BAB IV PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK
A. Prosedur-prosedur dalam Pemeriksaan Pajak.
Prosedur Pemeriksaan Lapangan Dasar hukumnya adalah Keputusan Menteri Keuangan No. 545KMK.042000
tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak yang telah diubah menjadi Peraturan Menteri Keuangan No. 123PMK.032006, Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-
123PJ2006 tentang Petunjuk Pemeriksaan Lapangan, serta Peraturan Menteri Keuangan No. 199PMK.032007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.
75
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
76
1 Pemeriksa Pajak datang ke tempat Wajib Pajak yang akan diperiksa dengan
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak yang dilampirkan dengan fotocopy Surat Perintah Pemeriksaan, serta menjelaskan
maksud dan tujuan pemeriksaan. 2
Pemeriksaan Pajak melakukan peminjaman buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen. Buku dan dokumen yang diperlukan dan ditemukan pada
pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, dipinjam pada saat itu juga, dapat berupa fotocopy danatau hasil pengolahan data elektronik, dengan syarat Wajib Pajak
membuat Surat Pernyataan sesuai dengan aslinya.
75
Pardiat, Pemeriksaan Pajak Edisi Kedua, Jakarta: PT. Mitra Wacana Media, 2008, hal. 58.
76
Ibid, hal. 59.
75
Universitas Sumatera Utara
Buku dan dokumen yang belum dipinjam pada saat pelaksanaan pemeriksaan, Wajib Pajak wajib untuk memenuhi permintaan peminjaman buku-buku tersebut
dalam jangka waktu paling lama 7 tujuh hari sejak tanggal permintaan peminjaman buku dan dokumen oleh Pemeriksa Pajak. Bila dalam hal buku-buku,
catatan-catatan dan dokumen-dokumen perlu dilindungi kerahasiaannya atau sangat banyak jumlahnya sehingga sulit untuk dibawa, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan agar pelaksanaan pemeriksaan lapangan dapat dilakukan ditempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus untuk itu.
Akan tetapi, bila data hasil pengolahan elektronik disimpan dalam media disket, compact disk, tape back up, hard disk atau media penyimpanan lainnya
yang tidak dapat diperiksa karena kendala teknis, dapat dimintakan bantuan Tenaga Ahli untuk melakukan pengubahan media sehingga data tersebut dapat
diperiksa. Wajib Pajak yang tidak memenuhi jangka waktu penyerahan buku-buku yang ditentukan Surat Peringatan I Pertama pada hari kerja berikutnya, jangka
waktu adalah 3 tiga hari sejak tanggal dikirimnya masing-masing Surat Peringatan.
Bila jangka waktu dalam Surat Peringatan I Pertama terlewati dan Wajib Pajak belum menyerahkan buku-buku, dikirim Surat Peringatan II Kedua pada
hari kerja berikutnya. Dan bila jangka waktu dalam Surat Peringatan II Kedua terlewati dan Wajib Pajak tidak memenuhi, pemeriksa Pajak membuat Berita
Acara tidak dapat dipenuhi peminjaman buku, catatan dan dokumen.
77
Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak dapat memanggil Wajib Pajak untuk mendapatkan keterangan Wajib Pajak dan bila
dipandang perlu, dapat dituangkan dalam Berita Acara Pemberian Keterangan
77
Ibid, hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
Wajib Pajak. Pemeriksa Pajak wajib mengembalikan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang dipinjam dari Wajib Pajak paling lama 14 empat belas
hari sejak selesainya pemeriksaan. 3
Meminta Keterangan Pihak ketiga, yaitu Pemeriksa Pajak melalui Kepala Unit Pelaksana Pemeriksa Pajak dapat meminta keterangan atau bukti yang berkaitan
dengan pemeriksaan yang sedang dilakukan terhadap Wajib Pajak kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-undang No. 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 tujuh hari sejak
diterimanya surat permintaan keterangan atau bukti. Apabila jangka waktu tersebut tidak dipenuhi, maka akan diberikan Surat Peringatan I Pertama, bila
tidak juga mendapat tanggapan dari Wajib Pajak tersebut, maka dikirim Surat Peringatan II Kedua. Bila setelah Surat Peringatan II Kedua tidak dipenuhi,
Pemeriksa Pajak membuat Berita Acara dipenuhinya Permintaan KeteranganBukti dari Pihak Ketiga dan dapat melaporkan kepada pihak
kepolisian tempat Pihak Ketiga tersebut berdomisili atau berkedudukan.
78
4 Laporan Pemeriksaan Pajak LPP, hasil pemeriksaan Pajak dituangkan dalam
Laporan Pemeriksaan Pajak setelah disetujui oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak UPPP, diberitahukan kepada Wajib Pajak dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan SPHP dilampiri dengan Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak.
Wajib Pajak dalam jangka waktu 7 tujuh hari sejak tanggal SPHP diterima, memberikan tanggapan tertulis, baik setuju maupun tidak setuju, Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu pemberian
78
Ibid, hal. 61.
77
Universitas Sumatera Utara
tanggapan kepada Kepala UPPP. Setelah menerima SPHP, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang
berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan SPT. Wajib Pajak yang menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, menandatangani
Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan STHP, Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan PPHP, Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan BAPHP dan
mengembalikan kepada Kepala UPPP. Tapi Bagi yang tidak setuju dengan sebagian ataupun seluruh hasil pemeriksaan, dapat menyampaikan Surat
Tanggapan Hasil Pemeriksaan STHP dilampiri bukti-bukti pendukung sanggahan serta penjelasan seperlunya kepada Kepala UPPP. Surat Tanggapan
Hasil Pemeriksaan STHP dibahas oleh Tim Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak dalam rangka melakukan Pembahasan Hasil Pemeriksaan Closing
Reference; Wajib Pajak atau kuasanya dapat didampingi oleh Konsultan Pajak atau Akuntan Publik.
79
Hasil pembahasan akhir dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan beserta lampirannya, ditandatangani Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak dan
Dalam hal masih terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pemeriksaan dan tanggapan, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Kepala UPPP
agar perbedaan tersebut dibahas terlebih dahulu oleh Tim Pembahas. Proses Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sampai dengan persetujuan Berita Acara Hasil
Pemeriksaan Closing Reference harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 3 tiga minggu untuk Pemeriksaan Lengkap PL dan 2 dua minggu untuk
pemeriksaan Sederhana Lapangan PSL terhitung sejak Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan SPHP diterima Wajib Pajak.
79
Ibid, hal. 63.
78
Universitas Sumatera Utara
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Laporan Pemeriksaan Pajak LPP; selanjutnya sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak. Apabila Wajib Pajak
tidak memberikan tanggapan danatau tidak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dibuatkan Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan.
5 Tata Cara Pembahasan Akhir dalam Pemeriksaan Lapangan menurut Pasal 15
Peraturan Menteri Keuangan RI No. 123PMK.032006 adalah dalam rangka Pembahasan Akhir Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara
tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi
Wajib Pajak yang wajib ditanggapi secara tertulis. Berdasarkan tanggapan Wajib Pajak tersebut, Pemeriksa Pajak mengundang
Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahsan Akhir Hasil Pemeriksaan dimana Wajib Pajak boleh didampingi oleh Konsultan Pajak danatau Akuntan Publik.
Akan tetapi, apabila Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan danatau tidak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, wajib dibuatkan Berita Acara,
Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak diterbitkan secara jabatan berdasarkan Hasil Pemeriksaan yang disampaikan kepada Wajib Pajak.
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Wajib Pajak tidak dilakukan bila pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan Penyidikan.
80
Dasar hukumnya adalah Keputusan Menteri Keuangan No. 545KMK.042000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak yang telah diubah menjadi Peraturan Menteri
Keuangan No. 123PMK.032006 dan terakhir Peraturan Menteri Keuangan Nomor
Prosedur Pemeriksaan Kantor
80
Ibid, hal. 64.
