Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan PLN (Studi pada Desa Pasar Lumban Julu, Kec. Lumban Julu, Kab. Toba Samosir).

(1)

Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan PLN

(Studi pada desa Pasar Lumban Julu, Kec. Lumban Julu, Kab. Toba Samosir)

SKRIPSI

Rudi Kristian PM 040903006

Ilmu Administrasi Negara

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur mungkin tidak akan pernah cukup, untuk mewakili rasa bahagia untuk segala kondisi yang boleh ada, kepada Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gerakan, yang selalu ada, tidak akan ada kata terlambat untuk-Nya. Berpikirlah seperti Dia, agar perilaku menunjukkan keberadaan gambar-Nya, sehingga persepsi positif menjadi anggapan dari masyarakat.

Untuk kondisi yang mampu memberi arah, untuk memilih dan menentukan diluar rencana. Untuk kondisi yang merupakan bagian dari proses penemuan jati diri. Untuk segala sesuatunya yang boleh ada.

Terimakasih kepada pihak yang membuat karya ini bisa diselesaikan, civitas Departemen Ilmu Administrasi Negara, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, terimakasih boleh hadir dalam setiap proses pencapaian suatu hal yang lebih baik. Masih banyak yang menunggu kita, mari bersama melangkah untuk kondisi itu.


(3)

ABSTRAKSI

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PLN (Studi pada Desa Pasar Lumban Julu, Kec. Lumban Julu, Kab. Toba Samosir) Nama :Rudi Kristian PM

NIM :040903006

Departemen :Ilmu Administrasi Negara

Dosen Pembimbing :Drs. Husni Thamrin Nasution, M.Si Kata Kunci :Persepsi, pelayanan publik

Pelayanan pada dasarnya dibuat untuk membentuk sebuah proses pencapaian tujuan agar berjalan dengan baik. Berarti tujuan pelayanan menjadi indikator keberhasilan dari pelayanan. Pelayanan ada yang bersifat umum atau publik dan bersifat pribadi atau privat. Pelayanan merupakan bentuk dari keutuhan sebuah negara/pemerintah. Pelayanan menjadi bukti eksistensi dari fungsi negara. Pelayanan dibuat agar proses pencapaian tujuan tidak terhambat oleh-ole halangan yang bisa merusak atau mengganggu fungsi dari negara itu sendiri.

Pelayanan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kepuasan terhadap objek dari pelayanan. Pelayanan merupakan bentuk dari implementasi kebijakan-kebijakan dari pemerintah. Melalui proses pelayanan, kebijakan-kebijakan-kebikakan pemerintah yang telah disepakati diimplementasikan. Implementasi kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi yang berguna bagi dua pihak, yakni masyarakat selaku objek atau tujuan dari pelayanan dan pemerintah selaku pelaksana pelayanan.

Pelayanan yang baik/ memuaskan dan efektif efisien akan menciptakan persepsi positif dari masyarakat/objek dari pelayanan terhadap kinerja dari pemerintah. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan terhadap pemerintah dan apresiasi, sehingga masyarakat tidak akan ragu dalam memenuhi kewajibannya dikarenakan hak nya sudah terpenuhi lewat pelayanan yang memuaskan dari pemerintah. Persepsi merupakan efek balik terhadap perilaku pemerintah yang terbentuk dalam pelayanan. Persepsi merupakan suatu penilaian terhadap pemerintah atau lembaga bersangkutan. Persepsi juga berfungsi sebagai alat evaluasi terhadap kinerja yang telah dicapai oleh pemerintah. Persepsi membuat pemerintah bisa melihat bahwa pada dasarnya sebuah kebijakan tidak semata harus sempurna tapi mampu menarik masyarakat. Masyarakat memandang perilaku petugas pelayanan menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan, karena proses kontak terjadi pada saat masyarakat berurusan dengan petugas. Baik buruk dari perilaku petugas akan langsung mendapatkan respon dari masyarakat. Sedangkan jasa pelayanan yang didapatkan masyarakat cenderung menjadi faktor kedua yang harus diperhatikan.

Persepsi masyarakat terbentuk lebih karena faktor kontak langsung dengan petugas pelayanan, faktor tersebut langsung menjadi penilaian dari masyarakat selaku pelanggan. Evaluasi terhadap persepsi diharapkan mampu meningkatkan kinerja dari pelayanan publik. Tapi bukan berarti hanya pelayanan dibidang lisan semata menjadi fokus utama, jasa juga harus tetap menjadi acuan agar keseimbangan pelayanan bisa tercapai.


(4)

DAFTAR ISI

Kata pengantar...i

Abstrak...ii

Daftar Isi………...……….iii

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang………..1

I.2 Peerumusan Masalah……….5

I.3 Tujuan Penelitian………...…...5

I.4 Manfaat Penelitian………..…….6

I.5 Kerangka Teori………...…..6

I.5.1 Pengertian Persepsi……….………...….7

I.5.2 Pelayanan Publik………...……8

I.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Publik………...11

I.5.4 Standar Pelayanan Publik………...……….…12

I.5.5 Pelayanan Prima………...………...13

I.5.6. Kriteria Penyelenggara Pelayanan Publik………...……...15

I.6 Defenisi Konsep………..…16

I.7 Defenisi Operasioonal……….16

I.8 Sistematika Penulisan………...……….….18

BAB II Metodologi Penelitian II.1 Metode Penelitian………..21

II.2 Lokasi Penelitian………20

II.3 Informan………...…….……….20


(5)

II.5 Teknik Analisa Data………...………...22

BAB III Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Lokasi Penelitian...24

1.1.Kecamatan Lumban Julu...24

1.2.Desa Pasar Lumban Julu...24

2. PLN...25

2.1 PLN Cabang Sibolga Ranting Porsea………...32

BAB IV Penyajian Data…...33

BAB V Analisa Data...44

1. Pelayanan yang Sama dan Merata...46

2. Pelayanan yang Tepat Waktu...52

3. Pelayanan yang Mudah...56

4. Pelayanan yang Ramah...60

5. Pelayanan Gratis...65

6. Pelayanan yang Jujur...69

7. Pelayanan yang Lengkap...72

BAB VI Penutup 1. Kesimpulan...75

2. Saran-saran...76 Daftar Pustaka


(6)

(7)

ABSTRAKSI

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PLN (Studi pada Desa Pasar Lumban Julu, Kec. Lumban Julu, Kab. Toba Samosir) Nama :Rudi Kristian PM

NIM :040903006

Departemen :Ilmu Administrasi Negara

Dosen Pembimbing :Drs. Husni Thamrin Nasution, M.Si Kata Kunci :Persepsi, pelayanan publik

Pelayanan pada dasarnya dibuat untuk membentuk sebuah proses pencapaian tujuan agar berjalan dengan baik. Berarti tujuan pelayanan menjadi indikator keberhasilan dari pelayanan. Pelayanan ada yang bersifat umum atau publik dan bersifat pribadi atau privat. Pelayanan merupakan bentuk dari keutuhan sebuah negara/pemerintah. Pelayanan menjadi bukti eksistensi dari fungsi negara. Pelayanan dibuat agar proses pencapaian tujuan tidak terhambat oleh-ole halangan yang bisa merusak atau mengganggu fungsi dari negara itu sendiri.

Pelayanan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kepuasan terhadap objek dari pelayanan. Pelayanan merupakan bentuk dari implementasi kebijakan-kebijakan dari pemerintah. Melalui proses pelayanan, kebijakan-kebijakan-kebikakan pemerintah yang telah disepakati diimplementasikan. Implementasi kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi yang berguna bagi dua pihak, yakni masyarakat selaku objek atau tujuan dari pelayanan dan pemerintah selaku pelaksana pelayanan.

Pelayanan yang baik/ memuaskan dan efektif efisien akan menciptakan persepsi positif dari masyarakat/objek dari pelayanan terhadap kinerja dari pemerintah. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan terhadap pemerintah dan apresiasi, sehingga masyarakat tidak akan ragu dalam memenuhi kewajibannya dikarenakan hak nya sudah terpenuhi lewat pelayanan yang memuaskan dari pemerintah. Persepsi merupakan efek balik terhadap perilaku pemerintah yang terbentuk dalam pelayanan. Persepsi merupakan suatu penilaian terhadap pemerintah atau lembaga bersangkutan. Persepsi juga berfungsi sebagai alat evaluasi terhadap kinerja yang telah dicapai oleh pemerintah. Persepsi membuat pemerintah bisa melihat bahwa pada dasarnya sebuah kebijakan tidak semata harus sempurna tapi mampu menarik masyarakat. Masyarakat memandang perilaku petugas pelayanan menjadi salah satu faktor yang harus diperhatikan, karena proses kontak terjadi pada saat masyarakat berurusan dengan petugas. Baik buruk dari perilaku petugas akan langsung mendapatkan respon dari masyarakat. Sedangkan jasa pelayanan yang didapatkan masyarakat cenderung menjadi faktor kedua yang harus diperhatikan.

Persepsi masyarakat terbentuk lebih karena faktor kontak langsung dengan petugas pelayanan, faktor tersebut langsung menjadi penilaian dari masyarakat selaku pelanggan. Evaluasi terhadap persepsi diharapkan mampu meningkatkan kinerja dari pelayanan publik. Tapi bukan berarti hanya pelayanan dibidang lisan semata menjadi fokus utama, jasa juga harus tetap menjadi acuan agar keseimbangan pelayanan bisa tercapai.


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia diciptakan dengan sempurna tetapi tidak akan lengkap tanpa adanya manusia lainnya, untuk itulah Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia itu tidak sendiri. Dimana manusia yang diciptakan itu kemudian disebut perempuan dan laki-laki. Laki-laki ini membutuhkan perempuan (teman) untuk bersosialisasi dan dalam banyak hal, begitu juga sebaliknya dengan perempuan. Mereka saling membantu dalam rangka pemenuhan kebutuhan masing-masing. Seiring berjalannya waktu laju pertumbuhan manusia juga meningkat, sehingga pemenuhan akan kebutuhan juga berbanding lurus. Seperti sebuah komunitas atau kelompok dimana masing-masing individu memiliki pekerjaan yang berawal dari keterampilan mereka sendiri, kebiasaan melakukan pekerjaan yang sama memunculkan rasa tanggungjawab untuk melakukan pekerjaannya. Hal ini menciptakan bahwa masing-masing individu memiliki tugas sendiri, jadi secara turun temurun tradisi seperti ini diwariskan sehingga terbentuklah suatu kelompok dimana masing-masing individu memiliki tugas dan tanggungjawab yang sudah mulai dikenalkan sejak usia dini. Seperti ada yang berburu/mencari makanan, mencari air, mengambil kayu bakar, mempersiapkan campuran hasil buruan dan lain sebagainya. Hal itulah yang menjadi titik awal adanya pelayanan. Dari situlah terlihat bahwa manusia pada dasarnya membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Hal senada juga dikemukakan Budiman Rusli(dalam Kurniawan, 2005:3) yang berpendapat bahwa selama hidupnya, manusia selalu membutuhkan pelayanan. Pelayanan menurutnya sesuai dengan life cycle


(9)

theory of leadership (LCTL) bahwa pada awal kehidupan manusia pelayanan secara fisik sangat tinggi, tetapi seiring dengan usia manusia pelayanan yang dibutuhkan akan semakin menurun (Sinambela, 2006;3).

