Indeks Keanekaragaman H’ Indeks Keseragaman E Indeks Kelimpahan IndL Indeks Dominasi C Keanekaragaman Fitoplankton

27

2. Perhitungan Struktur Komunitas Fitoplankton

Indeks Shannon-Wiener 1949 digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman jenis, keseragaman, dan dominansi fitoplankton yang dihitung menurut Odum 1993 dengan rumus sebagai berikut:

a. Indeks Keanekaragaman H’

Indeks Shannon-Wiener menjelaskan bahwa, untuk menghitung indeks keanekaragaman menggunakan rumus sebagai berikut: H’ = -∑ Pi Iog Pi, dimana Pi = niN Ket: H ’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Pi = Kelimpahan relatif ni = Jumlah individu semua jenis ke-i N = Jumlah semua total jenis dalam komunitas

b. Indeks Keseragaman E

Indeks keseragaman kemerataan dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut: E = H’H max Ket: E = Indeks keseragaman H’ = Indeks keanekaragaman H max = Keragaman maksimum

c. Indeks Kelimpahan IndL

Kelimpahan plankton secara kuantitatif berdasarkan kelimpahan yang dinyatakan dalam individu L yang dihitung dengan rumus Sachlan 1982: 28 N = VVd x tVs x F Ket: N = Kelimpahan plankton indml V = Volume air sampel ml Vd = Volume air sample yang disaring ml t = Volume air dalam obyek gelas ml Vs = Volume air pada Sedgwick-Rafter 1 ml F = Jumlah plankton yang tercacah ind

d. Indeks Dominasi C

Untuk menghitung indeks dominasi menggunakan rumus Simpson Odum, 1971, yaitu: C = ∑ niN 2 Ket: C = Indeks dominasi Simpson ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah individu semua jenis dalam komunitas Indeks dominasi Simpson, jika hasilnya 1 terdapat dominasi dalam suatu komunitas dan akan diikuti dengan dengan rendahnya indeks keseragaman kemerataan dan keanekaragaman. Tetapi apabila 1, maka tidak ada dominasi pada suatu komunitas dan akan diikuti dengan tingginya indeks keseragaman kemerataan dan keanekaragaman. 29 3 8 3 3 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 Titik Sampling K ec er aha n c m BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Parameter Fisika-Kimia

4.1.1. Kecerahan

Nilai kecerahan yang di dapat dalam penelitian ini berkisar antara 3-8 cm. Pada titik sampling 2 merupakan nilai kecerahan tertinggi yaitu 8 cm, dan pada titik sampling 1, 3,4 dan 5 nilai kecerahannya sama yaitu 3 cm Gambar 5. Gambar 5. Nilai Kecerahan pada perairan Situ Bungur Pada grafik kecerahan di atas menunjukkan bahwa pada titik sampling 2 nilai kecerahannya tertinggi di antara lainnya. Pada titik sampling ini terdapat masuknya air limbah rumah tangga yang berlebih dan terjadinya dorongan air yang mendorong limbah rumah tangga tersebut hingga terdorong ke perairan tengah dan air keluar serta daerah tambak ikan. Oleh karena itu, nilai kecerahannya lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. 30 Rendahnya nilai kecerahan pada titik-titik sampling tersebut kecuali titik sampling 2, disebabkan karena banyaknya limbah dari rumah tangga yang masuk, sehingga terjadi penumpukkan sampah pada titik sampling 1. Hal ini menyebabkan nilai kecerahan yang terjadi sangat rendah. Limbah rumah tangga yang terdapat di Situ Bungur berupa sabun atau busa-busa deterjen, plastik, dedaunan, dan lainnya. Masuknya limbah-limbah tersebut ke dalam suatu perairan, menyebabkan terhalang dan terhambatnya sinar matahari yang masuk ke perairan Situ, sehingga proses fotosintesis pada fitoplankton yang berada di perairan Situ tersebut berkurang. Hal tersebut dapat mengganggu biota di dalam perairan, karena semakin rendah kadar oksigen yang ada. Biota perairan sangat membutuhkan oksigen yang cukup agar dapat terus bertahan hidup. Jika kandungan oksigen dan nutrien berlebih maka dapat terjadi eutrofikasi, dimana terjadi penumpukan zat hara yang dibutuhkan tumbuhan perairan. Hal ini menyebabkan tumbuhan tersebut dapat tumbuh subur dan menutupi tumbuhan perairan bawah, yang mengakibatkan pengurangan fotosintesis tumbuhan perairan lainnya. Sedikitnya sinar matahari yang masuk, sehingga biota di dalam perairan dapat mati karena oksigen yang kurang mencukupi. Maka dari itu akan terjadi pembusukan di dalam perairan tersebut. Menurut Iskandar 2003, kecerahan optimum untuk fitoplankton antara 3-6 cm, jika 6 cm maka dapat dikatakan perairan tersebut kurang subur. Hal ini terjadi pada titik sampling 2 dengan nilai kecerahannya 8 cm. Menurut Nybakken 1992, pengaruh ekologis dari kecerahan akan menyebabkan penurunan penetrasi cahaya di dalam perairan. Selanjutnya akan 31 31 34 32 31 34 29.5 30 30.5 31 31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 1 2 3 4 5 Titik Sampling S uh u C menurunkan proses kualitas fotosintesis dan produktifitas primer fitoplankton, sehingga menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan. Hasil pengukuran Secchi disk pada TSI Trophic State Index, didapatkan TSI = 57,6. Artinya perairan tersebut termasuk ke dalam eutrophy yang merupakan produktifitas fitoplanktonnya tinggi. Menurut Index Carlson 1980 pada kisaran nilai TSI, nilai TSI yang lebih besar dari 50, artinya berhubungan dengan eutrophy produktifitas tinggi. TSI merupakan indeks keadaan pemakan yang menentukan apakah nilai keadaan pemakan di suatu perairan itu tinggi atau rendah dengan pengukuran secchi disc.