79
Universitas Sumatera Utara
199PMK.032007 serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-142PJ2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kantor.
81
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
82
1 Surat Perintah Pemeriksaan Pajak SPPP dapat diterbitkan untuk 1 satu atau
beberapa Masa Pajak dalam suatu Tahun Pajak atau untuk 1 satu Tahun Pajak terhadap 1 satu Wajib Pajak, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak UPPP
memanggil Wajib Pajak dengan menggunakan Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan dan Dokumen
yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak yang dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan dan Dokumen yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak;
2 Pemeriksa Pajak harus memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak
dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak kepada Wajib Pajak yang diperiksa; 3
Surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak harus sudah dikirimkan kepada Wajib Pajak paling lama 3 tiga hari setelah tanggal penerbitan SPPP kepada
Wajib Pajak yang diperiksa dan Wajib Pajak harus memenuhi panggilan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan dalam Surat Panggilan dalam
rangka Pemeriksaan Pajak dengan membawa buku, catatan dan dokumen yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak dan dibuatkan bukti pinjaman atau pengembalian
dengan rinci dan jelas oleh Pemeriksa Pajak; bila buku-buku, catatan-catatan dan dokumen yang dipinjam berupa fotokopi harus dinyatakan sesuai dengan aslinya
dengan Surat Pernyataan Wajib Pajak; 4
Terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi panggilan segera diterbitkan Surat Panggilan kedua, bila masih tidak dipenuhi, maka Pemeriksa membuat Berita
Acara Tidak Dipenuhinya Panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak dan Kepala
81
Ibid, hal. 71.
82
Ibid, hal. 72.
80
Universitas Sumatera Utara
KPP dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak secara jabatan; penghasilan nettonya dapat dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atau
cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 5 Undang-undang No. 17 Tahun 2000;
83
5 Dalam rangka Pemeriksaan Sederhana Kantor, Pemeriksa dapat memanggil wajib
pajak untuk memberikan penjelasan sehubungan dengan buku-buku, catatan- catatan dan dokumen-dokumen yang telah diserahkan atau sehubungan dengan
data lainnya. Pemeriksa mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan SPHP berserta lampirannya melalui faksimili, pos tercatat, atau jasa pengirim
lainnya dan dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam SPHP, Wajib Pajak harus memberikan tanggapan tertulis baik setuju maupun tidak setuju atas temuan
hasil pemeriksaan dengan menggunakan formulir Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan STHP;
6 Wajib Pajak yang menyetujui seluruh hasil pemeriksaan harus menandatangani
STHP beserta Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan dan Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan serta menyerahkan kembali kepada Kepala
UPPP, namun Wajib Pajak yang tidak setuju atas sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan harus mengisi, menandatangani dan menyampaikan STHP kepada
kepada Kepala UPPP dan dilampirkan dengan bukti-bukti pendukung sanggahan serta penjelasan seperlunya;
84
7 Berdasarkan tanggapan Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak mengirimkan Surat
Panggilan melalui faksimili, pos tercatat, atau jasa pengiriman lainnya kepada Wajib Pajak untuk menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan dalam rangka
pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang mana Wajib Pajak dapat
83
Ibid, hal. 73.
84
Ibid, hal. 74.
81
Universitas Sumatera Utara
didampingi oleh Konsultan Pajak atau Akuntan Publik yang melakukan audit atas laporan keungan Wajib Pajak untuk tahun pajak yang sedang diperiksa;
8 Hasil pembahasan akhir dituangkan dalam suatu Berita Acara Hasil Pemeriksaan
beserta lampirannya berupa Ikhtisar Pembahasan Akhir dan harus ditanda tangani Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Laporan Pemeriksaan Pajak, bila Wajib Pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan, Tim Pemeriksa Pajak membuat
catatan tentang penolakan tersebut dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan;
85
9 Proses pemberitahuan hasil pemeriksaan sampai dengan persetujuan atau
penandataganan Berita Acara Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil pemeriksaan harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 7 tujuh hari
sejak SPHP diterima Wajib Pajak, bila Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan danatau tidak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus dibuatkan
Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan atau Berita Acara Ketidakhadiran Wajib Pajak sebagai dasar penerbitan SKP berdasarkan hasil pemeriksaan yang
disampaikan kepada Wajib Pajak dan Bentuk formulir tersebut sudah tersedia.
Prosedur Pemeriksaan dengan Korespondensi Prosedurnya adalah sebagai berikut :
86
1 Surat Perintah Pemeriksaan Pajak SPPP diterbitkan untuk 1 satu atau beberapa
Masa Pajak dalam suatu Tahun Pajak atau untuk 1 satu Tahun Pajak terhadap beberapa Wajib Pajak, Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak UPPP
mengirimkan Surat Permintaan Keterangan dalam rangka Pemeriksaan dengan
85
Ibid, hal. 74.
86
Ibid, hal. 75.
82
Universitas Sumatera Utara
Korespondensi kepada Wajib Pajak yang dikirim melalui pos atau jasa pengiriman lainnya paling lama 1 satu hari setelah tanggal penerbitan SPPP;
2 Wajib Pajak harus memberikan keterangan, data dan informasi serta penjelasan
secara tertulis, dan atau meminjamkanmengirimkan buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen sesuai dengan surat permintaan keterangan melalui pos
atau jasa pengiriman lainnya paling lama 7 tujuh hari sejak tanggal pengiriman Surat permintaan keterangan dalam rangka pemeriksaan dengan Korespondensi
sesuai dengan cap posjasa pengiriman lainnya; 3
Apabila permintaan keterangan tersebut tidak dipenuhi sebagian atau seluruhnya, Pemeriksaan mengirimkan surat permintaan keterangan kedua secara tertulis
melalui pos atau jasa pengiriman lainnya paling lama 1 satu hari sejak berakhirnya batas waktu sesuai dengan angka 2 diatas dan harus direspon oleh
Wajib Pajak secara tertulis melalui pos atau jasa tanggal pengiriman surat permintaan keterangan kedua sesuai dengan cap posjasa pengiriman lainnya;
4 Pemeriksa mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan SPHP melalui
pos atau jasa pengiriman lainnya paling lama 3 tiga hari sejak berakhirnya jangka waktu respon Wajib Pajak atau Surat Permintaan Keterangan kedua
sebagaimana tersebut pada angka 3 diatas dengan dilampiri Formulir Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan, Formulir Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil
Pemeriksaan, Formulir Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan; 5
Apabila Surat Permintaan Keterangan kedua tidak dipenuhi, pemeriksa membuat berita Acara tidak dipenuhinya Permintaan Keterangan beserta Berita Acara Tidak
Dipenuhinya Permintaan Keterangan Dalam Rangka Pemeriksaan dengan 83
Universitas Sumatera Utara
Korespondesi sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak secara jabatan, tanpa menunggu tanggapan Wajib Pajak;
87
6 Wajib Pajak harus memberikan tanggapan secara tertulis melalui pos atau jasa
pengiriman lainnya atas SPHP paling lama 3 tiga hari sejak tanggal pengiriman surat tersebut sesuai dengan cap posjasa pengiriman lainnya, bila Wajib Pajak
tidak menanggapi SPHP, pemeriksa membuat Berita Acara Tidak Ditanggapinya SPHP yang digunakan sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak secara
jabatan, bila berdasarkan STHP ternyata Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan, pemeriksa mengirimkan Surat Hasil Telaahan atas
Tanggapan Wajib Pajak dengan disertai alasannya dan mengirimkannya melalui pos atau jasa pengiriman lainnya paling lama 1 satu hari sejak diterimanya
STHP Wajib Pajak; 7
Setelah menerima surat hasil telaahan tersebut, Wajib Pajak harus menyatakan setuju atau tidak setuju dan mengirimkan tanggapan atas surat tersebut paling
lama 3 tiga hari sejak tanggal pengiriman Surat Hasil Telaahan atas Tanggapan Wajib Pajak sesuai dengan cap posjasa pengiriman lainnya dan bila Wajib Pajak
tidak menanggapi Surat Hasil Telaahan atas Tanggapan Wajib Pajak, Pemeriksaan membuat Berita Acara Tidak Ditanggapinya Surat Hasil Telaahan atas Tanggapan
Wajib Pajak yang digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak secara jabatan;
88
8 Apabila berdasarkan surat tanggapan sebagaimana dimaksud pada angka 7 diatas,
Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh Hasil Telaahan atas Tanggapan Wajib Pajak, maka Pemeriksa Pajak membuat, menandatangani dan
mengirimkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan Ikhtisar
87
Ibid, hal. 75.
