Reaksi Karyawan dalam Menghadapi Stres

Griffin 2002 menyatakan bahwa penyebab-penyebab stres yang berhubungan dengan pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori yaitu: 1. Tuntutan tugas, terkait dengan tugas itu sendiri. Sejumlah pekerjaan secara alami lebih cenderung menimbulkan stres dibanding pekerjaan-pekerjaan lain. Keharusan membuat keputusan cepat, keharusan membuat keputusan tanpa informasi yang lengkap, dan keharusan membuat keputusan dengan konsekuensi yang serius adalah sejumlah situasi yang bisa menimbulkan stres. 2. Tuntutan fisik adalah penyebab-penyebab stres yang terkait dengan lingkungan kerja. Bekerja diluar kantor dengan suhu yang sangat dingin atau panas, atau bahkan di dalam kantor yang tidak ber-AC, bisa menimbulkan stres. Desain kantor yang buruk yang membuat karyawan kurang memiliki privasi atau menghambat interaksi sosial juga bisa menimbulkan stres, begitu juga cahaya yang buruk dan ruang kerja yang sempit. 3. Tuntutan peran, juga dapat menimbulkan stres. Peran adalah sekelompok perilaku yang diharapkan dari suatu jabatan dalam kelompok organisasi. Stres dapat ditimbulkan baik oleh ambiguitas peran atau konflik peran yang dialami individu dalam kelompok. Ambiguitas peran adalah ketidakpastian tentang perilaku apa yang diharapkan dari seseorang pada peran tertentu, dan konflik peran adalah tuntutan yang tidak sesuai dengan peran yang berbeda. 4. Tuntutan interpersonal, merupakan penyebab stres yang terkait dengan hubungan antara pribadi dalam organisasi. Sebagai contoh tekanan kelompok menyangkut restriksi out-put dan kepatuhan terhadap norma bisa menimbulkan stres. Gaya kepemimpinan juga bisa menyebabkan stres. Seseorang yang merasa sangat ingin berpartisipasi dalam pembuatan keputusan akan merasa stres jika atasannya menolak untuk menyediakan ruang partisipasi. Dan individu-individu yang memiliki konflik kepribadian bisa mengalami stres jika diminta bekerjasama.

II.2.3. Reaksi Karyawan dalam Menghadapi Stres

Ada individu yang tumbuh dan sukses dibawah situasi yang penuh dengan stres. Namun ada juga individu yang terpuruk oleh situasi tersebut. Jadi reaksi individu berbeda-beda dalam menanggapi situasi stres. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan reaksi terhadap stres, Handoko 2001 membagi karyawan menjadi dua tipe yaitu karyawan tipe A dan tipe B. Karyawan tipe A adalah orang- orang yang agresif dan kompetitif, menetapkan standar yang tinggi-tinggi dan meletakkan diri mereka dibawah tekanan waktu yang ajeg konstan. Mereka bahkan masih giat dalam kegiatan olah raga yang bersifat rekreatif dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. Karyawan menyadari bahwa banyak tekanan yang mereka rasakan salah lebih disebabkan oleh perbuatannya sendiri daripada lingkungan mereka. Karena merasakan tingkat stres yang ajeg, mereka lebih cenderung mengalami gangguan fisik akibat stres, seperti sakit jantung, penyakit lever dan lain- lain. Karyawan tipe B lebih relaks dan tidak suka menghadapi masalah. Karyawan menerima situasi-situasi yang ada dan bekerja didalamnya serta tidak suka bersaing. Karyawan merasa relaks, walaupun bekerja dibawah tekanan waktu sehingga lebih kecil kemungkinan untuk terkena stres. Menurut Hager dalam Jacinta 2002, stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor sumber stres tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Individu merasa terganggu atau tidak, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialami. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil Universitas Sumatera Utara manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa. Stressor yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul Selye dalam Jacinta, 2002. Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor yang membuat penilaian kognitif itu bisa mengubah cara pandang terhadap stres. Stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful, sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu. Quick dan Quick 1990 mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu: 1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif bersifat membangun. Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat produktivitas yang tinggi. 2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif bersifat merusak. Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran Universitas Sumatera Utara absenteeism yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian. Selanjutnya Robbins dan Judge 2008 membagi reaksi karyawan dalam menghadapi stres ke dalam lima variabel atau yang biasa disebut dengan persepsi individu, yaitu : 1. Persepsi. Yaitu suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka. Yang mana karyawan bereaksi untuk menanggapi persepsi mereka terhadap realitas bukannya realitas itu sendiri. Oleh karena itu persepsi akan memperlunak hubungan antara suatu kondisi stress potensial dan reaksi seorang karyawan terhadap kondisi itu. 2. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja juga dapat menjadi aspek pengurangan stress yang sangat baik. Pengalaman pada pekerjaan cenderung berkaitan secara negatif dengan stres kerja. Karyawan yang lebih lama bekerja dalam organisasi adalah mereka dengan ciri-ciri yang leih tahan stress atau yang lebih tahan terhadap karakteristik stres dari organisasi mereka. 3. Dukungan sosial. Yaitu hubungan kolegial dengan rekan sekerja atau penyelia dapat mengurangi dampak stres. Dimana dukungan sosial sebagai pereda, yang mengurangi efek negatif dari pekerjaan-pekerjaan yang tingkat stresnya tinggi. Selain dukungan sosial dapat ditemukan diluar pekerjaan seperti keluarga, teman dan komunitas yang dapat memberikan dukungan terlebih lagi bagi mereka yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi yang tidak terdapat ditempat kerja dan hal ini dapat membuat stressor pekerjaan lebih dapat ditolerir. 4. Keyakinan akan tempat kedudukan kendali. Sumber kendali atau “locus of control” merupakan sampai sejauhmana orang yakin bahwa mereka menguasai nasib mereka sendiri. Mereka dengan tempat kedudukan kendali internal yakin bahwa bahwa mereka mengendalikan tujuan akhir mereka sendiri. Sedangkan mereka yang tempat kedudukan kendali eksternal yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh kekuatan luar. Hal ini menunjukkan bahwa kaum internal mempersepsikan pekerjaan mereka sebagai kurang mengandung stres dan mereka dapat aktif serta berpengaruh besar pada hasil pekerjaan mereka walaupun mereka menghadapi situasi penuh stres dalam pekerjaan mereka. Sedangkan kaum eksternal lebih besar kemungkinan untuk terkena stres. 5. Keyakinan diri. Yaitu keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri untuk mampu menurunkan stres. Universitas Sumatera Utara Variabel-variabel yang tersebut diatas dapat menekan ataupun mengurangi tingkat stres yang dialami oleh karyawan sehingga mampu bekerja dengan baik.

II.2.4. Strategi dan Manajemen Stres