3.3 Eksplorasi Penerapan Tema kedalam Kasus Proyek
3.3.1 Studi bentuk rumah tradisional Karo Studi Bentuk dari Rumah Tradisional Karo akan dibagi menjadi bagian-bagian
pembahasan arsitektural. a.
Orientasi Bangunan. Pola perkampungan Karo pada umumnya mengelompok atau berbaris
mengikuti alur sungai, dimana pintu utama menghadap ke hulu sungai sedangkan pintu belakang menghadap ke hilir sungai. Namun ada kalanya
juga mengikuti arah Utara Selatan, dimana sisi terpendek terdapat pada arah Timur dan Barat.
58
Berikut merupakan salah satu contoh peta permukiman Karo pada Gambar 3.24.
58
Ir. M. Nawawiy Loebis M.Phil, Ph.d 2004, Raibnya para Dewa, Bina Teknik Press
Gambar 3.24 Perletakan dan Orientasi Rumah-rumah Tradisional pada Desa Karo
Sumber: Raibnya Para Dewa
b. Tipologi Bangunan.
Menurut sumber Buku Raibnya Para Dewa, Karangan Prof. Ir. Nawawiy Lubis, pembagian tipologi bangunan rumah adat Karo terbagi menjadi:
1. Rumah dengan atap Tersek tak bertingkat yang dinamakan Rumah
Kurung Manik, seperti pada Gambar 3.25.
2. Rumah dengan atap satu tingkat Sada Tersek, seperti pada Gambar
3.26.
Gambar 3.26 Rumah dengan Atap Satu Tingkat, Kabanjahe, 1910 Sumber: Tropenmusium
Gambar 3.25 Rumah dengan Satu tersek, Atau Rumah Kurung Manik
Sumber: Tropenmusium
Namun, menurut sumber lain, yaitu http:bastanta-meliala.blogspot.com, yang ditulis oleh seorang bersuku Karo bernama Bestanta Permana
Sembiring Meliala, jenis rumah adat Karo dapat dibagi dengan pembagian sebagai berikut:
1. Berdasarkan Bentuk Atap.
i. Rumah Sianjung-anjung.
Rumah Sianjung-anjung memiliki muka empat ataupun lebih, yang terdiri dari satu tersek ataupun dua tersek yang bertanduk, seperti
pada Gambar 3.27.
ii. Rumah Mecu, seperti pada Gambar 3.28.
Rumah ini bentuknya sederhana, yang membedakannya adalah proses pendiriannya, penghuninya, fungsinya, serta model atapnya.
Gambar 3.27 Tipe Rumah Sianjung-Anjung Sumber: bastanta –meliala.blogspot.com
Rumah Mecu ini bermuka dua dan mempunyai sepasang kepala kerbau bertanduk.
2. Berdasarkan Binangun.
i. Rumah Sangka Manuk.
Rumah Sangka Manuk adalah rumah yang tiangnya dibuat dari balok yang bertindihan, seperti pada Gambar 3.29.
Gambar 3.28 Tipe Rumah Mecu Sumber: http:bastanta-meliala.blogspot.com
Gambar 3.29 Konstruksi Balok yang Ditindih Sumber: http:bastanta –meliala.blogspot.com
ii. Rumah Sendi.
Rumah yang binangunnya yang berdiri dan masing-masing binangun itu dihubungkan dengan balok satu dengan lainnya sehingga
menjadi padu dan kokoh, seperti pada Gambar 3.30.
c. Kulit luar, sudut dan bukaan.
Rumah Karo memilik dua buah pintu labah, masing-masing terletak dibagian lebar bangunan dan secara umum berada di hilir dan hulu. Tetapi
ada kalanya dibagian sebelah kamar rumah raja dibuat juga pintu yang bentuknya sama persis, hanya saja agak kecil. Paling tidak terdapat dua
buah jendela disetiap sisi panjang bangunan, dan sering juga terdapat pada setiap kamar. Jendela kecil ini bentuknya memanjang dengan ukuran 120
cm dan lebar 25 cm.
59
59
Ir. M. Nawawiy Loebis M.Phil, Ph.D 2004, Raibnya para Dewa hal 101-102 Bina Teknik Press
Material yang dipakai untuk selubung bangunan adalah kayu untuk dinding dan lantai, ijuk untuk atap dan batu untuk
pondasi. Gambar 3.30 Sendi-sendi pada sudut rumah
Sumber: http:bastanta –meliala.blogspot.com
d. Struktur.