88
Ibid, hal. 76.
84
Universitas Sumatera Utara
Hasil Pembahasan Akhir dalam 2 dua rangkap melalui pos atau jasa pengiriman lainnya paling lama 1 satu hari sejak diterimanya tanggapan dari Wajib Pajak;
9 Wajib Pajak harus menandatangani dan mengirimkan kembali melalui pos atau
jasa pengiriman lainnya Berita Acara Hasil Pemeriksaan dan Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir yang diterima paling lama 3 tiga hari sejak tanggal
pengiriman Berita Acara Hasil Pemeriksaan dan Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir sesuai dengan cap posjasa pengiriman lainnya;
10 Bila Wajib Pajak tidak mengirimkan kembali atau tidak menandatangani Berita
Acara Hasil Pemeriksaan dan Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir, Pemeriksa membuat catatan atas penolakan tersebut dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan;
11 Pemeriksa segera membuat Laporan Pemeriksaan Pajak dan Nota Penghitungan
sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan atau Surat Tagihan Pajak apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana tersebut pada angka 5, 6, 7 atau
10; Bentuk formulir dan petunjuk pengisian yang sudah tersedia.
Prosedur Pemeriksaan dengan Bukti Permulaan 1
Pemeriksaan Bukti Permulaan dapat dilaksanakan berdasarkan hasil analisis data, informasi, laporan, pengaduan, laporan pengamatan atau laporan
pemeriksaan pajak.
89
2 Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan baik untuk seluruh jenis pajak
maupun untuk satu jenis pajak oleh pemeriksa pajak dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang, yang
harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 dua bulan sejak tanggal Surat
89
Ibid, hal. 82.
85
Universitas Sumatera Utara
Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang disesuaikan dengan keadaan.
3 Sepanjang tidak diatur tersendiri dalam Keputusan ini, tata cara
Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan dengan berpedoman pada Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Perpajakan dan Pedoman Pelaksanaan
Pemeriksaan Lengkap yang berlaku. 4
Bahan bukti yang ditemukan dalam pemeriksaan bukti permulaan yang menimbulkan dugaan kuat tentang terjadinya tindak pidana di bidang
perpajakan danatau tindak pidana umum yang dilakukan oleh wajib pajak yang sedang diperiksa, danatau oleh pihak lain yang berkaitan dengan wajib
pajak, harus diamankan oleh Pemeriksa. 5
Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan harus dilaporkan dalam Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang berisi hal-hal yang meliputi posisi kasus,
modus operandi, uraian perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, penghitungan besarnya kerugian pada pendapatan negara, rincian macam dan jenis bahan bukti yang diperoleh, nama dan identitas
Tersangka atau para Tersangka, para Saksi, serta kesimpulan atau pendapat dan usul pemeriksa.
90
6 Laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan disampaikan kepada Pejabat yang
berwenang yang menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan dan diusulkan kepada Direktur Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak
untuk penentuan tindak lanjutnya.
90
Ibid, hal. 83.
86
Universitas Sumatera Utara
7 Laporan bukti permulaan dapat digunakan sebagai dasar penerbitan surat
Ketetapan danatau penyidikan pajak danatau pembuatan laporan pengaduan adanya tindak pidana umum kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
8 Laporan Bukti Permulaan yang mengandung unsur adanya tindak pidana
umum akan diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Teknis.
B. Mekanisme Penyidikan Pajak, Wajib pajak yang Dikenakan Pemeriksaan dan Sanksi terhadap Pemeriksaan Pajak.
Mekanisme Penyidikan Pajak Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dilakukan bila :
91
a Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan pada
waktunya dan telah ditegur secara tertulis; b
Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan lain yang terdapat dalam huruf a diatas;
c Apabila Surat Pemberitahuan yang disampaikan menunjukkan adanya
kelebihan bayar; d
Dilakukan dalam hal penentuan besarnya jumlah angsuran Pajak dalam satu masa Pajak, khususnya bagi Wajib Pajak baru;
e Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas penetapan Pajak atau
banding atas keputusan keberatan tersebut; f
Apabila adanya petunjuk yang kuat tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak.
91
Richard Burton. Kajian Aktual Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat, 2009, Hal. 142.
87
Universitas Sumatera Utara
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan TPP dilakukan oleh Penyidik Pajak berdasarkan Surat Perintah Penyidikan, dilakukan :
92
a Saat dimulainya Penyidikan adalah pada saat disampaikannya Surat
Pemberitahuan, Penyidik wajib memberitahukan secara tertulis saat dimulainya Penyidikan Kepada Jaksa atau Penuntut Umum melalui
Kepolisian Negara RI dan kepada Tersangka yang dilakukan berdasarkan Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan.
b Administrasi Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan merupakan
penata usahaan kegiatan penyidikan, pencatatan, pelaporan dan pendataan, baik untuk kepentingan peradilan, operasional maupun pengawasan.
c Dalam melakukan Penyidikan, Penyidik Pajak wajib memperhatikan asas-asas
hukum yang berlaku, termasuk: a.
Asas praduga tak bersalah, yaitu bahwa setiap orang yang disangka, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap
tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Asas persamaan di muka hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai
hak dan kewajiban yang sama di muka hukum tanpa adanya perbedaan. d
Pada tahap pemeriksaan dalam proses penyidikan, setiap Tersangka perkara tindak pidana di bidang perpajakan dapat didampingi penasehat hukumnya
dan dalam hal diperlukan penangkapan danatau penahanan, dilakukan dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
e Dalam melakukan tugasnya, Penyidik Pajak harus berlandaskan pada undang-
undang hukum acara pidana, hukum pidana dan ketentuan peraturan
92
Pardiat, Pemeriksaan Pajak Edisi Kedua, Jakarta: PT. Mitra Wacana Media, 2008, hal. 85.
88
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, serta berpedoman pada kode etik yang berlaku.
f Dalam setiap tindakan penyidikan wajib membuat laporan dan berita acara.
g Untuk melindungi bahan bukti yang ditemukan dalam proses penyidikan,
Penyidik Pajak berwenang untuk melakukan tindakan penyegelan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
h Dalam melakukan tugasnya, Penyidik Pajak Dapat dibantu oleh petugas pajak
lain alas tanggung jawabnya berdasarkan izin tertulis dari atasannya. i
Pemanggilan Tersangka atau saksi oleh Penyidik Pajak dalam rangka pemeriksaan untuk menambah atau melengkapi petunjuk dan bukti yang ada
dilakukan dengan surat panggilan yang sah, Surat Panggilan harus sudah diterima oleh yang dipanggil selambat-lambatnya 3 tiga hari sebelum
tanggal untuk hadir yang ditentukan.
93
j Dalam hal seseorang yang dipanggil tidak ada tempat atau menolak untuk
menerima surat panggilan tersebut dapat disampaikan kepada keluarganya atau Ketua RT atau Ketua RW atau Ketua Lingkungan atau Kepala Desa atau
orang Iain yang dapat menjamin bahwa surat panggilan tersebut akan disampaikan kepada yang bersangkutan, dengan disertai tanda terima.
k Terhadap tersangka atau saksi yang tidak memenuhi panggilan tanpa alasan
yang patut dan wajar, kepadanya diterbitkan dan diberikan surat panggilan kedua, jika pada panggilan kedua kalinya tetap tidak memenuhi panggilan
tanpa alasan yang patut dan wajar, atau tetap menolak untuk menerima dan menandatangani surat panggilan kedua, Penyidik Pajak dapat meminta
93
Ibid, hal. 86.
