Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindroma Dispepsia Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

(1)

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindroma Dispepsia

Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Nurul Khotimah

081101040

Skripsi

Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindroma Dispepsia Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara”, untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang sangat berharga bagi penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, MKes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, SKp, MNS sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Yesi Ariani, SKep, Ns, MKep, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Cholina Trisa Siregar, SKep, Ns, MKep, Sp. KMB dan ibu Rika Endah Nurhidayah, SKp, MPd selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga Allah membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

6. Orang tua tercinta ibunda Alm. Rosmiati br Sinaga dan ayahanda Achmad Robani terima kasih atas kasih sayang dan pengorbanan yang kalian berikan. Semoga anakmu ini bisa menjadi kebanggaan untuk kalian.


(4)

7. Abangda Roby Syahputra, Amd atas dukungannya baik moril maupun materil dan adinda Muhammad Ridho semoga dapat lebih baik dari kakak.

8. Seseorang yang selalu mendukung disaat suka maupun duka Rizky Wibawa, Amd. Terima kasih atas semangat yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat karib Melisa Utari Tanjung, Devi Ardila, dan Eis Sumiati. Ini adalah awal bagi kita untuk menata kehidupan dan semoga kita selalu mendapatkan yang terbaik dari Allah SWT.

10.Teman-teman seperjuangan angkatan 2008 yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semangat untuk meraih impian kita.

11.Seluruh responden untuk penelitian ini yaitu mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur reguler angkatan 2008-2011.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Juli 2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema ... vii

Daftar Tabel ... viii

Abstrak ... ix

BAB 1. Pendahuluan 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 5

3. Hipotesis ... 6

4. Tujuan Penelitian ... 6

5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. Tinjauan Pustaka 1. Dispepsia 1.1.Definisi Dispepsia ... 8

1.2.Etiologi Dispepsia ... 8

1.3.Klasifikasi Dispepsia... 9

1.4.Fungsi Motorik Lambung .. ... 10

1.5.Sekresi Getah Lambung ... 11

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindroma Dispepsia 2.1.Tingkat Stres ... 13

2.2.Keteraturan Makan ... ... 20

2.3.Makanan dan Minuman Iritatif ………. 21

2.4.Riwayat Penyakit (Gastritis atau Ulkus Peptikum) ………… 27

BAB 3. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Penelitian ... 32

2. Definisi Operasional ... 33

BAB 4. Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian ... 35

2. Populasi Penelitian ... 35

3. Sampel Penelitian ... 35

4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

5. Pertimbangan Etik ... 37

6. Instrumen Penelitian ... 38

7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 40

8. Pengumpulan Data... 42


(6)

BAB 5. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Penelitian ... 46 2. Pembahasan ... 55 BAB 6. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan ... 70 2. Saran ... 70 Daftar Pustaka ... 71 Lampiran

1. Informed Consent 2. Instrumen Penelitian

3. Surat Izin Pengambilan Data Penelitian 4. Jadwal Penelitian

5. Taksasi Dana

6. Surat Uji validitas Kuesioner Penelitian 7. Tabel Uji Reliabilitas

8. Tabel Analisa Data 9. Daftar Riwayat Hidup


(7)

DAFTAR SKEMA


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab Dispepsia ………... 9

Tabel 3.1 Defenisi Operasional... 33

Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ……... 42

Tabel 4.2 Uji Statistik Analisa Data ... 44

Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Semester dan Suku Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU Jalur Regular Angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ... 47 Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut UsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU Jalur Regular Angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ……... 48 Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Stres, Keteraturan Makan, Makanan dan Minuman Iritatif dan Riwayat Penyakit (Gastritis) dan Sindroma DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU Jalur Regular Angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ………... 49 Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Tingkat Stres dan Sindroma DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ... 50 Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Keteraturan Makan dan Sindroma DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011Bulan Juli 2012 (n=74) ……….. 51 Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Makanan dan Minuman Iritatif dan Sindroma DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ………...……… 51 Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Riwayat Penyakit (Gastritis atau Ulkus Peptikum) dan Sindroma DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74) ………...…… 52

Tabel 5.8 Hasil Seleksi Kandidat ……… 53

Tabel 5.9 Tabel Baku Emas ……… 53

Tabel 5.10 Hasil Uji Interaksi ……… 54


(9)

Judul : Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Sindroma Dispepsia Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Nurul Khotimah N I M : 081101040

Jurusan : Sarjana Keperawatan (SKep) Tahun : 2012

Abstrak

Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan, cepat kenyang, heartburn, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah. Banyak faktor yang mempengaruhi sindroma disepsia, diantaranya adalah tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif, dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum). Populasi penelitian ini adalah mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur reguler angkatan 2008-2011 sebanyak 291 orang. Sedangkan sampel penelitian diambil dengan teknik Simple Random Sampling yaitu sebanyak 74 orang. Instrumen pengumpulan data disusun dalam bentuk kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti menggunakan skala Likert dan skala Guttman untuk kuesioner sindroma dispepsia. Data penelitian dianalisa dengan analisa univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat dengan mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel penelitian. Uji bivariat menggunakan uji korelasi Chi Square dan analisa multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda model prediksi. Hasil analisa Chi Square didapatkan nilai p value < 0,05 untuk masing-masing variabel. Ini berarti semua faktor memiliki hubungan yang bermakna dengan sindroma dispepsia. Hasil analisa menggunakan regresi logistik ganda model prediksi didapatkan bahwa tingkat stres memberikan pengaruh terbesar terhadap sindroma dispepsia dimana nilai OR tingkat stres adalah 10,068, berarti mahasiswa yang mengalami stres sedang 10 kali lebih besar menderita sindroma dispepsia dibandingkan dengan mahasiswa yang mengalami stres ringan setelah dikontrol keteraturan makan dan makanan/minuman iritatif. Penelitian selanjutnya diharapkan memaparkan lebih banyak lagi faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia, seperti infeksi bakteri Helicobacter pylori, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan sebagainya.

Kata kunci : Sindroma dispepsia, tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minumani iritatif, riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)


(10)

Judul : Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Sindroma Dispepsia Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Nurul Khotimah N I M : 081101040

Jurusan : Sarjana Keperawatan (SKep) Tahun : 2012

Abstrak

Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan, cepat kenyang, heartburn, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah. Banyak faktor yang mempengaruhi sindroma disepsia, diantaranya adalah tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif, dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum). Populasi penelitian ini adalah mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur reguler angkatan 2008-2011 sebanyak 291 orang. Sedangkan sampel penelitian diambil dengan teknik Simple Random Sampling yaitu sebanyak 74 orang. Instrumen pengumpulan data disusun dalam bentuk kuesioner yang dikembangkan sendiri oleh peneliti menggunakan skala Likert dan skala Guttman untuk kuesioner sindroma dispepsia. Data penelitian dianalisa dengan analisa univariat, bivariat dan multivariat. Analisis univariat dengan mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel penelitian. Uji bivariat menggunakan uji korelasi Chi Square dan analisa multivariat menggunakan uji regresi logistik ganda model prediksi. Hasil analisa Chi Square didapatkan nilai p value < 0,05 untuk masing-masing variabel. Ini berarti semua faktor memiliki hubungan yang bermakna dengan sindroma dispepsia. Hasil analisa menggunakan regresi logistik ganda model prediksi didapatkan bahwa tingkat stres memberikan pengaruh terbesar terhadap sindroma dispepsia dimana nilai OR tingkat stres adalah 10,068, berarti mahasiswa yang mengalami stres sedang 10 kali lebih besar menderita sindroma dispepsia dibandingkan dengan mahasiswa yang mengalami stres ringan setelah dikontrol keteraturan makan dan makanan/minuman iritatif. Penelitian selanjutnya diharapkan memaparkan lebih banyak lagi faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia, seperti infeksi bakteri Helicobacter pylori, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan sebagainya.

Kata kunci : Sindroma dispepsia, tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minumani iritatif, riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan, cepat kenyang, heartburn, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah (Tarigan, 2003). Salah cerna (indigestion) mungkin digunakan oleh pasien untuk menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi atau flatus (Grace & Borley, 2006).

Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik merupakan dispepsia yang diketahui penyebabnya, misalnya ada ulkus peptikum, karsinoma lambung, kholelithiasis. Sedangkan dispepsia fungsional merupakan dispepsia yang tidak diketahui penyebabnya atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional, atau tidak ditemukannya adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Tarigan, 2003).

Penelitian yang dilakukan Annisa pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan, didapat angka kejadian sindrom dispepsia sebesar 64,4 % dengan jenis keluhan terbanyak adalah nyeri epigastrium sebanyak 50,1 % dan keluhan yang paling sedikit adalah muntah sebanyak 6,8 %. Angka ini tergolong cukup besar, dan dapat dikatakan bahwa hampir semua atau sebagian besar remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan mengalami sindrom dispepsia (Annisa, 2009). Hasil penelitian lain yang dilakukan Rahmawati (2009) menunjukkan


(12)

bahwa terdapat 17 pasien (8,5 %) serta 11 keluarga (5,5 %) yang mengalami penyakit saluran pencernaan. Lebih dari 50 % pasien dengan penyakit saluran cerna mengalami dispepsia.

