Keteraturan Makan dan Sindroma Dispepsia

Nyeri abdominal merupakan masalah utama yang dialami oleh pasien dispepsia. Depresi akan mengubah pergerakan usus yang akan memperkuat perasaan nyeri sehingga menimbulkan perasaan nyeri yang berlebihan. Pada pasien yang mengalami rasa takut, cemas dan depresi memperlihatkan mukosa lambung yang pucat akibat penurunan sekresi lambung dan motilitas pergerakan lambung Tarigan, 2003. Seperti diketahui manusiabereaksi antara badan, jiwa dan lingkungan. Setiap gangguantekanan jiwa seseorang akan menimbulkan reaksi pada badan dan lingkungan orang tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila gangguan pada lingkungan akan menimbulkan reaksi pada badan atau jiwa orang tersebut. Inilah sebabkan keadaan stres walaupun gangguan emosi akan terdapat pula gangguan somatik Tarigan, 2003.

2.2 Keteraturan Makan dan Sindroma Dispepsia

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa mayoritas mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur regular angkatan 2008- 2011 memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur, yaitu 40 orang 54,1 . Sedangkan mahasiswa yang memiliki kebiasaan makan teratur sebanyak 34 orang 45,9 . Hal ini menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang tidak terlalu memperhatikan kebiasaan makannya. Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat. Aktivitas yang padat serta kehidupan sosial pada mahasiswa sangat 60 Universitas Sumatera Utara mempengaruhi perilaku hidup sehatnya khususnya pola makannya sehari-hari seperti makan yang tidak teratur, tidak sarapan pagi atau bahkan tidak makan siang serta sering mengkonsumsi jajanan Mulia, 2010. Menurut Akbar 2012, dikutip dari Reuters, 2012, remaja sering gagal membuat prioritas kesehatan setelah meninggalkan rumah dan tinggal di kota lain untuk kuliah. Kehidupan sehari-hari seperti makan dengan diet seimbang sering tidak dipenuhi. Selain itu, kebanyakan remaja ketika memasuki kehidupan mahasiswa seringkali meninggalkan rumah dan menjadi anak kos, dimana kehidupan anak kos identik dengan gaya hidup yang kurang teratur dan kurang sehat. Anak kos seringkali tidak memenuhi kebutuhan asupan makanan sehat. Dalam memperoleh makanan, ada beberapa cara mahasiswa kos mendapatkan makanan yaitu makan bayar, beli di warung, rantangan dan masak sendiri. Hal ini dilakukan 3 kali atau 2 kali per hari, tergantung kepada keinginan mahasiswa tersebut. Khusus mereka yang makan sendiri atau makan bayar, keteraturan pola makannya sangat tergantung kepada kedisiplinan mereka mengatur waktu dan keuangan. Tidak jarang dijumpai mahasiswa yang makan pagi dan siang disatukan karena terlambat bangun atau kondisi keuangan yang kurang baik, karena biasanya yang dialami anak kos, ada waktu tertentu uang mereka banyak dan ada waktu tertentu uang mereka sedikit atau sama sekali tidak ada Mulia, 2010. Banyak faktor yang mempengaruhi pola makan mahasiswa. Tingkat pendapatan yang diperoleh mahasiswa diduga memiliki hubungan dengan pola makannya. Mahasiswa yang memiliki uang saku yang besar akan memungkinkan 61 Universitas Sumatera Utara dirinya untuk memilih variasi makanan yang lebih banyak dan makan lebih sering, sehingga pola makannnya akan bagus. Sedangkan sedikitnya uang saku akan membatasi seseorang untuk membeli dan mengkonsumsi makanan Kembaren, 2004. Faktor lain yang dianggap memiliki hubungan dengan pola makan mahasiswa adalah tingkat pengetahuan gizinya. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa pengetahuan gizi seseorang ikut berperan besar dalam pola makannya. Semakin tinggi pengetahuan seseorang terhadap gizi dan kesehatan maka pola makannya tentu akan bagus, sementara pengetahuan gizi yang rendah akan menyebabkan jeleknya pola makan seseorang Kembaren, 2004. Menurut Annisa 2009, dikutip dari Djojodiningrat, 2001, pola makan merupakan salah satu faktor yang berperan pada kejadian dispepsia. Makan yang tidak teratur, kebiasaan makan yang tergesa-gesa dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara keteraturan makan dengan sindroma dispepsia mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara jalur regular angkatan 2008-2011. Mahasiswa yang makan tidak teratur akan beresiko lebih besar untuk menderita sindroma dispepsia. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Annisa 2009, terdapat hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan. Besarnya angka kejadian 62 Universitas Sumatera Utara sindroma dispepsia pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan ternyata sesuai dengan pola makannya yang sebagian besar tidak teratur. Dalam ilmu gizi, tidak dianjurkan diet ketat dengan mengurangi frekuensi makan. Frekuensi makan tetap 3 kali sehari dengan diselingi makanan ringan diantaranya Martini, 2011. Menurut Dewi 2011, jadwal makan yang ideal dijalankan agar mempunyai pola makan yang baik adalah 5 sampai 6 kali sehari, yaitu sarapan pagi, snack, makan siang, snack sore, makan malam, dan bilamana perlu boleh ditambah dengan snack malam. Setiap fungsi tubuh mempunyai irama biologis circadian rhythm yang jam kerjanya tetap dan sistematis dalam siklus 24 jam per hari. Meskipun sistem pencernaan sendiri memiliki 3 siklus yang secara simultan aktif, namun pada waktu-waktu tertentu masing-masing siklus akan lebih intensif dibandingkan siklus-siklus lainnya. Jika aktivitas salah satu siklus terhambat, aktivitas siklus berikutnya juga ikut terhambat. Hambatan ini besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme Soehardi, 2004. Menurut Annisa 2009, dikutip dari Redaksi, 2009, asam lambung adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat iritatif dengan fungsi utama untuk pencernaan dan membunuh kuman yang masuk bersama makanan. Peningkatan sekresi asam lambung yang melampaui akan mengiritasi mukosa lambung, dimana efek-efek korosif asam dan pepsin lebih banyak daripada efek protektif pertahanan mukosa. Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus sepanjang hari. Dengan tidak adanya konsumsi makanan yang masuk akan mengganggu proses 63 Universitas Sumatera Utara pencernaan. Menurut Annisa 2009, dikutip dari Iping, 2004, jeda waktu makan yang baik berkisar antara 4-5 jam. Jeda waktu makan yang lama dapat mengakibatkan sindroma dispepsia. Menurut Putheran 2012, kerja lambung meningkat pada waktu pagi, yaitu jam 07.00-09.00. Ketika siang hari berada dalam kondisi normal dan melemah pada waktu malam hari jam 07.00-09.00 malam.

2.3 Makanan dan Minuman Iritatif dan Sindroma Dispepsia