Hubungan Antara Gambaran Tubuh Dengan Harga Diri Pria

(1)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

RUSLY HARYONO

081301089

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ii

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria. Penelitian ini melibatkan 120 orang pria dari Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung yang berusia antara 18-40 tahun sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel insidental (accidental sampling).

Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala gambaran tubuh dari dimensi Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005), dimensinya antara lain evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh, terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,874 and skala harga diri dari komponen Coopersmith (dalam Burn, 1998), komponennya antara lain diterima, perasaan mampu, dan perasaan berharga, terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,856.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi produk momen pearson (pearson product moment), diketahui bahwa hasil koefisien korelasi sebesar 0,325 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 ( p < 0,05). Dari hasil perhitungan tersebut terbukti bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria. Saran yang diberikan peneliti kepada subjek adalah agar subjek dapat tetap mempertahankan gambaran tubuhnya yang positif tersebut sehingga memiliki harga diri yang tinggi.


(3)

iii

ABSTRACT

This research using correlational quantitative study aimed to find out the relationship between body image and self-esteem in men. This research involved 120 men from Medan, Pekanbaru, Jakarta, and Bandung aged between 18-40 years as a sample. Sampling method was done by using accidental sampling technique.

The instruments of this research is body image scale from Cash dimensions (in Seawell & Danorf-Burg, 2005), the dimensions are appearance evaluation, appearance orientation, body area satisfaction, overweight preoccupation, and self-classified weight, consist of 24 items with reliability 0,874 and self-esteem scale from Coopersmith components (in Burn, 1998), the components are feeling of belonging, feeling of competence, and feeling of worth, consist of 24 items with reliability 0,856.

According to analysis done using pearson product moment correlation technique, it is known that the correlation coefficient of 0.325 with a significance value of 0.000 (p < 0,05). From the results of these calculations proved that this research hypothesis acceptable. The results showed a significant relationship between body image and self-esteem in men. Advice given by writer to the subject is for the subject to maintain his positive body image so that he has high self-esteem.


(4)

iv

memberikan karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi di bidang Psikologi Klinis Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, Tony Halim (†) dan Rosyana Cyntia, serta nenek saya Tio Giok Chai (†) yang selalu memberikan doa, cinta, kasih saying, semangat, perhatian, dan pengorbanan. Semoga Tuhan selalu memberikan kebahagiaan kepada ketiganya baik didunia maupun di akhirat.

Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kak Rahma Fauzia Sinulingga, M.Psi, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar, meluangkan waktu, pikiran dan memberikan petunjuk, saran serta semangat selama proses penyusunan skripsi ini.

3. Kak Liza Marini, M.Psi, selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa mendukung, membimbing, dan memotivasi penulis.


(5)

v dan dukungannya.

6. “Anak perempuan” saya, Debby Elfrida Panjaitan atas bantuannya dalam mengajari saya menggunakan program SPSS, membuat skala secara online, menyemangati saya, menjadi teman curhat saya disaat galau, serta memperkenalkan saya kedalam dunia per”download”an film.

7. Erlyani Fachrosi (dewi SPSS) dan Risa Fadila (dewi penyebar skala). 8. Teman geng yakni Cin, Kha, Wen, Teh, Win, Wid, Mar, Pina, Haki, Will. 9. Teman-teman yang tergabung dalam “The Royal Yoga Academy” yakni

Miss Winnie, Miss Juli, Miss Suriaty (Subes) dan Miss Suriana (Surcik). 10. Teman-teman seperjuangan “PsikoNakNolapan”, kisah kita selama kuliah

akan selalu menjadi memori yang indah dalam hidup saya.

11.Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara atas bantuannya.

Saya menyadari bahwasanya penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saya meminta kritik dan saran untuk menyempurnakan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua pihak.

Medan, Desember 2012 Penulis


(6)

vi

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. GambaranTubuh ... 10

1. Definisi GambaranTubuh ... 10

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gambaran Tubuh ... 11


(7)

B. Harga Diri ... 15

1. Definisi Harga Diri ... 15

2. Komponen Harga Diri ... 16

3. Karakteristik Harga Diri ... 17

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 18

C. Hubungan Gambaran Tubuh dengan Harga Diri pada Pria ... 20

D. Hipotesa Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 22

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 22

1. GambaranTubuh ... 22

2. Harga Diri ... 24

C. Populasi, Sampel, dan Metode Pengambilan Sampel ... 26

1. Populasi Penelitian ... 26

2. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 26

D. Alat Ukur Penelitian... 28

1. Alat Ukur Gambaran Tubuh ... 29

2. Alat Ukur Harga Diri ... 30

E. Validitas, Uji Daya Beda, dan Reliabilitas Alat Ukur ... 32

1. Validitas Alat Ukur ... 32

2. Uji Daya Beda Aitem ... 32


(8)

viii

G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 37

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 37

a. Pembuatan Alat Ukur ... 37

b. Uji Coba Alat Ukur ... 38

c. Revisi Alat Ukur ... 38

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 39

3. Tahap Pengolahan Data ... 39

H. Metode Analisa Data ... 39

1. Uji Normalitas ... 40

2. Uji Linearitas ... 40

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Analisa Data ... 41

1. GambaranUmum Subjek Penelitian ... 41

a. Usia ... 41

b. Indeks Massa Tubuh (IMT)... 42

c. Kota Tempat Tinggal ... 42

2. Hasil Penelitian ... 43

a. Uji Asumsi Penelitian ... 43

1) Uji Normalitas ... 43


(9)

ix

a) Deskripsi Data Penelitian ... 46

b) Kategorisasi Data Penelitian ... 47

c) Data Penelitian Tambahan ... 48

B. Pembahasan ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

1. Saran Metodologis ... 57

2. Saran Praktis ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(10)

x

Tabel 3.3 Blueprint Skala Gambaran Tubuh Setelah Uji Coba ... 34

Tabel 3.4 Blueprint Skala Gambaran Tubuh Untuk Penelitian ... 35

Tabel 3.5 Blueprint Skala Harga Diri Setelah Uji Coba ... 36

Tabel 3.6 Blueprint Skala Harga Diri Untuk Penelitian ... 37

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 41

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Indeks Massa Tubuh .. 42

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kota Tempat tinggal .. 42

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Normalitas Sebaran Variabel Gambaran Tubuh dan Variabel Harga Diri ... 43

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Linearitas ... 44

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Korelasi Antara Gambaran Tubuh dan Harga Diri ... 45

Tabel 4.7 Deskripsi Data Penelitian Gambaran Tubuh ... 46

Tabel 4.8 Deskripsi Data Penelitian Harga Diri ... 46

Tabel 4.9 Kategorisasi Data Gambaran Tubuh ... 47

Tabel 4.10 Kategorisasi Data Harga Diri ... 48

Tabel 4.11 Nilai Signifikansi Perbandingan Antara Dimensi Gambaran Tubuh Dengan Komponen Harga Diri... 49

Tabel 4.12 Nilai Signifikansi Perbandingan Antara Gambaran Tubuh Dengan Harga Diri Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ... 50


(11)

(12)

xii

Lampiran 3 Data Mentah Skala Harga Diri ... 75

Lampiran 4 Reliabilitas Uji Coba Skor Skala Gambaran Tubuh ... 80

Lampiran 5 Reliabilitas Uji Coba Skor Skala Harga Diri ... 84

Lampiran 6 Analisa Data Hasil Utama Penelitian ... 88

Lampiran 7 Kategorisasi Subjek Penelitian ... 91

Lampiran 8 Kategorisasi Subjek Penelitian Berdasarkan Skor Masing-masing Variabel ... 97


(13)

ii

ABSTRAK

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif korelasional yang bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria. Penelitian ini melibatkan 120 orang pria dari Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung yang berusia antara 18-40 tahun sebagai subjek penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel insidental (accidental sampling).

Alat ukur dalam penelitian ini adalah skala gambaran tubuh dari dimensi Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005), dimensinya antara lain evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh, terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,874 and skala harga diri dari komponen Coopersmith (dalam Burn, 1998), komponennya antara lain diterima, perasaan mampu, dan perasaan berharga, terdiri dari 24 aitem dengan reliabilitas 0,856.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi produk momen pearson (pearson product moment), diketahui bahwa hasil koefisien korelasi sebesar 0,325 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 ( p < 0,05). Dari hasil perhitungan tersebut terbukti bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria. Saran yang diberikan peneliti kepada subjek adalah agar subjek dapat tetap mempertahankan gambaran tubuhnya yang positif tersebut sehingga memiliki harga diri yang tinggi.


(14)

iii

ABSTRACT

This research using correlational quantitative study aimed to find out the relationship between body image and self-esteem in men. This research involved 120 men from Medan, Pekanbaru, Jakarta, and Bandung aged between 18-40 years as a sample. Sampling method was done by using accidental sampling technique.

The instruments of this research is body image scale from Cash dimensions (in Seawell & Danorf-Burg, 2005), the dimensions are appearance evaluation, appearance orientation, body area satisfaction, overweight preoccupation, and self-classified weight, consist of 24 items with reliability 0,874 and self-esteem scale from Coopersmith components (in Burn, 1998), the components are feeling of belonging, feeling of competence, and feeling of worth, consist of 24 items with reliability 0,856.

According to analysis done using pearson product moment correlation technique, it is known that the correlation coefficient of 0.325 with a significance value of 0.000 (p < 0,05). From the results of these calculations proved that this research hypothesis acceptable. The results showed a significant relationship between body image and self-esteem in men. Advice given by writer to the subject is for the subject to maintain his positive body image so that he has high self-esteem.


(15)

1

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna sering merasa tidak puas, terutama mengenai penampilan fisiknya sendiri. Bagaimana perasaan seseorang mengenai penampilan fisik inilah yang disebut dengan gambaran tubuh(Valencia, 2008). Cash & Deagle (dalam Jones, 2002) mendefinisikan gambaran tubuh sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum.