Melalui proses yang sangat panjang dimana pertumbuhan manusia semakin tinggi maka kebutuhan hidup juga semakin meningkat. Termasuk kebutuhan akan barang dan jasa. Demikian jugalah dengan kebutuhan akan pelayanan yang semakin meningkat. Dimana bentuk pelayanan juga semakin beragam bentuknya sesuai dengan macam dan bentuk kebutuhan. Maka pemerintah selaku penyedia barang dan jasa yang bersifat umum harus memberikan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan kebutuhan mereka. Pelayanan ini bersifat umum atau sering dikatakan dengan sebutan pelayanan publik. Ruang lingkup pelayanan dan jasa-jasa publik meliputi aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas. Pelayanan dan jasa dalam bentuk umum (publik) sudah dimulai sejak seseorang lahir dan orang tuanya harus mengurus akta kelahiran, konsumsi sandang pangan hingga menempuh pendidikan, yang semuanya dikelola oleh pemerintah serta memperoleh macam-macam perizinan yang diatur oleh pemerintah bahkan hingga diujung hidup manusia pun harus tetap berurusaan dengan pemerintah seperti pengurusan surat izi untuk mendapatkan kapling tanah untuk kuburannya.

Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih bercirikan: berbelit-belit, lambat mahal, dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan yang dilayani. Pelayanan yang seharusnya ditujukan pada masyarakat umum kadang dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap Negara, meskipun Negara berdiri sesungguhnya


(10)

adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya. Artinya, birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaiknya kepada masyarakat.

Kehadiran negara atau pemerintah dalm percaturan ekonomi rakyat, walaupun secara kuantitas dan kualitas memiliki variasi keterlibatan yang berbeda. Namun secara umum pemerintah memiliki tugas utama yakni sebagai penyedia layanan yang berorientasi lingkungan dan kemasyarakatan. Tugas ini telah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang meliputi empat aspek pelayanan pokok aparatur pemerintah terhadap masyarakat, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadialan sosial.

Berdasarkan organisasi penyelenggaranya maka pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi organisasi publik yakni organisasi yang dikuasai dan dikelola pemerintah dan organisasi privat atau swasta. Dewasa ini terlihat jelas ketimpangan produk pelayanan yang dihasilkan kedua organisasi diatas. Dimana pelayanan publik yang diberikan swasta lebih menitikberatkan pada konsumen atau pelanggan lebih kuat sedangkan pemerintah posisi konsumen atau pelanggan menjadi lemah karena tingginya intervensi dan kontrol atas pelayanan yang diberikan.

Pelayanan kepada masyarakat merupakan suatu arena transaksi yang paling nyata dan intensif antara pemerintah dengan masyarakat. Interaksi yang aktif antara pemberi dan penerima layanan merupakan bagian penting dari proses membangun partisipasi dan akuntabilitas publik. Jaminan kualitas pelayanan publik sangat diharapkan oleh masyarakat. Pemberian pelayanan yang memenuhi standar yang telah ditetapkan memang menjadi bagian yang perlu dicermati.


(11)

Posisi masyarakat bukan hanya sekedar penikmat atau penerima layanan semata, masyarakat juga memiliki posisi sebagai evaluator terhadap layanan yang diberikan pemerintah. Masyarakat yang menerima layanan kemudian menilai pelayanan dan kinerja yang diberikan si pemberi layanan, kemudian mereka mengambil kesimpulan terhadap layanan yang mereka terima, baik atau buruk, memuaskan atau tidak, sesuai dengan standar pelayanan atau tidak, terlepas dari latar belakang masyarakat tersebut serta paham atau tidak akan standar pelayanan yang telah ditentukan oleh pemerintah sendiri.

Kesimpulan yang diambil masyarakat tersebut dinamakan persepsi. Jadi persepsi masyarakat menjadi bahan evaluasi terhadap kinerja dan layanan yang diberikan oleh pemerintah/organisasi bersangkutan. Baik buruk dan positif tidaknya persepsi masyarakat terhadap organisasi bersangkutan menjadi acuan atas pelayanan yang diberikan aparat organisasi itu sendiri, apakah pemberi layanan sudah melayani atau melaksanakan pekerjaanya secara maksimal atau sesuai dengan ketentuan dan standar yang telah ditetapkan.

Perusahaan Listrik Negara merupakan salah satu organisasi publik sebagai perwujudan komitmen dan upaya pemerintah untuk memenuhi hak dasar warga negaranya dalam bidang kesejahteraan melalui pemenuhan kebutuhan masyarakat pada bidang penyediaan tenaga listrik.

Dalam rangka penghematan dan efisiensi penggunaan listrik, pemerintah dalam hal ini PLN mengambil kebijakan, salah satunya pemadaman listrik bergilir. Pemadaman listrik bergilir ini dianggap mengganggu kenyamanan masyarakat sendiri. Berita-berita di media massa baik elektronik maupun non elektronik mengabarkan bahwa sejak tahun 2007 sering dilakukan pemadaman bergilir. Beberapa waktu informasi pemadaman dikabarkan lewat media Koran, namun kadang pemadaman


(12)

dilakukan tanpa pemberitahuan. Pemadaman ini berkisar dari 4 sampai 8 jam sehari. Masyarakat menganggap bahwa pemadaman ini merugikan mereka, sehingga masyarakat menilai bahwa pelayanan pemerintah menjadi buruk. Bagi penulis hal ini dianggap mengabaikan KEPMENPAN No 81 tahun 1993 serta sendi-sendi dari pelayanan prima.

PLN sebagai penghasil listrik satu-satunya, pemegang monopoli pasar dimungkinkan untuk bertindak sesuai dengan kemauan mereka, namun PLN merupakan organisasi yang berada dibawah pengawasan pemerintah dituntut mampu memberikan layanan yang sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, mulai dari ketersedian pegawai yang memadai dan kompeten, sistem yang efektif hingga sarana dan prasarana yang berfungsi menunjang agar pelayanan yang diberikan memuaskan. Pegawai PLN dituntut mampu memuaskan pelanggan bukan hanya dalam ketersedian listrik tapi juga kepuasan dalam pelayanan yang bersifat administratif. Pembayaran Rekening, pemasangan baru, penambahan daya, penurunan daya. Menjadi kecenderungan bila pelayanan pembayaran rekening menjadi sorotan utama masyarakat bagaimana pelayanan yang diberikan oleh PLN dalam bidang administratif. Pembayaran Rekening dilakukan masyarakat setiap bulannya selama menggunakan atau menjadi pelanggan listrik, inilah yang menyebabkan masyarakat terus berhadapan dengan pemberi layanan secara rutin, disinilah masyarakat cenderung memberikan penilaian terhadap kinerja pemberi layanan. Sedangkan pelayanan administratif lainnya memang sangat jarang dilakukan hingga berulang dibandingkan dengan pembayaran Rekening listrik.

Hal tersebut diatas menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam, serta melihat bagaimana penilaian masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh Perusahaan Listrik Negara. Kemudian


(13)

penulis mengambil judul “Persepsi Masyarakat terhadap Pelayanan Publik PLN (studi pada Desa Lumban Julu, Kec. Lumban Julu, Kab. Toba Samosir)”.

1.2 Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data kedalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti.

Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan PLN (Studi pada Desa Lumban Julu, Kec. Lumban Julu, Kab. Toba Samosir).

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan PT. PLN

2. Untuk melihat apakah pelayanan yang diberikan oleh PT. PLN sudah memenuhi standar pelayanan.

1.4 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan peneliti dari adanya penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi

peneliti serta menjadi langkah awal dalam penyusunan tugas akhir peneliti sendiri


(14)

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan/evaluasi khusus bagi PT. PLN Cabang Sibolga Ranting Porsea dan umumnya bagi PT. PLN Wilayah Sumatera Utara

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah ilmiah dalam penelitian ilmu sosial khususnya bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1.5 Kerangka Teori

Seperti yang dikemukakan oleh Nawawi Hadari (1992:149) dalam suatu penelitian, perlu ada kejelasan titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan dan membahas masalah. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori sebagai pedoman yang menggambarkan dari mana sudut masalah tersebut disorot.

Menurut Singarimbun (1989:149), teori diartikan sebagai serangkaian konsep, defenisi, preposisi yang saling berkaitan dan bertujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena sedangkan menurut Sugiyono (2003:55) teori adalah seperangkap konsep, asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi. Adapun yang menjadi kerangka dasar dalam penelitian ini adalah :

1.5.1 Pengertian Persepsi

Persepsi dalam psikologi diartikan sebagai salah satu perangkat psikologis yang menandai kemampuan seseorang untuk mengenal dan memaknakan sesuatu objek yang ada dilingkungannya.


(15)

Miftah Thoha mengungkapkan bahwa perepsi merupakan proses kognitif yang dialami setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaaan dan penciuman (Thoha, 1998:23), Thoha menambahkan bahwa kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi.

Psikologi kontemporer menyebutkan persepsi secara umum diperlukan sebagai satu variabel campur tangan (intervening variable), bergantung pada faktor-faktor motivasional. Artinya suatu objek atau satu kejadian objektif ditentukan baik oleh kondisi perangsang maupun oleh faktor-faktor organisme. Dengan alasan sedemikian, persepsi mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda, karena setiap individu menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya.

Jadi persepsi menurut penulis sendiri adalah pandangan seseorang dalam memaknai objek yang ada disekitarnya. Dalam hal ini, pandangan tersebut diartikan sebagai penilaian individu terhadap objek yang dilihat dan dirasakannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat menurut Robbins (2001:23) mengemukakan bahwasanya ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat, yaitu:

1. Pelaku Persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi.

2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi. Hubungan suatu target dengan latar belakangnya mempengaruhi


(16)

persepsi seperti kecenderungan kita untuk mengelompokkan benda-benda yang bersekatan atau mirip.

3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau peristiwa, sebab unsur-unsur lingkungan mempengaruhi persepsi kita.

