2.4 Hubungan Stimulasi Bermain dengan Interpersonal Intelligence Anak
Usia Prasekolah
Permainan adalah salah satu bentuk aktivitas sosial yang dominan pada awal masa anak-anak karena anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya diluar
rumah bermain dengan teman-temannya dibanding terlibat dengan aktivitas lain. Hal ini akan membentuk hubungan sosial antara anak dengan teman-temannya,
salah satunya dengan bermain drama. Permainan ini dapat meningkatkan kecerdasan sosial anak, khususnya dalam permainan fantasi dengan anak
memerankan suatu peran. Anak akan belajar memahami orang lain dan peran- peran yang akan ia mainkan di kemudian hari setelah tumbuh menjadi orang
dewasa Desmita, 2015. Pada usia prasekolah, anak cenderung bermain dengan diri sendiri
menggunakan kaki, tangan, suara lalu beralih pada alat mainan sebagai medianya. Anak juga mulai mengenal bermain menirukan sesuatu dan ada dorongan untuk
bermain bersama orang lain. Anak mulai mengeksplorasi seluruh potensi dirinya melalui pancaindra untuk mengenal dunia luar. Bentuk permainan pada usia ini
lebih banyak menekankan pada aktivitas motorik, vokal, dan penginderaan Wardhani, 2009. Pada anak umur 4 tahun, ciri kehidupan sosialnya adalah
sangat antusias, penyesuaian diri dengan sekolah kurang baik, dan menyukai hasil pekerjaannya.Pada umur 5 tahun, anak lebih suka berada di rumah dekat dengan
ibu, senang pergi ke sekolah, dan suka membantu. Sedangkan pada anak umur 6 tahun, anak mulai lepas dari ibu, menjadi pusatnya sendiri, dan mengerjakan
pekerjaan karena ingin dipuji Sudono, 2000.
Selama periode prasekolah, bermain ditandai dengan penambahan kompleksitas dan khayalan. Hal ini dimulai dari anak menulis tulisan sederhana
yang meniru pengalaman umum ke kejadian yang lebih mengerucut. Bermain juga menjadi lebih beraturan, dari yang awalnya mengenai cara meminta, lalu aturan
dibuat menurut keinginan para pemain, sampai aturan yang dibuat bersifat tetap Behrman, Kliegman Arvin, 2000. Anak yang banyak mendapat stimulasi akan
lebih cepat berkembang daripada anak yang kurang mendapatkan stimulasi. Stimulasi dapat berupa alat permainan edukatif, terapi bermain, dan musik
Yudhana, 2009. Anak dapat mengoptimalkan semua kemampuannya, termasuk kemampuan bersosialisasi lewat bermain Fathimah, 2010.
Relasi yang baik antarteman sebaya memberikan peran yang penting dalam perkembangan sosial yang normal. Relasi yang tidak baik menyebabkan isolasi
sosial atau ketidakmampuan untuk melebur kedalam suatu jaringan sosial, diasosiasikan dengan banyak masalah dan kelainan yang beragam, mulai dari
kenakalan dan masalah minuman keras hingga depresi Santrick, 1995 dalam Desmita, 2015. Kematangan bersosialisasi akan semakin baik apabila diajarkan
sejak usia dini secara terarah dengan stimulasi bermain yang sesuai dengan usianya Yusuf, 2000. Stimulasi bermain yang tepat akan mampu membuat anak
berinteraksi dengan baik lewat kecerdasan interpersonal yang dimilikinya Gunawan, 2011.
Kecerdasan interpersonal interpersonal intelligence sendiri adalah kemampuan mengamati dan merespon suasana hati, temperamen, dan motivasi
orang lain Gardner, 1983 dalam Desmita, 2015. Dalam suatu investigasi ditemukan bahwa anak berhubungan dengan teman sebaya sekitar 20 pada usia
4 tahun Santrock, 1998 dalam Desmita 2015. Menurut Wardani 2009, kecerdasan
interpersonal dibentuk
berdasarkan jalinan
proses saling
membutuhkan antara peran yang satu dengan yang lainnya dalam suatu permainan.
Kebanyakan proses
ini membutuhkan
keahlian dalam
mengkomunikasikan maksud dan keinginan seseorang pada teman sepermainan agar terjalin suatu kesepakatan-kesepakatan konversi. Contohnya adalah
permainan petak umpet dimana para pemain yang tergabung melakukan sosialisasi untuk menjaga tempat dan mencari pemain yang bersembunyi. Hal ini
menyebabkan terjalinnya komunikasi dua arah diantara para pemain.
2.8 Kerangka Teori