Seiring berkembangnya zaman, pola pikir manusia mengenai gambaran tubuhnya sendiri juga semakin berubah, dimana individu cenderung mengindikasikan bahwa seseorang yang memiliki penampilan fisik yang bagus akan memperoleh penghargaan yang lebih dari lingkungan (Cash, 1990). Oleh karena itu banyak orang yang rela untuk merubah penampilan atau bentuk tubuhnyaagar menjadi lebih ideal.

Di negara dengan budaya yang lebih maju, bentuk tubuh yang langsing diasosiasikan dengan kebahagiaan, kesuksesan, kemudaan, dan penerimaan sosial. Keadaan kelebihan berat badan dihubungkan dengan kemalasan, tekad yang lemah, dan kurangnya kontrol diri. Untuk wanita, tubuh yang ideal adalah tubuh yang ramping. Untuk pria, tubuh yang ideal adalah tubuh yang langsing dengan tingkat otot sedang. Tubuh yang berotot telah menjadi simbol untuk tekad, energi, dan kontrol yang kuat (Bordo, 2003).


(16)

Penelitian tentang gambaran tubuh pada pria masih merupakan fenomena yang relatif baru. Sampai tahun 1980-an, gambaran tubuh selalu dihubungkan dengan wanita karena tubuh wanita lebih sering ditampilan di media daripada pria (Bordo, 2003). Selama dua dekade terakhir, banyak peneliti menjadi semakin tertarik dengan gambaran tubuh pria. Hal ini terutama disebabkan karena tubuh pria menjadi lebih sering terlihat pada media dalam budaya populer seperti budaya barat. Baker (1994) menyatakan bahwa ada alasan komersial untuk peningkatan gambaran visual tubuh pria di media. Perusahaan kosmetik mulai menyadari bahwa ada celah di pasar untuk kosmetik pria sehingga pria perlu dibujuk untuk membelinya. Hal ini dijelaskan dalam pernyataan Baker sebagai berikut:

“They had to find a way of persuading men that it’s actually macho to use a moisturiser and not fey to have a facial, hence the pictures of hunks splashing on the perfume.” (Baker, 1994: 132)

Baker berpendapat bahwa gambaran ideal dari tubuh pria di media cenderung mengarah pada peningkatan masalah gambaran tubuh dan kepuasan tubuh pada pria. Keadaan tersebut sesuai dengan fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini, dimana tampilan yang ada di media massa seperti iklan televisi (iklan susu L-Men, iklan perawatan wajah Loreal Men, iklan perawatan tubuh Gatsby, dan sebagainya) dan majalah-majalah khususnya majalah pria (seperti Men’s Health, Cosmopolitan Men, Men’s Fitness, dan sebagainya) selalu menggunakan model pria yang bergaya metroseksual yang memiliki bentuk tubuh yang atletis, kulit wajah dan tubuh yang bersih, gaya rambut serta gaya berpakaian yang paling modern. Kebanyakan kontes


(17)

pencarian bakat bagi pria di Indonesia (L-Men of the Year, Men’s Health Be Our Cover, Cosmopolitan Bachelor Bash, dan sebagainya) menjadikan penampilan fisik sebagai syarat utama bagi pria untuk dapat ikut serta di dalamnya. Semakin bermunculannya grup band pria baik di Indonesia maupun di luar negeri yang memiliki penampilan metroseksual juga mengakibatkan timbulnya citra positif terhadap penampilan tersebut sehingga dapat mempengaruhi persepsi dan interpretasi pria terhadap penampilan fisiknya sendiri (Kurnia, 2004).

Hal yang sama juga diutarakan Henwood dan koleganya (2002) yang menyatakan bahwa semakin hari, pria semakin didefinisikan melalui penampilan fisik mereka, dan media menggunakan pria dengan wajah tampan serta tubuh langsing dan berotot untuk merepresentasikan produk yang mereka jual. Hal ini dijelaskan dalam pernyataan Henwood sebagai berikut:

“Media advertising routinely depicts in positive ways youthful toned muscular male bodies or focuses on style in men’s clothing and physical appearance.” (Henwood et al., 2002: 183)

Sejalan dengan pernyataan Henwood (2002) tersebut, penampilan para model di media mengakibatkan para pria mulai memperhatikan dan menjaga penampilannya. Para pria umumnya melakukan perawatan wajah, rambut dan tubuh di salon, memperbaiki cara berpakaian, memakai parfum, serta membentuk badan di pusat kebugaran. Namun, semakin banyak pria di kota-kota besar yang melakukan usaha yang lebih ekstrim seperti operasi bedah plastik di wajah dan tubuh, melakukan penyedotan lemak, menyuntikkan


(18)

hormon ke dalam tubuh, serta mengkonsumsi anabolik steroid untuk mendapatkan penampilan fisik seperti model (Baker, 1994; Wilson, 1997).

McCreary dan koleganya telah melakukan penelitian mengenai kecenderungan pria untuk memiliki penampilan fisik yang atletis (McCreary & Sasse, 2000, 2002; McCreary et al., 2006). Hasilnya menunjukkan seberapa pentingnya terlihat lebih atletis pada para pria dan juga menunjukkan hubungan antara keinginan untuk atletis dan rendahnya harga diri, keadaan depresi dan munculnya gangguan psikologis (Thompson & Cafri, 2007). Secara umum, tekanan sosial pada pria berbeda dan kurang ekstrim daripada wanita karena pria masih cenderung dinilai dari segi prestasi daripada segi fisik (Bordo, 2003). Namun, pria tetap berada di bawah tekanan sosial yang terus menerus meningkat agar mereka dapat memiliki penampilan fisik yang menarik di tengah masyarakat. Hal ini mengindikasikan pentingnya memiliki bentuk tubuh yang atletis bagi para pria (Henwood et al., 2002).

Ada suatu kesepakatan umum bahwa kebanyakan pria memimpikan bentuk tubuh mesomorfik yang berotot dengan ciri tubuh tegap dan otot yang berkembang baik pada bagian dada, lengan dan bahu, serta pingang dan pinggul yang ramping daripada bentuk tubuh yang kurus/ektomorfik maupun gemuk/endomorfik. Hal tersebut terkait erat dengan budaya maskulinitas dan peran gender pria yang mendeskripsikan bahwa pria harus memiliki fisik yang terlihat tegap, sehat dan kuat agar dapat melindungi pasangannya (O'Sullivan & Tiggemann, 1997).


(19)

Kadar lemak tubuh yang rendah adalah bagian penting dari bentuk tubuh ideal karena memungkinkan otot agar lebih terlihat (Cafri & Thompson, 2004). Perut yang rata dan kencang dipandang sebagai suatu simbol kebanggaan bagi pemiliknya. Leith (2006) mencontohkan hal ini sebagai berikut:

“In some ways being thin is more of a status symbol than it’s ever been because of how overweight some people are. If you have a flat stomach, you’re probably in control under very trying circumstances. These days, everybody has an iPod. Everyone can afford a plasma TV. A flat stomach is a much more difficult thing to come by. It’s a way to stand out.” (Leith, 2006: 33)

Sejalan dengan contoh yang diberikan Leith (2006), berdasarkan wawancara awal yang penulis lakukan pada pria-pria yang rutin melakukan latihan fitness (di Indonesia biasa disebut fitness mania), perut six-packs merupakan simbol kebanggaan tersendiri bagi mereka. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan wawancara sebagai berikut:

“Paling salut nengok orang yang punya six-packs, soalnya itu paling susah didapat, perlu disiplin ketat dalam berdiet. Gak boleh makan makanan berlemak, musti makan sehari 5 kali lah, pokoknya berat banget lah aturannya.” (Komunikasi Personal, 6 April 2012).

Ungkapan yang serupa diungkapkan oleh fitness mania lainnya:

“Saya lagi berusaha ngebentuk six-packs, ya tiap hari saya latihan sekalian diet juga. Biar lebih pede aja pas buka baju depan orang. Rasanya minder banget kalo buka baju dekat orang yang punya six -packs. Saya jadi kelihatan kurang macho.” (Komunikasi Personal, 6 April 2012).


(20)

Ungkapan para fitness mania tersebut menunjukkan bahwa tubuh atletis dapat meningkatkan rasa percaya diri pemiliknya. Sesuai dengan hal tersebut, Kimmel dan Wainer (1995), mengatakan bahwa rasa percaya diri yang dimiliki pria bertubuh atletis mempunyai kaitan yang cukup erat dengan perilaku yang ditunjukkannya. Semakin positif gambaran tubuh seseorang maka akan semakin meningkatkan nilai diri orang tersebut, meningkatkan rasa percaya diri serta mempertegas jati dirinya pada orang lain maupun pada dirinya sendiri, dan dari kesemuanya itu akan mempengaruhi harga dirinya.

Menurut Larsen dan Buss (2008), harga diri merupakan apa yang dirasakan individu berdasarkan pengalaman yang diperoleh selama menjalani hidup. Harga diri mulai terbentuk sejak individu lahir, ketika berhadapan dengan dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya. Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti dan berharga (Burn, 1998).

Harga diri pada manusia dipengaruhi oleh pengalaman, pola asuh, lingkungan dan status sosial ekonomi (Coopersmith dalam Burn, 1998). Lingkungan memberi dampak besar kepada individu melalui hubungan yang baik antara individu dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya (Yusuf dalam Burn, 1998). Pada masa dewasa, lingkungan


(21)

sekitar, teman sebaya, serta media massa mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan seorang pria, sehingga hubungan sosial yang terjalin antaranya semakin meningkat intensitas seorang pria untuk membandingkan dirinya dengan apa yang dilihatnya (Kurnia, 2004).