89
Universitas Sumatera Utara
bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan.
l Pada saat Sebelum dimulai dilakukannya Pemeriksaan Tersangka, kepadanya
diberitahukan tentang apa yang disangkakan kepadanya dengan jelas dan dalam bahasa yang dimengerti bila tidak mengerti bahasa Indonesia,
Tersangka berhak didampingi penerjemah, juga diberitahukan hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum dan penasihat hukumnya, dimana
Penasehat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan pada saat Penyidik Pajak melakukan pemeriksaan terhadap Tersangka, dengan cara melihat atau
mendengarkan pemeriksaan. m
Tersangka atau Saksi yang diperiksa harus dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
n Dalam hal Tersangka atau saksi dikhawatirkan akan meninggalkan wilayah
Indonesia, Penyidik Pajak dapat meminta bantuan Kejaksaan Agung untuk melakukan pencegahan, akan tetapi bila dalam hal Tersangka dikhawatirkan
akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti, Penyidik Pajak dapat diminta bantuan kepada Kepolisisan Negara Republik Indonesia
agar dilakukan penangkapan dan atau penahanan terhadap tersangka. o
Jika saksi diperkirakan tidak dapat hadir pada saat persidangan, pemerikasaan terhadap Tersangka dilakukan setelah terlebih dahulu diambil sumpahnya
oleh Penyidik Pajak. p
Hasil pemeriksaan Tersangka, saksi, serta keterangan Ahli dituangkan dalam berita acara pemeriksaan.
q Pada saat Penggeledahan:
94
94
Ibid, hal. 86.
90
Universitas Sumatera Utara
a. Penyidik Pajak dalam melakukan penggeledahan dan atau penyitaan harus
terlebih dahulu mendapat izin tertulis Ketua Pengadilan Negeri setempat dan harus berdasarkan Surat Perintah Penggeledahan dan atau Penyitaan
dari Pejabat yang berwenang selaku Penyidik. b.
Penyelidik Pajak yang melakukan penggeledahan dan atau penyitaan harus membuat berita acara dalam waktu 2 dua hari setelah melakukan
penggeledahan dan atau penyitaan, dan tindasannya yang dilengkapi daftar rincian bahan bukti yang disita dan diserahkan dengan bukti
penerimaan, disampaikan kepada pihak atau wakil atau kuasa atau pegawai dari pihak yang menguasai tempat yang digeledah danatau
bahan bukti yang disita. c.
Penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan oleh Penyidik Pajak harus disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 dua orang saksi.
d. Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, bila Penyidik Pajak
harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, Penyidik Pajak dapat melakukan penggeledahan danatau
penyitaan atas benda-benda yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan dengan kewajiban segera melaporkan kepada Ketua
Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya, selambat- lambatnya 2 dua hari setelah pelaksanaan penggeledahan danatau
penyitaan. r
Laporan kemajuan atas pelaksanaan penyidikan disampaikan kepada Kepolisisan Negara Republik Indonesia.
s Mengenai Berkas perkara penyidikan:
95
95
Ibid, hal. 87.
91
Universitas Sumatera Utara
a. Setelah proses penyidikan selesai, Penyidik Pajak membuat berita acara
pendapat, dalam rangka penyusunan berkas perkara. b.
Penyidik pajak menyerahkan berkas perkara, dan barang bukti kepada Penuntut Umum melalui penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c.
Dalam hal berkas perkara dikembalikan oleh kepolisisan Negara Republik Indonesia atau Penuntut Umum, Penyidik Pajak harus segera
menyempurnakan dan melengkapi sesuai dengan petunjuknya. t
Mengenai hal Penghentian Penyidikan, Penyidik dapat menghentikan penyidikan dalam hal peristiwanya memenuhi ketentuan Pasal 44A Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Penyidik diberhentikan atas perintah Jaksa Agung atas kuasa Pasal 44B Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Penyidik pajak memberitahukan penghentian penyidikan tersebut kepada Jaksa atau Penuntut Umum, Tersangka, atau keluarganya melalui
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan menyampaikan laporan kemajuan atau berkas perkara kepada Pejabat yang menerbitkan Surat
Perintah Penyidik untuk tindak lanjut atas penagihan pajak-pajak terutang, kecuali karena peristiwanya telah daluwarsa.
u Penghentian penyidikan baru dapat dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Bila penghentian penyidikan dilakukan atas perintah Jaksa Agung, Penyidik Pajak memberitahukan hal
tersebut kepada Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. 92
Universitas Sumatera Utara
Wajib Pajak yang Dikenakan Pemeriksaan
a Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Tidak Menyelenggarakan Pembukuan, Terdiri Dari :
96
1. Subjek Pajak Penghasilan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 dan 3 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, Orang Pribadi sebagai Subjek PPh dapat dibedakan antara Subjek Pajak Luar Negeri dan Subjek Pajak Dalam
Negeri. Sebagai syarat bahwa orang pribadi merupakan Subjek Pajak Luar Negeri
adalah memperoleh atau menerima penghasilan dari Indonesia, dengan ketentuan tidak bertempat tinggal di Indonesia dan berada di Indonesia tidak lebih dari 183
seratus delapan puluh tiga hari dalarn jangka waktu 12 dua belas bulan. Penghasilan Wajib Pajak Luar negeri WPLN dari Indonesia telah dipotong PPh
Pasal 26 bersifat final oleh pihak yang membayar penghasilan tersebut di Indonesia. PPh Pasal 26 bersifat final, bila Wajib Pajak LN tersebut tidak wajib
mendaftarkan diri ke KPP untuk diberikan NPWP, serta tidak wajib menyampaikan SPT-PPh Masa atau Tahunan ke KPP.
PPh Pasal 26 tidak bersifat Final, jika Subjek Pajak Luar Negeri berubah status menjadi WPDN, maka PPh Pasal 26 yang telah dipotongdipungut dapat
dikreditkan pada PPh yang terutang; apabila terdapat kekurangan tidak dikenakan sanksi bunga. Berdasarkan Pasal 2A ayat 4 UU PPh. 1984 dan perubahannya,
kewajiban Subjektif WPLN dimulai sejak memperolehmenerima penghasilan dari
96
Pardiat, Pemeriksaan Pajak Edisi Kedua, Jakarta: PT. Mitra Wacana Media, 2008, hal. 165
93
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, dan berakhir sejak tidak menerimamemperoleh penghasilan dari Indonesia.
Objek PPh bagi WPLN tercantum dalam Pasal 26 UU PPh. 1984 dan perubahannya yaitu:
97
a Deviden;
b Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian hutang; c
Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; d
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan; e
Hadiah dan penghargaan; f
Pensiun dan pembayaran berkala lainnya; g
Penghasilan atau keuntungan atas penjulalan harta di Indonesia kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-undang PPh 1984 dan perubahannya.
Orang pribadi yang berada di Indonesia dan memperoleh penghasilan atas kegiatan di Indonesia tetapi bukan merupakan subjek PPh, adalah:
98
1. Pejabat-pejabat Perwakilan Diplomatik dan Konsulat atau Pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
a. Bukan warga negara Indonesia;
b. Tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di
Indonesia kecuali bunga deposito atau tabungan;
97
Ibid, hal. 166.
98
Ibid, hal. 167.
94
Universitas Sumatera Utara
c. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan tirnbal-balik kepada
WNI.
2. Pejabat-pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan Menteri
Keuangan, dengan syarat: a.
Bukan merupakan Warga Negara Indonesia; b.
Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
Orang pribadi yang merupakan Subjek Pajak Dalam negeri adalah Warga Negara Indonesia yang sejak lahir sudah merupakan subjek pajak atau orang asing
dari luar negeri yang berada di Indonesia lebih dari 183 seratus delapan puluh tiga hari dalam jangka waktu 12 dua belas bulan; atau yang datang dan
mempunyai niat tinggal di Indonesia lebih dari 185 seratus delapan puluh lima hari.
