Rukun Dan Syarat Perkawinan

d. Dua orang saksi. e. Ijab dan qobul. 8 Mahar yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk kedalam rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung. Dengan demikian, mahar itu termasuk kedalam syarat perkawinan. Adapun syarat-syarat perkawinan terbagi kedalam dua kategori yakni: 1. Syarat untuk suami: a. Laki-laki itu bukan muhrim dari calon istri. b. Atas kemauan sendiri atau tidak terpaksa. c. Jelas orangnya. d. Tidak sedang melakukan ihram haji. 9 2. Syarat untuk istri: a. Tidak terhalang menurut ketentuan syara’, seperti: tidak bersuami, bukan muhrim dan tidak dalam keadaan iddah. b. Atas ketentuan sendiri merdeka. c. Jelas orangnya. d. Tidak sedang melaksankan ihram haji. 10 Adapun undang-undang perkawinan menetapkan bahwa syarat- syarat perkawinan diatur dalam pasal 6 s.d pasal 11 undang-undang No 1 8 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan, h.61. 9 Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga Panduan Perkawinan , Jakarta: Kalam Mulia, 1998, h. 15 10 Ibid, h. 15 20 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang pada pokoknya adalah sebagai berikut: 1. Terdapat persetujuan dari kedua mempelai. 2. Terdapat pernyataan izin dari orangtuawali bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun. 3. Umur calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan memmempelai wanita sudah mencapai 19 tahun 4. Antara kedua calon mempelai tidak ada hubungan darah yang dilarang kawin. 5. Tidak terikat hubungan perkawinan dengan orang lain. 6. Tidak bercerai untuk kedua kali dengan suami istri yang sama, yang hendak dikawini. 7. Bagi seorang wanita janda tidak dapat kawin lagi sebelum masa tunggu berakhir. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam telah diatur tentang rukun perkawinan dalam pasal 14 yaitu dalam suatu perkawinan harus ada: 1. Calon suami. 2. Calon istri. 3. Wali nikah. 4. Dua orang saksi. 5. Ijab dan Kabul. 21

C. Dasar Hukum Perkawinan

Perkawinan atau pernikahan itu adalah sunnatullah artinya perintah Allah dan Rasulnya, tidak hanya semata-mata keinginan manusia atau hawa nafsunya saja karenanya seseorang yang telah berumah tangga berarati ia telah mengerjakan sebagian dari syariat aturan Agama Islam. 11 Nikah dalam Islam sebagai landasan pokok dalam pembentukan keluarga. Nikah harus dilakukan manusia untuk mencapai tujuan syari’at yakni kemaslahatan dalam kehidupan. 12 Oleh karenanya nikah disyariatkan berdasarkan dalil al-Qur’an dan al-Hadits, adapun ayat yang menunujukkan syariat nikah adalah Firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa ayat 3: ☺ ءﺎﺴ ا ا : Arinya, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim bilamana kamu 11 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga Keluarga Yang Sakinah, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993, h.3 12 Basiq Djalil, Tebaran Pemikiran Keislaman Di Tanah Gayo, Jakarta: Qolbun Salim, 2007, h.86 22 mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”Q.S. An-Nisa:3. Dan Hadits Riwayat Bukhari yakni: و ﷲا ﻰ ﺻ ﷲا لﻮ ر ﺎﻨﻟ لﺎﻗ ﷲا ﺪ : م بﺎ ﺸﻟا ﺮﺸ ﺎ و ﺮ ﺎﻟ ﺾﻏا ﺈ جوﺰ ةءﺎ ﻟا ﻜﻨ عﺎﻄ ا و جﺮ ﻟ ا ءﺎﺟو ﻟ ﺈ مﻮ ﻟﺎ ﻄ ﺴ ىرﺎﺨ ﻟا اور 13 ﻟ Artinya: “wahai pemuda, barang siapa yang telah ,merasa sanggup untuk berumah tangga, maka hendaklah ia kawin. Sesungguhnya kawin itu dapat melindungi penglihatan dan lebih memelihara kehormatan. Dan siapa belum sanggup, hendaknya ia berpuasa, karena puasa itu adalah sebagai perisaibenteng dapat menundukkan nafsu birahi , H.R. Bukhari. Dari ayat dan hadits tersebut dapat diambil pengertian bahwa; Pernikahan atau perkawinan itu adalah perintah Allah dan rasulnya aturan Agama islam disebut juga dengan Sunnatullah. Perkawinan adalah sesuatu yang dasarnya suci dan mulia pada sisi Allah maupun pada sisi manusia, karena itu seseorang yang telah berumah tangga hendaklah menghargai dan memuliakan perkawinannya. 14 Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka dapat dikatakan bahwa hukum asal 13 Al-Bukhari,Abdullah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim, Sahih Al-Bukhari, Beirut: Dar Al-Fikr, h. 56 14 Sidi Nazar Bakri, Kunci Keutuhan Rumah Tangga Keluarga Yang Sakinah, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1993, h.5. 23 dari perkawinan itu adalah mubah atau boleh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melangsungkan akad perkawinan disuruh oleh agama, ketika akad perkawinan telah berlangsung, maka pergaulan laki-laki dengan perempuan menjadi mubah. Oleh karena itu, meskipun perkawinan itu asalnya adalah mubah, namun dapat berubah menurut ahkamul khamsah hukum yang lima menurut perubahan kedaan: 15 1. Wajib Nikah diwajibkan bagi orang yang telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan menyelamatkannya dari perbuatan haram. 2. Haram Nikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga, melaksanakan kewajiban lahir seperti member nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri istri. 3. Sunnah Nikah disunnahkan bagi orang yang sudah mampu tetapi dia masih sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, dalam hal ini maka nikah lebih baik karena hidup sendiri tidak diajarkan dalam Islam. 4. Mubah 15 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009, h.11. 24