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya mengenai adanya peningkatan signifikan yang terjadi pada jumlah individu yang melakukan operasi bedah plastik, yang mengunakan obat-obatan untuk membentuk tubuh, serta yang melakukan program diet dan olahraga secara berlebihan telah menjadi bukti yang kuat bahwa semakin banyak pria yang merasa tidak puas dengan gambaran tubuhnya sendiri sehingga mempengaruhi harga diri mereka. Hal tersebutlah yang menginspirasi penulis untuk mencoba memahami “Apakah ada hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria?”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria, selain itu juga akan dicari tahu bagaimana gambaran tubuh serta harga diri pria yang mengikuti penelitian ini.


(22)

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan yang bermanfaat terhadap perkembangan ilmu psikologi, khususnya ilmu Psikologi Klinis dan Perkembangan yang berkaitan dengan gambaran tubuh dan harga diri pada pria.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pria berkaitan dengan gambaran tubuh dan harga diri serta kaitan antara keduanya.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini berisikan inti sari dari: Bab I - Pendahuluan

Pada bab ini berisi uraian singkat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II - Landasan Teori

Pada bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan di dalam penelitian ini, diantaranya teori tentang gambaran tubuh dan harga diri.


(23)

Bab III - Metode Penelitian

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai identifikasi variabel penelitian, defenisi operasional penelitian, sampel dan populasi, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

Bab IV - Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.


(24)

10

A. GAMBARAN TUBUH

1. Definisi Gambaran Tubuh

Cash (dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005) mendefinisikan bahwa gambaran tubuh adalah konstruk multidimensional yang terdiri dari persepsi, kognisi, emosi, dan perilaku yang berkaitan dengan atribut fisik.

Menurut Cash dan Pruzinsky (2002) gambaran tubuh merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif atau negatif. Cash dan Deagle (dalam Jones, 2002) juga menjelaskan gambaran tubuh sebagai derajat kepuasan individu terhadap dirinya secara fisik yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum.

Schlundt dan Johnson (1990) menyatakan bahwa gambaran tubuh mengarah pada gambaran mental setiap individu terhadap kondisi fisiknya. Pada tingkat yang lebih kompleks, gambaran tubuh adalah bagaimana perasaan individu terhadap tubuh dan bentuk tubuhnya, perasaan ini bisa positif atau negatif. Pengertian gambaran tubuh yang dipahami secara mendalam ini telah melibatkan unsur perasaan individu mengenai tubuhnya. Perasaan tersebut berupa rasa suka, rasa puas, rasa tidak suka atau perasaan kurang puas. Bahkan pada tingkat pemahaman yang lebih kompleks lagi, gambaran tubuh adalah campuran dari unsur-unsur persepsi, kognitif dan perasaan.


(25)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa gambaran tubuh merupakan konstruk multidimensional yang terdiri dari persepsi, kognisi, emosi, dan perilaku yang dimiliki seseorang berkaitan dengan atribut fisiknya yang mencakup ukuran, bentuk, dan penampilan umum yang ditunjukkan dengan penilaian positif atau negatif.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gambaran Tubuh

Cash dan Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa gambaran tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Media Massa

Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media yang muncul dimana-dimana memberikan gambaran ideal mengenai figur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh seseorang. Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) juga menyatakan telah ditemukan bahwa media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya sosial. Manusia lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menonton televisi, membaca koran dan menjelajahi internet. Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi konsumen. Isi media sering menggambarkan bahwa gambaran ideal bagi perempuan adalah tubuh yang kurus dan bagi laki-laki adalah dengan memiliki tubuh yang berotot. Hal ini berarti dengan memiliki tubuh yang kurus (bagi perempuan) atau tubuh yang berotot (bagi laki-laki), kebanyakan manusia percaya bahwa mereka adalah orang-orang yang ideal di mata masyarakat.


(26)

b. Keluarga

Menurut teori pembelajaran sosial (social learning), orangtua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran tubuh anak-anaknya melalui modeling, feedback dan instruksi. Fisher, Fisher dan Stark (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa gambaran tubuh melibatkan bagaimana orangtua menerima keadaan bayinya baik terhadap jenis kelamin bayinya dan bagaimana wajah bayinya kelak. Ketika bayinya lahir, orangtua menyambut bayi tersebut dengan pengharapan akan adanya bayi ideal dan membandingkannya dengan penampilan bayi sebenarnya. Kebutuhan emosional bayi adalah disayangi lingkungan yang dapat mempengaruhi harga diri seseorang. Harapan fisik bayi oleh orangtua juga sama seperti harapan anggota keluarga lain yaitu tidak cacat tubuh. Ikeda dan Narworski (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa komentar yang dibuat orangtua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam gambaran tubuh anak-anak. Orangtua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan kepada anak bahwa mengkhawatrirkan berat badan adalah sesuatu yang normal.

c. Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan orang lain dan feedback yang diterima


(27)

mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Hal inilah yang sering membuat seseorang merasa cemas mengenai penampilannya dan gugup ketika orang lain melakukan evaluasi terhadap dirinya. Rosen dan koleganya (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa feedback terhadap penampilan dan kompetisi teman sebaya dan keluarga dalam hubungan interpersonal dapat mempengaruhi bagaimana pandangan dan perasaan mengenai tubuh.

Menurut Dunn dan Gokee (dalam Cash & Pruzinsky, 2002), menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi tentang bagaimana oranglain memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik.

Pikiran dan perasaan mengenai tubuh bermula dari adanya reaksi orang lain. Dalam konteks perkembangan, gambaran tubuh berasal dari hubungan interpersonal. Perkembangan emosional dan pikiran individu juga berkontribusi pada bagaimana seseorang melihat dirinya. Maka, bagaimana seseorang berpikir dan merasa mengenai tubuhnya dapat mempengaruhi hubungan dan karakteristik psikologis (Chase, 2001).


(28)

3. Dimensi Gambaran Tubuh

Cash (dalam Seawell & Danoff-Burg, 2005) mengemukakan adanya lima dimensi gambaran tubuh, yaitu:

a. Appearance Evaluation (evaluasi penampilan), yaitu evaluasi dari penampilan dan keseluruhan tubuh, apakah menarik atau tidak menarik serta memuaskan dan tidak memuaskan.

b. Appearance Orientation (orientasi penampilan), yaitu perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.

c. Body Area Satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), yaitu kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan), dan penampilan secara keseluruhan.

d. Overweight Preoccupation (kecemasan menjadi gemuk), yaitu kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadan individu terhadap berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.

e. Self-classified Weight (pengkategorian ukuran tubuh), yaitu bagaimana individu mempersepsi dan menilai berat badannya, dari sangat kurus sampai sangat gemuk.


(29)

B. HARGA DIRI

1. Definisi Harga Diri

Coopersmith (dalam Burn, 1998) mendefenisikan bahwa harga diri adalah sikap evaluatif terhadap diri sendiri, harga diri mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan mengindikasi keyakinan individu sebagai seorang yang mampu, signifikan, sukses, berhasil, serta berharga. Sehingga kebutuhan harga diri itu sendiri adalah suatu kebutuhan individu untuk memperoleh penghormatan, penghargaan dalam diri, serta popularitas. Terpenuhinya kebutuhan ini akan menghasilkan rasa dan sikap percaya diri, rasa kuat dan mampu.

Menurut Branden (2001) harga diri adalah apa yang individu pikirkan dan rasakan tentang diri mereka sendiri, bukanlah apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang lain tentang individu tersebut. Harga diri disini merupakan perpaduan antara kepercayaan diri dan penghormatan diri. Jadi harga diri merupakan penggambaran dari kemampuan seorang individu untuk mengatasi suatu masalah, masalah kehidupan dengan penuh keyakinan yang ada di dirinya dan juga merupakan hak seorang individu untuk menikmati kebahagiaannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah sikap evaluatif individu terhadap dirinya sendiri baik berupa penerimaan maupun penolakan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan penghargaan terhadap dirinya.


(30)

2. Komponen Harga Diri

Menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998), komponen harga diri terdiri dari:

a. Feeling of belonging (perasaan diterima)

Perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan dirinya diterima, diinginkan, serta diacuhkan oleh anggota kelompoknya. Kelompok ini dapat berupa keluarga kelompok teman sebaya, atau kelompok apapun. Individu akan memiliki penilaian yang positif tentang dirinya apabila individu tersebut merasa diterima dan menjadi bagian dalam kelompoknya. Namun individu akan memiliki penilaian negatif tentang dirinya bila mengalami perasaan tidak diterima, misalnya perasaan seseorang pada saat ditolak menjadi anggota suatu kelompok tertentu

b. Feeling of Competence (perasaan mampu)

Perasaan yakin individu terhadap hasil pekerjaannya dan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dalam mencapai suatu hasil yang diharapkan serta dalam menghadapi permasalahan yang muncul. c. Feeling of Worth (perasaan berharga)

Perasaan individu yang merasa bahwa dirinya berharga atau tidak. Perasaan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman yang lalu. Perasaan yang dimiliki individu yang sering kali ditampilkan dan berasal dari pernyataan-pernyataan positif yang sifatnya pribadi seperti pintar, sopan, baik dan lain-lain.