Kewajiban Subjektif Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri WPOPDN, mulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada atau berniat untuk
bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat rneninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri WPOPDN dikelompokkan berdasarkan sumber penghasilannya:
99
a Penghasilan dari Pekerjaan.
Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf a UU PPh 1984 dan perubahannya, termasuk objek PPh adalah penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan
atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
99
Ibid, hal. 168..
95
Universitas Sumatera Utara
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya. kecuali penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura danatau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah bukan merupakan objek PPh.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 4 ayat 3 huruf d Undang-undang PPh Tahun 1984, apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan tersebut
bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan PPh bersifat final, Wajib Pajak yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus deemed
profit, maka imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakan objek PPh. Pemberi kerja wajib memotong PPh Pasal 21 atas imbalan yang
merupakan objek PPh. PPh. Pasal 21 yang telah dipotong pemberi kerja akan diberikan bukti
pemotongan formulir 1721-Al, 1721-A2 dan bukti potong PPh. Pasal 21 lainnya dan jika orang pribadi tersebut penghasilannya semata-mata hanya dari satu
pemberi kerja dan telah dipotong PPh. Pasal 21, maka Surat Pemberitahuan Tahunannya Nihil.
Orang pribadi yang bekerja pada Kedutaan Asing atau Organisasi International yang bukan pemotong PPh Pasal 21, jika penghasilannya telah
melebihi PTKP, wajib mendaftarkan diri ke KPP untuk diberikan NPWP. menghitung sendiri pajak yang terutang, membayar dan melaporkan SPT ke
KPP. Orang Pribadi yang penghasilannya sudah melebihi PTKP, wajib mendaftarkan diri ke KPP untuk diberikan NPWP serta wajib menyampaikan SPT
PPh Masa dan Tahunan ke KPP. 96
Universitas Sumatera Utara
b Penghasilan dari pekerjaan bebas, seperti Dokter praktek di rumah atau tempat
lain yang tidak terikat pada pemberi kerja, Akuntan publik, Notaris, Pengacara, penasehat hukum, Penilai, Konsultan, Dan lain-lain sebagainya.
c Penghasilan dari usaha, yaitu usaha dagang, industri dan jasa, misalnya: toko
kelontong, pabrik tahu, bengkel, salon kecantikan, dan lain-lain sebagainya. d
Penghasilan dari modal, seperti Deviden, Bunga, Sewa, Royalty, Keuntungan dari pengalihan harta, dan lain-lain sebagainya.
e Penghasilan lain-lain:
c. Hadiah baik diundi maupun tidak diundi;
d. Penghargaan berupa uang;
e. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
f. Keuntungan karena pembebasan hutang kecuali berdasarkan PP Nomor
130 Tahun 2000 pembebasan hutang debitur kecil kurang dari Rp. 350.000.000,- tiga ratus lima puluh juta bukan objek PPh;
g. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
h. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak, Dan lain-lain sebagainya. Berdasarkan Pasal 4 ayat 2 UU PPh. 1984 dan perubahannya, Penghasilan
Orang Pribadi yang dikenakan PPh Final diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah dengan petunjuk pelaksanaan berupa Keputusan Menteri Keuangan
atau petunjuk teknisnya berupa Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, yaitu :
100
a Bunga Deposito Tabungan, Diskonto SBI
100
Ibid, hal. 175
97
Universitas Sumatera Utara
Atas penghasilan berupa bunga yang berasal dari depositotabungan dan diskonto SBI dipotong PPh Final sebesar 15, mulai tahun 2001 sebesar 20
dua puluh persen Final dari jumlah bruto, termasuk depositotabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang luar negeri di Indonesia, kecuali tidak dipotong : a.
Bunga Tabungan Kecil, kurang dari Rp. 7.500.000,- b.
Bunga dalam tabungan dalam rangka pemilikan rumah sederhana, rumah sangat sederhana, kavling siap bangun pada bank tertentu yang ditunjuk
pemerintah sesuai ketentuan yaug berlaku BTN sepanjang untuk dihuni sendiri.
b Bunga Atau Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan di Bursa Efek.
Besarnya PPh yang harus dipotong atas penghasilan berupa keuntungan modal capital gain, bungadiskonto yang diterima, diperoleh pemilik obligasi di
bursa efek atau yang dilaporkan ke bursa efek adalah sebesar 0,30 nol koma tiga persen dari nilai transaksi.
c Jual Beli Saham Perusahaan Go Public.
d Hadiah Undian, bagi WPOPDN yang menerima hadiah dari undian dikenakan
PPh Final sebesar 25 dua puluh lima persen, dengan cara: 1
Dipotong oleh pemberi hadiah, jika hadiah undian berbentuk uang, misalnya: hadiah undian gebyar tahapan BCA.
2 Dipungut oleh pemberi hadiah undian, jika hadiah undian bukan berupa
uang, misalnya: TV, sepeda motor, dan sebagainya. Penerima hadiah undian membayar PPh Final sebesar 25 dua puluh lima persen dari
harga pasar barang tersebut ke pemberi hadiah undian. e
Persewaan Tanah atau Bangunan 98
Universitas Sumatera Utara
Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apa pun
yang berkaitan dengan tanahbangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, service charge baik yang
perjanjiannya terpisah maupun disatukan. Bagi WPOPDN yang menyewakan tanah danatau bangunan misalnya, menyewakan rumah dikenakan PPh Final
sebesar 10 dari jumlah bruto nilai persewaan. f
Pengalihan atau Penjualan TanahBangunan WPOPDN yang mengalihkan tanah danatau bangunan dikenakan PPh Final
sebesar 5 lima persen dari nilai tertinggi antara nilai pengalihan dengan NJOP PBB, harus dibayar sendiri oleh yang mengalihkan dengan
menggunakan SSP sebelum penandatanganan akta pengalihan hak oleh NotarisPPAT, atau pejabat yang berwenang, kecuali:
1 Nilainya tidak dipecah-pecah kurang dari Rp. 60.000.000,- enam puluh
juta rupiah dan penghasilannya di bawah PTKP; 2
Pengalihan kepada Pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus;
3 Hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat
orang tua kepada anak kandung atau sebaliknya, sepanjang hibah tersebut tak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, dan
penguasaan; 4
Warisan. Pengalihan hak atas tanah danatau bangunan karena hibah atau warisan
tersebut diperlukan SKB Surat Keterangan Bebas dari KPP yang bersangkutan.
99
Universitas Sumatera Utara
2. Pengusaha Kecil dan Pengusaha Kena Pajak.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 2 KUP, setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan
usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak PKP. Orang pribadi yang penghasilannya dari usaha danatau pekerjaan bebas, wajib
melaporkan usahanya ke KPP untuk dikukuhkan sebagai PKP kecuali:
101
a Barang yang diusahakan bukan barang kena Pajak;
b Jasa yang diusahakan bukan jasa kena Pajak;
c Barang yang diusahakan merupakan barang kena Pajak atau jasa yang diusahakan
termasuk jasa kena Pajak tetapi masih termasuk Pengusaha Kecil. Kriteria Pengusaha kecil menurut Kepttusan Menteri Keuangan No.
