kebudayaanya, sebagai akibat dari hubungan antar sesamanya dan juga sebagai akibat dari tingkah laku mereka. Berkembangnya kebudayaan nasional cenderung terjadi di kota.
Masyarakat kota sendiri cenderung untuk lebih banyak terlihat dalam berbagai kegiatan sosial yang tergolong dalam lingkungan nasional.
Masyarakat perkotaan bersifat heterogen. Heterogenitas yang mewarnai kehidupan di perkotaan berlaku juga untuk keanekaragaman lapangan mata pencaharian, karena
adanya keanekaragaman sektor-sektor ekonomi. Perkembangan industri erat hubungannya dengan laju perkembangan kota, karena perkembangan industri merupakan salah satu
terjadinya dinamika kota. Pada waktunya, kota-kota akan mengalami kesulitan untuk menyediakan pekerjaan, dan syarat-syarat minimal kehidupan yang pantas untuk jumlah
yang besar secara terus menerus semakin meningkatkan laju pertumbuhan jumlah penduduk kota sedangkan mereka adalah orang baru yang memasuki ekonomi kota
Sihotang, 1992: 171.
2.3. Pemukiman.
Industrialisasi yang akan terjadi di Indonesia akan mendorong pertumbuhan penduduk kota lebih cepat dari sebelumnya. Jumlah penduduk perkotaan pada tahun 1990
mencapai 28,8 dari 180 juta jiwa. Dan pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 49,5 dari 257 juta jiwa. Dengan demikian pemukiman perkotaan yang lebih memerlukan
kemampuan teknologi akan menjadi tantangan pembangunan dan pengelolaan pemukiman di masa mendatang Kodoatie dan Sugiyanto, 2002: 257.
2.3.1. Strategi Pengembangan Pemukiman.
Lindungan bagi semua orang shelter for all adalah tujuan universal pengemba- ngan pemukiman. Tantangan di masa akan datang dengan keterbatasan sumber daya yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tersedia sebagai prasyarat pembangunan yang terorganisasikan, konsep pengembangan pemukiman yang dipilih perlu diprioritaskan pada tiga hal berikut:
a. Pengembangan pemukiman yang menunjang aktivitas ekonomi dalam suatu sistem
yang terpadu dengan daya dukung lingkungan dan sumber daya alam. b.
Pengembangan pemukiman untuk kebutuhan masyarakat atas prakarsa dan diorganisasikan oleh masyarakat harus didorong dan difasilitasi.
c. Pengelolaan pemukiman perlu lebih ditujukan untuk mewadahi dan mendorong
integrasi sosial melalui penyediaan fasilitas umum yang memadai, memenuhi kebutuhan dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat Kodoatie dan Sugiyanto,
2002: 258.
2.3.2. Pengembangan Pengelolaan Pemukiman.
Menurut Kodoatie dan Sugiyanto 2002, gejala urbanisasi di Indonesia tergambar pada tiga hal berikut:
a. Menyatunya kota besar dengan daerah atau kota-kota kecil di sekitarnya.
b. Perubahan fisik daerah agrarispedesaan menjadi fisik perkotaan yang diikuti
peningkatan jumlah penduduk. c.
Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak seiring dengan perkembangan kota. Bila dilihat dari peningkatan jumlah penduduk, sejumlah kota-kota di Indonesia
berpotensi tumbuh menjadi kota-kota besar. Karena pertumbuhan fisik kota-kota ini tidak diimbangi dengan peningkatan sosio ekonomi dan budaya, maka kota tersebut masuk
dalam kategori semi-urban. Masalah terberat dalam pengelolaan pemukiman adalah mengatasi ketimpangan penggunaan ruang dan penguasaan sumber daya, baik sebagai
dampak pemangunan ruang, maupun kemampuan sektor swasta besar mengatasi peluang kedepan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kunci keberhasilan pengelolaan pemukiman berkelanjutan terletak pada dua hal berikut:
a. Kemampuan untuk menyerasikan, memadukan, dan memanfaatkan potensi dan
kepentingan sektor swasta dengan kepentingan ruang masyarakat berpendapatan rendah, dengan kepentingan ekologis.
b. Kemampuan untuk menyetarakan pemukiman dari berbagai kondisi dan percepatan
petumbuhan.
2.4. Kependudukan.