Berdasarkan hal tersebut debitur dalam tindakan akuisisi perusahaan perbankan perlu diperhatikan. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 28 tentang Merger Konsolidasi dan Akuisisi yang menegaskan pelaksanaan merger, konsolidasi, dan akuisisi harus memperhatikan: Kepentingan
bank, kreditur, pemegang saham minoritas dan karyawan bank, kepentingan rakyat bank dan persaingan usaha yang sehat dalam melakukan usaha Bank. Pasal
tersebut menjadi dasar bahwa kepentingan debitur dalam akuisisi perusahaan perbankan tidak bisa diabaikan dan dirugikan.
B. Perlindungan Hukum Terhadap Pemangku KepentinganStakeholder dalam Akuisisi Perusahaan Perbankan
1. Perlindungan Terhadap Pemegang Saham Minoritas
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pemegang saham minoritas sebagai pemangku kepentingan stakeholder adalah perorangan maupun badan hukum
yang memiliki sejumlah saham tetapi bukan anggota pendiri perseroan sehingga dapat dikatakan bahwa golongan ini adalah masyarakat umum atau diartikan
sebagai setiap pihak yang tidak berkepentingan secara pribadi dalam perseroan tersebut, bukan anggota pendiri atau pengurus, tidak mengendalikan perseroan
secara aktif atau langsung. Posisi pemegang saham minoritas di dalam suatu perusahaan sering kali
diabaikan bahkan dirugikan. Seperti yang diketahui, hal ini terjadi karena adanya persepsi yang menganggap bahwa pemegang saham mayoritaslah yang
mempunyai peran penting dalam hal kemajuan suatu perusahaan terutama dari segi pemasukan modalnya.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 84 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatakan yaitu setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak
suara kecuali anggaran dasar menentukan lain. Berdasarkan Pasal tersebut apabila diadakan RUPS, pemegang saham minoritas tidak pernah menang apabila
keputusan diambil secara voting. Ini semua disebabkan karena baik Dewan Komisaris maupun direksi perusahaan tersebut merupakan pemegang saham
mayoritas yang tentunya mempunyai volume saham yang besar di perusahaaan tersebut.
107
Melihat posisi pemegang saham minoritas yang rentan utuk dirugikan Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur tentang hak-hak pemegang saham
minoritas antara lain sebagai berikut: a.
Hak menjual saham Appraisal right Hak apparaisal diatur dalam Pasal 62 Ayat 1 yang menyebutkan setiap
pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan
yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa: 1
perubahan anggaran dasar; 2
pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai
nilai lebih dari 50 lirna puluh persen kekayaan bersih Perseroan; atau
3 Penggabungan, Peleburan, Pengarnbilalihan, atau Pemisahan
107
Munir Fuady, Op.Cit, hlm 132
Universitas Sumatera Utara
Hak ini bisa menjadi perlindungan bagi pemegang saham minoritas apabila dirugikan atau tidak setuju dalam akuisisi yang dilakukan oleh perbankan.
Pemegang saham minoritas dapat menjual sahamnya kepada Perseroan dengan batas maksimun tidak melcbihi 10 sepuluh persen dari jumlah modal yang
ditempatkan dalam Perseroan.
108
Namun, penjualan saham melebihi batas maksimun 10 modal ditempatkan, maka pemegang saham minoritas dapat
mengusahakan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.
109
b. Hak menggugat
Hak menggugat oleh pemegang saham minoritas diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 40 Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa setiap
pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan perseroan, bila
tindakan perseroan merugikan kepentingannya. Selanjutnya dalam Pasal 61 setiap pemegang saham berhak untuk menggugat perseroan kepengadilan apabila karena
tindakan dari perseroan yang tidak adil menyebabkan pemegang saham mengalami kerugian. Adapun sasaran dalam 61 Ayat 1 tersebut, yaitu:
1 Untuk mencegah agar tindakan akuisisi yang dilakukan dapat
dihentikan; 2
Untuk mengambil langkah-langkah terhadap tindakan akuisisi yang telah terlanjur dilakukan. Dalam hal ini termasuk tindakan ganti rugi
kepada pihak yang telah dirugikan;
108
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, Pasal 37 Ayat 2.