552KMK.042000 dan perubahannya Nomor 571KMK.03 2003, yaitu : a Jumlah peredaran Omset JKP dari suami istri dan anak yang belum dewasa, satu
tahun kurang dari Rp. 180 juta, sejak tanggal 01-01-2004 kurang dari Rp 600.000.000,-
b Jumlah Peredaran Omset BKP dari suami istri dan anak yang belum dewasa, satu tahun kurang dari Rp. 360 juta, tanggal 01-01-2004 kurang dari Rp. 600.000.000,-
Jumlah peredaran uangnya kurang dari Rp.600.000.000,- setahun tidak berubah walaupun jumlah peredaran bruto bagi Wajib Pajak Objek Pajak berubah, mulai
tahun pajak 2007 menjadi kurang dari Rp. 1.800.000.000,-
3. Wajib Pajak Objek Pajak Pengusaha Tertentu.
101
Ibid, hal. 180.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP-171PJ2002 mulai berlaku sejak tanggal 01 April 2002 dan Surat Edarannya Nomor 14PJ.412002, antara lain
:
102
1 Bersifat Pelunasan, bila Wajib Pajak tidak menerima atau memperoleh
penghasilan lain yang tidak bersifat final; a. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang
melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang- barang konsumsi melalui tempat usahagerai outlet yang tersebar dibeberapa
lokasi, tidak termasuk perdagangan kendaraan bermotor dan restoran; b. Wajib NPWP untuk setiap lokasi tempat usaha gerai outlet di KPP lokasi yang
bersangkutan, walaupun terletak dalam satu KPP; c. Besarnya angsuran PPh. Pasal 25 yang harus dibayar setiap bulan adalah 2 dua
persen dari jumiah peredaran bruto omset penjualan berdasarkan Pembukuan atau pcncatatan setiap bulan, yang dibayarkan atas nama dan NPWP masing-
masing tempat usahagerai outlet; d. Pembayaran PPh. Pasal 25 tersebut:
2 Merupakan kredit pajak, apabila Wajib Pajak menerimamemperoleh
penghasilan lain yang tidak final, digabung dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh;
e. Apabila jumiah peredaran usaha atau penyerahan BKP telah mencapai Rp.600.000.000,- atau lebih dalam satu tahun, maka WPOP Pengusaha tertentu
tersebut sudah wajib melaporkan usahanya ke KPP untuk dikukuhkan sebagai PKP; dan untuk selanjutnya atas penjualan atau penyerahan BKP sudah terutang
102
Ibid, hal. 181.
101
Universitas Sumatera Utara
PPN sebesar 10 sepuluh persen dan jumlah bruto penjualan dikurangi potongan penjualan yang dicantumkan dalam Faktur Pajak Standar.
4. Zakat.
Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf g UU PPh 1984 dan perubahannya, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah zakat atas penghasilan yang nyata-nyata
dibayarkan oleh WPOP pemeluk Agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. Berdasarkan
Keputusan Dirjen Pajak No.KEP-l63PJ2003, tanggal 10 Juni 2003, Perlakuan Zakat Atas Penghasilan dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Pajak Penghasilan:
1 Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang
pribadi Dalam Negeri yang merupakan pemeluk Agama Islam dan atau Wajib Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk Agama Islam kepada
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai Ketentuan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak badan atau penghasilan neto Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan dalam
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak; 2
Penghasilan bruto adalah penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final;
3 Besarnya zakat yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak adalah
sebesar 2,5 dua setengah persen dari jumlah penghasilan bruto; 4
Pengurangan zakat atas penghasilan ilakukan dalam tahun pajak dilaporkannya penghasilan ersebut dalam Surat Pemberitahuan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan, sesuai dengan tahun diterima atau diperolehnya penghasilan;
102
Universitas Sumatera Utara
5 Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atas penghasilan, wajib
melampirkan lembar ke-1 Surat Setoran Zakat atau fotokopinya yang telah dilegalisir oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat penerima setoran
zakat yang bersangkutan kepada SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak dilakukannya pengurangan zakat atas penghasilan tersebut;
6 Surat Setoran Zakat yang dapat diakui sebagai bukti sekurang-kurangnya harus
dimuat mengenai: f
Nama lengkap Wajib Pajak; g
Alamat jelas Wajib Pajak; h
Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP; i
Jenis Penghasilan yang dibayar zakatnya; j
Sumberjenis penghasilan bulantahun perolehnya; k
Besarnya penghasilan; l
Besarnya zakat atas penghasilan.
b Pemeriksaan Terhadap Wajib Pajak yang Menyelenggarakan Pembukuan.
Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan ini dilakukan terhadap :
a. Pemeriksaan Akun Neraca, yang terdiri dari :
103
a. Kas dan Bank.
Dilakukan equalisasi dan rekonsiliasi terhadap penjualan tunai, penerimaan dari piutang usaha, setoran modal, realisasi pinjaman, transfer antar rekening
bank sendiri, penerimaan dividen, dan lain-lain. Dalam hal seluruh penjualan dilakukan secara tunai, jumlah penerimaan kas dari penjualan tunai sama
103
Ibid, hal 194-206.
103
Universitas Sumatera Utara
dengan jumlah peredaran usaha dalam SPT Tahunan PPh dan jumlah penyerahan dalam SPT Masa PPN karena tidak ada penundaan pembuatan
faktur Pajak Standar. b.
Piutang Usaha Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 huruf h Undang-undang PPh tahun 1984
dan perubahannya serta KEP-238PJ2001, kerugian piutang tak tertagih diakui dengan metode langsung dengan syarat telah dibebankan sebagai
biaya dalam laporan laba-rugi komersial, telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri untuk perusahaan swasta atau
ke BUPLN untuk BUMDBUMN atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang atau pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan; telah dipublikasikan dalani penerbitan umum atau khusus dan Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang
yang tidak dapat ditagih dalam SPT PPh. c.
Persediaan Persediaan yang dimaksud adalah Barang Dagangan untuk perusahaan
dagang, sedangkan untuk perusahaan manufaktur terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan pembantu, persediaan barang jadi. Untuk
Barang yang hilang diakui apabila ada laporan ke Polisi, barang yang hilang dalam proses produksi harus sesuai dengan rendemen yang wajar.
Pemusnahan barang harus dibuat Berita Acara Pemusnahan Barang yang di otorisasi oleh pejabat yang berwenang.
104
Universitas Sumatera Utara
d. Investasi Sementara
Ketentuan Pajak Penghasilan untuk investasi sementara atau investasi jangka pendek tergantung jenis investasinya, antara Iain:
1. Deposito atau Tabungan pada bank-bank di Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia.
2. Saham yang diperdagangkan di Bursa Efek di Indonesia, atas semua transaksi penjualan saham saham pendiri atau bukan saham pendiri
dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 0,1 satu permil dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan dan perlakuan perpajakan atas saham
pendiri akan dibahas dalam Investasi Jangka Panjang. 3. Obligasi yang diperdagangkan danatau dilaporkan perdagangannya di
Bursa Efek, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.121KMK.032002 atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan danatau dilaporkan perdagangannya di bursa efek,
dikenakan PPh-Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final sebesar 20 dua puluh persen bagi WPDN dan BUT Bentuk Usaha tetap.
Atas bunga dan diskonto obligasi tidak dikenakan PPh-Final, yang diterima oleh Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar
negeri di Indonesia, dana pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan RI dan Reksadana yang terdaftar pada BAPEPAM, selama
5 lima tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
105
Universitas Sumatera Utara
e. Piutang Pajak, yang terdiri dari:
a Pembayaran PPh Pasal 25 yang belum diperhitungkan pada PPh-
terhutang pada tahun yang bersangkutan; b
SPT Masa PPN lebih bayar yang belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak SKP;
c SPT Tahunan PPh lebih bayar yang belum diterbitkan Surat Ketetapan
Pajak SKP; d
SKPLB yang belum diterbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
f. Aktiva Pajak Tangguhan.
Aktiva Pajak Tangguhan Deferred Taxe Assets bukan merupakan piutang pajak, tapi merupakan jumlah pajak penghasilan yang akan
terpulihkan recoverable pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kerugian yang
dapat dikompensasikan berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan selanjutnya
disingkat dengan PSAK. No.46 g.
Biaya Dibayar Dimuka Berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000,
pemotongan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terlebih dahulu atau berdasarkan kas basis atau aktual basis mana yang lebih dahulu.