Dispepsia dapat disebabkan oleh banyak hal (Harahap, 2010). Menurut Annisa (2009, dikutip dari Djojoroningrat, 2001), penyebab timbulnya dispepsia diantaranya karena faktor diet dan lingkungan, sekresi cairan asam lambung, fungsi motorik lambung, persepsi viseral lambung, psikologi dan infeksi Helicobacter Pylori.

Banyak penelitian yang dilakukan terkait dispepsia. Penelitian yang dilakukan Annisa (2009) pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan menjelaskan bahwa ada hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia. Besarnya angka kejadian sindroma dispepsia pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan ternyata sesuai dengan pola makannya yang sebagian besar tidak teratur. Dalam ilmu gizi, tidak dianjurkan diet ketat dengan mengurangi frekuensi makan. Frekuensi makan tetap 3 kali sehari dengan diselingi makanan ringan diantaranya (Martini, 2011). Menurut Dewi (2011), jadwal makan yang ideal dijalankan agar mempunyai pola makan yang baik adalah 5 sampai 6 kali sehari, yaitu sarapan pagi, snack, makan siang, snack sore, makan malam, dan bilamana perlu boleh ditambah dengan snack malam.

Sindroma dispepsia juga dipengaruhi oleh tingkat stres. Hal ini sesuai dengan penelitian Susanti (2011), terdapat hubungan antara tingkat stres dengan gejala dispepsia pada mahasiswa IPB. Semakin tinggi tingkat stres, maka semakin tinggi risiko untuk mengalami dispepsia. Stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis 2


(13)

terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari-hari (Hidayat, 2009). Adanya rangsangan emosional kuat dapat meningkatkan pengeluaran asam basal melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah satu penyebab ulkus peptikum (Price & Wilson, 2006).

Menurut Susanti (2011), kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman, seperti makan pedas, asam, minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi dapat meningkatkan resiko munculnya gejala dispepsia. Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan bersama makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, 2004). Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat kimia, seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, misalnya jahe, merica (Warianto, 2011). Pertumbuhan mahasiswa (remaja menuju dewasa) diiringi dengan meningkatnya partisipasi kehidupan sosial dan aktivitas dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang mereka makan (Mulia, 2010).

Riwayat penyakit atau gangguan lambung erat kaitannya dengan frekuensi dispepsia. Mahasiswa yang memiliki riwayat gangguan lambung (gastritis atau tukak peptik) sebelumnya lebih beresiko mengalami dispepsia dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat (Susanti, 2011). Menurut Price (2005), gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung 3


(14)

yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal, sedangkan ulkus peptikum merupakan diskontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai bawah epitel (jaringan mukosa, submukosa dan lapisan otot saluran cerna bagian atas, dapat terjadi di esofagus, gaster, duodenum dan jejenum) yang disebabkan oleh asam lambung dan pepsin. Manifestasi klinis dari keduanya memberikan gambaran seperti gejala sindroma dispepsia. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Keperawatan di Universitas Sumatera Utara (USU) oleh Sebayang (2011), didapat bahwa pengetahuan mahasiswa mengenai faktor penyebab timbulnya gastritis mayoritas dalam kategori tinggi yaitu 81 orang (92,0 %) dan minoritas dalam kategori rendah yaitu 3 orang (3,4 %). Perilaku pencegahan gastritis pada mahasiswa mayoritas dalam kategori kurang yaitu 61 orang (69,3 %) dan minoritas dalam kategori baik yaitu 10 orang (11,4 %).

Mayoritas mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara adalah perempuan (Fakultas Keperawatan USU , 2011). Menurut Harahap (2009), kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki. Perbandingan insiden 2:1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tarigan (2001) di RSUP. Adam Malik Medan, diperoleh penderita dispepsia fungsional laki-laki sebanyak 9 orang (40,9 %) dan perempuan sebanyak 13 orang (59,1 %). Menurut Kurnianingsih (2009, dikutip dari hasil penelitian Wharton et. Al, 2008) terhadap mahasiswa di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dari 5,6 % dari remaja putri yang berdiet dalam jangka waktu lama akan menimbulkan perilaku makan menyimpang.


(15)

Hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang mahasiswa Fakultas Keperawatan USU, maka ditemukan dari 10 mahasiswa 7 diantaranya mengalami sindroma dispepsia. Angka ini terbilang cukup tinggi melihat bahwa Fakultas Keperawatan merupakan pendidikan di bidang kesehatan, sehingga pengetahuan tentang penyakit seharusnya sudah dimiliki dan pencegahan maupun penanggulangannya dapat dilakukan dengan baik.

Hal inilah yang mendorong keinginan peneliti untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU. Faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia terdiri dari tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif, dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum).

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian adalah apakah faktor-faktor (tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)) mempengaruhi sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU?

3. Hipotesis

Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah faktor-faktor (tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)) mempengaruhi sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU (menolak hipotesa nol, H0)


(16)

4. Tujuan Penelitian 4.1 Tujuan umum :

Untuk mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor (tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)) dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU.

4.2 Tujuan khusus :

1. Untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat stres dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU.

2. Untuk mengidentifikasi hubungan keteraturan makan dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU.

3. Untuk mengidentifikasi hubungan makanan dan minuman iritatif dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU.

4. Untuk mengidentifikasi hubungan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum) dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU.

5. Untuk mengidentifikasi faktor yang memberikan pengaruh terbesar terhadap sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU.


(17)

5. Manfaat Penelitian

5.1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU dan faktor yang memberikan pengaruh terbesar terhadap sindroma dispepsia pada mahasiswa tersebut. Dan melatih berfikir logis dan sistematis serta mampu melakukan penelitian dengan metode yang baik dan benar.

5.2. Bagi Penelitian Keperawatan

Mengembangkan penelitian dan melanjutkan penelitian terkait sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan praktik keperawatan. Dan diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi untuk penelitian selanjutnya terkait dengan sindroma dispepsia.

5.3. Bagi Pelayanan Masyarakat

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber informasi yang benar bagi masyarakat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala sindroma dispepsia. Sehingga masyarakat dapat mengatur pola hidup yang baik terkait pola makan dan stres untuk mencegah sindroma dispepsia dan akhirnya meningkatkan status kesehatan masyarakat.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Dispepsia

1.1Defenisi Dispepsia

Dispepsia adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Salah cerna (indigestion) mungkin digunakan oleh pasien untuk menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi atau flatus (Grace & Borley, 2006). Menurut Tarigan (2003), dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah, heartburn, regurgitasi.

Menurut Annisa (2009, dikutip dari Yasser, 2004) prevalensi dispepsia bervariasi antara 3 % sampai 40 %. Variasi dalam angka prevalensi ini berkaitan dengan perbedaan dalam defenisi dispepsia pada penelitian-penelitian tersebut.

1.2Etiologi Dispepsia

Sebagai suatu gejala atau sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit (Tarigan, 2003). Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan dispepsia dapat dilihat pada tabel 2.1.


(19)

Tabel 2.1 Penyebab dispepsia Dalam lumen saluran cerna

- Tukak peptik - Gastritis - Keganasan Gastroparesis Obat-obatan

- Anti inflamasi non steroid - Teofilin - Digitalis - Antibiotik Hepato-bilier - Hepatitis - Kolesistisis - Kolelitiasis - Keganasan

- Disfungsi sphincter Odli

Pankreas

- Pankreatitis - Keganasan Keadaan sistemik

- Diabetes melitus - Penyakit tiroid - Gagal ginjal - Kehamilan - Penyakit jantung

sistemik Gangguan fungsional

- Dispepsia fungsional - Sindrom kolon iritatif

Sumber : Annisa (2009, dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, 2001)

1.3Klasifikasi Dispepsia

Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan kelompok gejala maka dispepsia dibagi atas dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik adalah apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya ada ulkus peptikum, karsinoma lambung, kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara mudah. Dispepsia fungsional adalah apabila penyebab dispepsia tidak diketahui atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional, atau tidak ditemukannya adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (Tarigan, 2003).

Menurut Calcaneus (2010), klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan. Dengan demikian, dispepsia dapat dibagi


(20)

menjadi 3 tipe, yaitu dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia) dengan gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati, dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala yang dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang, dan dispepsia nonspesifik yaitu dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam satu kategori diatas.

1.4Fungsi Motorik Lambung

Menurut Laksono (2011), terdapat hubungan antara skor keparahan dispepsia dengan tingkat kerusakan mukosa lambung. Oleh karena itu, penting untuk memahami fungsi motorik dan sekresi lambung untuk mengetahui patogenesis dari sindroma dispepsia. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan, pencampuran dan pengosongan kimus (makanan yang bercampur dengan sekret lambung) ke dalam duodenum (Price & Wilson, 2006).

Dalam keadaan normal, makanan yang masuk ke dalam lambung menimbulkan rangsang taktil yang memulai terjadinya refleks vagal yang mengakibatkan tonus otot dinding lambung berkurang secara progresif sehingga makanan dapat ditumpuk lebih banyak lagi di dalam lambung sampai mencapai limit kira-kira 1,5 liter. Makin banyak jumlah makanan di dalam lambung, makin hebat pula derajat distensi yang dialami oleh dinding lambung, sehingga menimbulkan refleks mienterik lokal dan refleks vagal yang lebih kuat. Akibatnya aktivitas pompa pilorus meningkat dan aktivitas


(21)

sfingter pilorus dihambat, sehingga sfingter pilorus berelaksasi, artinya sfingter membuka lebih besar dan kimus yang berada dalam pilorus dengan mudah masuk ke dalam duodenum. Jadi, semakin banyak isi gaster semakin cepat pula pengosongannya (Herman, 2004).