109
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, Pasal 62 ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
3 Untuk mencegah terjadinya tindakan serupa akuisisi di kemudian
hari. c.
Hak atas akses informasi perusahaan Hak untuk mendapat akses informasi yang dapat digunakan oleh
pemegang saham minoritas apabila haknya dirugikan diatur dalam Pasal 138 Ayat 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang menyebutkan “Pemeriksaan
terhadap Perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam ha1 terdapat dugaan bahwa:
1 Perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan
pemegang saham atau pihak ketiga; atau 2
Anggota Direksi atau Dewan Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yangmerugikan Perseroan atau pemegang saharn atau pihak
ketiga.” d.
Hak meminta dilaksanakannya RUPS Permintaan untuk dilaksanakannya RUPS yang dapat dilakukan oleh
pemegang saham minoritas apabila haknya dirugikan terdapat dalam Pasal 79 Ayat 2 huruf a Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan “ RUPS
sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dapat dilakukan atas permintaan 1 satu orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1 10 satu
persepuluh atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil”. Pasal 79 Ayat 2 a
ini diperkuat dengan Pasal 80 Ayat 1 yang menyatakan pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua
Universitas Sumatera Utara
pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon rnelakukan sendiri
pemanggilan RUPS tersebut. e.
Hak meminta perseroan dibubarkan Hak untuk meminta perseroan dibubarkan oleh pemegang saham minoritas
apabila hak dirugikan terdapat dalam Pasal 144 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa direksi, Dewan Komisaris dan pemegang saham minoritas yang mewakili
paling sedikit 110 satu persepuluh bagian dari seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan usulan agar perseroan dibubarkan melalui RUPS.
2.
Perlindungan Terhadap Karyawan
Akuisisi merupakan salah satu praktek dan strategi perusahaan yang diterapkan dalam rangka memperbesar aset dan skala usaha, serta
menstrukturisasi perusahaan yang mengalami kesulitan. Sebagaimana yang diuraikan sebelumnya strategi akuisisi dianggap sebagai jalan cepat pada
perusahaan yang sedang bermasalah supaya terhindar dari kebangkrutan, menghasilkan sinergi, meningkatkan nilai keseluruhan perusahaan dibandingkan
penjumlahan masing-masing perusahaan sebelum akuisisi, dan peningkatan pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan efesiensi biaya produksi.
Akan tetapi, akuisisi tidak selamanya baik bagi pihak-pihak tertentu khususnya karyawan.
Dengan bergabungnya perusahan perseroaan melalui akuisisi mempunyai konsekwensi kecenderungan menyempitnya struktur organisasi atau hilangnya
posisi-posisi pekerjaan tertentu atau terjadi pemutusan hubungan kerja. Dengan
Universitas Sumatera Utara
demikian, posisi karyawanlah salah satu yang menjadi hilang. Untuk melindungi posisi karyawan Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 126 Ayat 1
menegaskan bahwa: Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan wajip memperhatikan kepentingan: a.
Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan; b.
Kreditor dan mitra usaha persero lainnya, dan; c.
Mitra usaha dan pesaing sehat dalam melakukan usaha Disebutkan di huruf a bahwa perusahaan wajib memperhatikan kepentingan
karyawan perseroan apabila ingin melakukan akuisisi. Berdasarkan hal tersebut akuisisi bisa dilakukan apabila sudah memperhatikan kepentingan karyawan.
Perlindungan terhadap karyawan dalam Undang-Undang Nomor 40 tentang Perseroan Terbatas apabila hak dirugikan terdapat dalam Pasal 127 Ayat
2 yang meyebutkan “Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan, PengambiIalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan
rancangan paling sedikit dalam 1 satu Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan penggabungan,
peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari sebelum pemanggilan RUPS”. Pasal ini memberikan
kesempatan terhadap karyawan untuk mengajukan ”keberatan” jika kepentingannya dirugikan dalam pengambilalihan perusahaan perseroan
.
