Hikmah Perkawinan Tujuan Dan Hikmah Pernikahan

31 dewasa dan anak-anak, yang dapat menjalar dengan cepat, yang terjangkit diantara anggota masyarakat akibat perzinahan, pergaulan yang keji dan haram. 28 Sehingga penyakit-penyakit tersebut dapat dihindari dengan adanya perkawinan. 28 Abdullah Nasheh, Hikmah Perkawinan, dalam Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah , Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, h.45

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KAWIN PAKSA

A. Pengertian Kawin Paksa

Kata paksa dalam kamus bahasa Indonesia artinya mengerjakan sesuatu yang harus dilakukan walaupun tidakmau, dengan cara mamaksa atau kekerasan menekan,mendesak. 1 Kawin paksa dalam literatur arab disebut juga dengan istilah ijbar, kata ijbar berasal dari kata ajbara-yujbiru-ijbaaran. Kata ini memiliki arti yang sama dengan akraha, dan alzama. Artinya pemaksaan atau mengharuskan dengan cara memaksa dan keras. 2 Yang di maksud dengan ijbar yaitu hak dari orangtua untuk menikahkan anak perempuannya tanpa meminta persetujuan dari anaknya tersebut. Jadi kawin paksa adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga sebagai suami istri dengan adanya paksaan dari orangtua tanpa memperhatikan izin dari seseorang yang berada dibawah perwaliannya. 1 Deparetemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, h.638 2 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, 1984, h.164 32

B. Jenis-Jenis Wali dan Peran Wali Dalam Perkawinan

1. Definisi Wali

Secara etimologi wali mempunyai arti pelindung, penolong atau penguasa. 3 Orang yang berhak menikahkan perempuan adalah wali yang bersangkutan, apabila wali yang bersangkutan sanggup bertindak sebagai wali. Wali ditunjuk berdasarkan skala prioritas secara tertib dimulai dari orang yang paling berhak, yaitu mereka yang paling akrab, lebih kuat hubungan darahnya. Jumhur ulama seperti Imam Syafi’i dan Imam Malik, mengatakan bahwa wali itu adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah bukan dari ibu. 4 Susunan wali yang harus didahulukan menurut Imam Syafi’I adalah sebagai berikut: 1 Ayah, Ayahnya ayah kakek dan seterusnya keatas. 2 Saudara laki-laki yang sekandung seayah dan seibu. 3 Saudara laki-laki seayah. 4 Anak laki-laki keponakan dari saudara laki-laki yang sekandung. 3 Abdul Mujib dkk, dalam Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih munakahat, kajian fikih nikah lengkap , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009, h 89 4 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009, h. 90 33 5 Anak laki-laki keponakan dari saudara laki-laki yang seayah, dan seterusnya sampai ke bawah. 6 Paman yang bersaudara dengan ayah yang sekandung. 7 Paman yang bersaudara dengan ayah seayah. 8 Saudara sepupu atau anak laki-laki dari paman yang bersaudara dengan ayah yang sekandung. 9 Saudara sepupu atau anak lak-laki dari paman yang bersaudara dengan ayah yang seayah, dan seterusnya sampai kebawah. 5 Susunan wali yang harus didahulukan menurut Imam Maliki adalah sebagai berikut: 1 Ayah. 2 Al-Washi orang yang menerima wasiat dari ayah untuk menjadi wali. 3 Anaknya yang laki-laki, meskipun anak yang bersangkutan hasil dari perzinahan. 4 Cucu laki-laki. 5 Saudara laki-laki yang sekandung. 6 Saudara laki-laki yang seayah. 7 Anak laki-laki dari saudara sekandung. 8 Anak laki-laki dari saudara yang seayah. 5 Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan, Yogyakarta: Darussalam, 2004, Cet.I, h.69-70. 34