Pengosongan lambung tergantung pada jenis makanan. Biasanya berlangsung sekitar 1-4 jam. Makanan yang mengandung protein, lemak, makanan yang kental (hipertonis), banyaknya udara dan usus halus yang penuh memerlukan waktu yang lebih lama untuk dicerna dalam lambung. Lemak tetap berada di dalam lambung selama 3-6 jam. Cairan lambung yang asam memicu terjadinya pencernaan protein dan lemak (Suratun & Lusianah, 2010).

1.5Sekresi Getah Lambung (Gastrik Juice)

Menurut Suratun dan Lusianah (2010), getah lambung (gastric juice) disekresikan oleh tiga tipe kelenjar yang terdapat didalam mukosa lambung, yaitu kelenjar kardia, kelenjar fundus dan kelenjar gastrik. Kelenjar kardia berfungsi mensekresi mukus. Kelenjar fundus memiliki sel utama yaitu sel zimogenik (sel chief) mensekresi pepsinogen menjadi pepsin, sel parietal mensekresi HCl dan faktor intrinsik (berfungsi dalam absorpsi vitamin B12 di usus halus) dan mensekresi mukus. Kelenjar gastrik, terdapat sel G yang terdapat di daerah pilorus. Sel G memproduksi HCl, pepsinogen dan substansi lain yang disekresi adalah enzim, elektrolit (ion Na, kalium dan klorida).


(22)

Getah lambung tiap hari disekresi ± 1000-1500 ml oleh kelenjar lambung daerah kardia, fundus dan pilorus. pH 1,5-3,5 isotonis dengan cairan plasma. Kandungan getah lambung terdiri dari elektrolit, pepsin, lipase dan amilase gastrik, renin, faktor intrinsik, HCl dan histamin. Lambung terlindungi dari proses autodigenti oleh enzim proteolitik dan HCl lambung karena adanya lapisan mukus alkalin yang tebal yang menutupi dinding lambung sehingga pH lambung meningkat. Sel epitel mukosa lambung yang bergabung disebut dengan tight junction dan impermeabel terhadap HCl, sehingga kerusakan sel epitel cepat diperbaiki dan diganti. Pengendalian sekresi gastrik juice diatur oleh mekanisme saraf dan humoral. Komponen saraf adalah refleks otonom lokal dan impuls susunan saraf pusat melalui saraf vagus. Komponen humoral adalah hormon gastrin, CCK (kolesistokinin), komponen lain yang ikut mempengaruhi adalah histamin (H2), asetilkolin, alkohol, cuka, kafein dan asam amino (Suratun & Lusianah, 2010).

Menurut Price dan Wilson (2006), pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik dan intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu akibat melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Fase sefalik ini menghasilkan sekitar 10 % dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan. Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari dua pertiga sekresi lambung total setelah makan, sehingga merupakan bagian


(23)

terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2.000 ml. Dan fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum.

Pada periode interdigestif (antar dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal (basic acid output, BAO) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan lambung selama puasa 12 jam. Sekresi lambung normal selama periode ini terutama terdiri dari mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi rangsangan emosional kuat dapat meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah satu penyebab ulkus peptikum (Price & Wilson, 2006).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sindroma Dispepsia 2.1Tingkat Stres

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanti (2011), terdapat hubungan antara tingkat stres dengan gejala dispepsia pada mahasiswa IPB. Semakin tinggi tingkat stres, maka semakin tinggi risiko untuk mengalami dispepsia.

2.1.1 Defenisi Stres

Stres adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari-hari (Hidayat, 2009). Menurut WHO (2003), stres adalah


(24)

reaksi/respon tubuh terhadap stressor psikososial (tekanan mental/beban kehidupan (Sriati, 2008).

2.1.2 Sumber Stres

Kondisi stres dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber, dalam istilah yang lebih umum disebut stresor. Stresor adalah keadaan atau situasi, objek atau individu yang dapat menimbulkan stres. Secara umum, stresor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu stresor fisik, sosial dan psikologis (Hidayat, 2009).

1. Stresor fisik

Bentuk dari stresor fisik adalah suhu (panas dan dingin), suara bising, polusi udara, keracunan, obat-obatan (bahan kimiawi).

2. Stresor sosial

a. Stresor sosial, ekonomi dan politik, misalnya tingkat inflasi yang tinggi, tidak ada pekerjaan, pajak yang tinggi, perubahan tekhnologi yang cepat, kejahatan.

b. Keluarga, misalnya peran seks, iri, cemburu, kematian anggota keluarga, masalah keuangan, perbedaan gaya hidup dengan pasangan atau anggota keuarga yang lain.

c. Jabatan dan karir, misalnya kompetisi dengan teman, hubungan yang kurang baik dengan atasan atau sejawat, pelatihan, aturan kerja.


(25)

d. Hubungan interpersonal dan lingkungan, misalnya harapan sosial yang terlalu tinggi, pelayanan yang buruk, hubungan sosial yang buruk.

3. Stresor psikologis a. Frustasi

Frustasi adalah tidak tercapainya keinginan atau tujuan karena ada hambatan.

b. Ketidakpastian

Apabila seseorang sering berada dalam keraguan dan merasa tidak pasti mengenai masa depan atau pekerjaannya. Atau merasa selalu bingung dan tertekan, rasa bersalah, perasaan khawatir dan inferior.

2.1.3 Gejala Stres

Gejala terjadinya stres secara umum terdiri dari 2 (dua) gejala (Hidayat, 2009).

a. Gejala fisik

Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stres adalah nyeri dada, diare selama beberapa hari, sakit kepala, mual, jantung berdebar, lelah, sukar tidur, dan lain-lain.

b. Gejala psikis

Sementara bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah cepat marah, ingatan melemah, tak mampu berkonsentrasi, tidak mampu menyelesaikan tugas, perilaku impulsive, reaksi berlebihan terhadap


(26)

hal sepele, daya kemampuan berkurang, tidak mampu santai pada saat yang tepat, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain, dan emosi tidak terkendali.

2.1.4 Tahapan Stres

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Dan, baru dirasakan bilaman tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun di pergaulan lingkungan sosialnya (Hawari, 2006).

Dr. Robert J. Van Amberg (1979, dalam Hawari 2006) dalam penelitiannya membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut :

Stres tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut :

a. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting) b. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasa

c. Merasa mampu menyelesikan pekerjaan lebih dari biasanya; namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula

d. Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.


(27)

Stres tahap II

Dalam tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk istirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut :

a. Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar b. Merasa mudah lelah sesudah makan siang

c. Lekas merasa capai menjelang sore hari

d. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort) e. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar)

f. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang g. Tidak bisa santai

Stres tahap III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap II tersebutdi atas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu :

a. Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare)


(28)

b. Ketegangan otot-otot semakin terasa

c. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat

d. Gangguan pola tidur (insomnia)

e. Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).

Stres tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter shubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III di atas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul :

a. Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit

b. Aktivitas pekerjaan yang semula menyenagkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit

c. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate)

d. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari e. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang

menegangkan

f. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun


(29)

g. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

Stres tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut :

a. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam

b. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana

c. Gangguan sistem pencernaan semakin berat

d. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

Stres tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut :

a. Debaran jantung teramat keras

b. Susah bernafas (sesak dan megap-megap)

c. Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran d. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan

e. Pingsan atau kolaps.


(30)

2.2Keteraturan Makan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Annisa (2009), terdapat hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan. Adapun maksud dari ketidakteraturan makan adalah hitungan pola konsumsi makan per hari yang di ukur berdasarkan frekuensi makan.

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat. Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah : “Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or prepared form, which are part of human diet”. Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan (Prabu, 2008).

Setiap fungsi tubuh mempunyai irama biologis (circadian rhythm) yang jam kerjanya tetap dan sistematis dalam siklus 24 jam per hari. Meskipun sistem pencernaan sendiri memiliki 3 siklus yang secara simultan aktif, namun pada waktu-waktu tertentu masing-masing siklus akan lebih intensif dibandingkan siklus-siklus lainnya. Jika aktivitas salah satu siklus terhambat, aktivitas siklus berikutnya juga ikut terhambat. Hambatan ini besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme (Soehardi, 2004).

Dalam ilmu gizi, tidak dianjurkan diet ketat dengan mengurangi frekuensi makan. Frekuensi makan tetap 3 kali sehari dengan diselingi makanan ringan diantaranya (Martini, 2011). Menurut Dewi (2011),


(31)

jadwal makan yang ideal dijalankan agar mempunyai pola makan yang baik adalah 5 sampai 6 kali sehari, yaitu sarapan pagi, snack, makan siang, snack sore, makan malam, dan bilamana perlu boleh ditambah dengan snack malam. Menurut Annisa (2009, dikutip dari Iping, 2004), jeda waktu makan yang baik berkisar antara 4-5 jam. Jeda waktu makan yang lama dapat mengakibatkan sindroma dispepsia. Menurut Putheran (2012), kerja lambung meningkat pada waktu pagi, yaitu jam 07.00-09.00. Ketika siang hari berada dalam kondisi normal dan melemah pada waktu malam hari jam 07.00-09.00 malam.

