ini tumbuh lebih progresif menjadi fibrous plaque, yaitu suatu penonjolan jaringan kolagen dan sel-sel nekrosis dan dikenal dengan sebutan ateroma. Pada usia 40 tahun kemudian timbul lesi yang lebih kompleks dan timbul konsekuensi klinis suatu penyakit jantung koroner.

Hasil penelitian yang dilaporkan oleh American Heart Association pada tahun 1994 mengenai hubungan antara jenis kelamin dan umur sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang dikaitkan dengan penyakit jantung koroner diungkapkan bahwa pada kedua kelompok jenis kelamin, peningkatan risiko penyakit jantung koroner makin bertambah seiring pertambahan usia seseorang. Keadaan ini dihubungakan dengan adanya peningkatan kadar kolesterol total seiring dengan pertambahan usia baik pada pria maupun pada wanita. Semakin bertambahnya umur maka angka kematian akibat PJK akan semakin besar pula.


(1)

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted PJK_reg

tidak ya

Percentage Correct

Step 0 PJK_reg Tidak 0 229 .0

Ya 0 229 100.0

Overall Percentage 50.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant .000 .093 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables umur_3(1) 23.796 1 .000

jeniskelamin(1) 19.256 1 .000


(2)

hipertensi(1) 13.842 1 .000

diabetes(1) 4.759 1 .029

obesitas(1) 7.190 1 .007

merokok(1) 47.266 1 .000

Overall Statistics 89.763 7 .000

Block 1: Method = Backward Stepwise (Likelihood Ratio)

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 98.802 7 .000

Block 98.802 7 .000

Model 98.802 7 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 536.121a .194 .259

a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.


(3)

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 11.150 7 .132

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

PJK_reg = tidak PJK_reg = ya

Observed Expected Observed Expected Total

Step 1 1 46 40.226 0 5.774 46

2 35 35.254 12 11.746 47

3 28 31.808 19 15.192 47

4 34 37.838 30 26.162 64

5 15 17.546 20 17.454 35

6 22 22.469 27 26.531 49

7 18 14.830 24 27.170 42

8 21 20.626 54 54.374 75

9 10 8.402 43 44.598 53

Classification Tablea


(4)

PJK_reg

tidak ya

Percentage Correct

Step 1 PJK_reg tidak 146 83 63.8

ya 67 162 70.7

Overall Percentage 67.2

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a umur_3(1) .832 .325 6.554 1 .010 2.298

jeniskelamin(1) .435 .261 2.778 1 .096 1.546

ldlmeningkat(1) .765 .354 4.676 1 .031 2.148

hipertensi(1) .911 .226 16.275 1 .000 2.486

diabetes(1) .791 .239 10.913 1 .001 2.205

obesitas(1) .558 .282 3.897 1 .048 1.746

merokok(1) 1.294 .249 27.067 1 .000 3.649

Constant -2.482 .385 41.482 1 .000 .084

a. Variable(s) entered on step 1: umur_3, jeniskelamin, ldlmeningkat, hipertensi, diabetes, obesitas, merokok.


(5)

Variables in the Equation

95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a umur_3(1) 1.215 4.346

jeniskelamin(1) .926 2.579

ldlmeningkat(1) 1.074 4.296

hipertensi(1) 1.597 3.869

diabetes(1) 1.379 3.526

obesitas(1) 1.004 3.038

merokok(1) 2.241 5.942

a. Variable(s) entered on step 1: umur_3, jeniskelamin, ldlmeningkat, hipertensi, diabetes, obesitas, merokok.

Model if Term Removed

Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig. of the Change

Step 1 umur_3 -271.532 6.943 1 .008

jeniskelamin -269.459 2.797 1 .094

ldlmeningkat -270.487 4.853 1 .028

hipertensi -276.512 16.902 1 .000


(6)

obesitas -270.044 3.967 1 .046


Dokumen yang terkait

Faktor Risiko yang Memengaruhi terjadinya Penyakit Jantung Koroner pada Pasien di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan Tahun 2014

15 68 155

Karakteristik Hipertensi pada Pasien Penyakit Jantung Koroner yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik dari September Hingga November 2014

6 76 84

Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner Usia ≤ 45 Tahun Di RSUP H. Adam Malik, Medan 2009- 2011

1 42 71

Faktor yang Dapat Dimodifikasi Dan Tidak Dapat Dimodifikasi Pada Penderita Sindroma Koroner Akut Di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2011

2 70 58

Karakteristik Penderita Penyakit Jantung Koroner Rawat Inap Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2005-2005

2 45 136

Hubungan Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi dengan Kejadian Penyakit Jantung Koroner di RS Dr. M. Djamil Padang

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi - Faktor Risiko Yang Dapat Diubah Dan Tidak Dapat Diubah Pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner Di Rsup Ham Medan

0 0 27

HALAMAN PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah dengan Judul: Faktor Risiko yang Dapat Diubah dan Tidak Dapat Diubah pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner di RSUP HAM Yang dipersiapkan oleh: NANDA LADITA

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner - Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner Pada Penderita Penyakit Jantung Koroner Usia ≤ 45 Tahun Di RSUP H. Adam Malik, Medan 2009- 2011

1 1 19

FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT DIUBAH DAN TIDAK DAPAT DIUBAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CVA BERULANG PADA PASIEN CVA DI RS PANTI WALUYA SAWAHAN MALANG

0 0 13