(31)

3. Karakteristik Harga diri

Menurut Stuart dan Sudeen (1998) karakteristik harga diri terbagi sebagai berikut:

a. Harga diri rendah, dicirikan dengan:

1. Mengkritik diri sendiri dan atau orang lain 2. Penurunan produktivitas

3. Sikap destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain 4. Gangguan dalam berhubungan dengan orang lain 5. Terlalu mementingkan diri sendiri

6. Perasaan tidak mampu pada semua hal 7. Rasa bersalah yang berlebihan

8. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan 9. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri

10. Pandangan hidup yang bertentangan dengan realita 11. Menarik diri secara sosial

12. Mudah khawatir serta tegang.

b. Harga diri tinggi, dicirikan dengan: 1. Rendah hati

2. Optimis

3. Memberikan anjuran 4. Memikirkan masa depan 5. Membangun kualitas pribadi


(32)

6. Mendahulukan kepentingan orang banyak 7. Tidak mengumpat

8. Bertanggung jawab

9. Cepat minta maaf walaupun benar 10. Mengutamakan pekerjaan.

4. Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Wirawan dan Widyastuti (dalam Puspita, 2010), yaitu :

a. Faktor Fisik

Seperti ciri fisik dan penampilan wajah manusia. Beberapa orang cenderung memiliki harga diri yang tinggi apabila memiliki wajah atau bentuk tubuh yang menarik.

b. Faktor Psikologis

Seperti kepuasan kerja, persahabatan, kehidupan romantis. Misalnya: seorang laki-laki memperlakukan pasangannya dengan sangat romantis, maka akan meningkatkan harga dirinya.

c. Faktor Lingkungan Sosial

Seperti orang tua dan teman sebaya. Misalnya: kalau orang tua mampu menerima kemampuan anaknya sebagaimana yang ada, maka anak menerima dirinya sendiri. Tetapi, kalau orang tua menuntut lebih tinggi dari apa yang ada pada diri anak, maka anak akan kesulitan menerima dirinya sendiri sebagaimana adanya. Semakin dewasa


(33)

seseorang, maka semakin banyak pula orang-orang di lingkungan sosialnya yang mempengaruhi pembentukan harga dirinya.

d. Faktor Tingkat Intelegensi

Semakin tinggi tingkat intelegensi seseorang, maka semakin tinggi pula harga dirinya dan jelas bahwa tingkat intelegensinya ternyata mempengaruhi harga diri seseorang dan terlihat adanya hubungan positif diantara keduanya.

e. Faktor Status Sosial Ekonomi

Secara umum seseorang yang berasal dari status sosial ekonomi rendah memiliki harga diri yang lebih rendah daripada yang berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi.

f. Faktor Ras dan Kebangsaan

Seseorang dari ras minoritas akan memiliki harga diri yang lebih rendah saat berada ditengah ras mayoritas. Misalnya: seorang siswa berkulit hitam akan memiliki harga diri yang lebih rendah saat bersekolah di sekolah yang mayoritas siswanya berkulit putih.

g. Faktor Urutan Keluarga

Anak tunggal cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada anak-anak yang memiliki saudara sekandung. Selain itu anak laki-laki sulung yang memiliki adik kandung perempuan cenderung memiliki harga diri yang lebih tinggi.


(34)

C. HUBUNGAN ANTARA GAMBARAN TUBUH DENGAN HARGA DIRI PADA PRIA

Sebagai seorang pria, sudah menjadi naluri alamiah untuk memiliki bentuk tubuh yang tegap dan kuat, dikarenakan peran seorang pria yang bertugas untuk menjaga dan melindungi pasangannya. Akan tetapi banyak pria yang memiliki bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan harapannya. Kesenjangan yang umum dialami para pria adalah karena mereka memiliki bentuk tubuh yang dipersepsi terlalu gemuk ataupun terlalu kurus. Hal tersebut dapat mengakibatkan ketidakpuasan terhadap gambaran tubuhnya sendiri, dimana gambaran tubuh adalah perasaan seseorang mengenai penampilan fisiknya (Valencia, 2008). Ketidakpuasan terhadap gambaran tubuh pada pria umumnya mencerminkan keinginan untuk menjadi lebih besar, lebih berisi, lebih berotot, berdada bidang, dan memiliki otot bisep yang menonjol (Evans etal, 2008; McCabe & Riccialdeli, 2004).

Bentuk tubuh yang berotot dipandang sebagai bentuk tubuh yang ideal oleh kebanyakan pria (Collins & Plahn, 1988) serta terjadi peningkatan harga diri dan konsep diri ketika para pria mempersepsikan bentuk tubuh yang mereka miliki sebagai bentuk tubuh yang ideal (Mishkind et al., 1986; Collins and Plahn, 1988; Tucker, 1982). Dengan meningkatnya harga diri yang adalah merupakan hasil penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang diungkapkan dalam sikap-sikap yang dapat bersifat positif maupun negatif (Tambunan, 2001), maka para pria akan menilai dirinya berharga sehingga


(35)

akan semakin percaya diri dan yakin dalam menjalankan proses interaksi dengan lingkungan disekitarnya.

Penelitian lain menunjukkan kurangnya pemahaman akan bentuk tubuh berotot yang akan mengarah pada pandangan negatif individu terhadap gambaran tubuhnya telah dihubungkan dengan peningkatan resiko untuk mengidap body dysmorphic disorder (Phillips & Diaz, 1997) dan muscle dysmorphia (Maida & Armstrong, 2005), meningkatnya depresi, rendahnya harga diri, dan rendahnya kepuasan hidup (Cafri et al., 2002; McCreary & Sasse, 2000; Olivardia, Pope, Borowiecki, & Cohane, 2004).

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa jika seorang pria mempersepsi penampilan fisiknya adalah ideal yang tergambar dari persepsi positif pada gambaran tubuh pria tersebut, maka semakin tinggi pula harga diri pria tersebut, dan sebaliknya.

D. HIPOTESA PENELITIAN

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria.


(36)

22

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional, dimana penelitian korelasional menurut Azwar (2000) bertujuan untuk menguji hubungan antara dua variabel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas (IndependentVariable) : gambaran tubuh 2. Variabel Tergantung (DependentVariable) : harga diri

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Gambaran Tubuh

Gambaran tubuh adalah gambaran persepsi, emosi, kognisi, dan perilaku seseorang mengenai atribut fisiknya yang dalam penelitian ini meliputi gaya rambut, bentuk wajah, bentuk tubuh, ukuran tubuh, tampilan otot, berat serta tinggi badan yang dimilikinya, dapat bersifat positif maupun negatif. Individu yang memiliki gambaran tubuh positif maka dapat menerima atribut fisik yangg dimilikinya, dan juga sebaliknya jika individu memiliki gambaran tubuh negatif maka ia tidak dapat menerima atribut fisik yang dimilikinya. Gambaran tubuh diukur dengan alat ukur Gambaran Tubuh


(37)

yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi gambaran tubuh yang dikemukakan oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005), yaitu:

a. Evaluasi Penampilan

Evaluasi penampilan merupakan evaluasi individu mengenai gaya rambut, bentuk wajah, bentuk tubuh, ukuran tubuh, tampilan otot, berat serta tinggi badannya, baik melalui persepsi individu terhadap dirinya sendiri maupun persepsi individu akan pandangan orang lain terhadap dirinya.

b. Orientasi Penampilan

Orientasi penampilan merupakan perhatian serta usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperbaiki dan meningkatkan tampilan gaya rambut, bentuk wajah, bentuk tubuh, ukuran tubuh, tampilan otot, berat serta tinggi badan yang dimilikinya.

c. Kepuasan terhadap Bagian Tubuh

Kepuasan terhadap bagian tubuh merupakan perasaan puas yang dirasakan individu terhadap bagian tubuhnya secara spesifik, seperti gaya rambut, bentuk wajah, tubuh bagian bawah (pinggul, pantat, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tubuh bagian atas (dada, bahu, lengan) dan keseluruhan tubuh.

d. Kecemasan Menjadi Gemuk

Kecemasan menjadi gemuk merupakan perasaan waspada individu terhadap berat badan, sehingga akan muncul perilaku berupa


(38)

melakukan diet ketat untuk menurunkan berat badan, dan membatasi pola makan yang dapat meningkatkan berat badan.

e. Pengkategorian terhadap Ukuran Tubuh

Pengkategorian terhadap ukuran tubuh merupakan persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya, mulai dari kekurangan berat badan sampai kelebihan berat badan.

2. Harga Diri

Harga diri adalah evaluasi diri berupa penerimaan maupun penolakan individu terhadap dirinya yang ditunjukkan oleh sejauh mana individu tersebut merasa diterima oleh lingkungannya, merasa mampu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dan merasa berharga dalam hidupnya. Individu yang memiliki harga diri tinggi adalah individu yang dapat menerima dirinya dikarenakan individu tersebut merasa diterima oleh lingkungannya, merasa mampu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dan merasa berharga dalam hidupnya, dan juga sebaliknya individu yang memiliki harga diri rendah adalah individu yang menolak dirinya dikarenakan individu tersebut merasa ditolak oleh lingkungannya, merasa tidak mampu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dan merasa tidak berharga dalam hidupnya,

Harga diri akan diukur menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan komponen harga diri menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998), yaitu:


(39)

a. Perasaan Diterima

Perasaan diterima merupakan perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu kelompok dan dirinya diterima, diinginkan, serta diacuhkan oleh anggota kelompoknya. Kelompok ini dapat berupa keluarga, kelompok teman sebaya, atau kelompok apapun.

b. Perasaan Mampu

Perasaan mampu merupakan perasaan yakin individu terhadap hasil pekerjaannya dan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri dalam mencapai suatu hasil yang diharapkan serta dalam menghadapi permasalahan yang muncul.

c. Perasaan Berharga

Perasaan berharga merupakan perasaan individu yang merasa bahwa dirinya berharga atau tidak. Perasaan ini banyak dipengaruhi oleh pengalaman yang lalu. Perasaan yang dimiliki individu yang sering kali ditampilkan dan berasal dari pernyataan-pernyataan positif yang sifatnya pribadi seperti pintar, sopan, baik dan lain-lain.


(40)

C. POPULASI, DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah para pria yang tinggal di Kota Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung. Alasan memilih kota-kota tersebut adalah karena selain peneliti memiliki kemudahan akses di kota-kota tersebut yang dapat mempermudah proses pengambilan data.