Dalam kondisi normal, konsentrasi asam dan aktivitas enzim pada lambung akan meningkat dan mencapai puncaknya maksimal setiap 4 jam setelah makan dan kemudian menurun pada jam berikutnya. Makanan yang tertahan lebih dari 4 jam di lambung akan menurunkan fungsi asam lambung, sehingga sebagian makanan ada yang tidak tersentuh asam lambung. Lamanya lambung menahan setiap jenis makanan berbeda-beda. Makanan tinggi zat pati umumnya sekitar 3 jam, tinggi protein sekitar 4 jam dan tinggi lemak sekitar 6 jam (Soehardi, 2004).

2.3Makanan dan Minuman Iritatif

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanti (2011) pada mahasiswa IPB, terdapat perbedaan antara kelompok kasus dan kontrol dalam mengkonsumsi makanan pedas, makanan atau minuman asam, kebiasaan minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi. Kebiasaan


(32)

mengkonsumsi makanan dan minuman tersebut dapat meningkatkan resiko munculnya gejala dispepsia pada mahasiswa tersebut.

Jenis makanan yang dikonsumsi hendaknya mempunyai proporsi yang seimbang antara karbohidrat (55-65 %), protein (10-15 %) dan lemak (25-35 %) (Dewi, 2011). Makanan yang sehat adalah makanan yang didalamnya terkandung zat-zat gizi, seperti karbohidrat, protein dan lemak ditambah dengan vitamin dan mineral (Hardani, 2002).

Kembung merupakan salah satu gejala dari sindroma dispepsia. Perut kembung dapat disebabkan oleh masuk angin (aerophagia) atau karena usus membuat banyak gas. Makan terburu-buru menyebabkan produksi gas usus lebih banyak dari biasanya. Jenis makanan/minuman tertentu seperti minuman bersoda, durian, sawi, nangka, kubis dan makanan sumber karbohidrat seperti beras ketan, mie, singkong, dan talas dapat menyebabkan perut kembung (Salma, 2011). Makanan yang sangat manis seperti kue tart dan makanan berlemak seperti keju, gorengan merupakan makanan yang lama di cerna/sulit dicerna menyebabkan hipersekresi cairan lambung yang dapat membuat nyeri pada lambung (Salma, 2011).

Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan bersama makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, 2004). Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya beberapa zat


(33)

kimia, seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka. Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, misalnya jahe, merica (Warianto, 2011).

Keseimbangan asam basa jaringan tubuh dan darah manusia harus berada pada pH 7,3-7,5 (di atas pH netral) agar tetap sehat dan berfungsi optimal. Oleh sebab itu, tubuh memerlukan lebih banyak makanan pembentuk basa daripada makanan pembentuk asam. Kandungan mineral pada makanan sangat potensial dalam mempengaruhi atau membentuk suasana asam atau basa di dalam tubuh. Makanan pembentuk asam mengandung lebih banyak mineral nonlogam, seperti belerang/sulfur (S), fosfor/phosphor (P), dan klor/chlor (Cl). Sedangkan makanan yang dapat menurunkan keasaman tubuh atau membentuk efek basa mengandung lebih banyak mineral logam, seperti potassium/kalium (K), sodium/natrium (Na), magnesium (Mg), zat besi/ferrum (Fe), dan kalsium/calsium (Ca) (Soehardi, 2004).

Makanan pembentuk asam umumnya juga mengandung sejumlah besar protein dan sedikit air. Hampir semua makanan protein dan biji-bijian (beras, jagung, gandum, dsb) termasuk produk olahannya, memberi reaksi kimiawi asam pada tubuh, kecuali susu mentah, yoghurt, kacang almond, dan millet (belanak). Sebaliknya makanan pembentuk basa cenderung berkadar air tinggi dan mengandung sejumlah kecil protein. Semua jenis buah dan sayuran (termasuk selada, umbi-umbian dan sayuran


(34)

rambat) adalah makanan pembentuk basa, kecuali tomat (terutama yang masak) (Soehardi, 2004).

Makanan pembentuk asam tidak ada hubungannya dengan makanan asam (acidic foods). Makanan asam adalah makanan yang rasanya masam, asam manis atau kecut. Asam ini dapat mempengaruhi atau tidak mempengaruhi tingkat keasaman tubuh, sehingga disebut juga asam bebas. Sebaliknya makanan pembentuk asam, rasanya belum tentu asam atau berbeda sama sekali. Contohnya : buah-buahan yang rasanya asam (seperti : jeruk, nanas atau stroberi) memberi pengaruh basa di dalam tubuh, karena hampir semua buah-buahan segar mengandung lebih banyak elemen logam. Bedakan dengan cita rasa pada makanan pembentuk asam, seperti ikan. Ikan tidak meninggalkan rasa asam di lidah, kecuali setelah dibumbui (Soehardi, 2004).

Menurut Dini (2011, dikutip dari Koufman & Stern, 2010), jenis makanan yang berpotensi meningkatkan asam lambung banyak terdapat dalam menu harian kita. Berikut ini tujuh jenis makanan yang disarankan kedua ahli Otolaryngology dari New York untuk dikurangi konsumsinya adalah :

a. Cokelat

Kandungan kakao, kafein, dan stimulan lain, seperti theobromine, dapat menyebabkan kadar asam di lambung meningkat. Selain itu, cokelat juga banyak mengandung lemak yang dapat berpengaruh terhadap asam lambung. Pengaruh terbaik diperoleh ketika


(35)

mengkonsumsi rata-rata 6,7 gram coklat per hari atau setara kotak kecil coklat dua atau tiga kali sepekan (Normalasari, 2011).

b. Minuman bersoda

Minuman yang mengandung soda atau berkarbonasi adalah salah satu penyebab utama gangguan pada lambung. Sebab, minuman bersoda mengandung asam fosfat yang dapat menetralkan asam hidroklorik di lambung. Hal ini sangat merugikan karena tubuh memerlukan asam hidroklorik untuk membantu mencerna makanan. Disamping itu efek karbonasi minuman bersoda dapat membuat perut kembung sehingga membuat kondisi lambung semakin tidak nyaman (Yolan, 2012). c. Makanan yang digoreng

Makanan gorengan berpengaruh terhadap asam lambung karena kandungan lemaknya yang tinggi. Selain itu, sering mengkonsumsi gorengan juga dapat menimbulkan gangguan heartburn, yaitu rasa nyeri terdapat di ulu hati.

d. Minuman beralkohol

Konsumsi bir, minuman keras, dan wine dapat berpengaruh terhadap naiknya asam lambung. Ada beberapa jenis minuman alkohol yang sifatnya memang tidak terlalu asam, tetapi para ahli menyatakan bahwa alkohol dapat melemaskan saluran di bagian bawah esofagus (yang berhubungan dengan area perut), dan ini dapat menyebabkan naiknya asam lambung.


(36)

e. Produk olahan susu yang tinggi lemak

Makanan tinggi lemak dapat meningkatkan kadar asam lambung. Sementara, produk olahan susu bersifat asam. Jadi, sebaiknya jangan mengkonsumsi mentega atau susu yang tinggi lemak apabila sering mengalami gangguan lambung. Atau setidaknya, beralihlah ke yang tanpa lemak.

f. Daging yang berlemak

Selain kandungan lemaknya yang tinggi, daging sapi, kambing, ataupun domba dapat bertahan lama di dalam perut serta meningkatkan kemungkinan naiknya asam lambung. Oleh karenanya, lebih baik mengurangi konsumsinya hingga hanya seminggu sekali. Beralihlah juga ke pilihan daging yang tanpa lemak.

g. Kafein

Kebiasaan minum kopi yang berlebihan setiap harinya dapat berkontribusi terhadap gangguan lambung. Untuk itu, ada baiknya Anda mengurangi konsumsi kopi, atau beralih ke teh. Florida Alzheimer’s Disease Research Center, menyebutkan dosis kopi yang di konsumsi secara wajar setiap hari adalah sebanyak 500 milligram kafein atau sama dengan 5 cangkir ukuran 236,5 mililiter kopi.

Para ahli menyarankan agar masih kosong, setidaknya 20 menit sebelum makan besar. Buah-buahan mengandung gula sederhana yang mudah dicerna dan membutuhkan waktu kurang dari setengah jam untuk dicerna. Makanan lain yang 26


(37)

mengandung karbohidrat, protein dan lemak memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna dan akan tinggal di lambung untuk jangka waktu yang lama. Jadi, jika kita makan buah setelah makan besar, buah akan bercampur dengan apa yang kita makan sebelumnya. Hal ini menyebabkan buah terfermentasi, kehilangan nilai gizinya dan bahkan membusuk saat menunggu untuk dicerna bersama-sama makanan lainnya. Selain itu, proses fermentasi juga dapat menghasilkan gas yang membuat perut jadi kembung (Soehardi, 2004).