4.1.2. Suhu C

Nilai suhu pada perairan Situ Bungur berkisar antara 31-34 C. Pada titik sampling 2 dan 5 merupakan nilai suhu tertinggi yaitu 34 C, dan pada titik sampling 1 dan 4 merupakan nilai suhu terendah yaitu 31 C gambar 6. Gambar 6. Nilai Suhu pada perairan Situ Bungur 32 0.196 0.207 0.198 0.188 0.188 0.175 0.18 0.185 0.19 0.195 0.2 0.205 0.21 1 2 3 4 5 Titik Sampling K ek er uh an FT U Pada titik sampling 3 yaitu 32 C, hampir sedikit sama dengan titik sampling 1 dan 4. Hal ini menunjukkan bahwa suhu tersebut masih optimum untuk pertumbuhan fitoplankton di suatu perairan. Pada titik sampling 2 dan 5 mempunyai suhu yang cukup tinggi yaitu 34 C. Pada suhu ini cukup tinggi dan hanya beberapa fitoplankton yang mampu bertahan pada suhu tersebut seperti Mycrocystis, Euglena, dan lain sebagainya. Nilai suhu pada titik sampling 1 dan 4 merupakan suhu yang optimum. Menurut Effendi 2003, kisaran suhu optimum untuk petumbuhan fitoplankton yaitu 20-30 C. Oleh karena itu, suhu tersebut sesuai untuk petumbuhan fitoplankton pada umumnya. Pada suatu perairan, kadar suhu dipengaruhi oleh kadar oksigen, dimana jika semakin tinggi kadar oksigen maka suhu akan mengalami penurunan.

4.1.3. Kekeruhan

Nilai kekeruhan yang di dapat berkisar antara 0,188-0,207 FTU. Pada titik sampling 2 merupakan kekeruhan tertinggi yaitu 0,207 FTU, dan pada titik sampling 4 dan 5 merupakan kekeruhan terendah yaitu 0,188 FTU gambar 7. Gambar 7. Nilai Kekeruhan pada perairan Situ Bungur 33 Nilai kekeruhan terendah terjadi pada titik sampling 4 dan 5 yaitu 0,188 FTU. Hal ini menunjukkan bahwa pada titik sampling tersebut merupakan daerah pertambakan ikan dan keluarnya air. Oleh karena itu, tidak terjadinya pergerakan air yang berlebihan sehingga tidak terjadinya pengadukan massa air yang dapat menyebabkan kekeruhan, yang diakibatkan oleh peluruhan lumpur atau bahan- bahan tersuspensi lainnya. Pada titik sampling 2 nilai kekeruhannya paling tinggi yaitu 0,207 FTU. Pada lokasi ini debit air yang masuk ke perairan lebih banyak, sehingga terjadi adukan massa air yang menyebabkan kekeruhan yang berlebih. Menurut Kristanto 2004, kekeruhan dapat terjadi karena adanya bahan yang terapung dan terurainya zat tertentu, seperti lumpur tanah liat dan benda-benda lain yang melayang atau mengapung dan sangat halus. Oleh karena itu, air yang tercemar akan selalu mengandung padatan, baik padatan yang mengendap, tersuspensi ataupun lemak minyak. Kekeruhan yang tinggi dapat menyebabkan terganggunya sistem daya lihat organisme aquatik dan menghambat penetrasi cahaya masuk ke dalam air. Menurut Sukandar 1993, ketidakteraturan kekeruhan disebabkan oleh pelimpahan air pada satu sisi cekungan, air bah yang mempengaruhi pelimpahan air, kontribusi bahan-bahan tiupan angin, aliran air dan kawanan plankton.

