Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbankan memiliki peran strategis sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dalam rangka menunjang perekonomian nasional. Dalam kehidupan perekonomian yang semakin terbuka dan berkembang cepat, dibutuhkan layanan jasa perbankan yang semakin luas, baik, dan berkualitas. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan sistem perbankan yang sehat, efisien, dan mampu bersaing dalam era globalisasi dan perdagangan bebas. Untuk itu perbankan perlu meningkatkan dan memperkokoh dirinya dalam berbagai bagai upaya, yang salah satunya adalah akuisisi. 1 Akuisisi dikenal dalam istilah bahasa Inggris “Aquisition” yang disebut dengan istilah “Take over” yang artinya pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Atau secara lebih gamblang yang dimaksud dengan akuisisi take over adalah pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain. Bila ditelusuri lebih lanjut sebenarnya kata “acquisition” itu sendiri berasal dari kata “acquire” yang berarti “mendapatkan sesuatu dengan usaha atau perbuatannya sendiri. 2 Secara umum akuisisi telah diatur didalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Akuisisi dikenal dengan istilah pengambilalihan yang 1 Iswi hariyani, dkk, Merger Konsolidas Akuisisi dan Pemisahan Perusahaan Jakarta: Visimedia, 2011, hlm 14. 2 Munir Fuady, Akuisisi, Take Over dan LBO Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm 3. Universitas Sumatera Utara didefenisikan perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk mengambilalih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. Didalam Undang-Undang tersebut membuka kemungkinan berlakunya ketentuan khusus yang mengatur tentang akuisisi terhadap perseroan terbatas yang bergerak dibidang usaha-usaha tertentu, yang salah satunya adalah perbankan. Pengaturan akuisisi yang bergerak dibidang perbankan diatur pada Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan untuk memberikan kepastian hukum akuisisi perbankan dan kemudahan bagi bank yang akan melakukan akuisisi ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Adapun peraturan akuisisi tersebut yaitu Peraturan Pemerintah 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsilidasi, dan Akuisisi Bank yang didasarkan pada Pasal 28 Undang-Undang perbankan. 3 Akuisisi ini bertujuan untuk memperbaiki sistem manajemen perseroan perbankan terakuisisi. Perseroan yang lemah manajemen akan sulit berkembang secara operasional walaupun mempunyai cukup dana. Perseroan yang demikian tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain terutama yang sejenis dan tidak mustahil akan mengalami kehancuran. Salah satu cara untuk menyelamatkannya adalah digabungkan dengan kelompok konglomerasi yang berpengalaman, dalam segi manajemen dengan menjual sebagian besar sahamnya kepada kelompok konglomerasi tersebut. 4 3 Iswi Hariany, Op.Cit, hlm 150. 4 Abdulkair Muhammad , Hukum Perseroan Indonesia Bandung: PT. Citra ditya Bakti, 2002, hlm 140. Universitas Sumatera Utara Perseroan pengakuisisi biasanya adalah perseroan besar yang bermodal kuat, mempunyai operasi bisnis yang luas, manajemen yang teratur, dan terkelompok dalam konglomerasi mengakuisisi perseroan yang relatif kecil lemah, sulit berkembang, tidak mampu bersaing, dan manajemen kurang teratur. Perseroan yang kelebihan dana mencari usaha untuk menggunakan dananya tersebut. Di lain pihak, ada perseroan yang sulit berkembang atau ingin bergabung dalam konglomerasi. Keadaan demikian menjadi dasar pertimbangan terjadinya akuisisi, baik secara terpaksa karena sulit bertahan hidup maupun secara sukarela karena sulit bertahan hidup maupun secara sukarela karena ingin menjadi kelompok konglomerasi. 5 Secara teoritis, faktor yang dianggap menjadi pendorong dilakukannya akuisisi adalah untuk memperkuat kelompok usaha, baik melalui penghematan pajak, peningkatan efisiensi economics of scale maupun untuk memperkuat dan memperluas jaringan pasar. Atau dalam rumusan yang lebih singkat faktor yang paling mendasar bagi pihak perseroan dilakukan akuisisi adalah motif ekonomi. Munir Fuady menjelaskan akuisisi yang dilakukan oleh perseroan perbankan bermanfaat bagi pihak perusahaan perbankan pengakuisisi dan pihak perusahaan perbankan yang diakuisisi. Adapun manfaat akusisi tersebut: 6 Pihak pengakuisisi: 1. Dapat segera memiliki bank yang sudah relatif besar tanpa harus terlebih dahulu membuat dan membesarkannya. 2. Tidak perlu repot-repot mengurus perizinan pendirian bank baru. 5 Ibid., hlm 138. 