3.9. Analisis Data
Data hasil penelitian efek ekstrak daun sirih pada Staphylococcus aureus dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16.0 untuk melihat apakah ada
perbedaan efektifitas yang bermakna dari masing-masing cakram uji yang mengandung kontrol negatif, berbagai konsentrasi ekstrak daun sirih hijau dan
kontrol positif dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Analisis data pada penelitian ini menggunakan uji hipotesis komparatif
numerik lebih dari dua kelompok tidak berpasangan sehingga uji statistik yang digunakan adalah One Way Anova jika distribusi normal. Jika distribusi data tidak
normal maka menggunakan uji nonparametrik yakni Uji Kruskall-Wallis. Untuk menentukan konsentrasi mana yang memiliki kebermaknaan maka dilakukan
analisis Post Hoc menggunakan uji Mann-Whitney. Jika dari hasil uji ANOVA ternyata didapatkan bahwa ada perbedaan bermakna antar masing-masing cakram
uji, maka diperlukan perhitungan multiple comparation untuk melihat cakram uji mana saja yang mempunyai perbedaan bermakna dengan cakram uji lainnya.
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Ekstrak Daun Sirih Hijau
Hasil determinasi menyebutkan bahwa tanaman yang digunakan adalah Piper betle linn, berasal dari famili Piperaceae. Dari 500 g daun sirih hijau
didapatkan ekstrak kental sebanyak 16.5 g Gambar 4.1. dan 4.2..
4.1.2 Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau terhadap Staphylococcus aureus
Pada konsentrasi ekstrak daun sirih hijau 10
6
ppm didapatkan rata- rata zona hambat sebesar 21.3 mm dengan standar deviasi 0.57. Pada konsentasi
ekstrak daun sirih hijau 5.10
6
ppm didapatkan rata-rata zona hambat sebesar 25.3 mm dengan standar deviasi 0.57. Pada konsentasi ekstrak daun sirih hijau 10
7
ppm didapatkan rata-rata zona hambat sebesar 27.3 mm dengan standar deviasi 0.09.
Gambar 4.1. Hasil Ekstraksi Daun Sirih Hijau
Gambar 4.2. Ekstrak Daun Sirih Hijau Dalam Berbagai Konsentrasi
Sementara pada pengamatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang diuji menggunakan antibiotik amoksilin sebagai kontrol positif didapatkan rata-
rata zona hambat sebesar 52.3 mm dengan standar deviasi 0.04 Gambar 4.3., 4.4 dan 4.5.
Gambar 4.3. Hambatan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Dari hasil penelitian didapatkan konsentrasi ekstrak daun sirih hijau
terkecil yaitu sebesar 10
6
ppm dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan kategori hambatan kuat. Hambatan pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus akan lebih besar seiring dengan lebih besarnya konsentrasi ekstrak daun sirih hijau yang digunakan, dan tergolong kategori kuat.
Etanol
Gambar 4.4. Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 4.5. Kontrol Positif Amoksilin
4.1.3 Uji Kebermaknaan Konsentrasi Ekstrak Daun Sirih Hijau
Berdasarkan analisis statistik Post Hoc melalui uji Mann-Whitney didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna p0.05 antar
konsentrasi dan kontrolnya dengan indeks kepercayaan 95. Dapat dikatakan bahwa daun sirih hijau efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus. Efek hambat ekstrak daun sirih hijau terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sangat efektif pada semua
konsentrasi Tabel 4.1.. Tabel 4.1. Hasil Analisis Multikomparasi dengan Menggunakan Uji
Mann –Whitney
Konsentrasi 10
6
5.10
6
10
7
Etanol Amoksilin
ppm 10
6
0.043 0.043
0.034 0.043
5.10
6
0.043 0.034
0.043 10
7
0.034 0.043
Etanol 0.034
Amoksilin
4.2 Pembahasan
Ekstrak daun sirih hijau terbukti kuat dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar
pula daya hambatnya terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan oleh Anang
Hermawan 2007 yang juga membuktikan bahwa ekstrak daun sirih hijau dengan pelarut DMSO Dimethil Sulfoxide 10 dengan metode disc diffusion dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan efektifitas kuat. Menurut Harapini et al., 1996 daya antibakteri minyak atsiri daun sirih
hijau disebabkan oleh adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri.
26
Heyne 1987 menyebutkan, komponen utama minyak atsiri terdiri dari fenol dan senyawa turunannya. Salah satu senyawa
turunan itu adalah kavikol yang memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan fenol. Kehadiran fenol yang merupakan senyawa toksik
mengakibatkan struktur tiga dimensi protein terganggu dan terbuka menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan pada struktur kerangka kovalen ikatan
disulfida.
5,27
Hal ini menyebabkan rantai polipeptida tidak dapat mempertahankan bentuk asalnya sehingga menyebabkan kerusakan pada dinding sel, dimana
dinding sel Staphylococcus aureus hanya terdiri dari beberapa lapis peptidoglikan tanpa adanya tiga polimer pembungkus yang terletak diluar lapisan peptidoglikan
yaitu lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida seperti pada bakteri E.coli sehingga selnya akan lebih mudah terdenaturasi oleh bethel phenol dan derivatnya
yang terkandung dalam ekstrak daun sirih hijau sehingga diameter daya hambatnya lebih lebar.
17
Deret asam amino protein tersebut tetap utuh setelah denaturasi, namun aktivitas biologisnya menjadi rusak sehingga protein tidak
dapat melakukan fungsinya.
25
Etanol 96, sebagai pelarut ekstrak daun sirih, tidak menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Sedangkan, amoksilin sebagai antibiotika
turunan penisilin dengan spektrum luas, digunakan sebagai kontrol positif, menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara bermakna. Amoksilin
bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri.
17
Varietas lain daun sirih seperti daun sirih merah juga terbukti memiliki efek antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini
dibuktikan dari penelitian Atingul data belum dipublikasikan ternyata ekstrak daun sirih merah dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan
efektifitas sedang sampai kuat.
28