110
Mekanisme hukum ”keberatan” tersebut merupakan alternatif penyelesaian perselisihan kepentingan secara musyawarah oleh karyawan dengan pihak
pengakuisisi guna mencapai mufakat tentang akuisisi bank berbadan hukum.
110
UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 127.
Universitas Sumatera Utara
3. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur
Perlu diketahui kreditur yang dilindungi dalam pelaksanaan akuisisi oleh perusahaan perbankan disini yaitu kreditur yang menyimpan dananya terhadap
perusahan perbankan atau disebut dengan nasabah penyimpan.
111
Marulak pardede dalam bukunya hukum perbankan mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia mengenai perlindungan nasabah
penyimpan dana, dapat dilakukan melaui 2 dua cara, yaitu: Perlindungan
terhadap nasabah penyimpan dana didasarkan kepada simpanannya yang disimpan dalam suatu bank terhadap suatu kerugian.
112
a. Perlindungan secara implisit implicit deposit protection, yaitu
perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank
yang efektif, perlindungan ni diperoleh melalui: 1 peraturan Perundang-undangan dibidang perbankan, 2 perlindungan yang
dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan Bank Indonesia, 3 upaya menjaga kelangsungan suatu
bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya, 4 memelihara tingkat
kesehatan bank, 5 melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati- hatian, 6 cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah, dan 7 menyediakan informasi risiko nasabah.
111
Hermansyah, Op.Cit, Hlm 143.
112
Munir Fuady, Op.Cit, hlm 123.
Universitas Sumatera Utara
b. Perlindungan secara eksplisit explicit deposit protection, yaitu
perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan,
lembaga tersebut mengganti dana masyarakat yang pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan
lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No.26 tahun 1999 tentang Jaminan
terhadap kewajiban Bank Umum. Perlindungan terhadap nasabah dibagi dalam 2 dua yaitu perlindungan
langsung dan perlindungan tidak langsung: a.
Perlindungan langsung Perlindungan langsung kepada penyimpan dana adalah suatu perlindungan
yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh
bank. Mengenai perlindungan ini dapat dikemukkakan dalam 2 dua hal, yaitu; 1
Hak preferen debiturnasabah penyimpan dana Hak preferen adalah suatu hak yang diberikan kepada nasabah penyimpan
dana secara langsung. Dalam sistem perbankan Indonesia Nasabah penyimpan merupakan kreditur yang mempunyai hak preferen, dalam arti bahwa nasabah
penyimpan dana yang harus didahulukan dalam menerima pembayaran dari bank yang mengalami kegagalan atau kesulitan dalam memenuhi kewajiban-
kewajibannya.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan itu sebagaimana yang diketahui dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan telah mengatur pasal-pasal yang
bertujuan memberikan perlindungan hukum kepada kepentingan nasabah penyimpan dan simpananya yang ada pada bank.
Adapun ketentuan pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut: Pasal 29 Ayat 3:
Dalam memberikan kredit atau pebiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib
menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
Pasal 29 Ayat 3 ini jelas memberikan perlindungan langsung kepada nasabah penyimpan, karena ia adalah sarana preventif pencegahan terhadap
resiko kerugian nasabah yang ditimbulkan oleh pelanggaran prinsip kehati-hatian oleh bank dalam kegiatan usahanya termasuk dalam penyaluran kredit atau
pembiayaan prinsip syariah. Berkaitan dengan Pasal 29 Ayat 3 tersebut, dalam rangka memberikan
perlindungan kepada nasabah penyimpan dana telah pula ditentukan dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 dalam Pasal 29 Ayat 4, yang selengkapnya
menyatakan bahwa untuk perlindungan nasabah, bank wajib menyediakan informasi
mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan denga transaksi nasabah yang dilakukan bank. Penyediaan informasi mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih
terbuka yang sekaligus menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan.