6 Munir Fuady, Op.Cit, hlm 206. Universitas Sumatera Utara 3. Langsung diambilalih sistem yang sudah berjalan, tanpa perlu pengadaan alat-alat perlengkapan baru, tenaga kerja baru dan sebagainya. Sementara bagi pihak bank yang diakuisisi, akuisisi bank tersebut mengandung manfaat sebagai berikut: 7 1. Memperoleh suntikan dana bagi bank yang kekurangan dana. 2. Bila pemilik lama menginginkan cash dapat diatur untuk itu. 3. Image bank tersebut akan terangkat jika pihak yang mengakuisisinya punya nama dalam masyarakat. Pelaksanaan akuisisi perbankan tidak berjalan begitu saja, akan tetapi pada proses akuisisi perlu memperhatikan pihak-pihak yang kepentingannya berbenturan terhadap pelaksanaan akuisisi tersebut. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 126 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 tentang Perseroan Terbatas: Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajip memperhatikan kepentingan: a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan; b. Kreditor dan mitra usaha persero lainnya, dan; c. Masyarakat dan persaingan usaha yang sehat. Demikaian juga dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger,Konsolidasi, dan Akuisisi yang menyebutkan: Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank dilakukan dengan memperhatikan: 7 Ibid, hlm 206. Universitas Sumatera Utara kepentingan Bank, kreditor, pemegang saham minoritas dan karyawan Bank; dan kepentingan rakyat banyak dan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha bank. Pengaturan tersebut disebabkan dalam tindakan akuisisi pihak-pihak sebagaimana yang disebutkan diatas merupakan pihak yang krusial untuk dirugikan. Berkaitan dengan Pasal 126 Ayat 1 huruf c menyinggung tentang perbuatan pengambialihan harus memperhatikan persaingan usaha yang sehat, mengharuskan bahwa dalam perbuatan hukum akuisisi perusahaan perbankan harus tunduk terhadap pengaturan persaingan yang sehat sebagaimana yang diatur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Perusahaan perbankan harus memperhatikan persaingan usaha yang sehat karena dilihat dari efek dan akibatnya cenderung melahirkan penguasaan pasar secara monopoli yang dapat menghilangkan persaingan usaha yang sehat. 8 Sejalan dengan dikatakan Gunawan Widjaja yang menyatakan bahwa, pengambilalihan jika dilihat dari efek atau akibatnya yang menghasilkan sinergi kerja pelaku usaha yang lebih kuat dan efesien, memang cenderung melahirkan penguasaan pasar secara monopoli dan dapat menghilangkan persaingan usaha yang tidak sehat. 9 Dengan begitu akuisisi perusahaan perbankan agar tidak melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha yang dapat merugikan persaingan usaha 8 Ahmad Yani dan Gunawan widjaja, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli Jakarta: Rajawali Pers, Cetakan ketiga: 2002, hlm 7. 9 Gunawan Widjaja, Merger dalam Perpekstif Monopoli Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hlm 82. Universitas Sumatera Utara yang sehat harus tunduk terhadap Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat yang ditujukan menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan hukum yang sama bagi setiap pelaku usaha sehingga memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya kesejahteraan umum serta sebagai implementasi dari semangat jiwa Undang-Undang Dasar 1945. 10 Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Akuisisi Pada Perusahaan Perbankan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Jucnto Undang-Undang 1998 Tahun 1998 tentang Perbankan”. .

B. Rumusan Permasalahan

Dokumen yang terkait

Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan

0 38 105

SISTEM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA PERBANKAN DITINJAU DARI PASAL 46 AYAT (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 3 13

TESIS PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 3 13

PENDAHULUAN PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 3 19

TINJAUAN PUSTAKA PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 4 43

PENUTUP PROSPEK PEMBENTUKAN BANK INDUSTRI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN.

0 2 5

Tanggung Jawab Bank Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Tanah Dihubungkan Dengan Prinsip Kehati-hatian Didasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Dan Undang-undang Nomor 4 Tahun

0 0 20

Pengangkatan Dewan Komisaris dan Direksi Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan

0 0 31

ABSTRAK AKUISISI PADA PERUSAHAAAN PERBANKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAAN TERBATAS DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 JUNCTO UNDANG-UNDANG No.10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN

0 0 10

Tipologi Kejahatan Perbankan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan - POLSRI REPOSITORY

0 0 9