1.5.2 Pelayanan Publik

Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Dalam KEPMENPAN No. 81 tahun 1993, pelayanan didefinisikan sebagai suatu bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian KEPMENPAN N0 63 tahun 2003 mendefinisikan pelayanan Publik, adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini, pelayanan publik merujukkan istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum. Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat. Nurcholish (2005: 178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki.


(17)

Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirnya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid, 1998:11). Karenanya birokrasi publik berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan baik dan professional.

Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 tahun 1993 dinyatakan bahwa pelayanan umum ini mengandung sendi-sendi, yaitu:

1. Kesederhanan, maksudnya prosedur atau tata cara pelayanan umum diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan.

2. Kejelasan dan kepastian, maksudnya ada kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, baik secara teknis maupun secara administrasi , rincian biaya, jadwal umum, hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima pelayanan.

3. Keamanan, dalam arti proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta memberikan kepastian hukum.

4. Keterbukaan, maksudnya prosedur dan persyaratan pelayanan diinformasikan secara terbuka.

5. Efisiensi

6. Keadilan yang merata


(18)

Mengikuti beberapa definisi tersebut diatas, maka pelayanan publik menurut Ratminto (2005:5) dapat didefinisikan sebagai segala bentuk barang dan jasa yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.

Sehubungan dengan usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat yang disebutkan diatas, maka empowering masyarakat yang saat ini telah mengubah masyarakat menjadi semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga Negara dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah.

Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan diatas, birokrasi publik harus dapat memberikan layanan publik yang lebih professional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa depannya sendiri, hal ini sesuai dengan yang dikatakan Effendi dalam Widodo (2001:124).

1.5.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan publik

Menurut Budi Winarno (2001:38) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelayanan publik, yaitu :

1. Faktor kesadaran adalah kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran para pegawai pada segala tingkatan terhadap tugas yang menjadi tanggung jawab dapat membawa dampak yang


(19)

sangat positif terhadap organisasi. Ini akan menjadi kesungguhan dan disiplin dalam melaksanakan tugas sehingga hasilnya dapat diharapkan memnuhi standar. 2. Faktor aturan adalah aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja. Aturan

ini mutlak kebenarannya dalam organisasi dan pekerjaan dikerjakan dengan terarah, oleh karena itu harus dipahami oleh organisasi yang berkepentingan.

3. Faktor organisasi merupakan suatualat serta system yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan.

4. Faktor pendapatan adalah pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung pelaksana pelayanan. Dengan penddapatan yang cukup yang dimiliki pegawai akan membuat motivasi dalam hal bekerja.

5. Faktor keterampilan adalah kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pelayan publik, sangat mendukung jalannya pelayanan public. Ada tiga kemampuan yang dimiliki oleh pelayan publik, yaitu kemampuan manajerial, kemampuan teknis dan kemampuan konseptual.

6. Faktor sarana adalah sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan pelayanan. Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan, alat Bantu, dan fasilitas lain yang dilengkapi seperti fasilitas komunikasi dan lain-lain.

1.5.4 Standar Pelayanan Publik

Standar atau ukuran dasar adalah untuk mengetahui mutu pelayanan. Sasaran ukurannya adalah untuk mengetahui apakah apakah pelayanannya sudah memuaskan atau belum memuaskan. Standar pelayanan birokrasi pada umunya ditentukan dalam undang-undang atau perundang-undangan.


(20)

Berdasarkan KEPMENPAN No. 63 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Standar pelayanan sekurang-kurangnya harus meliputi:

1. Prosedur Pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.

2. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

3. Biaya atau tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan.

4. Produk atau hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

5. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.

6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan/ keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

1.5.5 Pelayanan Prima

Pelayanan prima merupakan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan terhadap permintaan, keinginan, dan harapan masyarakat yang mempunyai nilai yang tinggi dan bermutu (berkualitas). Dengan demikian dapat ditarik pengertian secara sederhana bahwa layanan prima adalah layanan yang bermutu. Lebih jauh lagi hakekat dari pelayanan umum yang prima adalah berupa upaya-upaya sebagai berikut: 1. Meningkatkan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi


(21)

2. Mendorong upaya mengefektifkan system dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien).

3. Mendorong tumbuhnya kreatifitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat secara luas.

Untuk mendukung terselenggaranya pelayanan umum yang prima, pelayanan umum tersebut harus dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

1. Sederhana, artinya dalam pelaksanan tidak menyulitkan, prosedurnya tidak berbelit-belit, dan persyaratannya mudah dipenuhi.

2. Terbuka, artinya masyarakat ingin dilayani secara jujur. Oleh karena itu, aparat yang bertugas melayani harus memberikan penjelasan sejujur-jujurnya, dan apa adanya sesuai dengan peraturan perundangan yang mengaturnya. 3. Lancar, artinya petugas pelayanan harus bekerja secara ikhlas dan sepenuh

hati, dengan didukung sarana dan prasarana yang menunjang kecepatan pelayanan itu sendiri.

4. Tepat, artinya pemberian pelayanan dapat dilakukan secara tepat arah dan sasarannya, tepat jumlahnya tidak lebih dan tidak kurang, dan tepat waktu. 5. Lengkap, artinya apa yang diharapkan dan diinginkan masyarakat terhadap

suatu pelayanan tertentu dapat tersedia secara lengkap.

6. Wajar, artinya pelayanan dilakukan sebagaimana mestinya dan tidak dibuat-buat.


(22)

Hakekat pelayanan publik adalah pemberian layanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat . Menurut Tjandra dkk (2005:11) ada beberapa asas pelayanan publik, yaitu

1. Transparan, bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti

2. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan

3. Kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada prinsip ewfisiensi dan efektifitas

4. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Kesamaan Hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan status ekonomi.

6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban, pemberi dan penerima layanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

1.5.6 Kriteria Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Kriteria penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, sesuai Kepmenpan No. 25 Tahun 2004, tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, antara lain meliputi:


(23)

a. Kesederhanaan, maksudnya prosedur atau tata cara pelayanan umum secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan b. Kejelasan wewenang dan tanggungjawab petugas pelayanan, maksudnya ada kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, baik secara teknis maupun secara administrasi , rincian biaya, jadwal umum, hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima pelayanan.

c. Kesesuaian persyaratan pelayanan d. Kedisiplinan petugas pelayanan e. Kejelasan petugas pelayanan

f. Keahlian dan keterampilan petugas pelayanan g. Kepastian jadwal pelayanan dan ketepatan waktu h. Kecepatan Pelayanan

i. Keadilan mendapatkan pelayanan j. Kesopanan dan keramahan petugas

k. Kewajaran dan kepastian biaya pelayanan l. Kejujuran petugas pelayanan

m. Keamanan, kenyamanan dalam arti proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta memberikan kepastian hukum.

n. Kenyamanan lingkungan

Dari beberapa uraian diatas dapat dilihat bahwa pelayanan publik dilaksanakan oleh pemerintah dalam arti barang dan jasa publik adalah tanggung jawab pemerintah melalui instansinya baik dari pusat hingga daerah. Pelayanan publik berupa barang dan jasa publik tidak berorientasi pada profit, artinya pelayanan publik tidak hanya


(24)

dilaksanakan untuk meningkatkan keuntungan tetapi untuk kepuasan masyarakat sebagai pelanggan.

Pemerintah dapat memberikan kepada masyarakat suatu pelayanan publik yang prima, sehingga dengan demikian persepsi masyarakat terhadap kinerja birokrasi pemerintah akan menjadi lebih baik lagi, yang pada akhirnya nanti dapat dibangun hubungan yang harmonis antara pemerintah dan masyarakat. Pada satu sisi, pemerintah akan memiliki legitimasi yang kuat dihadapan masyarakat dan pada sisi yang lain masyarakat akan mendapat pelayanan yang baik dan prima dari pemerintah.

1.6 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:37). Tujuannya adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti., maka berdasarkan judul yang dipilih oleh peneliti, maka yang menjadi konsep dari penelitian ini adalah:

1. Pelayanan Publik, yaitu dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

2. Persepsi, diartikan sebagai cara pandang seseorang untuk mengenal dan menilai sesuatu objek yang ada dilingkungannya. Penilaian terhadap objek, dalam hal ini kinerja PLN melalui apa yang sudah pernah dirasakan dan dilihat oleh masyarakat.


(25)

1.7 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah suatu batasan yang diberikan pada suatu variable dengan cara memberikan arti atau mempersiapkan, memberikan suatu petunjuk operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel-variabel tertentu (Singarimbun, 1995:47).

Konsep operasional adalah semacam petunjuk pelaksana bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Konsep operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator sehingga akan lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian.

Berikut ini adalah indikator dari penelitian ini:

a. Yaitu kriteria penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, sesuai Kepmenpan No. 25 Tahun 2004, tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, antara lain meliputi:

a. Kesederhanaan, maksudnya prosedur atau tata cara pelayanan umum secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan b. Kejelasan wewenang dan tanggungjawab petugas pelayanan, maksudnya ada kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, baik secara teknis maupun secara administrasi , rincian biaya, jadwal umum, hak dan kewajiban bagi pemberi dan penerima pelayanan.

c. Kesesuaian persyaratan pelayanan d. Kedisiplinan petugas pelayanan e. Kejelasan petugas pelayanan

f. Keahlian dan keterampilan petugas pelayanan g. Kepastian jadwal pelayanan dan ketepatan waktu h. Kecepatan Pelayanan


(26)

i. Keadilan mendapatkan pelayanan j. Kesopanan dan keramahan petugas

k. Kewajaran dan kepastian biaya pelayanan l. Kejujuran petugas pelayanan

m. Keamanan, kenyamanan dalam arti proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta memberikan kepastian hukum.

n. Kenyamanan lingkungan

b. Persepsi masyarakat terhadap pelayanan PLN

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari uraian tentang latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan. BAB II METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, latar belakang masyarakat.


(27)

Bab ini memuat penyajian data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Penyajian data dilakukan dengan menguraikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan menganalisanya berdasarkan metode yang telah ditetapkan penulis.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab sebelumnya.

BAB VI PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir. Bab ini memuat tentang kesimpulan dari hasil-hasil penelitian dan saran-saran yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.


(28)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Hadari Nawawi (1990:64), metode deskriptif memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena- fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki yang diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Lumban Julu, Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir.

2.3 Informan

Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah yang sedang dibahas, maka dipergunakan teknik informan. Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui suatu perssoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan atau data-data yang dapat membantu dalam memahami persoalan atas permasalahan tersebut.