Karakteristik populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pria berusia minimal 18 tahun karena individu dianggap telah dewasa

sehingga memiliki kemampuan untuk mengevaluasi diri

b. Lulus Sekolah Menengah Atas karena individu dianggap memiliki kemampuan yang memadai dalam membaca dan memahami untuk menjawab pertanyaan yang diberikan

c. Tidak memiliki cacat fisik karena beberapa penelitian telah menemukan bahwa individu penyandang cacat mengalami masalah psikologis khususnya depresi serta masalah perilaku dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang normal (Nixdorf, dalam Saragih & Sutatminingsih, 2007)

d. Bertempat tinggal di kota Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung

2. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel

Menyadari luasnya keseluruhan populasi dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, maka subjek penelitian yang dipilih adalah sebagian dari keseluruhan populasi yang dinamakan sebagai sampel. Sampel adalah


(41)

sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000). Peneliti mengambil sampel dengan menggunakan teknik nonprobabilitas insidental. Teknik nonprobabilitas digunakan peneliti karena dalam penarikan sampelnya peneliti mempertimbangkan hal-hal tertentu yang berkaitan dengan penelitian seperti jumlah populasi yang tidak diketahui, serta responden yang diinginkan hanya berasal dari keempat kota yang ditetapkan peneliti sehingga yang menjadi sampel adalah responden yang telah memenuhi pertimbangan tertentu itu. Teknik insidental digunakan peneliti untuk memperoleh ukuran sampel dari mereka yang telah memenuhi karakteristik populasi yang secara kebetulan ditemui di lapangan.

Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus dari Rea dan Parker (dalam Eriyanto, Aindoble & Aindoble, 2007), yaitu :

= ² . .

² =

1,96² . 0,5.0,5

( 0,1 ) =

0,9604

0,01 = 96,04 pembulatan 96

Keterangan:

n = jumlah sampel yang digunakan

Z = tingkat kepercayaan 95%, jika dilihat pada tabel distribusi normal maka Z bernilai 1,96

p = probabilitas responden memiliki populasi 0,5 karena p sebesar ini akan memberikan perhitungan sampel terbesar dibandingkan nilai p yang lain q = 1 - p (1 - 0,5 = 0,5)

E = 10% (0,1) merupakan nilai error yang dikehendaki


(42)

D. ALAT UKUR PENELITIAN

Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner. Kuesioner digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000). Menurut Hadi (2000), alat ukur jenis ini dapat dipergunakan dalam sebuah penelitian dengan pertimbangan:

1. Subjek adalah individu yang paling tahu mengenai dirinya

2. Pernyataan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya 3. Interpretasi subjek tentang pernyataan yang diajukan kepadanya

cenderung sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Adapun alat ukur yang dibuat oleh peneliti guna mendapatkan data menggunakan penskalaan model Likert. Alat ukur dibuat dalam pernyataan dengan respon jawaban bergerak dari 1 sampai 4 poin dengan kriteria positif ke negatif. Pada dasarnya penskalaan model Likert memiliki 5 alternatif jawaban, akan tetapi peneliti menghilangkan pilihan netral berdasarkan alasan yang dikemukakan Amirin (2010) sebagai berikut:

1. Memiliki arti ganda (dianggap belum memberikan jawaban).

2. Jawaban netral menyebabkan adanya efek tendensi sentral yaitu kecenderungan menjawab yang ada ditengah-tengah saja.

3. Tidak tersedianya jawaban netral, secara tidak langsung subyek akan memberi jawaban yang pasti kearah setuju atau tidak setuju.


(43)

1. Alat Ukur Gambaran Tubuh

Alat ukur Gambaran Tubuh disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi gambaran tubuh yang dikemukakan oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005), yaitu evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh, kecemasan menjadi gemuk, dan pengkategorian ukuran tubuh.

Alat ukur Gambaran Tubuh disusun berdasarkan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem, yaitu aitem favorable (mengindikasikan positifnya gambaran tubuh yang diukur) dan unfavorable (mengindikasikan negatifnya gambaran tubuh yang diukur), dan menyediakan empat alternatif jawaban yang terdiri dari STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Nilai pada setiap pilihan berada pada rentang 1 sampai 4. Respon dari aitem yang bersifat favorable akan memiliki bobot 1 untuk respon STS (sangat tidak sesuai), 2 untuk respon TS (tidak sesuai), 3 untuk respon S (sesuai), dan 4 untuk respon SS (sangat sesuai). Respon dari aitem yang bersifat unfavorable akan memiliki bobot 4 untuk respon STS (sangat tidak sesuai), 3 untuk respon TS (tidak sesuai), 2 untuk respon S (sesuai), dan 1 untuk respon SS (sangat sesuai). Khusus untuk pernyataan mengenai dimensi kepuasan terhadap bagian tubuh dan pengkategorian ukuran tubuh, alternatif jawaban yang disediakan adalah STP (sangat tidak puas), TP (tidak puas), P (puas), dan SP (sangat puas).

Berikut adalah blueprint yang menyajikan distribusi aitem-aitem alat ukur Gambaran Tubuh sebelum uji coba:


(44)

Tabel 3.1 Blueprint Alat Ukur Gambaran Tubuh Sebelum Uji Coba No. Dimensi Gambaran

Tubuh Indikator Perilaku

Jenis Aitem Total F UF

1 Evaluasi penampilan -Evaluasi terhadap

penampilan dari diri sendiri

1, 6, 15, 25, 27 9, 18, 29, 31 12

-Evaluasi terhadap

penampilan dari orang lain

23 4, 22

2 Orientasi penampilan

-Perhatian individu dalam menjaga penampilan 2, 7, 21, 26 5, 13, 19 12 -Usaha dalam memperbaiki

penampilan

11, 16, 28, 30

10, 3 Kepuasan terhadap

bagian tubuh

-Kepuasan terhadap rambut 32 7

-Kepuasan terhadap wajah 33

-Kepuasan terhadap tubuh bagian atas

34 -Kepuasan terhadap tubuh

bagian tengah

35 -Kepuasan terhadap tubuh

bagian bawah

36 -Kepuasan terhadap

tampilan otot

37 -Kepuasan terhadap

keseluruhan penampilan

38

4 Kecemasan menjadi

gemuk

-Kecemasan terhadap kegemukan

3, 8 7

-Kewaspadaan individu terhadap kenaikan berat badan

12 24

-Kecenderungan melakukan diet

17 14

-Membatasi pola makan 20

5 Pengkategorian ukuran tubuh

-Berat badan 39 2

-Tinggi badan 40

Jumlah 26 14 40

Keterangan Tabel 3.1:

F : Favorable

UF : Unfavorable

2. Alat Ukur Harga Diri

Alat ukur Harga Diri disusun oleh peneliti berdasarkan komponen harga diri menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998), yaitu perasaan diterima, perasaan mampu, dan perasaan berharga.


(45)

Setiap aitem dalam alat ukur ini menggunakan skala Likert yang terdiri dari dua kategori aitem, yaitu aitem favorable (mengindikasikan tingginya harga diri yang diukur) dan unfavorable (mengindikasikan rendahnya harga diri yang diukur), dan menggunakan 4 alternatif jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), S (sesuai), dan SS (sangat sesuai). Respon dari aitem yang bersifat favorable akan memiliki bobot 1 untuk respon STS (sangat tidak sesuai), 2 untuk respon TS (tidak sesuai), 3 untuk respon S (sesuai), dan 4 untuk respon SS (sangat sesuai). Respon dari aitem yang bersifat unfavorable akan memiliki bobot 4 untuk respon STS (sangat tidak sesuai), 3 untuk respon TS (tidak sesuai), 2 untuk respon S (sesuai), dan 1 untuk respon SS (sangat sesuai).

Berikut adalah blueprint yang menyajikan distribusi aitem-aitem alat ukur Harga Diri sebelum uji coba:

Tabel 3.2 Blueprint Alat Ukur Harga Diri Sebelum Uji Coba No. Komponen Harga

Diri

Indikator Perilaku Jenis Aitem Total

F UF

1 Perasaan diterima -Merasa diterima dalam

kelompok

1

12 -Merasa diinginkan dalam

kelompok

15, 27 7, 9,

12, 14 -Merasa diacuhkan dalam

kelompok

24, 28 4, 25,

30

2 Perasaan mampu -Keyakinan terhadap hasil

pekerjaan

2, 17 5

12

-Keyakinan mencapai tujuan 16 13

-Kemampuan menghadapi

masalah

6, 10, 23 8, 20, 31, 32 3 Perasaan berharga -Banyaknya nilai positif dari

dalam diri

3, 11, 19,22, 29

18, 21, 26

8

Jumlah 16 16 32

Keterangan Tabel 3.2:

F : Favorable


(46)

E. VALIDITAS, UJI DAYA BEDA, DAN RELIABILITAS ALAT UKUR 1. Validitas Alat Ukur

Validitas alat ukur dalam penelitian ini dikaji berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi. Validitas isi ditentukan melalui pendapat profesional dalam proses telaah aitem. Professional judgement disini adalah dosen pembimbing. Analisa logis akan dilakukan dengan menggunakan spesifikasi alat ukur yang telah ada untuk menetapkan apakah aitem-aitem yang telah dikembangkan representatif terhadap apa yang dimaksudkan untuk diukur.

2. Uji Daya Beda Aitem

Pengujian daya beda aitem menghendaki dilakukannya komputasi korelasi antara distribusi skor aitem dengan suatu kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor alat ukur itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total ( ) yang dikenal dengan sebutan parameter daya beda aitem. Kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem menggunakan batasan ≥ 0,3. Semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,3, daya pembedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki < 0,3 dapat diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda rendah. Batasan ini merupakan suatu kovensi karena apabila jumlah aitem yang lolos ternyata masih belum mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan sedikit batas kriteria menjadi 0,25. Penyusun tes diperbolehkan untuk menentukan sendiri batasan daya


(47)

diskriminasi aitemnya dengan mempertimbangkan isi dan tujuan alat ukur yang sedang disusun (Azwar, 2000).