Menu sehari-hari masyarakat zaman sekarang umumnya sebagian besar terdiri dari makanan pembentuk asam, dan hanya sebagian kecil yang terdiri dari makanan pembentuk basa. Porsi nasi dan lauk mengandung protein seperti daging, ikan atau telur umumnya lebih besar daripada porsi buah dan sayuran segar. Sariawan, nyeri lambung, flu atau kelebihan berat badan merupakan gejala tingkat keasaman tubuh sudah mulai tinggi. Kondisi ini bisa semakin buruk jika ditambah dengan kebiasaan makan makanan rendah energi dan kurang bergizi, merokok, minum alkohol, menggunakan narkotika, stres, kurang istirahat serta berbagai pola hidup tidak sehat lainnya (Soehardi, 2004).

2.4Riwayat Penyakit (Gastritis atau Ulkus Peptikum)

Dispepsia organik merupakan dispepsia yang diketahui penyebabnya, misalnya ada penyakit di saluran cerna seperti gastritis dan ulkus peptikum, karsinoma lambung, dan kholelithiasis (Tarigan, 2003). 27


(38)

Dalam penelitian ini hanya melihat pengaruh dari penyakit gastritis dan ulkus peptikum terhadap sindroma dispepsia.

2.4.1 Gastritis

a. Pengertian Gastritis

Gastritis merupakan suatu peradangann mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal dengan karakteristik anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium, mual dan muntah (Suratun dan Lusianah, 2010). Menurut Price (2005), gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus atau lokal.

b. Manifestasi Klinis Gastritis

Manifestasi klinik bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga muncul perdarahan saluran cerna bagian atas bahkan pada beberapa pasien tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi gastritis akut dan kronik hampir sama, yaitu anoreksia, rasa penuh, nyeri pada epigastrium, mual, muntah, sendawa dan hematemesis (Suratun dan Lusianah, 2010).

c. Penyebab Gastritis

Menurut Suratun dan Lusianah (2010), penyebab gastritis adalah sebagai berikut :


(39)

1. Konsumsi obat-obatan kimia (asetaminofen (aspirin), steroid, kortikosteroid), digitalis. Asetaminofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung, NSAIDS (non steroid anti inflamasi drugs) dan kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCl meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam sehingga menimbulkan iritasi mukosa lambung.

2. Konsumsi alkohol. Alkohol dapat menyebabkan kerusakan mukosa lambung.

3. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema dan perdarahan.

4. Kondisi yang stressful (trauma, luka bakar, kemoterapi dan kerusakan susunan saraf pusat) merangsang peningkatan produksi HCl lambung.

5. Infeksi oleh bakteri seperti helicobacter pilori, eschericia coli, salmonella, dan lain-lain.

2.4.2 Ulkus Peptikum

a. Pengertian Ulkus Peptikum

Menurut Price (2006, dikutip dari Suratun dan Lusianah, 2010), ulkus peptikum merupakan diskontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai bawah epitel (jaringan mukosa, submukosa


(40)

dan lapisan otot saluran cerna bagian atas, dapat terjadi di esofagus, gaster, duodenum dan jejenum) yang disebabkan oleh asam lambung dan pepsin. Dikatakan ulkus bila terjadi robekan mukosa lambung dengan diameter ≥ 5 mm hingga ke lapisan submukosa. Robekan mukosa < 5 mm dan nekrosis hanya mengenai muskularis mukosa disebut dengan erosi. Bila nekrosis yang terjadi lebih dalam dari muscularis mucosa maka dikategorikan sebagai ulkus.

b. Etiologi Ulkus Peptikum

Penyebab terjadinya ulkus peptikum belum jelas tetapi banyak teori yang menerangkan terjadinya ulkus peptikum (Suratun dan Lusianah, 2010) diantaranya adalah:

1. Resistensi mukosa terhadap asam getah lambung. Ulkus kronis terjadi karena adanya sekresi asam lambung yang berlebihan. 2. Kerusakan pada susunan saraf pusat seperti neoplasma dan

hipertensi maligna menyebabkan chusing, erosi akut dan ulkus lambung, esophagus dan duodenum.

3. Kondisi psikologis seseorang berpengaruh pada munculnya ulkus lambung.

4. Infark pada dinding lambung karena asam lambung. Infark tersebut menjadi jaringan trombus dan meninggalkan ulkus pada dinding lambung.


(41)

5. Faktor hormonal berpengaruh menimbulkan ulkus lambung seperti pada penyakit Addison’s, pasien mengkonsumsi obat kortison untuk dosis maintenens menambah timbulnya ulkus lambung yang disertai dengan komplikasi.

6. Obat-obatan yang menyebabkan terjadinya ulkus lambung.

d. Manifestasi Klinik Ulkus Peptikum

Menurut Suratun dan Lusianah (2010), manifestasi klinik ulkus peptikum adalah sebagai berikut :

1. Perubahan nafsu makan dan perubahan berat badan 2. Nyeri lambung yang sangat hebat

3. Muntah yang berdarah dan feses yang berdarah atau hitam

4. Takikardi mengindikasikan dehidrasi dikarenakan muntah dan perdarahan saluran cerna

5. Sendawa, nyeri dada.


(42)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia pada mahasiswa Fakultas Keperawatan USU. Faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia terdiri dari tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif, dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum).

Skema 3.1 Kerangka penelitian

(variabel independen)

(variabel dependen)

Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. Tingkat stres

2. Keteraturan makan

3. Makanan dan minuman iritatif 4. Riwayat penyakit (gastritis atau

ulkus peptikum)


(43)

2. Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Skala Hasil ukur Variabel Independen

Faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dyspepsia 1 Tingkat stres Tingkatan

status fisik dan psikologis dalam merespon setiap tuntutan yang dihadapi Kuesioner yang terdiri dari 16 pernyataan

Nominal Ringan : 0-15 Sedang : 16-31 Berat : 32-48

2 Keteraturan makan Pola konsumsi makanan per hari berdasarkan frekuensi makan Kuesioner yang terdiri dari 11 pertanyaan

Nominal Teratur : 0-16

Tidak teratur : 17-33

3 Makanan dan minuman iritatif Jenis makanan dan minuman yang dapat mengiritasi lambung Kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan

Nominal Tidak iritatif : 0-11

Iritatif : 12-24

4 Riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum) Penyakit di lambung yang memiliki gejala seperti sindroma dispepsia Kuesioner dengan memberi tanda check list (√) pada kolom yang disediakan

Nominal (+) bila pernah terdiagnosa dokter (-) bila tidak pernah terdiagnosa dokter


(44)

Variabel dependen 1 Sindroma

dispepsia Sindroma yang dialami mahasiswa dengan gejala berupa perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti heartburn, rasa penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, mual, muntah Kuesioner yang terdiri dari 7 pertanyaan dengan pilihan jawaban ya atau tidak

Nominal Penilaian sindroma dispepsia positif (+) apabila terdapatnya jawaban (ya) pada 1 atau lebih

pertanyaan 1-4 ataupun 2 atau lebih dari seluruh pertanyaan dan negatif (-) apabila terdapatnya jawaban (tidak) pada seluruh pertanyaan 34


(45)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan (Nursalam, 2008). Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain Cross-sectional, yaitu untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan USU. Faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia terdiri dari tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif, dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum).

2. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur reguler angkatan 2008-2011 sebanyak 291 orang (Fakultas Keperawatan USU, 2011).

3. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu sehingga dapat mewakili populasinya (Wahyuni, 2009). Tekhnik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah “Simple Random Sampling“, yaitu metode penarikan sampel dimana masing-masing subjek atau


(46)

unit populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel (Wahyuni, 2009). Tekhnik ini digunakan dengan asumsi bahwa anggota populasinya dianggap homogen, yaitu mahasiswa Fakutas Keperawatan USU dengan rentang usia 18-23 tahun, memiliki aktivitas perkuliahan yang hampir sama.

Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus :

Dimana: n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi

d2 = Presisi yang ditetapkan (10 %)

Berdasarkan rumus diatas didapatlah jumlah sampel sebanyak 74 orang. Yaitu: n = N

1 + N (d 2) = 291 1 + 291 (0,12) = 74 orang

Kriteria sampel yang diteliti adalah bersedia menjadi responden dan mahasiswa S1 Keperawatan USU jalur reguler.

n = N 1 + N (d 2)


(47)

4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang beralamat di jalan Prof Ma’as no.3 kampus USU Medan pada bulan September 2011-Juli 2012.

5. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian selesai di uji dan peneliti mendapat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU. Dalam penelitian ini ada beberapa pertimbangan etik yang diperhatikan yaitu autonomi dengan mengisi lembar persetujuan penelitian (informed consent), kerahasiaan identitas responden (anonimity) dan kerahasiaan informasi (confidentiality).