(29)

Menurut Moleong dalam Mantra (2004:86), informan adalah orang yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai masalah yang sedang diteliti dan dapat berperan sebagai narasumber sselama proses penelitian.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini untuk menentukan informan digunakan teknik purposive sampling, yaitu penentuan sampel tidak didasarkan atas strata, pedoman atau wilayah tetapi berdasarkan atas kompetensi informan terhadap informasi yang berhubungan dengan permasalahan penelitian (Arikunto, 2003:48). Atas dasar pertimbangan tersebut maka ditentukanlah informan penelitian, yaitu:

1. Manager Ranting PLN : 1 orang 2. Pegawai PLN : 3 orang 3. Masyarakat/Pelanggan : 9 orang

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan dan data-data yang diperlukan, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a) Teknik pengumpulan data Primer, yaitu; teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan instrument :

o Metode Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada orang yang berhubungan dengan objek penelitian


(30)

Yaitu kegiatan mengamati secara langsung dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan serta menjaring data yang tidak terjangkau.

b) Teknik pengumpulan data Sekunder, yaitu; pengumpulan data yang dilakukan melalui studi kepustakaan yang terdiri dari :

o Penelitian Kepustakaan

Pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah dan pendapat para ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

o Studi Dokumenter

Teknik yang digunakan dengan menelaah catatan tertulis, dokumen arsip yang menyangkut masalah yang diteliti yang berhubungan dengan instansi terkait.

2.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif, yaitu analisa terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data dan informasi. Jadi teknik analisa data dilakukan dengan penyajian data yang terdapat melalui keterangan yang diperoleh dari responden, selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.


(31)

BAB III

Deskripsi Lokasi Penelitian 1 Lokasi Penelitian

1.1 Kecamatan Lumban Julu

Kecamatan Lumban Julu berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Toba Samosir. Kecamatan Lumban Julu merupakan kecamatan dengan luas 145,4 km2 (BPS Toba Samosir), dimana desa Sinar Sabungan merupkan desa terluas yaitu 16,5 km atau sekitar 11,35% dari total luas wilayah Kecamatan Lumban Julu. Dari total luas wilayah Kecamatan Lumban Julu, sekitar 18,43% merupakan areal persawahan dan sisanya merupakan tanah kering, bangunan/perumahan dan pekarangan penduduk. Desa Lumban Lobu merupakan desa yang memiliki areal sawah paling luas di Kecamatan Lumban Julu dengan luas sawah 650 ha sementara yang paling kecil terdapat di desa Pasar Lumban Julu. Kecamatan Lumban Julu terletak antara 20 29’ – 20 39’ Lintang Utara dan 990 02’ – 990

Kecamatan Lumban Julu adalah salah satu kecamatan yang merupakan daerah lintasan jalan antar kabupaten dalam provinsi, dimana desa Sionggang Utara

15’ Bujur Timur, yang berbatasan dengan Kecamatan Ajibata dan Kabupaten Simalungun di sebelah Utara, Kecamatan Uluan dan Kecamatan Porsea di sebelah Selatan, Danau Toba dan Kecamatan Ajibata di sebelah Barat dan Kecamatan P.P. Meranti dan Kabupaten Asahan di sebelah Timur. Kecamatan Lumban Julu terdiri dari 15 desa, yakni: desa Sibaruang, Sibadihon, Naga Timbul, Harungguan, Lumban Lobu, Sinar Sabungan, Sihiong, Jangga Toruan, Jangga Dolok, Hatinggian, Lintong Julu, Pasar Lumban Julu, Sionggang Utara, Sionggang Tengah dan Sionggang Selatan. Kecamatan Lumban Julu memiliki jumlah penduduk 11.293 jiwa.


(32)

merupakan desa yang memiliki lintasan jalan terpanjang antar kabupaten di Kecamatan Lumban Julu dengan jarak 8 km, juga memiliki lintasan jalan terpanjang antar desa di Kecamatan Lumban Julu dengan jarak 15 km. Ditinjau dari jarak antar desa ke pusat pemerintahan di ibukota kecamatan, maka desa Sibadihon adalah desa yang paling jauh jaraknya yaitu sekitar 20 km.

1.2 Desa Pasar Lumban Julu

Dari semua desa yang ada di wilayah Kecamatan Lumban Julu, desa yang menjadi objek penelitian adalah desa Pasar Lumban Julu. Desa ini memiliki luas 2,5 km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 515 jiwa dengan kepadatan penduduk 206 jiwa/km2

2. PLN .

Masyarakatnya mayoritas pedagang, pegawai negeri sipil, guru, dan petani dalam jumlah yang sangat kecil.

Desa pasar Lumban Julu merupakan ibukota Kecamatan Lumban Julu, sehingga desa Pasar Lumban Julu merupakan desa yang paling maju diantara desa-desa yang ada dikawasan Kecamatan Lumban Julu. Data dari PLN Ranting Porsea menunjukkan bahwa sebanyak 170 kk terdaftar sebagai pengguna listrik/pelanggan.

Sejarah Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, tahun 1893 di daerah Batavia ( Jakarta sekarang ), ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk kepentingan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV. NIGM yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik. Selama Perang Dunia II berlangsung,


(33)

perusahaan-perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya sebesar 157,5 MW saja. Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas. Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas. Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW. Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan. Tahun 1992, pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Sejalan dengan kebijakan di atas, pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).

Kelistrikan di Sumatera Utara bukanlah baru. Kalau listrik mulai ada di wilayah Indonesia tahun 1893 di daerah Batavia ( Jakarta sekarang ), maka 30 tahun kemudian (1923) listrik mulai ada di Medan. Sentralnya dibangun di tanah pertapakan Kantor PLN Cabang Medan yang sekarang di Jl. Listrik No. 12 Medan, dibangun oleh NV NIGEM / OGEM perusahaan swasta Belanda. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan (1924), Tebing Tinggi (1927),


(34)

Sibolga (NV ANIWM) Brastagi dan Tarutung (1929), Tanjung Balai (1931) milik Gemeente – Kotapraja, Labuhan Bilik (1936) dan Tanjung Tiram (1937).

Masa penjajahan Jepang , Jepang hanya mengambil alih pengelolaan Perusahaan Listrik Swasta Belanda tanpa mengadakan penambahan mesin dan perluasan jaringan. Daerah kerja dibagi menjadi Perusahaan Listrik Sumatera Utara, Perusahaan Listrik Jawa dan seterusnya sesuai struktur organisasi pemerintahan tentara Jepang waktu itu.

Setelah Proklamasi RI 17 Agustus 1945, dikumandangkanlah Kesatuan Aksi Karyawan Perusahaan Listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil alih perusahaan listrik bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan Listrik yang sudah diambil alih itu diserahkan kepada Pemerintah RI dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih itu, maka dengan Penetapan Pemerintah No.1 SD/45 ditetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik. Sejarah memang membuktikan kemudian bahwa dalam suasana yang makin memburuk dalam hubungan Indonesia – Belanda, tanggal 3 Oktober 1953 keluar Surat Keputusan Presiden No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta Belanda sebagai bagian dari perwujudan pasal 33 ayat(2) UUD 1945.

Setelah aksi ambil alih itu, sejak tahun 1955 di Medan berdiri Perusahaan Listrik Negara Distribusi Cabang Sumatera Utara ( Sumatera Timur dan Tapanuli ) yang mula – mula dikepalai R.Sukarno ( merangkap kepala di Aceh ), tahun 1959 dikepalai oleh Ahmad Syaifullah. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PPUT No. 16/1/20 tanggal 20 Mei 1961, maka organisasi kelistrikan dirubah. Sumatera Utara, Aceh, Sumbar, Riau menjadi PLN Eksploitasi .


(35)

Tahun 1965, BPU PLN dibubarkan dengan Peraturan Menteri PUT No. 9 /PRT/64 dan Peraturan Menteri No. 1/PRT/65 ditetapkan pembagian daerah kerja PLN menjadi 15 Kesatuan daerah Eksploitasi. Sumatera Utara tetap menjai Eksploitasi I.

Dari Eksploitasi I Sampai Wilayah II

S

Dari Perum menjadi Persero

ebagai tindak lanjut dari pembentukan PLN Ekploitasi I Sumatera Utara tersebut, maka dengan keputusan Direksi PLN No. KPTS 009/DIRPLN/66 tanggal 14 April 1966, PLN Eksploitasi I dibagi menjadi empat cabang dan satu sektor, yaitu Cabang Medan, Binjai, Sibolga, P.Siantar (Berkedudukan di Tebing Tinggi). PP No. 18 tahun 1972 mempertegas kedudukan PLN sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dengan hak, wewenang dan tanggung jawab membangkitkan, menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik ke seluruh Wilayah RI. Dalam SK Menteri tersebut PLN Eksploitasi I Sumatera Utara dirubah menjadi PLN Eksploitasi II Sumatera Utara.

Kemudian menyusul Peraturan Menteri PUTL No. 013/PRT/75 yang merubah PLN Eksploitasi menjadi PLN Wilayah. PLN Eksploitasi II menjadi PLN Wilayah II Sumatera Utara.

Dengan keluarnya peraturan pemerintah No. 23 / 1994 tanggal 16 Juni 1994 maka ditetapkan status PLN sebagi persero. Adapun yang melatarbelakangi perubahan status tersebut adalah untuk mengantisipasi kebutuhan listrik yang terus meningkat dewasa ini.


(36)

Dimana pada abad 21 nanti, PLN tidak dapat tidak harus mampu menghadapi tantangan yang ada. PLN harus mampu menggunakan tolak ukur Internasional, dan harus mampu berswadaya tinggi, dengan manajemen yang berani transparan, terbuka, desentralisasi, profit center dan cost center.

Untuk mencapai tujuan PLN meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong perkembangan industri pada PJPT II yang tanggung jawabnya cukup besar dan berat, kerjasama dan hubungan yang harmonis dengan instansi dan lembaga yang terkait perlu dibina dan ditingkatkan terus.

Pemisahan Wilayah Dan Pembangkitan & Penyaluran

P

Dengan pembentukan Organisasi baru

erkembangan kelistrikan di Sumatera Utara terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat, hal ini ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah pelanggan, perkembangan fasilitas kelistrikan, kemampuan pasokan listrik dan indikasi – indikasi pertumbuhan lainnya. Untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kelistrikan Sumatera Utara dimasa – masa mendatang serta sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan jasa kelistrikan, maka berdasarkan Surat Keputusan Nomor 078.K/023/DIR/1996 tanggal 8 Agustus 1996 dibentuk organisasi baru bidang jasa pelayanan kelistrikan yaitu PT PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara.