Pernyataan-pernyataan pada alat ukur diuji daya beda aitemnya dengan cara menghitung antara skor aitem dengan skor total alat ukur. Tehnik statistika yang digunakan adalah tehnik korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal, yaitu Cronbach’s Alpha Coeffecient. Teknik ini dipandang ekonomis dan praktis (Azwar, 2000). Penghitungan koefisien reliabilitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows. Reliabilitas memiliki rentang 0 s/d 1, semakin mendekati angka 1 maka akan semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, apabila semakin mendekati angka 0 maka semakin rendah reliabilitasnya.

F. HASIL UJI COBA ALAT UKUR 1. Alat Ukur Gambaran Tubuh

Uji coba alat ukur Gambaran Tubuh dilakukan pada 274 orang pria dikota Medan. Berdasarkan hasil uji coba sebanyak 40 aitem alat ukur Gambaran Tubuh dengan menggunakan batasan koefisien korelasi aitem total 0,3 diperoleh 19 aitem. Namun peneliti memutuskan untuk menggunakan batasan minimal 0,25 sehingga diperoleh 24 aitem untuk dipergunakan dalam


(48)

penelitian. Nilai koefisien alpha yang didapat sebesar 0,874. Koefisien korelasi aitem total berkisar dari 0,271 sampai 0,701.

Distribusi aitem hasil uji coba alat ukur Gambaran Tubuh dijelaskan dalam tabel 3.3.

Tabel 3.3 Blueprint Alat Ukur Gambaran Tubuh Setelah Uji Coba No. Dimensi Gambaran

Tubuh Indikator Perilaku

Jenis Aitem Total

F UF

1 Evaluasi penampilan -Evaluasi terhadap

penampilan dari diri sendiri

1, 6, 15, 25, 27

9, 18, 29, 31

12 -Evaluasi terhadap

penampilan dari orang lain

23 4, 22

2 Orientasi penampilan

-Perhatian individu dalam menjaga penampilan

2, 7, 21,

26

5, 13, 19 12 -Usaha dalam memperbaiki

penampilan

11, 16,

28, 30

10,

3 Kepuasan terhadap bagian tubuh

-Kepuasan terhadap rambut 32 7

-Kepuasan terhadap wajah 33

-Kepuasan terhadap tubuh bagian atas

34 -Kepuasan terhadap tubuh

bagian tengah

35 -Kepuasan terhadap tubuh

bagian bawah

36 -Kepuasan terhadap tampilan

otot

37 -Kepuasan terhadap

keseluruhan penampilan

38

4 Kecemasan menjadi

gemuk

-Kecemasan terhadap kegemukan

3, 8 7

-Kewaspadaan individu terhadap kenaikan berat badan

12 24

-Kecenderungan melakukan diet

17 14

-Membatasi pola makan 20

5 Pengkategorian ukuran tubuh

-Berat badan 39 2

-Tinggi badan 40

Jumlah 26 14 40

Keterangan Tabel 3.3:

F : Favorable

UF : Unfavorable


(49)

Pada tabel 3.3 akan dilakukan perubahan tata letak nomor karena aitem-aitem yang gugur tidak disertakan lagi dalam penelitian. Distribusi aitem alat ukur Gambaran Tubuh untuk penelitian dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4 Blueprint Alat Ukur Gambaran Tubuh Untuk Penelitian No. Dimensi

Gambaran Tubuh

Indikator Perilaku

Jenis Aitem Total

F UF

1 Evaluasi

penampilan

-Evaluasi terhadap

penampilan dari diri sendiri

1, 9, 12 6, 10, 13, 15

8 -Evaluasi terhadap

penampilan dari orang lain

3 2 Orientasi

penampilan

-Perhatian individu dalam menjaga penampilan

4 2

-Usaha dalam memperbaiki penampilan

14

3 Kepuasan

terhadap bagian tubuh

-Kepuasan terhadap rambut 16 7

-Kepuasan terhadap wajah 17

-Kepuasan terhadap tubuh bagian atas

18 -Kepuasan terhadap tubuh

bagian tengah

19 -Kepuasan terhadap tubuh

bagian bawah

20 -Kepuasan terhadap tampilan

otot

21 -Kepuasan terhadap

keseluruhan penampilan

22

4 Kecemasan

menjadi gemuk

-Kecemasan terhadap kegemukan

2, 5 5

-Kewaspadaan individu terhadap kenaikan berat badan

7 11

-Kecenderungan melakukan diet

8 -Membatasi pola makan

5 Pengkategorian

ukuran tubuh

-Berat badan 23 2

-Tinggi badan 24

Jumlah 17 7 24

Keterangan Tabel 3.4:

F : Favorable


(50)

2. Alat Ukur Harga Diri

Uji coba alat ukur Harga Diri dilakukan pada 274 orang pria dikota Medan. Berdasarkan hasil uji coba sebanyak 32 aitem alat ukur Harga Diri dengan menggunakan batasan koefisien korelasi aitem total 0,3 diperoleh 22 aitem. Namun peneliti memutuskan untuk menggunakan batasan minimal 0,25 sehingga diperoleh 24 aitem untuk dipergunakan dalam penelitian. Nilai koefisien alpha yang didapat sebesar 0,856. Koefisien korelasi aitem total berkisar dari 0,261 sampai 0,535.

Distribusi aitem hasil uji coba alat ukur Harga Diri dijelaskan dalam tabel 3.5.

Tabel 3.5 Blueprint Alat Ukur Harga Diri Setelah Uji Coba No. Komponen

Harga Diri

Indikator Perilaku Jenis Aitem Total

F UF

1 Perasaan diterima -Merasa diterima dalam kelompok

1 12

-Merasa diinginkan dalam kelompok

15, 27 7, 9,

12, 14 -Merasa diacuhkan dalam

kelompok

24, 28 4, 25,

30

2 Perasaan mampu -Keyakinan terhadap

hasil pekerjaan

2, 17 5 12

-Keyakinan mencapai tujuan

16 13

-Kemampuan

menghadapi masalah

6, 10, 23 8, 20, 31, 32

3 Perasaan

berharga

-Banyaknya nilai positif dari dalam diri

3, 11,

19,22, 29

18, 21, 26

8

Jumlah 16 16 32

Keterangan Tabel 3.5:

F : Favorable

UF : Unfavorable

Nomor tebal berarti gugur karena memiliki daya diskriminasi < 0,25.

Pada tabel 3.5 akan dilakukan perubahan tata letak nomor karena aitem-aitem yang gugur tidak disertakan lagi dalam penelitian. Distribusi aitem alat ukur Harga Diri untuk penelitian dapat dilihat pada tabel 3.6.


(51)

Tabel 3.6 Blueprint Alat Ukur Harga Diri Untuk Penelitian No. Komponen

Harga Diri

Indikator Perilaku Jenis Aitem Total

F UF

1 Perasaan diterima -Merasa diterima dalam kelompok

1 11

-Merasa diinginkan dalam kelompok

10 4, 5, 8, 9 -Merasa diacuhkan dalam

kelompok

18, 21 2, 19, 22 2 Perasaan mampu -Keyakinan terhadap hasil

pekerjaan 12 3

8 -Keyakinan mencapai

tujuan

11

-Kemampuan menghadapi

masalah

6, 17 14, 23, 24

3 Perasaan

berharga

-Banyaknya nilai positif dari dalam diri

7, 16 13, 15, 20 5

Jumlah 10 14 24

Keterangan Tabel 3.6:

F : Favorable

UF : Unfavorable

G. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap pengolahan penelitian.

1. Tahap Persiapan Penelitian a. Pembuatan Alat Ukur

Penelitian dimulai dengan membuat alat ukur yang akan diuji coba. Namun sebelum alat ukur dibuat, terlebih dahulu ditentukan aspek-aspek dari suatu alat ukur. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu alat ukur Gambaran Tubuh dan alat ukur Harga Diri. Alat ukur Gambaran Tubuh disusun berdasarkan lima dimensi gambaran tubuh yang dikemukan oleh Cash (dalam Seawell & Danorf-Burg, 2005). Alat ukur Gambaran Tubuh


(52)

terdiri dari 40 aitem. Alat ukur Harga Diri disusun berdasarkan komponen harga diri menurut Coopersmith (dalam Burn, 1998). Alat ukur Harga Diri terdiri dari 32 aitem.

b. Uji Coba Alat Ukur

Setelah alat ukur selesai dibuat, peneliti mengujicobakannya kepada 274 orang pria di kota Medan pada tanggal 22 s.d. 30 September 2012. Subjek diminta untuk memberikan respon pada alat ukur Gambaran Tubuh dan alat ukur Harga Diri, dimana peneliti terlebih dahulu meminta kesediaan subjek untuk mengisi alat ukur tersebut.

c. Revisi Alat Ukur

Setelah melakukan uji coba alat ukur maka peneliti melanjutkan dengan pengujian validitas dan reliabilitas kedua alat ukur tersebut dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows. Berdasarkan hasil uji coba sebanyak 40 aitem alat ukur Gambaran Tubuh diperoleh 24 aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem total yang memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam penelitian ( ≥ 0,25). Nilai koefisien alpha yang didapat sebesar 0,874. Koefisien korelasi aitem total berkisar dari 0,271 sampai 0,701. Sedangkan untuk alat ukur Harga Diri, dari hasil uji coba sebanyak 32 aitem alat ukur Harga Diri diperoleh 24 aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem total yang memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam penelitian ( ≥ 0,25). Nilai koefisien alpha yang didapat sebesar 0,856. Koefisien korelasi aitem total berkisar dari 0,261 sampai 0,535.


(53)

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Bandung dengan cara menyebarkan alat ukur berupa alat ukur Gambaran Tubuh dan alat ukur Harga Diri kepada 120 orang subjek. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 13 s.d. 22 Oktober 2012. Subjek memberikan respon setelah terlebih dahulu dimintai kesediaannya untuk mengisi alat ukur tersebut.