4.1.4. pH

Nilai pH pada perairan Situ Bungur yang di dapat berkisar antara 6,7-8,8. Nilai pH tertinggi terjadi pada titik sampling 5 yaitu 8,8, dan nilai pH terendah terjadi pada titik sampling 3 yaitu 6,7 gambar 8. 34 8.8 7.7 7.5 7.5 6.7 2 4 6 8 10 1 2 3 4 5 Titik Sampling pH Gambar 8. Nilai pH pada perairan Situ Bungur Pada titik sampling 5 merupakan tempat keluarnya air. Pada waktu pengamatan, air yang keluar dari titik sampling 5 ini sangat sedikit dan lebih banyak sampah, sehingga terjadi penumpukan subtrat atau lumpur. Hal ini memungkinkan tercemarnya air yang berasal dari penduduk di sekitar Situ. Pada titik sampling 3 merupakan nilai pH terendah dari titik sampling lainnya yaitu 6,7. Artinya nilai pH tersebut normal, begitupun dengan titik sampling lainnya yang berkisar antara 7 hingga 8. Menurut Nugroho 2006, Lind 1979 dan Pescod 1973, menyatakan bahwa pada umumnya air yang normal memiliki pH netral sekitar 6 hingga 8. Air limbah atau air tercemar memiliki pH sangat rendah atau pH cendrung tinggi, tergantung dari jenis limbah dan komponen pencemarannya. Sebagai salah satu parameter lingkungan perairan, pH tidak selalu stabil, karena dipengaruhi oleh keseimbangan antara CO 2 dan HCO 3 dalam perairan. Hasil rata-rata nilai pH diatas, yang kisarannya antara 6,7-8,8, menunjukkan bahwa perairan Situ Bungur masih dapat menopang beberapa kehidupan fitoplankton, karena untuk setiap fitoplankton mempunyai kemampuan adaptasi yang berbeda. 35 3.24 3.13 5.62 4.24 3.8 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 Titik Sampling D O m g L

4.1.5. DO

Nilai DO Dissolved Oxygen di perairan Situ Bungur berkisar antara 3,13- 5,62 mgL. Nilai DO tertinggi terjadi pada titik sampling 2 yaitu 5,62 mgL, dan nilai DO terendah terjadi pada titik sampling 5 yaitu 3,13 mgL gambar 9. Gambar 9. Nilai DO pada perairan Situ Bungur Nilai DO tertinggi pada titik sampling 2 yaitu 5,62 mgL, karena pada titik sampling ini merupakan tempat masuknya air dari rumah penduduk sekitar Situ. Pada titik sampling 1 merupakan tempat masuknya air yang lebih sedikit daripada titik sampling 2, sehingga kandungan oksigen dalam air sedikit. Pada saat itu memang masuknya air pada titk sampling 2 lebih banyak dibandingkan dengan titik sampling 1, sehingga membuat masuknya oksigen ke dalam air lebih besar. Akibatnya, deras laju air yang menarik udara dari luar ke dalam air menyebabkan oksigen dalam air pada titik sampling 2 lebih banyak dibandingkan dengan titik sampling lainnya. 36 Nilai DO terendah yang terjadi pada titik sampling 5, karena keluarnya air sangat sedikit. Oleh sebab itu, pada titik sampling ini terjadi penumpukkan sampah-sampah, sehingga menurunnya nilai kandungan oksigen terlarut DO. Rendahnya kandungan oksigen terlarut di titik sampling ini disebabkan oleh banyaknya limbah orgaik dan anorganik seperti sampah plastik, kaleng, dan lainnya. Hal ini menyebabkan sebagian oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Oleh karena itu, jika pencemaran ini terus berlangsung dapat menyebabkan kematian bagi organisme aerob. Menurut Anonim 2008, kadar DO optimum untuk fitoplankton yaitu 6,5 mgL. Dari hasil kandungan DO yang di dapat menunjukkan bahwa kualitas air situ tersebut tercemar, karena dibawah nilai kandungan DO optimum.