PT PLN (Persero) Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera Bagian Utara yang terpisah dari PLN Wilayah II, maka fungsi – fungsi pembangkitan dan penyaluran yang sebelumnya dikelola PLN Wilayah II berpisah tanggung jawab pengelolaanya ke PLN Pembangkitan dan Penyaluran


(37)

Sumbagut. Sementara itu, PLN Wilayah II

a. PT PLN (Persero) Pikitring Sumut & Aceh, yang tugas utamanya melakukan

pembangunan Pusat Pembangkit, Jaringan Transmisi serta Gardu Induk.

berkonsentrasi pada distribusi dan penjualan tenaga listrik.

PLN Regional Sumatera Utara sesungguhnya merupakan representasi (gabungan) dari semua unit PLN yang beroperasi secara bersama di wilayah kerja Propinsi Sumatera Utara. Di dalamnya terdapat 5 unit PLN yang masing-masing memiliki fungsi spesifik yang saling melengkapi dalam satu sistem operasi ketenagalistrikan, yaitu :

b. PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, bertanggung jawab

atas pengoperasian serta pemeliharaan pembangkit untuk memproduksi tenaga listrik dalam jumlah besar yang bersumber dari pemanfaatan berbagai energi primer.

c. PT PLN (Persero) P3B Sumatera - Unit Pengatur Beban Sumatera Bagian

Utara, bertugas menyalurkan tenaga listrik dalam jumlah besar dari pusat pembangkit listrik ke pusat beban melalui jaringan transmisi bertegangan tinggi, dan pengoperasian sistem tenaga listrik.

d. PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, berfungsi mendistribusikan tenaga

listrik dari Gardu Induk sampai ke tangan konsumen melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM), Jaringan Tegangan Rendah (JTR), Gardu Distribusi dan Sambungan Rumah (SR).

e. PT PLN (Persero) Udiklat Tuntungan, menyediakan jasa pendidikan dan

pelatihan bagi pegawai PLN maupun instansi lain diluar PLN yang membutuhkan.


(38)

Secara Umum PLN Regional Sumut ini melayani daerah yang meliputi 20 Kabupaten, dan 7 Kotamadya se- Propinsi Sumatera Utara. Dalam memberikan layanannya PLN didukung oleh 7 unit Kantor Cabang, 11 Rayon, 50 Ranting, 4 Sub Ranting dan 114 Kantor Jaga dengan jaringan tegangan menengah sepanjang 20.064 Kms, 21.242 Kms jaringan tegangan rendah serta 14.703 buah gardu dibawah naungan PLN Wilayah Sumatera Utara yang melayani 2.104.916 pelanggan(datas/dSeptember2005).

Kebutuhan listrik daerah Sumut sendiri dipasok dari 8 Unit Pembangkit yang dioperasikan PLN Pembangkitan Sumbagut. Suplai tenaga listrik terbesarnya berasal dari PLTGU Belawan yang terletak di Pulau Naga Putri Sicanang dengan daya tepasang sebesar 1077,9 MW. Dan untuk menyalurkan listik agar sampai ke pelanggan, PLN juga mengoperasikan 3.295,4 Kms jaringan transmisi tegangan tinggi dan gardu induk berkapasitas 2.175 Mva kelolaan PLN P3B Sumatera - Unit Pengatur Beban Sumbagut. [PLN - 2006].

Visi PLN

Diakui sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh kembang, Unggul dan Terpercaya dengan bertumpu pada Potensi Insani.

Misi PLN

a. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada

kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham.

b. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas


(39)

c. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi. d. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

Motto PLN

Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik (Electricity for A Better Life)

Kantor PLN Cabang Sibolga Ranting Porsea

Kantor ini terletak di jalan D. I. Panjaitan No. 2 Porsea, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir. PLN cabang Sibolga Ranting Porsea ini memiliki dua kantor jaga sebagai alat untuk menjangkau pelanggan yang terletak jauh dari Kantor Ranting. Terdiri dari Dimana Kantor Jaga di isi oleh satu orang pegawai tetap dan 2 orang pegawai hasil outsourcing. Kantor Jaga Lumban Julu dan Kantor Jaga Pintu Pohan Pembayaran rekening listrik juga sudah bisa dilakukan di Bank-bank tertentu seperti Bank BRI, BNI, BCA, Bukopin dan juga Kantor Pos.


(40)

BAB IV

PENYAJIAN DATA

Data yang akan penulis sajikan merupakan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan dokumen dari lokasi penelitian. Ada dua sumber wawancara yang dilakukan oleh peneliti, yakni: hasil wawancara dengan masyarakat desa Pasar lumban Julu dan hasil wawancara dengan pegawai PLN Cabang Sibolga Ranting Porsea. Data akan disajikan dalam bentuk deskriptif.

Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung, merupakan konsep senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan. Bukan hanya pada organisasi bisnis, tetapi telah berkembang lebih luas pada tatanan organisasi pemerintah. Hal ini disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan kompetisi global yang semakin ketat.

Dalam kondisi demikian hanya organisasi yang mampu memberikan pelayanan yang memuaskan dan berkualitas akan merebut hati pelanggan, seperti halnya lembaga pemerintah semakin dituntut untuk menciptakan kualitas pelayanan yang dapat mendorong dan meningkatkan kegiatan ekonomi. Oleh karena itu, pelayanan aparatur harus lebih proaktif dalam memberikan layanan kepada masyarakat, sehingga pelayanan yang diberikan dapat memberikan citra positif terhadap lembaga pemerintah tersebut.

Pelayanan tidak bisa dilepaskan dari faktor manusia, baik sebagai pemberi layanan maupun penerima layanan. Manusia sebagai sumber daya dalam organisasi menjadi alat dalam menggerakkan roda organisasi. PLN sebagai organisasi yang dibentuk pemerintah untuk pengelolaan pemenuhan kebutuhan manusia akan tenaga


(41)

listrik tidak akan bisa dilepaskan dari perilaku mereka sebagai pemberi layanan serta manusia yang menjadi penerima layanan. Pelayanan yang sederhana seperti tidak berbelit-belit, lancar, dan mudah dipahami membuat masyarakat senang datang ke tempat pelayanan dalam hal ini PLN. Seperti halnya yang dikemukakan oleh ibu Berliana Simatupang;

”sewaktu membayar rekening saya tidak menemui kesulitan, petugas langsung melayani saya tanpa melayani orang lain bersamaan, petugas tidak berbelit-belit saat menjelaskan maupun bertanya kepada pelanggan, semua urusan mudah dan lancar. Petugas langsung melayani pelanggan dengan cepat sesuai dengan gilirannya. ”

Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Paulina Sitorus;

”saya tidak pernah menemui petugas berbelit-belit sewaktu melayani saya dan pelanggan lainnya, semuanya mudah dan lancar. Petugas selalu fokus pada pelanggan yang sedang dilayaninya, bila ada pelanggan lain yang bertanya, dia menjawab seadanya.”

Perlakuan pemberi layanan dalam menerima pelanggan sewaktu membayar rekening listrik, tidak akan bisa dilepaskan dari sikap pelanggan. Perilaku pemberi layanan dalam hal ini adalah petugas PLN berpeluang bertindak diskriminatif. Pembeda-bedaan terhadap pelanggan mungkin terjadi karena faktor saling mengenal maupun bahwa pelanggan yang sedang dilayani adalah orang berpengaruh atau pejabat. Dalam era reformasi birokrasi sekarang ini dimana konsep Good Governance sedang di dengung-dengungkan, sikap profesional menjadi tuntutan dalam pemberian layanan yaitu perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Seperti halnya yang diakui oleh ibu Berliana Simatupang warga desa Pasar Lumban Julu, bahwa

”petugas PLN sewaktu pembayaran rekening telah berlaku adil, tidak membeda-bedakan pelanggan, semua pelanggan diperlakukan sama dan merata serta disuruh harus antri sewaktu membayar rekening, kalau tidak antri pelanggan tidak dilayani. Siapa yang datang duluan maka dialah yang duluan dilayani.”


(42)

Hal tersebut juga dipertegas oleh ibu Pahotan,

” walaupun saya sudah tua, saya harus tetap antri untuk membayar rekening, saya tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus walaupun saya sudah tua. Tapi biasanya saya meletakkan rekening saya di loket kemudian duduk di ruang tunggu menunggu nama saya dipanggil.”

Pihak PLN sendiri mengatakan bahwa mereka tidak pernah membeda-bedakan pelanggan, seperti yang dikemukakan oleh Lisda Sitorus TU/T Pelayanan Pembayaran Rekening,

“saya tidak pernah pilih kasih terhadap pelanggan, saya melayani sesuai antrian, saya juga tidak pernah melihat teman saya(petugas PLN yang lain) bertindak pilih kasih(diskriminatif), di mata kami pelanggan itu semua sama, tidak ada yang khusus.”

Ramses Hutajulu, Manager Ranting PLN juga mengamini hal itu,

“saya tidak pernah melihat adanya pegawai saya yang bertindak diskriminatif, saya selalu berusaha untuk mengawasi mereka, saya berkeliling pada setiap bidang, saya akan menegur apabila saya melihat adanya perilaku diskriminatif oleh pegawai, walaupun di daerah ini kondisi faktor kekerabatannya(faktor marga-marga) masih sangat kuat, pegawai saya harus melayani pelanggan secara sama dan merata, tidak boleh ada pilih kasih.”

Agar pelayanan bisa dipahami oleh masyarakat atau masyarakat yang baru menjadi pelanggan PLN, PLN harus melakukan sosialisasi terhadap pelayanan yang diberikan. Sosialisasi bertujuan agar masyarakat mengetahui bagaimana cara mendapatkan pelayanan, proses pelayanan, informasi seputar pelayanan dan kenaikan tariff dan sebagainya.

Pak J. Sirait warga desa Pasar Lumban Julu, menuturkan;

”saya tahu bagaimana membayar rekening karena saya melihat orang lain yang sedang membayar rekening, saya tidak pernah membaca atau mendengar pemberitahuan bagaimana cara membayar rekening, sedangkan kalau urusan lainnya, seperti pemasangan baru saya langsung datang kebagian yang mengurusi pemasangan baru, disana saya diberi tahu apa yang menjadi syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mendaftar pemasangan baru, jadi sebelumnya saya bertanya dulu kepada teman yang sudah pernah atau yang sudah mengetahui bagaimana mendaftar sebagai pelanggan baru(pemasangan baru).”