Universitas Sumatera Utara
Informasi tersebut dapat memuat keadaan bank, termasuk kecukupan modal dan kualitas aset.
113
2 Lembaga asuransi deposito
Jaminan perlindungan bagi nasabah penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul dari suatu kebijaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan
oleh bank mutlak diperlukan. Untuk memberikan perlindungan di kemudian hari bagi kepentingan nasabah–nasabah penyimpan dana dari bank-bank yang
mengalami kegagalan, terutama para deposan yang dananya relatif kecil, maka perlu diciptakan asuransi deposito untuk memelihara stabilitas dari sistem
keuangan negara dengan cara mengansuransikan para deposan bank dan mengurangi gangguan-gangguan terhadap perekonomian nasional yang
disebabkan kegagalan-kegagalan yang dialami oleh perbankan.
114
Berkaitan dengan jaminan ini Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Pasal 37 disebutkan bahwa:
1 Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat masyarakat yang
disimpan pada bank bersangkutan,
2 Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana yang
dimaksud dalam Ayat 1 dibentuk lembaga Penjamin Simpanan Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan ini diperlukan dalam rangka
melindungi dan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada bank. b.
Perlindungan tidak langsung Perlindungan secara tidak langsung oleh dunia perbankan terhadap
kepentingan nasabah penyimpan dana terhadap segala risiko kerugian yang timbul
113
Ibid,. hlm 144.
114
Ibib, hlm 134.
Universitas Sumatera Utara
dari suatu kebijaksanaan kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Hal ini adalah suatu upaya dan tindakan pencegahan yang bersifat
internal oleh bank yang bersangkutan dengan melalui hal-hal yang dikemukakan berikut ini:
1 Prinsip kehati-hatian Prudencial principle
Pasal 2 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 mengemukakan perbankan dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Dari ketentuan ini, menunjukkan bahwa prinsip kehati- hatian adalah salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan
oleh bank dalam menjalankan usahanya. Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank dalam menjalankan
kegiatan usahanya, dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan dibidang perbankan berdasarkan profesionalisme
dan itikat baik.
115
Berkaitan dengan prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 di atas, dapat ditemukan didalam Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan yang mempertegaskan kembali mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian itu diterapkan dalam usah bank, yakni Pasal 29
Ayat 2 bahwa: Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan
ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, likuiditas, rentabilitas,
115
Ibid, hlm 125
Universitas Sumatera Utara
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Ayat 2 di atas, maka tidak ada alasan apa pun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjungjung tinggi prinsip kehati- hatian.
2 Batas maksimun pemberian kredit
Mengenai pemberian batas maksimun pemberian kredit diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 dan Peraturan Pelaksanaanya ;
Pasal 11 Ayat 1: Bank Indonesia menetapkan mengenal batas maksimun pemberian
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa,
yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau kelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-peusahaan dalam
kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
116
Dalam bagian penjelasannya dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan kelompok group di atas merupakan kumpulan orang atau badan yang satu sama
lain mempunyai kaitan dalam hal kepelikan, kepengurusan, dan atau hubungann keuangan.
117
Pasal 11 Ayat 2 Batas maksimun sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 tidak boleh
melebihi 30 tiga puluh persen dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
116
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 1998 Tentang Perbankan, Pasal 11 Ayat 1
117
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 1998 Tentang Perbankan, Pasal 11 Ayat 2
Universitas Sumatera Utara
Menurut penjelasan Pasal 11 Ayat 2 di atas, Bank Indonesia dapat menetapkan batas maksimun yang lebih rendah 30 tiga puluh dari modal bank.
Pengertian modal bank ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan pengertian yang dipergunakan dalam penilaian kesehatan bank. Batas maksimun yang
dimaksud adalah adalah untuk masing-masing peminjam atau sekelompok peminjam termasuk perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama.