Lembar persetujuan penelitian (informed consent) diberikan kepada responden yang akan diteliti disertai judul penelitian dan tujuan penelitian, bila responden menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden. Berkaitan dengan kerahasiaan identitas responden (Anonimity), maka peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan kode. Kerahasiaan informasi responden (confidentiality) dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


(48)

6. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner yang terdiri dari kuesioner data demografi terdiri dari semester, suku dan usia mahasiswa, kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia yang terdiri dari kuesioner tingkat stres, kuesioner keteraturan makan, kuesioner makanan dan minuman iritatif dan kuesioner riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum) serta kuesioner sindroma dispepsia.

a. Kuesioner data demografi

Kuesioner ini terdiri dari semester, suku dan usia mahasiswa. Semester dan suku diisi dengan membuat tanda check list (√) pada kotak yang disediakan dan usia diisi dengan mengisi titik-titik pada tempat yang disediakan.

b. Kuesioner faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia 1. Kuesioner tingkat stres

Kuesioner ini menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) yang terdiri dari 42 pernyataan. Peneliti memodifikasi kuesioner tersebut menjadi 21 pernyataan. Hal ini dilakukan agar pernyataan yang diberikan sesuai dengan konsep penelitian. Namun, setelah dilakukan uji validitas menggunakan komputerisasi menunjukkan bahwa terdapat 5 pernyataan dinyatakan tidak valid, yaitu pernyataan nomor 10, 11, 13, 15, dan 21 (dapat dilihat di lampiran 6). Dengan demikian, kuesioner yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian adalah kuesioner tingkat stres yang terdiri dari 16 pernyataan. Kuesioner ini menggunakan skala likert dengan penilaian 0 untuk tidak pernah, 1 untuk kadang-kadang, 2 untuk sering dan 38


(49)

3 untuk selalu. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa ringan, sedang, dan berat. Jumlah skor memiliki makna 0-15 (ringan); 16-31 (sedang); 32-48 (berat).

2. Kuesioner keteraturan makan

Kuesioner keteraturan makan merupakan kuesioner yang disusun oleh peneliti terdiri dari 11 pertanyaan, yaitu 10 pertanyaan (1-10) adalah pertanyaan positif dan 1 pertanyaan negatif yaitu pertanyaan nomor 11. Kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban (a), (b), (c), atau (d). Dengan skor tertinggi untuk tiap pertanyaan adalah 3 dan skor terendah adalah 0. Dikatakan pola makan teratur apabila jumlah skor 0-16 dan tidak teratur apabila jumlah skor 17-33.

3. Kuesioner makanan dan minuman iritatif

Kuesioner ini juga disusun oleh peneliti terdiri dari 9 pertanyaan yang semuanya merupakan pertanyaan negatif. Kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban (a), (b), (c), atau (d). Dengan skor tertinggi untuk tiap pertanyaan adalah 3 dan skor terendah adalah 0. Uji validitas secara komputerisasi pada kuesioner ini menunjukkan bahwa terdapat 1 pertanyaan dinyatakan tidak valid yaitu nomor 5 dimana nilai r hasil < 0,361 (dapat dilihat di lampiran 6). Dengan demikian kuesioner makanan dan minuman iritatif yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 8 pertanyaan. Dikatakan konsumsi jenis makanan dan minuman tidak iritatif apabila jumlah skor 0-11 dan iritatif apabila jumlah skor 12-24.


(50)

4. Kuesioner riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)

Kuesioner ini terdiri dari pernyataan dengan memberikan tanda check list (√) pada kolom yang disediakan. Responden dikatakan positif (+) menderita gastritis atau ulkus peptikum apabila pernah terdiagnosa oleh dokter dan negatif (-) apabila tidak pernah terdiagnosa oleh dokter.

5. Kuesioner sindroma dispepsia

Kuesioner ini terdiri dari 7 pertanyaan dengan pilihan jawaban ya atau tidak. Penilaian sindroma dispepsia positif (+) apabila terdapatnya jawaban (ya) pada 1 atau lebih pertanyaan 1-4 ataupun 2 atau lebih dari seluruh pertanyaan dan negatif (-) apabila terdapatnya jawaban (tidak) pada seluruh pertanyaan.

7. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau keshahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Uji validitas yang digunakan pada pengujian ini adalah validitas isi, yakni sejauh mana instrumen penelitian memuat rumusan-rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menurut tujuan tertentu. Uji validitas dilakukan kepada ahli, yaitu 3 orang staf di bagian Departemen Keperawatan Medikal Bedah dan Dasar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah kuesioner dinyatakan valid isinya oleh ahli, maka diuji kembali menggunakan perangkat lunak komputer. Kuesioner dinyatakan valid apabila nilai r hasil > r tabel. Nilai r tabel dilihat 40


(51)

dengan tabel r dengan menggunakan df = n-230-2 = 28. Pada tingkat kemaknaan 5 % didapat angka r tabel = 0,361. Nilai r hasil dapat dilihat pada kolom “Corrected item-Total correlation” (dapat dilihat di lampiran 6). Berdasarkan hasil uji ini menunjukkan bahwa pada kuesioner tingkat stres terdapat 5 pernyataan dinyatakan tidak valid, yaitu pernyataan nomor 10, 11, 13, 15, 21 dan kuesioner makanan dan minuman iritatif terdapat 1 pertanyaan dinyatakan tidak valid, yaitu nomor 5 dimana nilai r hasil < 0,361. Pernyataan yang lain dinyatakan valid dimana nilai r hasil > 0,361 (dapat dilihat di lampiran 6). Untuk kuesioner riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum) tidak dilakukan uji validitas karena merupakan pernyataan yang menerangkan saja apakah pernah terdiagnosa penyakit gastritis atau ulkus peptikum oleh dokter.

Untuk mengetahui kepercayaan (reliabilitas) instrumen maka dilakukanlah uji reliabilitas. Instrumen dikatakan reliabel apabila berapa kali pun data diambil, tetap akan sama. Uji reliabilitas ini dilakukan menggunakan Cronbach Alpha dengan perangkat lunak komputer untuk kuesioner tingkat stres, kuesioner keteraturan makan, dan kuesioner makanan dan minuman iritatif, sedangkan kuesioner sindroma dispepsia menggunakan metode Kuder Richardson-20 (KR-20). Kuesioner dinyatakan reliabel apabila nilai α > 0,70. Dari hasil uji diperoleh nilai α > 0,70 sehingga dinyatakan kuesioner tersebut reliabel. Adapun untuk kuesioner riwayat penyakit (gastritis dan ulkus peptikum) tidak dilakukan uji reliabilitas karena merupakan pernyataan yang menerangkan saja apakah pernah terdiagnosa penyakit gastritis atau ulkus peptikum oleh dokter. Data hasil uji reliabel dapat dilihat pada tabel 4.1.


(52)

Tabel 4.1. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian α

Tingkat Stres 0,873 Reliabel Keteraturan Makan 0,835 Reliabel Makanan dan Minuman Iritatif 0,825 Reliabel Sindroma Dispepsia 0,720 Reliabel

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 orang responden (mahasiswa) di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Sumatera Utara. Peneliti melakukan uji reliabelitas instrumen di FKG karena dianggap karakteristik mahasiswanya hampir sama dengan mahasiswa keperawatan.

8. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mendapat izin dari Fakultas Keperawatan USU untuk melakukan penelitian. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria dan cara pengambilan sampel yang telah ditentukan. Kemudian peneliti memilih salah seorang perwakilan dari masing-masing angkatan untuk membantu dalam pengumulan data. Untuk angkatan 2008, peneliti sendiri yang mengmpulkan datanya. Calon responden berhak menerima atau menolak untuk menjadi responden. Apabila calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat persetujuan kemudian responden dipersilahkan untuk menjawab semua pertanyaan yang tertera dalam kuesioner penelitian. Kuesioner diisi oleh 74 orang responden, setelah responden mengisi kuesioner penelitian peneliti terlebih dahulu memeriksa kelengkapan jawaban


(53)

responden sesuai dengan pertanyaan kuesioner kemudian seluruh data dikumpulkan untuk dianalisa.

9. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul dengan melalui beberapa tahap, yaitu editing untuk memeriksakan data responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian data yang sesuai diberi kode untuk memudahkan melakukan tabulasi dan analisa data, selanjutnya memasukkan (entry) data ke komputer dan dilakukan pengolahan data dengan mengunakan tehnik komputerisasi. Analisa data yang dilakukan meliputi analisa univariat, bivariat dan multivariat.

a. Analisis univariat

Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel penelitian. Data dari faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia (tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif, dan riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum) dijelaskan dengan nilai jumlah dan persentase masing-masing kelompok. Penyajian masing-masing variabel dengan menggunakan tabel dan diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh.

b. Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesa penelitian, yaitu adakah hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi sindroma dispepsia (tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif, dan riwayat


(54)

penyakit (gastritis atau ulkus peptikum) dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Uji statistik untuk analisa bivariat dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Uji Statistik Analisa Data

No Variabel independen Variabel dependen Uji statistik 1 Tingkat stres Sindroma dispepsia Uji Chi Square

(data nominal) (data nominal)

2 Keteraturan makan Sindroma dispepsia Uji Chi Square (data nominal) (data nominal)

3 Makanan dan minuman Sindroma dispepsia Uji Chi Square Iritatif

(data nominal) (data nominal)

4 Riwayat penyakit Sindroma dispepsia Uji Chi Square (Gastritis / ulkus peptikum)

(data nominal) (data nominal)

c. Analisis multivariat

Uji statistik yang dipakai adalah uji statistik regresi logistik ganda model prediksi dengan tahapannya meliputi seleksi kandidat, pemodelan multivariat, uji interaksi dan model akhir.

1) Seleksi kandidat

Variabel kandidat dimasukkan ke dalam pemodelan multivariat jika hasil uji bivariat mempunyai nilai p value < 0.25 atau secara substansi dianggap penting.