106
Universitas Sumatera Utara
h. Investasi Jangka Panjang
Berdasarkan Pasal 4 ayat 3 huruf f Undang-undang PPh 1984 dan perubahannya penghasilan deviden yang bukan objek PPh adalah deviden
atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan dalam negeri PTDN, BUMNBUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan dari kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25 dua puluh lima persen dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar
kepemilikan saham tersebut. i.
Aktiva Tetap Penentuan harga perolehannya ditentukan dalam Pasal 10 Undang-undang Pajak
Penghasilan Tahun 1984 dan perubahannya. j.
Harta Tidak berwujud antara lain seperti pengeluaran untuk biaya pendirian atau biaya perluasan
modal perusahaan, pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan migas, diamortisasi dengan metode satuan produksi, dan lain-lain.
k. Piutang Direksi dan Karyawan.
Meliputi Piutang kepada direksi dan karyawan yang bukan pemegang sahampengendali, harus sesuai dengan masa kerja dan ketentuan
kepegawaian di dalam perusahaan, pembebasan piutang kepada Direksi atau karyawan yang bukan pemegang saham atau pengendali, merupakan
objek PPh Pasal 21. l.
Aktiva lain-lain 107
Universitas Sumatera Utara
Aktiva Iain-lain ini harus ada rinciannya; dan disesuaikan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
m. Hutang Usaha
Berdasarkan Undang-undang PPh 1984 dan perubahannya, pada Pasal 4 ayat 1 huruf k, keuntungan karena pembebasan utang merupakan objek
PPh, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 130 tahun 2000.
Pembebasan utang debitur kecil bukan merupakan objek PPh adalah utang usaha yang jumlahnya tidak lebih dari Rp.350.000.000,- tiga ratus
lima puluh juta rupiah termasuk KUKESRA, KUT, KPRSS, KUK dan kredit kecil lainnya dalam mengembangkan usaha kecil dan Koperasi. Pasal
4 ayat 1 huruf 1, laba kurs dari hutang Valuta asing merupakan objek PPh; Pasal 6 ayat 1 huruf e, rugi kurs dari utang valuta asing dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto. n.
Hutang Luar Negeri Pembayaran bunga ke WPLN dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20 dua
puluh persen atau sesuai tarif yang ditetapkan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan negara yang bersangkutan.
o. Uang Muka Penjualan.
Uang muka penjualan sudah terutang PPN, harus diperiksa pada SPT Masa PPN apakah sudah dipungut PPNnya atau belum; pada tanggal
Neraca belum terjadi penjualan sehingga belum termasuk dalam SPT Tahunan PPh tetapi sudah masuk dalam SPT Masa PPN.
108
Universitas Sumatera Utara
p. Biaya yang masih harus dibayar.
Biaya ini merupakan objek pemotongan PPh Pihak lain sudah terutang PPhnya, kecuali untuk jasa bidang konstruksi pelaksanaan, perencanaan,
pengawasan terutang pada saat pembayaran termin, misalnya: biaya bunga, biaya sewa, gajiupah yang masih harus dibayar, biaya jasa dan sebagainya.
Pemeriksaan dikaitkan dengan Pemeriksaan SPT PPh Pasal 21, SPT PPh Pasal 23 atau Pasal 26 dan SPT PPh Pasal 4 ayat 2 Final.
q. Hutang lain-lain.
Harus dibuat rincian hutang Iain-lain, disesuaikan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.
r. Hutang Jangka Panjang.
Hutang jangka panjang meliputi yang jatuh tempo dalam jangka waktu satu tahun atau kurang dari tanggal Neraca termasuk hutang jangka pendek.
s. Hutang Bank
Berdasarkan KEP-184PJ2002, biaya bunga atas hutang bank yang kurang lancar atau macet ditangguhkan sampai dilakukan pembayaran.
t. Kewajiban Pajak Tangguhan
merupakan jumlah beban pajak penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer beda waktu kena pajak;
bukan merupakan hutang pajak yang mempunyai tanggal jatuh tempo pembayaran.
109
Universitas Sumatera Utara
u. Hutang Pajak.
Berdasarkan Pasal 1 angka 10 KUP, Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau
dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang- undangan Perpajakan.
v. Hutang Dividen
Berdasarkan Pasal 4 ayat 3 huruf f Undang-undang PPh 1984 dan perubahannya, penghasilan dividen yang bukan merupakan objek PPh
adalah dividen yang diterima oleh PT, BUMN, BUMD, Koperasi dari penyertaan modal investasi saham pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia, dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan dan bagi PT, BUMN, BUMD yang menerima
dividen, kepemilikan saham pada yang memberikan dividen paling rendah 25 dua puluh lima persen dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.
2. Pemeriksaan Akun Rugi Laba.
Setelah dilakukan pemeriksaan dengan metode langsung atau pemeriksaan akuntan sesuai prosedur audit, akun Rugi Laba dikelompokkan sesuai Formulir
1771-1 lampiran 1, Formulir 1771-11 lampiran II dan Formulir 1771-IV lampiran IV SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan; kemudian
dilakukan pemeriksaan berdasarkan Undang-undang PPh Tahun 1984 dan perubahannya serta peraturan pelaksanaan yang berlaku, yang terdiri dari :
104
104
Pardiat, Pemeriksaan Pajak Edisi Kedua, Jakarta: PT. Mitra Wacana Media, 2008, hal 206
110
Universitas Sumatera Utara
a. Penjualan.
Pemeriksaan Penjualan Dalam Negeri dan Ekspor sebagian besar telah dibahas dalarn Bab IV, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No.
254KMK.032001 dan perubahannya Keputusan Menteri Keuangan No.392KMK.032001 dan selanjutnya Keputusan Menteri Keuangan
No.236KMK.032003, penjualan ke Pemungut PPh Pasal 22 dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5 satu setengah persen dari harga pembelian pemungut
PPh dari pasal 22 atau harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM. b.
Potongan Penjualan. Potongan penjualan yang diberikan kepada pembeli diakui berdasarkan
prinsip realisasi. c.
Retur Penjualan. Retur penjualan dari pembeli yang sudah diterima barangnya diakui
berdasarkan prinsip realisasi. d.
Penjualan Netto. Penjualan netto sama dengan Peredaran Usaha, yaitu penjualan bruto
dikurangi potongan penjualan dan retur penjualan. e.
Pembelian. Pemeriksaan pembelian berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No.
254KMK.032001, yang diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No.392KMK.032001 dan Keputusan Menteri Keuangan RI
No.236KMK.032003, pembelian yang dipungut PPh Pasal 22 adalah badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, rokok, kertas, baja
dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala HPP atas penjualan hasil 111
Universitas Sumatera Utara
produksinya di dalam negeri; Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas
atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri, serta industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan
yang ditunjuk oleh Kepala KPP. f.
Impor. Nilai impor sebagai dasar perhitungan PPN, PPh Pasal 22 yang merupakan
kredit Pajak, dan PPnBm yang merupakan unsur harga pokok impor. g.
Gaji, Upah, Bonus, Gratifikasi, Honorarium, THR, dan lain-lain. Hal ini berdasarkan Pasal 4 ayat 1 huruf a dan Pasal 6 ayat 1 huruf a,
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan merupakan objek Pasal 21. h.
Biaya Transportasi. Biaya transportasi termasuk biaya pengankutan bahan atau barang baik pada
waktu pembelian maupun penjualan, bagi Wajib Pajak Badan berkewajiban memotong PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 15.
i. Biaya Penyusutan dan Amortisasi. j.
Biaya Sewa. k.
Biaya Bunga Pinjaman. l.
Biaya sehubungan dengan Jasa Seperti Konsultan Hukum, Konsultan Pajak, Konsultan teknik, Akuntan
Publik, penilai, dan lain-lain, yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang berstatus sebagai Wajib Pajak Dalam
Negeri atau Wajib Pajak Luar Negeri. 112
Universitas Sumatera Utara
m. Biaya Royalti
Berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat huruf h Undang-undang PPh 1984 dan perubahannya, royalti merupakan imbalan sehubungan dengan
penggunaan hak atas harta tak berwujud, hak atas harta berwujud dan informasi yang belum diungkapkan secara umum walaupun mungkin belum
dipatenkan. n.
