Flora Normal Kulit Staphylococcus aureus

dalam proses adhesi bakteri yang dikenal sebagai microbial surface components recognizing adhesive matrix molecules MSCRAMM. 15,16 Gambar 2.3 Protein Permukaan Staphylococus aureus Sumber : Lowy FD. Staphylococcus aureus Infection: 1998 Staphylococcus aureus merupakan patogen utama pada manusia, karena mensekresikan beberapa toxin dan enzim yang berbahaya bagi manusia. Selain sangat patogen bakteri ini terdapat dimana-mana seperti pada lesi manusia, benda-benda yang terkontaminasi oleh lesi tersebut, saluran respirasi manusia dan kulit yang dapat berpindah-pindah secara kontak langsung maupun melalui udara. Gejala yang ditimbulkan dari infeksi dapat berupa peradangan lokal, nekrosis, dan pembentukan abses. Pada penyebaran ke bagian tubuh lain melewati pembuluh getah bening dan pembuluh darah. 1 Infeksinya dapat berupa furunkel yang ringan pada kulit sampai berupa suatu piemia yang fatal, serta keracunan makanan, dan toxic shock syndrome. 1,15 Penyakit yang disebabkan Staphylococcus aureus bermacam-macam dari yang lokal di kulit, paru, mukosa sampai sistemik seperti sindrome syok toksik dan keracunan makanan gambar 2.4 Gambar 2.4 Patogenenis Infeksi Staphylococcus aureus Sumber : Baratawidjaja, Karnen Garna. Imunologi dasar: 2012

2.5 Hand sanitizer

Hand sanitizer adalah suatu cairan atau gel antiseptik yang digunakan untuk mencuci tangan tanpa menggunakan air untuk membilasnya. 2 Menurut food and drug administration FDA Hand sanitizer dapat menghilangkan kuman kurang dari 30 detik. Berdasarkan penelitian sebelumnya membuktikan bahwa hand sanitizer efektif untuk mengurangi penyakit saluran pencernaan. 17,18,19, CDC Center for desease control mengungkapkan bahwa pada dasarnya hand sanitizer terbagi dua berdasarkan bahan aktif yang terkandung, yaitu hand sanitizer dengan alkohol dan tanpa alkohol yang memiliki bahan aktif berupa agen antimikroba lain yang biasa digunakan sebagai higenitas tangan yaitu Chlorhexidine, Chloroxylenol, Hexachlorophene, Iodine and iodophors, Quaternary ammonium compounds, dan Triclosan. Namun paling banyak ditemukan mengandung alkohol dan triclosan. 3,4,20, Alkohol pada hand sanitizer biasanya diukur dengar skala ukuran “” terhadap volume air yang terkandung dengan kandungan alkohol yang sering digunakan di hand sanitizer, yaitu etil alkohol, isopropil alkohol dan n-propanolol, ketiga bahan ini sering digunakan sebagai bahan aktif di produk-produk pembersih tangan karena bahan-bahan ini menunjukkan aktivitas antimikroba yang cepat dengan spektrum yang luas melawan bakteri vegetatif, virus dan jamur, namun tidak bersifat sporosidal. 3,7 Kemampuan antimikroba dari alkohol ini adalah dengan mendenaturasi protein mikroba dan aktifitas antimikroba ini optimal bila diencerkan dengan air sekitar 60 – 95 . 3, 17,18,19,21 Alkohol memiliki kemampuan aktivitas bakteriosida yang baik terhadap Gram positif dan Gram negatif termasuk juga MRSAMethicilin Resistent of Staphylococcus aureus, virus dan beberapa jamur. Tetapi alkohol tidak memiliki efek antimikroba terhadap bakteri berspora dan efeknya sangat lemah terhadap non-enveloped non- lipophilic viruses. 3,19,22,23 Aktivitas antimikroba pada alkohol berpengaruh pada beberapa faktor, yaitu jenis alkohol yang digunakan, konsentrasi alkohol, waktu kontak, volume yang digunakan, dan keadaan tangan yang sedang menggunakan. Menurut beberapa penelitian menyatakan bahwa efek dari antimikroba etil etanol dengan isopropil alkohol berbeda terhadap virus Hemofilus A, yaitu etil alkohol sudah biasa memberikan efek antimikroba terhadap virus Hemofilus A dengan kadar 60 – 80 sedangkan isopropil alkohol pada kadar 70 – 90 , selain itu volume alkohol 3 ml lebih menunjukkan sifat antimikroba dibandingkan dengan volume alkohol 1 ml, namun sampai sekarang belum ada kepastian mengenai berapa volume alkohol yang efektif digunakan sebagai antimikroba. 3,4 Selain alkohol salah satu bahan aktif yang sering digunakan di dalam hand sanitizer adalah triclosan. Triclosan adalah salah satu jenis bisfenol yang biasa digunakan secara luas sebagai bahan aktif di sabun antiseptik atau beberapa produk antiseptik lainnya, triclosan ini dipakai karena memiliki sifat bakteriostatik, sporostatik dan bakterisidal dengan kadar tertentu. 7 Meneurut WHO triclosan efektif dipakai dengan kadar 0.2 – 2 karena dengan kadar itu triclosan memiliki efek antimikroba dengan mekanisme menghambat enoyl ACP-reductases essential enzymes yang berguna sebagai sistesis asam lemak bakteri. 3 Namun triclosan lebih efektif terhadap bakteri Gram positif dibandingkan Gram negatif, hampir tidak memiliki efek pada bakteri Gram negatif seperi Pneumonia aeruginosa. 3,23,24,25 Walaupun alkohol mempunyai efek antimikroba namun hanya bekerja pada short acting bukan long acting, sehingga tidak berifat persisten. Menurut hasil beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pemakaian kombinasi alkohol dan antimikroba lainnya seperti triclosan dan lainnya menyebabkan terciptanya sifat efek antimikroba yang persisten. 3,25