(43)

Lisda Sitorus mengungkapkan;

”memang pemberitahuan tentang pelayanan tidak pernah dilakukan lagi, karena masyarakat sudah mengetahui bagaimana caranya membayar rekening listrik dengan melihat atau bertanya kepada temannya, saya juga kadang memberitahukan atau mengingatkan kepada pelanggan secara lisan apabila ada pelanggan yang tidak antri, langsung terobos saja kedepan atau pelanggan yang baru pertama kali membayar rekening. Sedangkan pemberitahuan formal dilakukan apabila adanya hari libur saja yang jatuh pada tanggal atau hari ke 20 dalam setiap bulan, masyarakat diberi kesempatan untuk datang pada tanggal 21, tidak dianggap terlambat. Karena tanggal 20 merupakan waktu terakhir untuk pembayaran rekening sebelum jatuh tempo. Disamping itu juga kadang ada pemberitahuan melalui/berbentuk brosur tapi biasanya pemberitahuan itu bersifat nasional, sehingga pengadaannya pun dilakukan oleh PLN Pusat.”

Perusahaan Listrik Negara sebagai satu-satunya pemegang wewenang dalam penyediaan jasa listrik di Indonesia memiliki tanggungjawab yang sangat besar dalam menjaga agar ketersediaan tenaga listrik terus memadai, juga menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar pelayanan yang ada. Ketersediaan tenaga listrik menjadi patokan utama bagi masyarakat dalam menilai kinerja PLN, namun tidak bisa kita pungkiri bahwa pelayanan administratif PLN juga diperhatikan masyarakat. Setiap pekerjaan yang dilakukan petugas saat melayani pelanggan akan selalu diperhatikan oleh pelanggan, baik pekerjaan itu berhubungan langsung dengan pelanggan atau tidak. Kedisiplinan petugas, persyaratan-persyaratan yang sesuai, keahlian petugas juga tidak bisa lepas dari perhatian pelanggan. Masyarakat mengakui ketiga faktor diatas sudah diperhatikan oleh petugas, seperti pengakuan dari ibu N Butar-butar;

”petugas selalu ada diruangannya saat saya datang untuk membayar rekening, petugas melayani pelanggan sesuai persyaratan yang ada, petugas juga sudah bekerja dengan baik, saya tidak pernah mendapatkan jawaban ’tidak tahu’ ketika saya bertanya kepada petugas.”

Hal serupa juga ditambahkan oleh Pak P Manurung;

”petugas selalu berada diruangannya saat masih ada pelanggan, mereka menunggu hingga jam istirahat baru pergi dari ruangannya, kadang pada jam istirahat pun


(44)

mereka tetap melayani pelanggan apabila masih ada pelanggan yang masih antri, setelah habis baru mereka keluar dari ruangannya untuk istirahat.”

Sedangkan ibu Jojor Sipahutar mengatakan,

”saat melayani pelanggan kadang petugas pergi keruangan lain, karena ada sesuatu yang kurang dan tidak lengkap di ruangannya. Seharusnya semua keperluan yang ada harus berada diruangannya supaya dia tidak repot dan pelanggan tidak menunggu lebih lama. ”

Namun pihak PLN mengatakan bahwa mereka selalu berupaya untuk bekerja secara maksimal, dan para pegawainya juga mendapatkan pelatihan sesuai dengan bidangnya, seperti yang dikemukakan oleh bu Lisda Sitorus;

”kami selalu berusaha supaya pekerjaan kami bisa memuaskan pelanggan, kami berusaha supaya tidak berbuat kesalahan. Saya sendiri sudah pernah ikut pelatihan di Tuntungan sesuai dengan bidang saya yaitu pelayanan, namun sewaktu pelatihan saya juga diajarkan pengetahuan di bidang lain, karena pada waktu tertentu kami petugas PLN dipindah-pindahkan ke bagian lain, jadi saya juga tahu pekerjaan di bidang lainnya. Kami para pegawai tidak boleh menunggu pekerjaan, apabila pekerjaan sudah selesai, kami akan mencari pekerjaan/tugas-tugas yang belum selesai agar tidak terjadi penumpukan tugas.”

Hal senada juga dikemukakan oleh pak Holmes Hutapea, staff pelayanan pelanggan; ”biasanya/sering pimpinan berkeliling untuk mengawasi dan memperhatikan para pegawai, apakah pegawai sedang bekerja atau tidak. Bila ada pegawai yang tidak bekerja pada saat jam kerja, dia akan menegur pegawai tersebut. Setiap pegawai memiliki semacam rapor pekerjaan, rapor ini di pegang oleh Manager, penilaian diberikan berdasarkan kinerja dari masing-masing pegawai, manager yang berhak memberikan penilaian, penilaian ini akan berhubungan dengan naik nya jabatan seorang pegawai. Jadi para pegawai akan bekerja dengan maksimal agar mendapatkan penilaian yang baik. ”

Pak Ramses Hutajulu selaku Manager Ranting menambahkan;

”Para pegawai sudah memiliki standar kompetensi, standar ini didapatkan sewaktu mengikuti pelatihan/Diklat yang diadakan di Tuntungan, Medan. Saya merekomendasikan beberapa nama tapi yang menentukan pegawai yang bakal ikut pelatihan adalah kantor Cabang setelah berdiskusi dengan saya. Disamping itu, para pegawai sebelum diangkat menjadi pegawai, para pegawai mendapatkan pelatihan dasar yang bakal diperlukan oleh petugas, biasanya pelatihannya bersifat hal-hal umum yang harus diketahui oleh petugas.”


(45)

Pelayanan yang memuaskan tidak hanya adil atau netral maupun tidak diskriminatif tapi juga harus cepat dan tepat serta dilayani oleh petugas yang ramah dan sopan. Pelayanan yang cepat dan tepat akan membuat pelanggan senang ditambah dengan sikap petugas yang ramah dan sopan dalam melayani pelanggan. Seperti halnya yang dialami oleh bu Lisken Manurung yang mengatakan bahwa;

”petugas sudah melayani dengan cepat dan tepat, petugas biasanya memanggil nama sesuai dengan yaang tertera di rekening listrik, hal ini dilakukan supaya pelanggan tidak lelah berdiri menunggu antrian, tapi apabila sedang sunyi saya langsung dilayani oleh petugas tanpa harus menunggu lagi. Mereka juga bersifat ramah dan sopan. Jika sudah pada giliran saya, petugas senyum dan menyapa saya, walaupun mungkin kadang hanya sekedar basa-basi dan tidak lupa mengucapkan terimakasih.”

Hal serupa juga diakui oleh ibu Paulina Sitorus;

”sewaktu saya datang untuk membayar rekening, biasanya petugas menyapa saya dengan ramah dan berkata dengan sopan. Petugas melayani saya dengan cepat, karena masih banyak pelanggan yang antri di belakang saya, sehingga petugas tidak bisa berlama-lama melayani/berhadapan dengan pelanggan, namun walaupun begitu petugas tidak pernah mengabaikan dan bersikap tidak sopan kepada para pelanggan.”

Bu Lisda Sitorus mengatakan;

”saya harus melayani pelanggan dengan cepat dan tepat, biasanya pelanggan langsung memasang wajah kecewa apabila mereka harus menunggu lama, dan kadang ada saja pelanggan yang marah-marah kalau pelayanan saya lambat, apalagi bila ada kekeliruan. Bahkan bisa di maki kalau bersikap tidak sopan dan ramah. Disamping tuntutan pelayanan, hal tersebut diatas membuat para petugas untuk selalu ramah dan sopan dalam melayani pelanggan.”

Untuk mendukung terciptanya pelayanan yang cepat dan tepat, PLN juga memanfaatkan kecanggihan teknologi, jadi pelayanan seperti pembayaran rekening sudah bisa dilakukan dengan sistem online, dimana para pelanggan bisa membayar rekening melalui ATM dan langsung ke bank bersangkutan dan PLN juga membuka pelayanan pembayaran rekening di kantor Pos. Hal ini diungkapkan oleh pak Jhonson Pardosi, Supervisor Pelayanan Pelanggan;


(46)

”Untuk memudahkan masyarakat dan menciptakan pelayanan yang cepat, PLN membuka pelayanan pembayaran rekening di bank-bank dan ATM bersangkutan. Seperti BNI, BRI, BCA, dan bank BUKOPIN. PLN juga membuka pelayanan pembayaran rekening di Kantor Pos. Bank-bank yang ditunjuk tersebut hanya melayani pembayaran sesuai dengan daerahnya, seperti pembayaran rekening disemua daerah di Sumatera Utara dilakukan oleh bank tersebut yang juga berada di Sumatera Utara. Begitu juga dengan Kantor Pos.”

Bagaimana pegawai PLN melayani masyarakat seringkali menjadi acuan bagi masyarakat untuk memberikan penilaian. Walaupun demikian kita tidak bisa begitu saja memvonis bahwa PLN harus bertindak tanpa cela, karena setiap organisasi selalu berusaha untuk bekerja maksimal dan memenuhi standar pelayanan yang sudah diatur dalam KEPMENPAN No. 63 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dimana yang menjadi intinya adalah tersedianya sarana dan prasarana penunjang pelayanan yang memadai. Sarana dan prasarana yang lengkap akan mengarah pada terciptanya rasa nyaman dan aman bagi pelanggan. PLN juga berupaya untuk memenuhi sarana dan prasarana tersebut, namun seperti yang dituturkan oleh D Manurung,

”Ruang tunggu seharusnya dilengkapi dengan bangku tunggu yang cukup, namun yang ada sangat terbatas(empat bangku), sehingga kalau sedang antri banyak dari pelanggan menunggu sambil berdiri. Fasilitasnya harus ditambahi, supaya para pelanggan nyaman sewaktu menunggu giliran.”

Hal serupa juga didukung oleh pak Ramses Hutajulu, Manager Ranting;

”hal-hal yang perlu diperhatikan dan diperlengkapi adalah fasilitas untuk pelanggan dan juga fasilitas untuk para pegawai, seperti ruangan kerja yang lebih luas. Karena hal ini akan mempengaruhi kinerja dari pegawai serta pemenuhan kepuasan pelanggan dalam hal kenyamanan. Jumlah pegawai juga perlu ditambah, hal ini untuk mendukung agar pekerjaan bisa diselesaiakan dengan cepat.”