Pasal 11 Ayat 3: Bank Indonesia menetapkan mengenai batas maksimun pemberian kredit
atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat
dilakukan oleh bank kepada: a.
Pemegang saham yang memiliki 10 sepuluh persen atau modal yang lebih disetor bank.
b. Anggota dewan komosaris.
c. Anggota Direksi.
d. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud huruf a, huruf b, dan huruf
c. e.
Pejabat bank lainnya, dan f.
Perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan- kepentingan dari pihak sebagaimana huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e.
Ditetapkannya ketentuan batas maksimun pemberian kredit tersebut, baik dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan maupun
peraturan pelaksananya semata-mata bertujuan untuk memelihara kesehatan bank dan meningkatkan daya tahan bank melalui penyebaran risiko dalam bentuk
penanaman kredit kepada berbagai nasabah peminjam. Perlindungan langsung maupun tak langsung terhadap nasabah penyimpan
menjadi perlindungan hukum apabila bank melakukan pengambilalihan akuisisi. berkaitan dengan itu menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi bahwa dalam pelaksanaan
Universitas Sumatera Utara
akuisisi harus memperhatikan kepentingan semua pihak, yaitu kepentingan bank, kepentingan pemegang saham minoritas dan karyaawan bank, juga kepentingan
rakyat bank, dan persaingan usaha yang sehat dalam melakukan usaha bank.
118
4. Perlindungan Terhadap Masyarakat dan Persaingan Usaha Yang Sehat
Dasar dan pertimbangan perlindungan hukum masyarakat dan persaingan usaha yang sehat dalam tindakan hukum pengambilalihan yang dilakukan
perusahaan perbankan mengacu kepada Pasal 126 Ayat 1 huruf c Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menyebutkan perbuatan pengambilalihan
wajib memperhatikan masyarakat dan persaingan usaha yang sehat. Pasal 126 Ayat 1:
Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau
pemisahan wajib memperhatikan kepentingan
a Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha
Berkaitan dengan itu juga Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank yang menyebutkan:
Pasal 5: Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank dilakukan dengan memperhatikan:
a Kepentingan Bank, kreditor,
b Pemegang saham minoritas dan karyawan Bank; dan
c Kepentingan rakyat banyak dan persaingan yang sehat dalam
melakukan usaha Bank Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Hukum Tentang Akuisisi,
Take Over, dan LBO menjalaskan bahwa tidak jelas benar apa yang dimaksud dengan akuisisi yang tidak memperhatikan masyarakat dan apa konskwensi
hukumnya. Namun yang pasti adalah bahwa siapapapun diantara warga
118
Hermansyah Op.Cit, hlm 125.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang merasa dirugikan langsung karena akuisisi tersebut, dapat mengajukan gugatan kepengadilan untuk mendapat ganti rugi atau minta akuisisi
tersebut untuk dibatalkan. Terkait dalam persaingan usaha yang sehat diperlukan perlindungan
hukum disebabkan tindakan pengambialihan akuisisi dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat. Perbuatan hukum pengambialihan
yang dapat mengakibat persaingan tidak sehat diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat yakni: Pasal 28:
a. Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain
apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha
yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1, dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
Ayat 2, diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 29: a.
Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai aset dan atau
nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari sejak tanggal
penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan tersebut.
b. Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata
cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang ini menjadi dasar perlindungan hukum terkait persaingan usaha yang sehat. Dengan Pasal tersebut diharapkan
perbuatan hukum pengambilalihan yang dilakukan oleh setiap perusahaan tidak mengakibatkan persaingan yang tidak sehat dan merugikan pelaku usaha lain.