4.2. Keanekaragaman Fitoplankton

Hasil identifikasi fitoplankton ditemukan 30 genus yang terdiri dari 4 divisi utama yaitu Cyanophyta 7 genus, Chlorophyta 19 genus, Chrysophyta 2 genus, Euglenophyta 2 genus. Genus yang ditemukan pada kelima titik sampling tersebut adalah: Chlorococcus, Oscillatoria, Mycrocystis, Anacystis, Anabaena, Hormidium, Merismopedia Cyanophyta; Schroederia, Ulothrix, Selenastrum, Chlorella, Pseudotetrastrum, Pediastrum, Cosmarium, Straurastrum, Tetraedron, Crucigenia, Volvox, Tetradesmus, Kirchniriella, Arthodesmus, Monoraphidium, Hafniomonas, Scenedesmus, Oocystis, Crucigeniella 37 2. 80 1 19 .9 2 0. 35 0. 27 0. 02 0. 06 10 .2 0. 03 0. 14 7. 35 0. 73 0. 07 3. 11 0. 67 2. 12 2. 13 2. 27 0. 09 0. 02 1. 63 20 .0 2 0. 02 4. 13 7. 70 0. 44 0. 11 0. 10 12 .4 0. 10 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 C hl or oc oc cu s O sc ill at or ia M yc ro cy st is A na cy st is A na ba en a H or m id iu m M er is m op e di a S ch ro ed er ia U lo th rix S el en as tr um C hl or el la P se ud ot e tra st ru m P ed ia st ru m C os m ar iu m S tr au ra st ru m T et ra ed ro n C ru ci ge ni a V ol vo x T et ra de sm us K irc hn iri el la A rt ho de sm us M on o ra p id iu m H af ni om on as S ce ne de sm us O oc ys tis C ru ci ge ni el la N itc zi a N av ic ul a E ug le na T ra ce lo m on as Chlorophyta; Nitzschia, Navicula Chrysophyta; Euglena, Tracelomonas Euglenophyta Gambar 10. Gambar 10. Keanekaragaman fitoplankton Situ Bungur Ciputat pada kelima titik. Genus Mycrocystis, Monoraphidium dan Euglena merupakan penyusun utama dalam komunitas fitoplankton di seluruh titik sampling penelitian. Melimpahnya genus Mycrocystis, Monoraphidium dan Euglena disebabkan karena ketiga genus tersebut sangat mudah beradaptasi pada lingkungan perairan terutama perairan yang telah tercemar. Dari hasil pengamatan, fitoplankton yang di dapat diantaranya yaitu Oscillatoria, Chlorella, Anacystis, Nitzchia, Tetraedron, Anabaena dan Euglena yang merupakan jenis-jenis fitoplankton indikator pencemaran air sesuai dengan teori Fukuyo, dan berdasarkan indeks keanekaragaman yang di dapat H’ 1 disimpulkan bahwa kualitas perairan Situ Bungur mengalami pencemaran berat pada saat penelitian ini dilakukan. Hal ini 38 dimungkinkan karena limbah anorganik yang masuk ke perairan Situ Bungur. Dalam pengamatan memang terlihat banyak genangan sampah di sekitar perairan Situ. Air yang masuk ke Situ tidak seimbang dengan air yang keluar dari Situ tersebut, sehingga terjadinya genangan sampah dan zat-zat beracun yang mengakibatkan pencemaran pada perairan situ. Lalu terjadilah komunitas spesies fitoplankton yang mampu bertahan pada kondisi tercemar. Ketiga genus tersebut mampu melindungi dirinya dari zat-zat beracun yang berada di perairan dengan adanya protective cyste. Oleh karena itu, genus- genus tersebut mampu hidup pada perairan yang mengalami pencemaran Jhon dkk, 2002. Dari ketiga genus tersebut juga mempunyai flagel berupa alat gerak yang mampu melakukan pergerakan secara luas di perairan. Berdasarkan Fukuyo 2000 ada beberapa fitoplankton yang dapat menjadi indikator perairan tercemar. Fitoplankton yang menjadi indikator perairan tercemar di Situ Bungur yakni: Mycrocystis, Euglena, Oscillatoria, Chlorococcus, Schroederia, volvox, Monoraphidium, Navicula, Scenedesmus dan Oocystis. Pada suatu perairan, jika terdapat 1 atau 2 bahkan lebih dari 2 genus fitoplankton indikator perairan tercemar, maka dapat dikatakan perairan tersebut tercemar. Hal ini dikarenakan, jika sewaktu-waktu terjadi blooming alga, maka genus fitoplankton perairan tercemar yang akan mendominasi perairan tersebut.

4.3. Indeks-indeks Biologi 4.