(55)

2) Pemodelan multivariat

Pada seleksi kandidat bila didapatkan p value < 0.25 maka variabel dapat masuk dalam pemodelan multivariat. Selanjutnya untuk mendapatkan pemodelan multivariat dilakukan dengan cara mempertahankan variabel yang memiliki nilai p value ≤ 0.05 dan mengeluarkan variabel yang memiliki nilai p value ≥ 0.05 secara bertahap mulai dari p value terbesar. Variabel yang dikeluarkan dimasukkan kembali ke dalam model jika terjadi Odds Ratio (OR) satu atau lebih variabel yang melebihi 10 %. 3) Uji interaksi

Sebelum pemodelan akhir ditetapkan, perlu dilakukan uji interaksi dari variabel-variabel bebas yang diduga ada interaksi. Setelah dilakukan uji interaksi jika menunjukkan p value < 0.05 artinya ada interaksi variabel tersebut. Sebaliknya jika p value > 0.05 artinya tidak ada interaksi.


(56)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan data hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 74 mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur regular angkatan 2008-2011. Penyajian data penelitian ini meliputi hasil analisa univariat, bivariat dan multivariat. Hasil analisa univariat yaitu deskripsi karakteristik responden, deskripsi tingkat stres, deskripsi keteraturan makan, deskripsi makanan dan minuman iritatif, deskripsi riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum), dan deskripsi sindroma dispepsia. Hasil analisa bivariat yaitu korelasi antara masing-masing faktor (tingkat stres, keteraturan makan, makanan dan minuman iritatif, riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)) dengan sindroma dispepsia. Hasil analisa multivariat yaitu faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kejadian sindroma dispepsia mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur regular angkatan 2008-2011.

1. Hasil Penelitian 1.1. Analisa Univariat

1.1.1 Karakteristik Responden a. Semester dan suku

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat semester yang paling banyak menjadi responden adalah semester 4, yaitu 29 orang (39,2 %) dan yang paling sedikit adalah semester 2 yaitu 12 orang (16,2 %). Sedangkan untuk semester 6 dan 8 masing-masing 18,9 %, dan 25,7 %.


(57)

Distribusi suku responden menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Dari 74 responden, hampir seluruhnya adalah suku batak yaitu 57 orang (77%). Sedangkan untuk suku jawa sebanyak 9 orang (12,2 %), suku minang sebanyak 6 orang (8,1 %), suku melayu dan gayo masing-masing sebanyak 1 orang (1,4 %). Data ini dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Semester dan SukuMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USUJalur Regular Angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74)

Jumlah Persentase

Semester

2 12 16,2

4 29 39,2

6 14 18,9

8 19 25,7

Suku

Batak 57 77,0

Jawa 9 12,2

Minang 6 8,1

Melayu 1 1,4

Gayo 1 1,4

Total 74 100,0

b. Usia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden yang termuda adalah 18 tahun dan tertua adalah 23 tahun. Responden paling banyak berusia 19 tahun. Rata-rata usia responden adalah 20,26. Data ini dapat di lihat pada tabel 5.2.


(58)

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut UsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU Jalur Regular Angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74)

Mean Median Modus SD Min Max

Usia 20,26 20,00 19 1,304 18 23

1.1.2 Tingkat Stres, Keteraturan Makan, Makanan dan Minuman Iritatif, Riwayat Penyakit (Gastritis atau Ulkus Peptikum) dan Sindroma Dispepsia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 paling banyak berada dalam kategori ringan, yaitu 56 orang (75,7 %). Sedangkan kategori sedang sebanyak 18 orang (24,3 %) dan tidak ada yang berada dalam kategori berat.

Distribusi responden menurut keteraturan makan menunjukkan bahwa lebih banyak mahasiswa yang makan tidak teratur daripada yang teratur. Mahasiswa yang makan tidak teratur sebanyak 40 orang (54,1 %) dan yang makan teratur sebanyak 34 orang (45,9 %).

Distribusi responden menurut makanan dan minuman iritatif menunjukkan bahwa lebih banyak mahasiswa yang mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak iritatif daripada yang iritatif. Mahasiswa yang mengkonsumsi makanan dan minuman yang tidak iritatif sebanyak 57 orang (77,0 %) dan yang iritatif sebanyak 17 orang (23,0 %).

Distribusi responden menurut riwayat penyakit menunjukkan bahwa lebih banyak mahasiswa yang tidak memiliki riwayat penyakit gastritis yaitu 58


(59)

orang (78,4%). Sedangkan mahasiswa yang memiliki riwayat penyakit gastritis sebanyak 16 orang (21,6) dan tidak ada yang menderita ulkus peptikum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak mahasiswa yang menderita dispepsia yaitu 49 orang (66,2 %). Sedangkan mahasiswa yang tidak menderita dispepsia adalah sebanyak 25 orang (33,8 %). Data ini dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Responden Menurut Tingkat Stres, Keteraturan Makan, Makanan dan Minuman Iritatif dan Riwayat Penyakit (Gastritis) dan Sindroma DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU Jalur Regular Angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74)

Jumlah Persentase

Tingkat Stres

Ringan 56

75,7

Sedang 18 24,3

Berat 0 0,0

Keteraturan Makan

Teratur 34 45,9

Tidak Teratur 40 54,1

Makanan dan Minuman Iritatif

Iritatif 17 23,0

Tidak Iritatif 57 77,0

Riwayat Penyakit

Gastritis 16 21,6

Tidak Gastritis 58 78,4

Sindroma Dispepsia

Dispepsia 49 66,2

Tidak Dispepsia 25 33,8


(60)

1.2 Analisa Bivariat

a. Hubungan antara Tingkat Stres dengan Sindroma Dispepsia

Hasil analisa statistik secara komputerisasi menggunakan uji korelasi Chi Square diperoleh hubungan yang bermakna antara tingkat stres dengan sindroma dispepsia mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011. Dimana nilai p value < 0,05, yaitu 0,009. Data ini dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Responden Menurut Tingkat Stres dan Sindroma

DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74)

Tingkat stres

Dispepsia Tdk dispepsia Total p

n % n % n % value

Ringan 32 57,1 24 42,9 56 100 0,009 Sedang 17 94,4 1 5,6 18 100

Total 49 66,2 25 33,8 74 100

b. Hubungan antara Keteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Hasil analisa statistik secara komputerisasi menggunakan uji korelasi Chi Square diperoleh hubungan yang bermakna antara keteraturan makan dengan sindroma dispepsia mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011. Dimana nilai p value < 0,05, yaitu 0,003. Data ini dapat dilihat pada tabel 5.5.


(61)

Tabel 5.5. Distribusi Responden Menurut Keteraturan Makan dan Sindroma DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74)

Keteraturan makan

Dispepsia Tdk dispepsia Total p

n % n % n % value

Teratur 16 47,1 18 52,9 34 100 0,003 Tidak teratur 33 82,5 7 17,5 40 100

Total 49 66,2 25 33,8 74 100

c. Hubungan antara Makanan dan Minuman Iritatif dengan Sindroma Dispepsia

Hasil analisa statistik secara komputerisasi menggunakan uji korelasi Chi Square diperoleh hubungan yang bermakna antara makanan dan minuman iritatif dengan sindroma dispepsia mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011. Dimana nilai p value < 0,05, yaitu 0,013. Data ini dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Distribusi Responden Menurut Makanan dan Minuman Iritatif dan Sindroma DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74)

Makanan dan minuman iritatif

Dispepsia Tdk dispepsia Total p

n % n % n % Value

Iritatif 16 94,1 1 5,9 17 100 0,013 Tidak iritatif 33 57,9 24 42,1 57 100


(62)

Total 49 66,2 25 33,8 74 100

d. Hubungan antara Riwayat Penyakit (Gastritis atau Ulkus Peptikum) dengan Sindroma Dispepsia

Hasil analisa statistik secara komputerisasi menggunakan uji korelasi Chi Square diperoleh hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum) dengan sindroma dispepsia mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011. Dimana nilai p value < 0,05, yaitu 0,003. Data ini dapat dilihat pada tabel 5.7.

Tabel 5.7. Distribusi Responden Menurut Riwayat Penyakit (Gastritis atau Ulkus Peptikum) dan Sindroma DispepsiaMahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU jalur regular angkatan 2008-2011 Bulan Juli 2012 (n=74)

Riwayat Penyakit Dispepsia Tdk dispepsia Total p

n % n % n % Value

Gastritis 16 100,0 0 0,0 16 100 0,003 Tidak Gastritis 33 56,9 25 43,1 58 100

Total 49 66,2 25 33,8 74 100

1.3 Analisa Multivariat

Uji statistik yang dipakai adalah uji statistik regresi logistik ganda model prediksi dengan tahapannya meliputi seleksi kandidat, pemodelan multivariat, dan uji interaksi.

a. Seleksi kandidat


(63)

Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai nilai p value < 0,25. Dengan demikian, semua variabel dapat masuk ke dalam pemodelan multivariat. Hasil seleksi kandidat dapat dilihat pada tabel 5.8.

Tabel 5.8. Hasil Seleksi Kandidat p value Tingkat Stres

0,001

Keteraturan Makan 0,001

Makanan dan Minuman Iritatif 0,002

Riwayat Penyakit 0,000

b. Pemodelan Multivariat

Hasil analisa statistik secara komputerisasi menggunakan uji Regresi Logistik model prediksi diperoleh bahwa dari ke empat varibel yang mempunyai nilai p value > 0,05 adalah riwayat penyakit (p value = 0,998) dan keteraturan makan (p value = 0,123). Riwayat penyakit mempunyai nilai p value lebih besar dari keteraturan makan, sehingga riwayat penyakit yang dikeluarkan dari pemodelan multivariat.