2.6 Pengujian Antimikroba

Pengujian antimikroba bertujuan untuk memperoleh suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien dengan menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi senyawa antimikroba di pabrik, untuk menentukan farmakokinetik obat pada hewan atau manusia, dan untuk memonitor dan mengontrol kemotrapi obat. Pengujian antimikroba ini terdapat berbagai macam metode, namun secara garis besar dibagi menjadi dua metode, yaitu metode difusi dan dilusi. 5,26,27,28

2.6.1 Metode Difusi

2.6.1.1 Metode disc diffusion Tes Kirby Bauer. Tes ini menggunakan piringan kertas cakram yang berisikan agen antimikroba dan ditanam di atas agar berisikan pembiakan bakteri tertentu dan nantinya akan diinkubasi selama 18 – 24 jam dengan suhu 37 o C. Interpretasi dari uji ini akan terbentuknya daerah bening yang tidak ditumbuhi oleh pembiakan bakteri di agar yang disebut sebagai zona hambat, jika semakin besar zona hambat yang terbentuk, maka semakin efektif agen antimikroba tersebut. 5,26,27 Tabel 2.3 Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri Sumber : Seila I. Efek Ek strak Daun Sirih Hijau Piper betle L. : 2009 2.6.1.2 Metode Lubang Cup-plate technique, Metode ini dilakukan dengan membuat lubang dan diisi dengan uji antimikroba pada agar yang sudah diisikan biakan bakteri tertentu. Interpretasi dari uji ini dengan melihat daerah bening yang terbentuk disekitar lubang. 5,26, 2.6.1.3 Metode Parit Dith-plath technique, Pada metode ini antimikroba yang ingin diuiji diletakkan pada potongan agar DIAMETER ZONA TERANG RESPON HAMBATAN PERTUMB UHAN 20 MM Kuat 16-20 MM Sedang 10-15 MM Lemah 10 MM Tidak ada yang dipotong secara membujur pada bagian tengah Petridis yang menyerupai parit. 26 2.6.1.4 Gradient-Plate technique, Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar yang akan dicampurkan bervariasi menurut jenisnya. Awalnya media agar dicairkan dan ditambahkan dengan larutan agen antimikroba yang ingin diuji, kemudian campuran dituangkan ke dalam cawan petri dan diletakkan dengan posisi miring yang selanjutnya dituangkan nutrisi kedua diatasnya. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji maksimal 6 macam digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi hingga rendah, lalu hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. 26

2.6.2 Metode Dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua, yaitu dilusi cair broth dilution dan dilusi padat Solid dilution. 2.6.2.1 Metode Dilusi Cair Metode ini mengukur kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum. Cara yang dilakukan dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan bakteri yang ingin diujikan. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba itu, maka ditetapkan sebagai kadar hambat minimum. Namun larutan yang ditetapkan sebagai kadar hambat minimum itu selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri yang diuji maupun agen antimikroba lalu diinkubasi selama 18 – 24 jam. Media cair yang tetap jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai kadar bunuh minimum.5, 26 2.6.2.2 Metode Dilusi Padat Metode ini sama dengan metode dilusi cair, perbedaanya hanya pada media yang digunakan yaitu media padat solid. 5,26,27,28