Satu lagi yang menjadi perhatian masyarakat adalah kejujuran dari petugas serta kewajaran biaya yang harus dibayar oleh pelanggan. Pada dasarnya pelanggan tidak mau di bohongi oleh petugas, pelanggan akan marah dan kecewa apabila mengetahui


(47)

bahwa mereka dibohongi oleh petugas, begitu juga dengan tarif atau biaya yang harus dibayar oleh pelanggan, biaya tersebut harus sebanding dengan jasa atau tenaga yang dipakai oleh pelanggan. Ibu Jojor Sipahutar mengatakan;

”saya pernah membayar rekening yang cukup tinggi, yang menurut saya tidak seperti biasanya, karena beban yang saya pakai biasanya tidak jauh berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya, jadi begitu juga dengan biaya pembayarannya. Tapi itu jarang terjadi. Setelah dijelaskan ternyata ada kesalahan pencatatan meteran. Para petugas selalu jujur, menjawab pertanyaan saya, dan juga waktu mengembalikan sisa uang yang saya bayar untuk rekening, mereka juga kadang menolak apabila saya membiarkan uang saya tertinggal, dan bila saya lupa mengambilnya, biasanya pada pembayaran pada bulan mendatang mereka selalu mengingatkan bahwa saya memiliki sisa uang yang tertinggal disana. ”

Ibu Berliana Simatupang juga mengiyakan;

”saya tidak pernah menemukan pembengkakan rekening, tapi teman saya pernah mengalaminya, sedangkan kalau masih ada sisa uang pembayaran rekening, petugas selalu mengembalikan, mereka akan mengingatkan saya apabila saya lupa memintanya. ”

Hal tersebut juga diakui oleh ibu Lisda Sitorus;

”saya selalu berusaha untuk menjawab dengan jujur setiap pertanyaan yang diajukan oleh pelanggan tapi sebatas hal yang boleh diketahui oleh pelanggan atau yang menjadi hak peanggan untuk mengetahuinya. Dan bila ada sisa uang dari pembayaran listrik, saya selalu mengembalikannya, dan apabila mereka lupa mengambilnya, saya akan mencatatnya dan pada bulan depan saat mereka datang membayar, saya akan mengingatkan mereka bahwa ada sisa uang mereka yang tertinggal.”

Beberapa tahun belakangan ini citra PLN dinilai buruk dibeberapa daerah, terutama di kota-kota besar, hal ini disebabkan pemadaman bergilir maupun padamnya lisrik karena ada gangguan diluar kendali manusia. Walaupun demikian, pihak PLN sendiri tidak menginginkan adanya pemadaman karena pemadaman juga sangat merugikan pihak PLN, hal ini seperti diutarakan oleh Manajer PLN Ranting Porsea, Pak Ramses Hutajulu;

”pemadaman dilakukan karena 2 hal, pertama karena adanya pemeliharaan pembangkit dan kedua pemadaman bergilir yang bersifat insidentil oleh pembangkit.


(48)

Biasanya pemadaman tersebut diberitakan di surat kabar. Sedangkan padamnya listrik yang tiba-tiba(tidak ada pemberitahuan) itu dikarenakan adanya gangguan yang disebabkan adanya pohon tumbang, mobil menabrak tiang listrik, sehingga secara otomatis listrik akan padam. Pemadaman tidak hanya merugikan masyarakat sebagai pelanggan, tapi juga merugikan PLN, karena dengan pemadaman tersebut, PLN harus kehilangan tenaga listrik yang ada pada jaringan”.

Masyarakat merasa kecewa apabila ada pemadaman listrik. Sehingga rasa ketidakpuasan muncul karena pemadaman listrik. Banyak dari masyarakat yang tidak mengetahui akan adanya pemadaman bergilir oleh PLN. Pemadaman dianggap karena menganggu kenyamanan masyarakat. seperti dikemukakan oleh pak J Sirait;

”pemadaman listrik mengganggu aktifitas keluarga, saat malam listrik sangat diperlukan, bukan hanya untuk penerangan tapi juga untuk memasak nasi dengan alat elektronik, dan juga waktu menonton televisi. Karena disaat malam saya menggunakan waktu untuk berkumpul bersama, pemadaman akan sangat mengganggu kenyamanan karena keadaan menjadi gelap. Saya tidak pernah mendengar atau mendapat pemberitahuan akan pemadaman listrik.”

Hal senada juga diungkapkan oleh ibu N Butar-butar;

”saya tinggal sendirian dirumah, teman saya hanyalah televisi, jadi sambil menunggu waktu tidur saya menonton televisi, jadi apabila listrik padam saya terpaksa keluar rumah. Saya tidak pernah tahu apabila listrik bakal padam.”

Namun lain hal dengan ibu Berliana Simatupang yang merupakan pedagang kebutuhan sehari-hari masyarakat:

”apabila pemadaman listrik dilakukan pada malam hari, maka barang dagangan saya menjadi laku karena banyak orang akan membeli lilin dan lampu yang berbahan bakar minyak tanah. Apalagi lilin yang biasanya hanya laku di waktu-waktu tertentu, jadi lilin akan laku banyak saat sedang padam listrik.”

Sedangkan pak Jhonson D Pardosi, Supervisor Pelayanan Pelanggan di PLN Ranting Porsea, mengatakan bahwa;

”pemadaman memang bakal mengecewakan masyarakat, tapi kami selaku pihak PLN juga mengalami kerugian karena akan adanya daya listrik yang terbuang karena pemadaman listrik, namun pemadaman harus dilakukan sesuai dengan perintah PLN Wilayah, sedangkan pemberitahuan pemadaman listrik disosialisasikan melalui siaran radio.”


(49)

Walaupun demikian masyarakat tetap merasa puas dengan kinerja PLN. Pemadaman listrik tidak serta merta memberikan citra negatif kepada PLN. Pelayanan yang memuaskan lebih pada pelayanan yang bersifat kontak langsung dengan petugas PLN sendiri. Seperti yang dikemukakan oleh ibu Lisken Manurung;

”pemadaman listrik di daerah ini termasuk jarang dilakukan dibandingkan dengan daerah-daerah yang ada di Sumut, seperti yang disiarkan di televisi. Pada umumnya masyarakat kebanyakan hanya menggunakan listrik untuk penerangan saja. Menurut saya PLN telah bekerja dengan baik, pelayanan yang mereka berikan sudah cukup memuaskan bagi saya dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Sewaktu saya membayar biaya listrik, mereka melayani saya dengan ramah, dari situ saya menganggap bahwa mereka telah berusaha bekerja dengan baik”

Pak P Manurung menuturkan;

”selama ini saya merasa kalau PLN sudah bekerja dengan cukup baik, paling yang perlu ditingkatkan adalah pas pembayaran rekening tidak ada yang salah dengan meteran, seperti biaya yang harus dibayar akan tinggi karena meteran tinggi, padahal kami tidak menggunakan listrik hingga sebanyak itu. Tapi secara keseluruhan PLN sudah bekerja dengan cukup memuaskan, terserah kata orang lain, manusia kan tidak ada yang sempurna, petugas PLN juga kan sama seperti saya.”

Dari pernyataan pak P Manurung diatas, masyarakat memandang berbeda apa yang menjadi indikator kepuasan itu. Masyarakat menganggap listrik menyala saja sudah cukup memuaskan seperti yang diungkapkan oleh ibu R Sitorus;

”kalau listrik padam di siang hari, itu tidak masalah bagi saya, karena saya hanya membutuhkan listrik pada malam hari saja untuk penerangan, jadi saya sudah puas dengan kinerja PLN.”

Penilaian masyarakat memang berbeda-beda, tapi mereka tetap menganggap bahwa PLN sudah bekerja dengan cukup memuaskan. Beberapa dari masyarakat menganggap bahwa kinerja PLN saat ini sudah cukup memuaskan, namun ada juga yang mengharapkan agar kedepannya PLN meningkatkan pelayanannya, seperti intensitas pemadaman listrik sampai sangat jarang dilakukan, karena bagaimanapun


(50)

masyarakat akan kecewa terhadap pemadaman listrik tersebut, pencatatan meteran agar dilakukan dengan teliti serta sarana dan prasarana seperti bangku di ruang tunggu di kantor PLN saat antri pembayaran rekening agar ditambahi. Seperti dikemukakan oleh ibu N Pahotan;

”listrik memang kadang padam namun pihak PLN sudah bekerja dengan baik, jadi sebaiknya PLN mempertahankan kinerja nya ini, supaya masyarakat tetap puas, dan kalau memang ingin ditingkatkan, PLN bekerja semakin baik saja kedepannya”.

Menurut ibu Lisken Manurung;

”hingga saat ini PLN sudah bekerja dengan baik, saya sudah merasa puas dengan kerja mereka, paling bila ada yang ingin diperbaiki, sebaiknya fasilitas di ruang tunggu seperti bangku untuk duduk menunggu giliran/antrian saat pembayaran rekening ditambahi, namun secara keseluruhan PLN sudah bekerja dengan baik.”

Pak Jhonson D Pardosi, Supervisor Pelayanan Pelanggan di PLN Ranting Porsea, mengatakan bahwa;

“kebanyakan dari para pelanggan sudah merasa puas, hal ini ditunjukkan dengan hasil evaluasi terhadap para pegawai. Para pegawai melaporkan setiap pekerjaannya selama sebulan (lapran tiap bulan), termasuk hal-hal yang menjadi kendala saat melayani/memberikan pelayanan kepada pelanggan, jadi dari laporan itu saya bisa menegtahui keluhan-keluhan dari pelanggan. Keluhan-keluhan yang diterima lebih pada kesalahan/pembengkakan rekening, hal ini merupakan kesalahan dari petugas pencatat meteran. Memang petugas pencatat/baca meteran adalah petugas yang berstatus hasil Outsourcing, namun petugas tersebut juga mendapatkan pelatihan seputar tugas-tugasnya. Petugas tersebut juga mendapatkan teguran setiap kali melakukan kesalahan. Dan apabila kesalahan ssering terulang, gaji si pencatat meteran akan dipotong. Petugas pencatat meteran minimal berpendidikan akhir SMA sederajat.”


(1)

Hasil Wawancara dengan Informan Nama Lisken manurung Umur 45 tahun

Pekerjaan Kepala Desa

1. Sewaktu membayar rekening saya tidak menemui kesulitan, petugas langsung melayani saya tanpa melayani orang lain bersamaan, petugas tidak berbelit-belit saat menjelaskan maupun bertanya kepada pelanggan, semua urusan mudah dan lancar. Petugas langsung melayani pelanggan dengan cepat sesuai dengan gilirannya.

2. Petugas PLN sewaktu pembayaran rekening telah berlaku adil, tidak membeda-bedakan pelanggan, semua pelanggan diperlakukan sama dan merata serta disuruh harus antri sewaktu membayar rekening, kalau tidak antri pelanggan tidak dilayani. Siapa yang datang duluan maka dialah yang duluan dilayani.

3. Saya tidak pernah menemukan pembengkakan rekening, tapi teman saya pernah mengalaminya, sedangkan kalau masih ada sisa uang pembayaran rekening, petugas selalu mengembalikan, mereka akan mengingatkan saya apabila saya lupa memintanya.

4. Apabila pemadaman listrik dilakukan pada malam hari, maka barang dagangan saya menjadi laku karena banyak orang akan membeli lilin dan lampu yang berbahan bakar minyak tanah. Apalagi lilin yang biasanya hanya laku di waktu-waktu tertentu, jadi lilin akan laku banyak saat sedang padam listrik.

