Sejarah Merek di Indonesia

karena tentunya bagi pemilik merek sulit apabila diwajibkan secara simultan mendaftarkan mereknya di seluruh dunia. 3. Perbedaan lain adalah dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 adanya sistem oposisi opposition proceeding, sedangkan dalam Undang-Undang No.21 Tahun 1961 hanya dikenal prosedur pembatalan merek canselatin proceeding. 4. Dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992 diintrodusir tentang lisensi. 5. Dalam Rancangan Undang-Undang Merek Tahun 1992 kita jumpai pula tanrang merek terkenal know, tidak terkenal unknown, dan sangat dikenal weel-known. namun hal ini tidak disebut dalam Undang-Undang Merek Tahun 1992. 6. Dalam Undang-Undang Merek dikenal merek jasa, merek dagang, dan merek kolektif. 7. Dan lain-lain. 10 Di samping itu ada lain-lain perubahan yang menarik misalnya cara pemeriksaan dari permohonan pendaftaran merek yang dilakukan secara intensif substantif, cara melakukan pengumuman terlebih dahulu sebelum diterima suatu pendaftaran dengan maksud agar supaya khalayak ramai masyarakat umum dapat mengajukan keberatan terhadap si pemohon pendaftaran bersangkutan itu Pasal 14, UUM 1992. Penegasan hak-hak perdata milik yang terdaftar dan ketentuan bahwa 10 Abdul Muis, RUU Merek: Sistem Deklaratif Kepada Sitem Konstitutif, Medan, Mimbar Umum, 13 Maret 1992. Semula dalam tulisan tersebut, digunakan istilah RUU Merek 1992. tidak ada hak atas merek selain daripada yang terdaftar Pasal 3 UUM 1992. Adanya sanksi pidana berat di samping kemungkinan-kemungkinan menuntut ganti kerugian secara perdata Pasal 81 UUM 1992 dan seterusnya. Soal sistem lisensi yang diakui secara tegas dan diatur pula pendaftarannya oleh kantor merek Pasal 44 UUM 1992 dan seterusnya. Kemudian juga permintaan pendaftaran merek dengan hak prioritas berdasarkan konvensi internasional Pasal 12 UUM 1992. 11 Selanjutnya Tahun 1997 Undang-Undang Merek Tahun 1992 diperbaharui lagi dengan Undang-Undang NO.14 Tahun 1997, dan pada saat tahun 2001 Undang- Undang No.19 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi, dan sebagai gantinya kini adalah Undang-Undang Merek No.15 Tahun 2001.

C. Persyaratan Merek

Syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek agar dapat dipakai dan diterima sebagai merek atau cap dagang adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembeda yang cukup. Dengan perkataan lain merek harus sedemikian rupa sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang produksi perusahaan atau barang perniagaan perdagangan atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa 11 Sudargo Gautama, Komentar Atas Undang-Undang Merek Baru 1992 dan Peraturan- Peraturan Pelaksanaannya Bandung: Alumni,1994, h.2. milik orang lain, sehingga adanya merek menjadi alat pembeda barang-barang atau jasa. Merek harus memiliki daya pembeda yang cukup capable of distinguishing, artinya memiliki kekuatan untuk membedakan barang atau jasa produk suatu perusahaan lainnya. Agar mempunyai daya pembeda, merek itu harus dapat memberikan penentuan individual-sering pada barang atau jasa yang bersangkutan. Merek dapat dicantumkan pada barang, atau pada bungkusan barang atau dicantumkan secara tertentu pada hal-hal yang bersangkutan dengan jasa. 12 Sudargo Gautama mengemukakan bahwa “merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya : bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna- warna tetentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek ”. 13 12 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual Bandung:Citra Aditya, 2001, h.120-121. 13 Sudargo Gautama, Komentar Atas Undang-Undang Merek Baru 1992 dan Peraturan- Peraturan Pelaksanaannya Bandung: Alumni,1994, h.34. Beberapa hal yang perlu ditambahkan penulis menguraikan lebih lanjut mengenai merek yang bagaimana yang tidak diperbolehkan dan tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek. Undang-Undang No.15 Tahun 2001 mengatur hal apa saja yang diperbolehkan dan dapat didaftarkan sebagai merek. Pasal 5 Undang- Undang No.15 Tahun 2001 menyebutkan bahwa merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: 1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum terdapat dalam pasal 5 a; 2. Tidak memiliki daya pembeda terdapat dalam pasal 5 b; 3. Telah menjadi milik umum terdapat dalam pasal 5 c; atau 4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. terdapat dalam pasal 5 d Memperjelas apa yang disebutkan oleh pasal 5 Undang-Undang No.15 Tahun 2001, Prof.Dr.Mr. Sudargo Gautama mengemukakan ketika membahas undang- undang merek 1961 yang masih relevan untuk pembahasan ini, yaitu sebagai berikut: a. Bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum Tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam merek bersangkutan tidak boleh terdapat lukisan atau kata-kata yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum. Di dalam lukisan-lukisan ini kiranya tidak dapat dimasukkan juga berbagai gambaran-gambaran yang dari segi kesusilaan maupun dari segi politis dan ketertiban umum. Lukisan-lukisan yang tidak