3. Tahap Pengolahan Data

Data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan bantuan program komputer yaitu program SPSS version 16.0 For Windows. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik. Alasan digunakannya analisa statistik karena statistik dapat menunjukkan kesimpulan penelitian. Pertimbangan lain yang mendasari adalah statistik bekerja dengan angka, bersifat objektif, dan universal (Hadi, 2000).

H. METODE ANALISA DATA

Data yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisis dengan uji korelasi yang digunakan untuk menguji hipotesis, yaitu untuk menguji hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri. Data dianalisis menggunakan formula Pearson Product Moment. Menurut Hadi (2000) korelasi Pearson Product Moment dipakai untuk melukiskan hubungan antara dua gejala skala interval. Namun, sebelum menguji hipotesis dengan statistika parametrik, maka dilakukan uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji linearitas


(54)

(Hadi, 2000). Pengujian asumsi dan analisa data dilakukan dengan menggunakan program SPSS version 16.0 For Windows.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah data yang dianalisa sudah terdistribusi sesuai dengan prinsip-prinsip distribusi normal agar dapat digeneralisasikan pada populasi. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data semua variabel yang berupa skor-skor yang diperoleh dari hasil penelitian tersebar sesuai dengan kaidah normal. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 For Windows. Kolmogorov-Smirnov adalah suatu uji yang memperhatikan tingkat kesesuaian antara distribusi serangkaian harga sampel (skor yang diobservasi) dengan suatu distribusi teoritis tertentu. Kaidah normal yang digunakan adalah jika p ≥ 0,05 maka sebaran dinyatakan normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak normal (Hadi, 2000).

2. Uji Linearitas

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua variabel penelitian, yaitu variabel gambaran tubuh dengan harga diri memiliki hubungan linear. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan analisis statistik uji Anova dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 For Windows. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui linear atau tidaknya hubungan antara kedua variabel adalah dilihat dari nilai linearitas yaitu jika p < 0,05 dan nilai deviasi dari linearitas yaitu jika p > 0,05 (Hadi, 2000).


(55)

41

Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisa data dan pembahasan yang diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan pembahasannya.

A. ANALISA DATA

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah 120 orang pria yang berasal dari Kota Medan, Pekanbaru, Jakarta dan Bandung. Dari 120 subjek tersebut, diperoleh gambaran subjek berdasarkan usia, indeks massa tubuh dan kota tempat tinggal subjek.

a. Usia

Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Kategori Usia Jumlah (N) Bobot

Dewasa Awal 18 – 40 tahun 120 100%

Dewasa Madya 41 – 60 tahun 0 0%

Dewasa Akhir 61 tahun keatas 0 0%

Total 120 100%

Berdasarkan data pada tabel 4.1, diketahui bahwa seluruh subjek (100%) berada pada kategori dewasa awal dengan rentang usia antara 18 sampai 40 tahun.


(56)

b. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan indeks massa tubuh subjek penelitian yang didapat dengan cara membagi berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter) maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Indeks Masa Tubuh

IMT Kategori Jumlah (N) Bobot

< 17 Sangat Kurus 3 2,5%

17 – 18,4 Kurus 16 13,33%

18,5 – 24,9 Normal 74 61,67%

25 – 27 Gemuk 11 9,17%

> 27 Sangat Gemuk 16 13,33%

Total 120 100%

Berdasarkan tabel 4.2, diketahui bahwa jumlah subjek dengan IMT sangat kurus ada 3 orang (2,5%), jumlah subjek dengan IMT kurus ada 16 orang (13,33%), jumlah subjek dengan IMT normal ada 74 orang (61,67%), jumlah subjek dengan IMT gemuk ada 11 orang (9,17%), dan jumlah subjek dengan IMT sangat gemuk ada 16 orang (13,33%).

c. Kota Tempat Tinggal

Berdasarkan kota tempat tinggal subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Kota Tempat Tinggal

Kota Jumlah (N) Bobot

Medan 25 20,83%

Pekanbaru 11 9,17%

Jakarta 63 52,5%

Bandung 21 17,5%


(57)

Berdasarkan data pada tabel 4.3, diketahui bahwa jumlah subjek yang tinggal di Kota Medan ada 25 orang (20,83%), jumlah subjek yang tinggal di Kota Pekanbaru ada 11 orang (9,17%), jumlah subjek yang tinggal di Kota Jakarta ada 63 orang (52,5%), dan jumlah subjek yang tinggal di Kota Bandung ada 21 orang (17,5%).

2. Hasil Penelitian

Berikut ini akan dipaparkan mengenai hasil uji normalitas, uji linearitas dan hasil analisa data hubungan gambaran tubuh dengan harga diri pada pria.

a. Uji Asumsi Penelitian 1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian telah menyebar secara normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 For Windows. Data dikatakan terdistribusi normal apabila harga p ≥ 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Normalitas Sebaran Variabel Gambaran Tubuh dan Variabel Harga Diri

Variabel Z p Keterangan

Gambaran Tubuh 0,522 0,948 Normal

Harga Diri 0,955 0,322 Normal

Kaidah normal yang digunakan untuk uji normalitas adalah jika p ≥ 0,05 maka data penelitian terdistribusi normal, sebaliknya jika nilai p < 0,05 maka data penelitian tidak terdistribusi normal. Hasil uji normalitas variabel


(58)

gambaran tubuh diperoleh nilai Z = 0,522 dan p = 0,948. Hasil menunjukkan

bahwa nilai p (0,948) > α (0,05) maka data dari variabel gambaran tubuh terdistribusi normal. Hasil uji normalitas variabel harga diri diperoleh nilai Z = 0,955 dan p = 0,322. Hasil menunjukkan bahwa nilai p (0,322) > α (0,05) maka data dari variabel harga diri terdistribusi normal.

2) Uji Linearitas Hubungan

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua variabel penelitian, yaitu variabel gambaran tubuh dan harga diri memiliki hubungan yang linear. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan analisis statistik uji Anova dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 For Windows. Kedua variabel dikatakan memiliki hubungan yang linear jika nilai p (linearitas) < 0,05 dan nilai p (deviasi dari linearitas) > 0,05. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Linearitas Variabel F

(linearitas)

p (linearitas)

F (deviasi

dari linearitas)

p (deviasi

dari linearitas)

Keterangan

Gambaran tubuh dengan harga diri

15,946 0,000 1,523 0,063 Linear

Dari hasil uji linearitas antara gambaran tubuh dengan harga diri, diperoleh nilai p (linearitas) = 0,000 (p < 0,05) dan nilai p (deviasi dari linearitas) = 0,063 (p > 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel gambaran tubuh memiliki hubungan yang linear dengan harga diri.


(59)

b. Hasil Analisa Data

1) Hasil Perhitungan Korelasi

Data dianalisis menggunakan Pearson Product Moment yang akan menjelaskan mengenai hubungan antara gambaran tubuh dengan harga diri dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 For Windows. Hasil perhitungan korelasi pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Korelasi Antara Gambaran Tubuh dengan Harga Diri

Variabel r p Keterangan

Gambaran tubuh dengan harga diri

0,325 0,000 Berkorelasi

Hasil perhitungan korelasi antara gambaran tubuh dengan harga diri, diperoleh nilai r = 0,325 dengan tingkat signifikansi koefisien korelasi p = 0,000 (p < 0,05), maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gambaran tubuh dengan harga diri pada pria yang mengikuti penelitian ini. Dari hasil korelasi Pearson Product Moment, diketahui arah hubungannya adalah positif yang menunjukkan bahwa semakin positif gambaran subjek terhadap tubuhnya sendiri maka harga diri subjek juga akan semakin tinggi dan semakin negatif gambaran subjek terhadap tubuhnya sendiri maka harga diri subjek juga akan semakin rendah.

Berdasarkan hasil pengolahan data hubungan gambaran tubuh dengan harga diri diperoleh koefisien determinan (R²) sebesar 0,11. Hal ini mengandung pengertian bahwa kontribusi gambaran tubuh terhadap harga diri sebesar 11% dan sisanya ditentukan oleh faktor-faktor lain selain gambaran tubuh.


(1)

97

Lampiran 8 Kategorisasi Subjek Penelitian Berdasarkan Skor Masing-masing Variabel

No. Usia (tahun) Kota Tempat Tinggal Tinggi Badan (cm) Berat Badan (kg) Indeks Massa

Tubuh Kategori

Gambaran Tubuh Harga Diri

EP OP KBT KMG PUK PD PM PB

1 20 Medan 163 58 21,83 Normal 27 5 23 14 5 31 16 30

2 21 Medan 175 70 22,86 Normal 24 4 18 13 6 29 22 26

3 20 Medan 165 85 31,22 Sangat Gemuk 19 3 15 13 3 32 16 31

4 20 Medan 178 68 21,46 Normal 20 5 22 12 6 28 15 24

5 20 Medan 165 47 17,26 Kurus 21 5 24 15 2 27 18 27

6 21 Medan 182 80 24,15 Normal 18 3 17 15 7 26 20 27

7 19 Medan 171 55 18,81 Normal 19 4 18 14 4 27 16 26

8 20 Medan 169 51 17,86 Kurus 21 4 17 15 6 29 19 29

9 20 Medan 165 55 20,20 Normal 16 5 18 16 3 26 15 25

10 20 Medan 160 45 17,58 Kurus 28 3 19 18 3 21 19 23

11 20 Medan 155 52 21,64 Normal 17 4 17 13 4 27 16 25

12 20 Medan 168 47 16,65 Sangat Kurus 20 8 22 13 6 23 15 20

13 19 Medan 164 55 20,45 Normal 21 4 25 11 4 27 15 26

14 19 Medan 170 60 20,76 Normal 19 6 25 10 5 25 14 23

15 21 Medan 170 55 19,03 Normal 17 5 16 12 5 24 15 25

16 20 Medan 175 39 12,73 Sangat Kurus 19 3 20 15 5 28 18 27

17 19 Medan 174 40 13,21 Sangat Kurus 22 5 17 14 5 27 16 25

18 20 Medan 173 54 18,04 Kurus 27 6 24 18 5 30 20 27

19 20 Medan 162 59 22,48 Normal 16 4 16 16 2 32 16 28


(2)

