40 berada di daerah yang terkena sinar matahari penuh tanpa adanya halangan dari
genangan sampah atau bahan pencemar maupun pepohonan yang menutupi masuknya penetrasi cahaya matahari. Oleh karena itu, terdapat fitoplankton yang
cukup banyak
pada di
titik sampling
ini, sehingga
menyebabkan keanekaragamannya sedikit lebih tinggi daripada titik sampling lainnya.
Pada hasil yang di dapat untuk keanekaragaman, dimana H’1,00 Odum, 1971 yang termasuk dalam kategori rendah. Hal ini terbukti dari hasil
pengamatan, bahwa penyebaran dan kekayaan jenis fitoplankton yang berada di Situ Bungur relatif rendah. Oleh sebab itu, keanekaragaman di perairan Situ
Bungur tidak stabil, sehingga perairan tersebut mengalami pencemaran yang relatif tinggi atau tercemar berat. Menurut Nugroho 2006, jika keragamannya
rendah berarti
komunitas fitoplankton
di perairan
tersebut nilai
keanekaragamannya relatif rendah dan didominasi oleh satu atau dua jenis fitoplankton.
4.3.2. Keseragaman E
Hasil yang di dapat untuk indeks keseragaman fitoplankton di Situ Bungur berkisar antara 0,022-0,026. Nilai keseragaman tertinggi terjadi pada titik
sampling 3 yaitu 0,026, dan nilai terendah terjadi pada titik sampling 2 dan 5 yaitu 0,022 gambar 12.
41
0,023 0,022
0,026 0,025
0,022
0.02 0.021
0.022 0.023
0.024 0.025
0.026
K e
s e
ra ga
m a
n E
1 2
3 4
5
Titik Sampling
Gambar 12. Nilai Keseragaman Fitoplankton di Situ Bungur
Nilai keseragam di atas menunjukkan bahwa keseragaman populasi pada semua titik sampling seragam dengan nilai yang relatif rendah. Rendahnya
keseragaman pada semua titik sampling disebabkan karena kelimpahan genus yang tidak merata, sehingga terjadinya kecendrungan terhadap suatu genus yang
mendominasi pada setiap titik sampling di perairan situ tersebut. Menurut Au doris et al 1989 dalam Nugroho 2006, menyatakan bahwa jika indeks
keseragaman E mendekati 0, maka keseragaman antar genus rendah. Hal ini mencerminkan bahwa kekayaan individu pada masing-masing genus sangat jauh
berbeda.
4.3.3. Kelimpahan IndL
Kelimpahan yang di dapat pada perairan Situ Bungur berkisar antara 2930- 12220 IndL. Kelimpahan tertinggi terjadi pada titik sampling 2 yaitu 12220
42
7173 12220
2930 6216
10886
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000
K e
li m
pa ha
n I
nd L
1 2
3 4
5
Titik Sampling
IndL, dan kelimpahan terendah terjadi pada titik sampling 3 yaitu 2930 gambar 13.
Gambar 13. Nilai Kelimpahan Fitoplankton di Situ Bungur
Nilai kelimpahan tertinggi pada titik sampling 2, dikarenakan pada titik sampling ini merupakan masuknya air. Oleh karena itu, air yang masuk sangat
melimpah atau banyak yang berasal dari penduduk sekitar Situ. Pada kelimpahan terendah terdapat pada titik sampling 3 yaitu 2930 indL. Pada titik ini merupakan
daerah badan air atau perairan tengah yang kandungan nutrisi lebih sedikit dari kandungan nutrisi yang ada. Pada titik sampling 4 yang merupakan daerah
pertambakan ikan, nilai kelimpahannya sedikit lebih tinggi dari titik sampling 3. Hal ini dikarenakan, pada titik sampling 4 dekat dengan titik sampling 1. Pada
titik sampling 1 merupakan tempat masuknya air dari penduduk sekitar situ. Oleh karena itu, tingginya kelimpahan pada titik sampling ini berasal dari unsur hara
43 yang masuk dari titik sampling 1, sehingga dapat mendukung kehidupan
fitoplankton. Kelimpahan yang tidak merata cenderung menyebabkan terdapatnya salah satu jenis fitoplankton yang mendominasi. Pada perairan Situ Bungur yang
mendominasi diantaranya Mycrocystis, Euglena, dan Monoraphidium. Hal ini berakibat pada terjadinya Blooming alga sewaktu-waktu. Jika nutrisi berlebih di
perairan tersebut, maka akan menyingkirkan jenis-jenis fitoplankton lainnya. Kelimpahan fitoplankton diidentifikasikan sebagai jumlah individu
fitoplankton persatuan volume air per liter indL. Lingkungan yang tidak menguntungkan bagi fitoplankton dapat menyebabkan jumlah individu atau
kelimpahan maupun jumlah spesies fitoplankton berkurang. Keadaan ini dapat mempengaruhi tingkat kesuburan perairan. Oleh karena itu, suatu tingkat
kesuburan suatu perairan salah satunya ditentukan oleh tingkat kelimpahan fitoplankton Nugroho, 2006.
4.3.4. Dominasi C