Pasal 28 dan Pasal 29 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57
Universitas Sumatera Utara
Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan dan Pengambilalihan Badan Usaha yang Dapat Menyebabkan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Untuk melindungi persaingan usaha yang sehat terhadap tindakan akuisisi
agar tidak menimbulkan praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, sebagai berikut:
a. Perjanjian yang dilarang
Pelaku usaha untuk melakukan tindakan hukum akuisisi dilarang untuk melakukan perjanjian yang dilarang. Perjanjian yang dilarang adalah suatu
perbuatan oleh suatu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun baik tertulis maupun tidak
tertulis. Beberapa perjanjian yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha antara lain:
119
1 Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian oligopoli
2 Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian penetapan harga yang
dapat menimbulkan persaingan usaha. 3
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian pembagian wilayah yang dapat menimbulkan persaingan usaha.
4 Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian pemboikotan.
5 Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian kertel.
6 Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian trust.
7 Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian oligopsoni.
119
Iswi Hariany, Op.Cit, hlm 399
Universitas Sumatera Utara
8 Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian vertikal.
9 Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian tertutup.
Selain pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dilarang sebagimana yang disebutkan diatas pelaku usaha juga dilarang untuk melakukan perjanjian
terlarang, antara lain:
120
1 Pelaku usaha dilarang melakukan praktik monopoli;
2 Pelaku usaha dilarang melakukan praktik monopsoni;
3 Pelaku usaha dilarang melakukan praktik penguasaan pasar dengan
cara tidak benar; 4
Pelaku usaha dilarang melakukan praktik persekongkolan atau konspirasi;
5 Pelaku usaha dilarang melakukan praktik menyalahgunakan posisi
dominan yang dimilikinya; 6
Pelaku usaha dilarang melakukan praktik rangkap jabatan pinpinan perusahaan yang dapat menimbulkan persaingan tidak sehat;
7 Pelaku usaha dilarang melakukan praktik memiliki saham mayoritas
yang dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat b.
Penilaian KPPU Untuk melindungi persaingan usaha yang sehat Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli danatau Persaingan Usaha Tidak Sehat memberikan kewenangan kepeda komisi yang disebut KPPU Komisi
120
Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
Pengawas Persaingan Usaha.
121
KPPU adalah lembaga yang berwewenang penilaian terhadap akuisisi yang diduga dapat mengakibatkan terjadinya praktik
monopoli danatau persaingan tidak sehat.
122
Penilaian KPPU dilakukan dengan menggunakan aspek yaitu konsentrasi pasar, hambatan masuk pasar, potensi
perilaku anti persaingan, efesiensi, dan kepailitan.
123
c. Konsultasi atas rencana pelaksanaan akuisisi
Pelaku usaha perusahaan perbankan yang akan melakukan yang berakibat nilai aset danatau nilai penjualannya melebihi Rp 20.000.000.0000,00 dua puluh
triliun tertentu dapat melakukan konsultasi secara lisan atau tertulis kepada KPPU.
124
Konsultasi tertulis dilakukan dengan mengisi formulir dan menyampaikan dokumen yang disyaratkan oleh KPPU.
125
KPPU kemudian melakukan penilaian berdasarkan formulir yang diterimanya. Berdasarkan
penilaian tersebut, KPPU memberikan saran, bimbingan, danatau kepada pelaku akuisisi. Penilaian yang diberikan KPPU merupakan persetujuan atau penolakan
terhadap rencana akuisisi.
126
Penilaian KPPU tersebut, harus diajdikan bahan pertimbangan utama bagi perusahaan agar dalam pelaksanaan akuisisi tidak
melanggar UU No.5 Tahun 1999.
121
UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli danatau Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 30.
122
UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli danatau Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 35.
123
Iswi Hariany, Op.Cit, hlm 381.
124
PP 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan, dan Pengambilalihan Badan Usaha yang Mengakibatkan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, Pasal 5 Ayat 3.
125
PP 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan, dan Pengambilalihan Badan Usaha yang Mengakibatkan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, Pasal 8 Ayat 3.
126
PP 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan, dan Pengambilalihan Badan Usaha yang Mengakibatkan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, Pasal 11 Ayat 2.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV DAMPAK HUKUM AKUISISI PADA PERUSAHAAN PERBANKAN