Biaya Pemasaran atau Biaya Promosi o.
Biaya Lainnya Biaya lainnya ini seperti zakat, Pajak daerah dan retribusi daerah, biaya
kantor, listrik, telepon, air, dan lain-lain.
Sanksi Terhadap Pemeriksaan Pajak. Terdapat beberapa macam sanksi yang dapat dikenakan dalam hal Pemeriksaan
Pajak terhadap Wajib Pajak, yaitu :
105
1. Sanksi Administrasi.
Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 huruf k Undang-undang PPh 1984 dan perubahannya, tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan,
sebagian baru berlaku sejak tanggal 01-01-2008. Di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi administrasi tersebut, diantaranya adalah :
105
Richard Burton, Kajian Aktual Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat, 2009, hal. 111.
113
Universitas Sumatera Utara
a. Pasal 7 KUP, tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu ditentukan atau batas
waktu perpanjangan, dikenai sanksi administrasi berupa denda, mulai berlaku sejak tanggal 01 Januari 2008, sebesar:
a. Rp.500.000,- untuk SPT Masa PPN;
b. Rp.100.000,- untuk SPT Masa lainnya;
c. Rp. 1.000.000,- untuk SPT Tahunan PPh WP Badan;
d. Rp.100.000,- untuk SPT Tahunan PPh WPOP.
b. Pasal 8 ayat 2 dan ayat 2a KUP, dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri
SPT Masa atau Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 dua persen per bulan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar untuk:
a. SPT Tahunan dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan
tanggal pembayaran; b.
SPT masa, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.
c. Pasal 8 ayat 3 KUP, Wajib Pajak telah dilakukan pemeriksaan tetapi belum
dilakukan penyidikan atas ketidakbenaran menurut Pasal 38 KUP, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran dengan disertai
pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang ditambah denda sebesar 150 seratus lima puluh persen dari jumlah pajak yang
kurang bayar. 114
Universitas Sumatera Utara
d. Pasal 8 ayat 3 dan 4 KUP, Wajib Pajak telah dilakukan pemeriksaan tetapi
belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak SKP, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri mengungkapkan ketidakbenaran SPT yang telah disampaikan dalam
laporan sendiri sesuai keadaan yang sebenarnya, pajak yang kurang dibayar ditambah kenaikan sebesar 50 lima puluh persen dari pajak yang kurang
dibayar, harus dilunasi sebelum laporan tersendiri tersebut disampaikan. e.
Pasal 9 ayat 2a dan 2b KUP, bunga 2 dua persen per bulan atas pembayaran pajak setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, dihitung sejak saat:
a. SPT Masa, dari tanggal jatuh tempo pembayarari, dihitung sampai dengan
tanggal pembayaran; b.
SPT Tahunan, mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran.
f. Pasal 13 ayat 2 KUP, bunga 2 dua persen per bulan paling lama 24 dua
puluh empat bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB;
g. Pasal 13 ayat 3 KUP, sanksi administrasi berupa dikenakan kenaikan apabila
SPT tidak disampaikan setelah ditegur secara tertulis, Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban Pasal 28 dan Pasal 29 KUP sehingga tidak dapat diketahui
besarnya pajak yang terutang, PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0 nol
persen. Dan dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar: a.
50 dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak. 115
Universitas Sumatera Utara
b. 100 dari PPh yang tidakkurang dipotong atau dipungut, tidak kurang
disetor, dipotong dipungut tetapi tidakkurang disetor. c.
100 dari PPN dan PPnBm yang tidak atau kurang dibayar. h.
Pasal 13 ayat 5 KUP, bunga sebesar 48 empat puluh delapan persen dari jumlah pajak yang tidakkurang dibayar atas SKPKB yang diterbitkan setelah 5
lima tahun; i.
Pasal 14 ayat 1 huruf a dan b serta ayat 3, diterbitkan Surat Tagihan Pajak STP apabila PPh Pasal 25 tidak atau kurang dibayar dan dari hasil penelitian
terdapat kekurangan pembayaran pajak karena saiah tulis hitung, dikenai sanksi bunga 2 dua persen per bulan paling lama 24 dua puluh empat bulan,
dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkan Surat Tagihan Pajak STP;
j. Pasal 14 ayat 1 huruf d, e, f dan ayat 4 KUP, diterbitkan STP apabila
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP bila tidak membuat atau membuat Faktur Pajak FP tidak tepat waktu, tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap,
melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak; Dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 dua persen dari Dasar
Pengenaan Pajak; k.
Pasal 14 ayat 1 huruf g dan ayat 5 KUP, PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian PM, dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2 per
bulan dari jumlah PPN yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan
tanggal penerbitan STP; 116
Universitas Sumatera Utara
l. Pasal 15 ayat 2 KUP, kenaikan sebesar 100 seratus persen dari jumlah
kekurangan pajak dalam Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan SKPKBT;
m. Pasal 15 ayat 4 KUP, bunga sebesar 48 empat puluh delapan persen dari
jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam SKPKBT yang diterbitkan setelah 5 lima tahun karena Wajib Pajak melakukan tindak pidana perpajakan;
n. Pasal 19 ayat 1 KUP, Apabila SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masalah harus dibayar bertambah, pada saat
jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2 dua persen per bulan dihitung dari tanggal jatuh tempo
pelunasan sampai dengan diterbitkan STP; o.
Pasal 19 ayat 2 KUP, bunga 2 dua persen per bulan dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
p. Pasal 19 ayat 3 KUP, bunga 2 dua persen per bulan dari kekurangan
pembayaran pajak dihitung dari batas akhir penyampaian SPT sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan dalam hal Wajib Pajak memperpanjang
penyampaian SPT q.
Pasal 38 KUP, dcnda paling sedikit satu kali dan paling banyak dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
r. Pasal 39 ayat 1 KUP, denda paling sedikit dua kali dan paling banyak 4 empat
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 117
Universitas Sumatera Utara
s. Pasal 39 ayat 3 KUP, denda paling sedikit dua kali dan paling banyak empat
kali jumlah restitusi yang dimohonkan danatau kompensasi atau pengkreditan dilakukan.
2. Sanksi Pidana.
Di dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi pidana
tersebut, diantaranya adalah :
106
a. Pada pelanggaran ringan kejahatan ringan dikarenakan akibat kealpaan diatur
dalam Pasal 38 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dipidana kurungan paling lama 1 satu tahun.
b. Pada perbuatan Wajib Pajak yang termasuk sebagai kejahatan yang disebabkan
adanya unsur kesengajaan, diatur dalam Pasal 39 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dipidana penjara paling singkat 6 enam bulan
dan paling lama 6 enam tahun. c.
Pasal 41 ayat 1 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dipidana kurungan paling lama 1 satu tahun.
d. Pasal 41 ayat 2 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
dipidana penjara paling paling lama 2 dua tahun e.
Pasal 41 A Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dipidana kurungan paling lama 1 satu tahun.
f. Pasal 41 B Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dipidana
penjara paling singkat lama 3 tiga tahun.
106
Hanantha Bwoga, dkk, Pemeriksaan Pajak di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,
2005, hal 67.
118
Universitas Sumatera Utara
g. Pasal 41 C ayat 1 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
dipidana kurungan paling lama 1 satu tahun. h.
Pasal 41 C ayat 2 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dipidana kurungan paling lama 10 sepuluh bulan.
i. Pasal 41 C ayat 3 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
dipidana paling lama 10 sepuluh bulan. j.
Pasal 41 C ayat 4 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dipidana kurungan paling lama 1 satu tahun.
C. Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Terhadap Sengketa Pajak.