98

21 22 Medan 140 48 24,49 Normal 13 4 16 12 4 27 14 26

22 21 Medan 165 64 23,51 Normal 20 7 20 15 4 25 15 25

23 25 Medan 170 60 20,76 Normal 26 4 20 17 7 33 21 33

24 26 Medan 167 65 23,31 Normal 25 5 21 14 6 27 20 29

25 20 Medan 171 72 24,62 Normal 23 5 18 13 6 31 18 32

26 28 Bandung 161 65 25,08 Gemuk 27 4 21 16 6 32 21 32

27 22 Jakarta 187 80 22,88 Normal 24 6 25 13 5 30 17 27

28 27 Jakarta 178 63 19,88 Normal 19 5 16 14 5 28 18 28

29 28 Jakarta 175 82 26,78 Gemuk 21 5 20 12 6 26 16 23

30 25 Pekanbaru 180 92 28,40 Sangat Gemuk 23 5 17 9 4 25 17 30

31 28 Bandung 171 81 27,70 Sangat Gemuk 21 4 16 9 4 27 19 32

32 32 Jakarta 169 82 28,71 Sangat Gemuk 22 5 20 11 7 27 17 26

33 27 Jakarta 178 70 22,09 Normal 22 7 21 15 6 26 17 28

34 23 Pekanbaru 173 80 26,73 Gemuk 15 4 19 10 5 23 15 24

35 35 Jakarta 165 80 29,38 Sangat Gemuk 21 5 17 11 4 26 17 25

36 28 Jakarta 172 80 27,04 Sangat Gemuk 29 6 22 13 7 27 17 30

37 26 Bandung 165 62 22,77 Normal 21 8 17 15 5 29 22 29

38 25 Jakarta 170 65 22,49 Normal 22 5 21 12 6 26 17 27

39 30 Jakarta 168 65 23,03 Normal 21 5 17 9 6 32 21 31

40 28 Jakarta 165 82 30,12 Sangat Gemuk 23 5 21 13 6 19 18 23

41 18 Bandung 173 78 26,06 Gemuk 24 5 22 14 6 28 18 30

42 25 Bandung 175 75 24,49 Normal 18 5 18 11 6 26 14 25

43 19 Bandung 175 87 28,41 Sangat Gemuk 17 3 17 8 3 25 15 24


(3)

99

45 22 Jakarta 168 78 27,64 Sangat Gemuk 27 6 23 13 7 36 24 35

46 21 Jakarta 173 70 23,39 Normal 20 8 20 15 6 27 17 29

47 23 Jakarta 165 50 18,37 Kurus 21 6 24 15 7 26 15 21

48 20 Pekanbaru 165 57 20,94 Normal 20 6 28 14 5 23 13 18

49 18 Pekanbaru 167 51 18,29 Kurus 18 5 20 14 5 27 17 27

50 28 Jakarta 165 60 22,04 Normal 22 7 22 17 6 27 18 28

51 23 Jakarta 158 60 24,03 Normal 18 5 18 9 6 26 22 27

52 25 Jakarta 160 80 31,25 Sangat Gemuk 20 3 17 9 5 29 16 27

53 22 Jakarta 164 65 24,17 Normal 19 4 22 14 6 26 14 24

54 23 Jakarta 173 89 29,74 Sangat Gemuk 24 6 27 15 7 26 18 28

55 20 Pekanbaru 163 53 19,95 Normal 21 5 23 14 5 25 16 26

56 20 Pekanbaru 175 60 19,59 Normal 22 6 28 15 6 25 17 28

57 19 Jakarta 171 50 17,10 Kurus 20 5 23 12 4 25 18 24

58 18 Jakarta 165 51 18,73 Normal 24 7 23 16 5 24 18 23

59 27 Jakarta 168 52 18,42 Kurus 21 5 21 13 5 24 21 27

60 24 Jakarta 167 87 31,20 Sangat Gemuk 20 4 17 13 3 25 15 25

61 19 Bandung 173 60 20,05 Normal 24 6 21 14 5 27 16 26

62 20 Jakarta 170 65 22,49 Normal 30 7 26 15 7 30 16 30

63 20 Jakarta 165 68 24,98 Gemuk 26 5 26 14 7 34 22 34

64 19 Bandung 174 72 23,78 Normal 20 6 19 15 6 27 15 24

65 21 Jakarta 170 63 21,80 Normal 23 5 20 14 5 26 18 27

66 18 Pekanbaru 178 68 21,46 Normal 22 5 21 16 6 27 17 25

67 19 Jakarta 161 63 24,30 Normal 21 5 27 13 6 25 15 23


(4)

100

69 19 Jakarta 174 60 19,82 Normal 20 5 20 16 6 28 15 23

70 20 Jakarta 170 55 19,03 Normal 24 6 23 15 5 27 18 27

71 21 Jakarta 173 55 18,38 Kurus 22 7 26 14 7 26 15 27

72 20 Bandung 164 60 22,31 Normal 19 5 20 15 5 23 17 24

73 21 Bandung 184 105 31,01 Sangat Gemuk 22 4 20 10 3 26 15 27

74 21 Jakarta 163 48 18,07 Kurus 17 5 16 13 3 26 17 27

75 19 Jakarta 176 56 18,08 Kurus 25 5 21 17 4 24 20 26

76 20 Jakarta 164 56 20,82 Normal 20 4 22 10 7 23 17 27

77 20 Jakarta 168 55 19,49 Normal 15 4 17 9 4 23 13 22

78 19 Jakarta 170 65 22,49 Normal 28 5 28 16 7 26 18 26

79 23 Jakarta 168 70 24,80 Normal 24 7 21 18 6 26 23 29

80 29 Pekanbaru 181 90 27,47 Sangat Gemuk 20 5 20 11 7 28 19 31

81 21 Jakarta 174 53 17,51 Kurus 29 6 21 17 5 31 21 30

82 20 Jakarta 165 52 19,10 Normal 24 5 23 16 5 31 17 30

83 21 Bandung 167 60 21,51 Normal 24 7 21 15 6 27 16 25

84 22 Bandung 170 75 25,95 Gemuk 27 7 25 14 7 30 19 29

85 22 Jakarta 165 78 28,65 Sangat Gemuk 19 5 19 11 6 27 17 27

86 32 Jakarta 169 60 21,01 Normal 24 5 21 14 6 25 19 27

87 30 Jakarta 173 60 20,05 Normal 22 5 19 11 6 29 21 28

88 23 Jakarta 172 65 21,97 Normal 21 6 21 11 6 27 12 27

89 31 Jakarta 182 86 25,96 Gemuk 21 4 20 11 5 24 18 25

90 21 Jakarta 175 60 19,59 Normal 22 5 27 15 7 27 18 27

91 21 Jakarta 184 75 22,15 Normal 29 6 26 17 7 24 17 30


(5)

101

93 27 Jakarta 178 57 17,99 Kurus 26 6 21 14 4 32 20 31

94 19 Jakarta 164 69 25,65 Gemuk 23 6 23 16 5 28 20 28

95 20 Jakarta 167 60 21,51 Normal 19 4 18 12 6 26 18 24

96 20 Bandung 173 65 21,72 Normal 20 6 18 11 4 25 16 25

97 22 Bandung 180 63 19,44 Normal 16 7 14 11 7 20 13 20

98 24 Bandung 185 70 20,45 Normal 24 2 26 18 6 30 17 27

99 22 Pekanbaru 168 62 21,97 Normal 25 4 24 15 4 32 21 33

100 22 Pekanbaru 170 55 19,03 Normal 20 4 19 14 6 32 22 29

101 24 Pekanbaru 171 50 17,10 Kurus 17 5 18 15 5 30 18 29

102 22 Bandung 174 57 18,83 Normal 21 3 16 15 5 27 17 27

103 22 Jakarta 167 67 24,02 Normal 26 4 26 16 8 35 18 30

104 25 Jakarta 173 58 19,38 Normal 23 4 18 14 5 32 19 30

105 24 Bandung 165 53 19,47 Normal 15 6 19 14 5 31 16 27

106 25 Jakarta 180 82 25,31 Gemuk 11 7 13 7 5 21 15 21

107 22 Jakarta 175 64 20,90 Normal 20 4 20 12 5 26 15 22

108 27 Bandung 178 58 18,31 Kurus 22 5 24 13 4 33 16 32

109 40 Jakarta 176 62 20,02 Normal 18 4 13 14 6 25 17 27

110 36 Jakarta 162 65 24,77 Normal 17 4 13 14 6 25 17 28

111 23 Jakarta 167 55 19,72 Normal 20 2 17 7 4 35 24 34

112 30 Jakarta 173 70 23,39 Normal 24 4 21 15 5 33 17 30

113 27 Jakarta 156 60 24,65 Normal 21 3 23 13 6 33 20 32

114 25 Jakarta 178 65 20,52 Normal 20 6 18 11 4 25 16 25

115 25 Jakarta 176 65 20,98 Normal 16 5 19 18 4 23 15 25


(6)

102

117 29 Bandung 165 72 26,45 Gemuk 22 5 21 16 6 27 17 25

118 26 Bandung 162 73 27,82 Sangat Gemuk 21 6 21 11 6 27 12 27

119 32 Jakarta 168 56 19,84 Normal 21 5 23 14 5 25 16 26