5. Petugas selalu ada diruangannya saat saya datang untuk membayar rekening, petugas melayani pelanggan sesuai persyaratan yang ada, petugas juga sudah bekerja dengan baik, saya tidak pernah mendapatkan jawaban ’tidak tahu’ ketika saya bertanya kepada petugas.

6. Petugas sudah melayani dengan cepat dan tepat, petugas biasanya memanggil nama sesuai dengan yaang tertera di rekening listrik, hal ini dilakukan supaya pelanggan tidak lelah berdiri menunggu antrian, tapi apabila sedang sunyi saya langsung dilayani oleh petugas tanpa harus menunggu lagi. Mereka juga bersifat ramah dan sopan. Jika sudah pada giliran saya, petugas senyum dan menyapa saya, walaupun mungkin kadang hanya sekedar basa-basi dan tidak lupa mengucapkan terimakasih.


(2)

7. Ruang tunggu seharusnya dilengkapi dengan bangku tunggu yang cukup, namun yang ada sangat terbatas(empat bangku), sehingga kalau sedang antri banyak dari pelanggan menunggu sambil berdiri. Fasilitasnya harus ditambahi, supaya para pelanggan nyaman sewaktu menunggu giliran.

8. Saya tidak pernah menemukan pembengkakan rekening, tapi teman saya pernah mengalaminya, sedangkan kalau masih ada sisa uang pembayaran rekening, petugas selalu mengembalikan, mereka akan mengingatkan saya apabila saya lupa memintanya.

9. Pemadaman listrik di daerah ini termasuk jarang dilakukan dibandingkan dengan daerah-daerah yang ada di Sumut, seperti yang disiarkan di televisi. Pada umumnya masyarakat kebanyakan hanya menggunakan listrik untuk penerangan saja. Menurut saya PLN telah bekerja dengan baik, pelayanan yang mereka berikan sudah cukup memuaskan bagi saya dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Sewaktu saya membayar biaya listrik, mereka melayani saya dengan ramah, dari situ saya menganggap bahwa mereka telah berusaha bekerja dengan baik. 10.Hingga saat ini PLN sudah bekerja dengan baik, saya sudah merasa puas dengan

kerja mereka, paling bila ada yang ingin diperbaiki, sebaiknya fasilitas di ruang tunggu seperti bangku untuk duduk menunggu giliran/antrian saat pembayaran rekening ditambahi, namun secara keseluruhan PLN sudah bekerja dengan baik.


(3)

Nama Berliana Simatupang Umur 55 tahun

Pekerjaan Pedagang

1. Sewaktu membayar rekening saya tidak menemui kesulitan, petugas langsung melayani saya tanpa melayani orang lain bersamaan, petugas tidak berbelit-belit saat menjelaskan maupun bertanya kepada pelanggan, semua urusan mudah dan lancar. Petugas langsung melayani pelanggan dengan cepat sesuai dengan gilirannya.

2. Petugas PLN sewaktu pembayaran rekening telah berlaku adil, tidak membeda-bedakan pelanggan, semua pelanggan diperlakukan sama dan merata serta disuruh harus antri sewaktu membayar rekening, kalau tidak antri pelanggan tidak dilayani. Siapa yang datang duluan maka dialah yang duluan dilayani.

3. Saya tidak pernah menemukan pembengkakan rekening, tapi teman saya pernah mengalaminya, sedangkan kalau masih ada sisa uang pembayaran rekening, petugas selalu mengembalikan, mereka akan mengingatkan saya apabila saya lupa memintanya.

4. Apabila pemadaman listrik dilakukan pada malam hari, maka barang dagangan saya menjadi laku karena banyak orang akan membeli lilin dan lampu yang berbahan bakar minyak tanah. Apalagi lilin yang biasanya hanya laku di waktu-waktu tertentu, jadi lilin akan laku banyak saat sedang padam listrik.

5. Petugas selalu ada diruangannya saat saya datang untuk membayar rekening, petugas melayani pelanggan sesuai persyaratan yang ada, petugas juga sudah bekerja dengan baik, saya tidak pernah mendapatkan jawaban ’tidak tahu’ ketika saya bertanya kepada petugas.

6. Petugas sudah melayani dengan cepat dan tepat, petugas biasanya memanggil nama sesuai dengan yaang tertera di rekening listrik, hal ini dilakukan supaya pelanggan tidak lelah berdiri menunggu antrian, tapi apabila sedang sunyi saya langsung dilayani oleh petugas tanpa harus menunggu lagi. Mereka juga bersifat ramah dan sopan. Jika sudah pada giliran saya, petugas senyum dan menyapa saya, walaupun mungkin kadang hanya sekedar basa-basi dan tidak lupa mengucapkan terimakasih.

7. Ruang tunggu seharusnya dilengkapi dengan bangku tunggu yang cukup, namun yang ada sangat terbatas(empat bangku), sehingga kalau sedang antri banyak dari


(4)

pelanggan menunggu sambil berdiri. Fasilitasnya harus ditambahi, supaya para pelanggan nyaman sewaktu menunggu giliran.

8. Saya tidak pernah menemukan pembengkakan rekening, tapi teman saya pernah mengalaminya, sedangkan kalau masih ada sisa uang pembayaran rekening, petugas selalu mengembalikan, mereka akan mengingatkan saya apabila saya lupa memintanya.

9. Pemadaman listrik di daerah ini termasuk jarang dilakukan dibandingkan dengan daerah-daerah yang ada di Sumut, seperti yang disiarkan di televisi. Pada umumnya masyarakat kebanyakan hanya menggunakan listrik untuk penerangan saja. Menurut saya PLN telah bekerja dengan baik, pelayanan yang mereka berikan sudah cukup memuaskan bagi saya dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Sewaktu saya membayar biaya listrik, mereka melayani saya dengan ramah, dari situ saya menganggap bahwa mereka telah berusaha bekerja dengan baik. 10.Hingga saat ini PLN sudah bekerja dengan baik, saya sudah merasa puas dengan

kerja mereka, paling bila ada yang ingin diperbaiki, sebaiknya fasilitas di ruang tunggu seperti bangku untuk duduk menunggu giliran/antrian saat pembayaran rekening ditambahi, namun secara keseluruhan PLN sudah bekerja dengan baik


(5)

Nama : Paulina Sirait Usia : 46 tahun Pekerjaan :Petani

1. Apabila pemadaman listrik dilakukan pada malam hari, maka barang dagangan saya menjadi laku karena banyak orang akan membeli lilin dan lampu yang berbahan bakar minyak tanah. Apalagi lilin yang biasanya hanya laku di waktu-waktu tertentu, jadi lilin akan laku banyak saat sedang padam listrik.

2. Petugas selalu ada diruangannya saat saya datang untuk membayar rekening, petugas melayani pelanggan sesuai persyaratan yang ada, petugas juga sudah bekerja dengan baik, saya tidak pernah mendapatkan jawaban ’tidak tahu’ ketika saya bertanya kepada petugas.

3. Petugas sudah melayani dengan cepat dan tepat, petugas biasanya memanggil nama sesuai dengan yaang tertera di rekening listrik, hal ini dilakukan supaya pelanggan tidak lelah berdiri menunggu antrian, tapi apabila sedang sunyi saya langsung dilayani oleh petugas tanpa harus menunggu lagi. Mereka juga bersifat ramah dan sopan. Jika sudah pada giliran saya, petugas senyum dan menyapa saya, walaupun mungkin kadang hanya sekedar basa-basi dan tidak lupa mengucapkan terimakasih.

4. Ruang tunggu seharusnya dilengkapi dengan bangku tunggu yang cukup, namun yang ada sangat terbatas(empat bangku), sehingga kalau sedang antri banyak dari pelanggan menunggu sambil berdiri. Fasilitasnya harus ditambahi, supaya para pelanggan nyaman sewaktu menunggu giliran.

5. Saya tidak pernah menemukan pembengkakan rekening, tapi teman saya pernah mengalaminya, sedangkan kalau masih ada sisa uang pembayaran rekening, petugas selalu mengembalikan, mereka akan mengingatkan saya apabila saya lupa memintanya.

6. Pemadaman listrik di daerah ini termasuk jarang dilakukan dibandingkan dengan daerah-daerah yang ada di Sumut, seperti yang disiarkan di televisi. Pada umumnya masyarakat kebanyakan hanya menggunakan listrik untuk penerangan saja. Menurut saya PLN telah bekerja dengan baik, pelayanan yang mereka berikan sudah cukup memuaskan bagi saya dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Sewaktu saya membayar biaya listrik, mereka melayani saya dengan ramah, dari situ saya menganggap bahwa mereka telah berusaha bekerja dengan baik.


(6)

7. Hingga saat ini PLN sudah bekerja dengan baik, saya sudah merasa puas dengan kerja mereka, paling bila ada yang ingin diperbaiki, sebaiknya fasilitas di ruang tunggu seperti bangku untuk duduk menunggu giliran/antrian saat pembayaran rekening ditambahi, namun secara keseluruhan PLN sudah bekerja dengan baik. 8. Saya pernah membayar rekening yang cukup tinggi, yang menurut saya tidak

seperti biasanya, karena beban yang saya pakai biasanya tidak jauh berbeda dengan bulan-bulan sebelumnya, jadi begitu juga dengan biaya pembayarannya. Tapi itu jarang terjadi. Setelah dijelaskan ternyata ada kesalahan pencatatan meteran. Para petugas selalu jujur, menjawab pertanyaan saya, dan juga waktu mengembalikan sisa uang yang saya bayar untuk rekening, mereka juga kadang menolak apabila saya membiarkan uang saya tertinggal, dan bila saya lupa mengambilnya, biasanya pada pembayaran pada bulan mendatang mereka selalu mengungatkan bahwa saya memiliki sisa uang yang tertinggal disana.

9. Sewaktu membayar rekening, saya hanya membayar sesuai dengan jumlah yang tertera pada kertas rekening. Petugas juga tidak pernah menambah-nambahi jumlah pembayaran, karena para pelanggan akan melihat jumlah yang harus dibayar sudah tertera pada blangko rekening. Jumlah yang saya batar juga sudah wajar, karena menurut saya penggunaan listrik saya tidak berbeda dari bulan ke bulan, jadi biasanya biaya rekeningnya sama/tidak jauh berbeda

10.Sewaktu saya datang untuk membayar rekening, biasanya petugas menyapa saya dengan ramah dan berkata dengan sopan. Petugas melayani saya dengan cepat, karena masih banyak pelanggan yang antri di belakang saya, sehingga petugas tidak bisa berlama-lama melayani/berhadapan dengan pelanggan, namun walaupun begitu petugas tidak pernah mengabaikan dan bersikap tidak sopan kepada para pelanggan.