Setelah riwayat penyakit dikeluarkan dari pemodelan multivariat, maka didapatkan hasil dari ke tiga variabel lainnya mempunyai nilai p value < 0,05. Sehingga ketiga faktor tersebut tetap berada dalam pemodelan multivariat. Hasil pemodelan multivarit ini dapat dilihat pada table 5.9.

Tabel 5.9. Tabel Baku Emas

95,0 % CI for Exp (B) p value Exp (B) Lower Upper Tingkat Stres

0,038 10,068 1,142 88,803 Keteraturan Makan 0,011 4,518 1,416 14,417 53


(64)

c. Uji Interaksi

Uji interaksi dilakukan pada variabel yang diduga ada interaksi. Hasil uji interaksi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi dari masing-masing variabel, dimana nilai p value > 0,05. Data hasil uji interaksi dapat dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10. Hasil Uji Interaksi

p value Tingkat Stres*Keteraturan Makan

0,142 Tingkat Stres*Makanan dan Minuman Iritatif 0,705

Tingkat Stres*Riwayat Penyakit 1,000

Keteraturan Makan*Riwayat Penyakit 1,000 Makanan dan Minuman Iritatif*Riwayat Penyakit 1,000

d. Pemodelan Akhir Mutivariat

Hasil pemodelan telah selesai, model yang valid adalah model tanpa ada interaksi. Hasil pemodelan akhir multivariat dapat dilihat pada tabel 5.11.

Tabel 5.11. Tabel Pemodelan Akhir Multivariat

95,0 % CI for Exp (B) p value Exp (B) Lower Upper Tingkat Stres

0,038 10,068 1,142 88,803 Keteraturan Makan 0,011 4,518 1,416 14,417 Makanan dan Minuman Iritatif 0,043 0,105 0,012 0,934


(65)

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur regular angkatan 2008-2011 dipengaruhi oleh faktor tingkat stres, keteraturan makan, dan makanan dan minuman iritatif. Adapun faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap kejadian sindroma dispepsia adalah tingkat stres. Hal ini dibuktikan dengan nilai Exp (B) = 10,068. Ini berarti mahasiswa yang mengalami stres sedang lebih beresiko 10 kali lebih besar menderita sindroma dispepsia dibandingkan dengan mahasiswa yang mengalami stres ringan setelah dikontrol keteraturan makan dan makanan/minuman iritatif.

2. Pembahasan

2.1 Tingkat Stres dan Sindroma Dispepsia

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur regular angkatan 2008-2011 memiliki tingkat stres yang ringan yaitu 56 orang (75,7 %). Sedangkan kategori sedang sebanyak 18 orang (24,3 %) dan tidak ada yang berada dalam kategori berat. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada masalah yang berarti dengan tingkat stres yang dialami mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur regular angkatan 2008-2011. Namun, minoritas mahasiswa ada yang mengalami stres dalam kategori sedang. Stres yang dialami dapat disebabkan oleh berbagai faktor di kehidupannya.

Stres didefinisikan sebagai suatu respon penyesuaian seseorang terhadap situasi yang dipersepsinya menantang atau mengancam kesejahteraannya. Stres 55


(66)

bersifat subjektif sesuai persepsi orang yang memandangnya. Oleh karena itu, sesuatu yang mencekam bagi seseorang belum tentu dipersepsi mencekam bagi orang lain (Gunarya, 2008).

Menurut Ika (2010, dikutip dari Citra, 2009), sudah sejak beberapa ratus tahun sebelum Masehi, para ahli Socrates dan Hypocrates, menyebutkannya melancholi dan mengakui bahwa faktor psikis berperan penting pada kejadian atau perjalanan penyakit seseorang. Akhirnya para ahli yakin bahwa patologi suatu penyakit tidak hanya terletak pada sel atau jaringan, tetapi juga pada organisme yang hidup dan kehidupan, tidak ditentukan oleh faktor biologis semata, tetapi erat sekali hubungannya dengan faktor-faktor lingkungan yaitu lingkungan bio-sosio-kultural.

Perkuliahan pada dunia modern sekarang ini, bukan lagi hanya sekadar datang ke kampus, menghadiri kelas, ikut serta dalam ujian, dan kemudian lulus. Perkuliahan sekarang tidak sesederhana itu, hal ini dapat dianalogikan dengan proses evolusi yang membuat spesies-spesies mahluk hidup semakin kompleks, demikian juga dunia perkuliahan dewasa ini. Pola hidup yang kompleks ini seringkali menjadi beban tambahan disamping tekanan dalam kuliah yang sudah begitu melelahkan. Grafik usia mahasiswa menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya berada dalam tahap remaja hingga dewasa muda. Seseorang pada rentang usia ini masih labil dalam hal kepribadiannya, sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat kurang berpengalaman. Masalah-masalah tersebut, baik dalam hal perkuliahan maupun kehidupan di luar


(1)

Lampiran 8

Tabel Analisa Data a. Tingkat stres-sindroma dispepsia

Tingkat stres mahasiswa * Diagnosis Crosstabulation Diagnosis

Total Dispepsia

Tidak dispepsia Tingkat stres

mahasiswa

Ringan Count 32 24 56

% within Tingkat stres

mahasiswa 57.1% 42.9% 100.0%

Sedang Count 17 1 18

% within Tingkat stres

mahasiswa 94.4% 5.6% 100.0%

Total Count 49 25 74

% within Tingkat stres

mahasiswa 66.2% 33.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 8.472a 1 .004

Continuity

Correctionb 6.887 1 .009

Likelihood Ratio 10.450 1 .001

Fisher's Exact Test .004 .002

N of Valid Casesb 74


(2)

b. Keteraturan makan-sindroma dispepsia

Keteraturan makan * Diagnosis Crosstabulation Diagnosis

Total Dispepsia

Tidak dispepsia Keteraturan

makan

Teratur Count 16 18 34

% within Keteraturan

makan 47.1% 52.9% 100.0%

Tidak teratur

Count 33 7 40

% within Keteraturan

makan 82.5% 17.5% 100.0%

Total Count 49 25 74

% within Keteraturan

makan 66.2% 33.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 10.319a 1 .001

Continuity

Correctionb 8.796 1 .003

Likelihood Ratio 10.545 1 .001

Fisher's Exact Test .003 .001

N of Valid Casesb 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.49.


(3)

c. Makanan dan minuman iritatif-sindroma dispepsia

Makanan dan minuman iritatif * Diagnosis Crosstabulation Diagnosis

Total Dispepsia

Tidak dispepsia Makanan dan minuman

iritatif

Iritatif Count 16 1 17

% within Makanan

dan minuman iritatif 94.1% 5.9% 100.0% Tidak

iritatif

Count 33 24 57

% within Makanan

dan minuman iritatif 57.9% 42.1% 100.0%

Total Count 49 25 74

% within Makanan

dan minuman iritatif 66.2% 33.8% 100.0% Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 7.680a 1 .006

Continuity

Correctionb 6.147 1 .013

Likelihood Ratio 9.461 1 .002

Fisher's Exact Test .007 .004

N of Valid Casesb 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.74. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

d. Riwayat penyakit (gastritis atau ulkus peptikum)-sindroma dispepsia

Riwayat penyakit lambung * Diagnosis Crosstabulation Diagnosis

Total Dispepsia

Tidak dispepsia Riwayat penyakit

lambung

Gastritis Count 16 0 16

% within Riwayat

penyakit lambung 100.0% .0% 100.0%

Tidak keduanya Count 33 25 58

% within Riwayat

penyakit lambung 56.9% 43.1% 100.0%

Total Count 49 25 74

% within Riwayat

penyakit lambung 66.2% 33.8% 100.0% Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 10.415a 1 .001

Continuity

Correctionb 8.578 1 .003

Likelihood Ratio 15.361 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .000

N of Valid Casesb 74

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.41. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

e. Hasil Analisa Multivariat

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper Step 1a Tingkatstres(1) 2.309 1.111 4.323 1 .038 10.068 1.142 88.803

Keteraturanmaka

n(1) 1.508 .592 6.489 1 .011 4.518 1.416 14.417 Jenis(1) -2.258 1.117 4.084 1 .043 .105 .012 .934 Constant -3.131 1.134 7.616 1 .006 .044

a. Variable(s) entered on step 1: Tingkatstres, Keteraturanmakan, Jenis.


(6)

Lampiran 9

Daftar Riwayat Hidup

1. Nama Lengkap : NURUL KHOTIMAH

2. NIM : 081101040

3. Tempat / Tanggal Lahir : Serbelawan, 28 September 1990 4. Jenis Kelamin : Perempuan

5. Agama : Islam

6. Tinggi / Berat Badan : 159 cm / 49 kg

7. No. HP : 085762277701

8. E-mail

Riwayat Pendidikan

1. (2002) Lulus SDN 091588 Serbelawan

2. (2005) Lulus SLTPN 1 Dolok Batu Nanggar, Serbelawan 3. (2008) Lulus SMAN 1 Dolok Batu Nanggar, Serbelawan 4. (2012) Gelar S1 Keperawatan di Fakultas Keperawatan USU