1. Struktur bawah.
Struktur bawah rumah Karo merupakan barisan kolom yang dibuat dengan kayu damar laut atau pohon enau berbentuk segi delapan atau
bulat dengan diameter sekitar 30 cm sebanyak 16 buah. Delapan diantaranya digunakan untuk memikul atap dan delapan yang lain hanya
memikul lantai saja. Jarak antara kolom adalah 3 meter dan diikat dengan susunan balok berukuran 10 x 20 cm yang ditembus melewati
kolom dengan pen dan disusun berselang seling dengan jarak antar lapis sekitar 15-20 cm. Pada kolom sudut, balok menjulur keluar sekitar 40
cm. Ketinggian kolom dari permukaan tanah ke permukaan lantai adalah sekitar 1,5 hingga 2,5 m. Pondasi yan digunakan adalah pondasi batu
kali yang diletakkan diatas beberapa lembar sirih dan sejenis besi
60
, seperti terlihat pada Gambar 3.31.
60
Ir. M. Nawawiy Loebis M.Phil, Ph.d 2004, Raibnya para Dewa hal –98-99, Bina Teknik Press
Gambar 3.31 Pondasi dari Rumah Adat Karo Sumber: Penulis
2. Struktur Tengah.
i. Lantai.
Konstruksi rangka lantai diawali dari balok-balok kecil awit terbuat dari pohon enau yang kering berdiameter 10 cm atau
berbentuk papan berukuran 8x12 cm yang menjorok keluar sepanjang 70 cm dan terletak melintang diatas balok penghubung
kolom pemajang. Diatas balok-balok awit tersebut diletakkan belahan-belahan bambu galigar awit berkuruan 6x12 cm yang
disusun rapat dan ditutup dengan lapisan salimar yang terlbuat dari papan dengan ketebalan 6 cm. Diatas susunan belahan bambu
tersebut terdapat balok atau konsol binangun kalang papan berukuran 7x40 cm yang letaknya berlawanan dengan arah
susunan bamboo, kemudian diatas balok ini diletakkan balok kalang papan berukuran 8x15 cm yang berfungsi menunjang
langsung papan-papan lantai berukuran 5x20cm.
61
ii. Dinding.
Dinding bangunan posisinya berdiri miring sekitar 30 derajat setinggi lebih kurang 1 meter, terletak diatas dapur-dapur dan
terdiri dari papan-papan berukuran 100x30x5 cm yang
61
Ir. M. Nawawiy Loebis M.Phil, Ph.d 2004, Raibnya para Dewa hal –100, Bina Teknik Press
dihubungkan satu sama lain dengan cara diikat dengan tali ijuk ret-ret. Dibagian bawah, dinding ini disambungkan dengan lidah
dan celah dengan bagian dapur-dapur, dan dibagian atas dikaitkan pada balok junjungan derpih berukuran 7x15 cm yang berfungsi
sebagai penguat. Dibagian atas ini juga terdapat rusuk-rusuk perongkil penahan tutup atap ijuk, yang berukuran 5x5x200 cm
berjarak sekitar 40 cm antara satu dengan yang lainnya dan terbuat dari batang enau.
62
iii. Beranda
Setiap rumah memiliki dua buah beranda atau teras ture, masing- masing terletak disebelah hilir dan hulu. Beranda ini terbuat dari
lantai bambu bulat dan berfungsi sebagai tempat para wanita menganyam, berbincang, memandikan anak-anak dan berbagai
fungsi lainnya yang tidak dapat dilakukan didalam rumah. Terdapat anak tangga yang menghubungkan tanah dengan teras
yang jumlahnya selalu ganjil, yaitu rata-rata lima anak tangga.
63
62
Ir. M. Nawawiy Loebis M.Phil, Ph.d 2004, Raibnya para Dewa hal –101, Bina Teknik Press
63
Ir. M. Nawawiy Loebis M.Phil, Ph.d 2004, Raibnya para Dewa hal 103-104, Bina Teknik Press
3. Struktur Atap
Kuda-kuda konstruksi atap terdiri dari beberapa tiang utama tunjuk langit yang berfungsi sebagai penerima sebagian besar beban atap,
sedangkan sisa beban pada atap yang diakibatkan gaya horizontal terhadap bidang miring disalurkan oleh rusuk-rusuk atap. Barisan tunjuk
langit ini dihubungkan oleh balok pemayang tunjuk langit yang memanjang searah panjang bangunan, berukuran 5x12 cm. Dari
potongannya dapat diambil kesimpulan bahwa dinding miring bangunan hampir tidak menahan beban. Teritis atap hanya melewati dinding 20
cm, sekedar untuk menghindari tempias air hujan. Bentuk atap merupakan gabungan dari atap pelana dan perisai, dan pada ujung
puncak atap pelana terdapat kepala kerbau yang terbuat dari ijuk sebagai simbol. Atap pada bangunan Karo merupakan unsur yang paling
dominan dari segi tampak dan potongan, karena meliputi ¾ tinggi rumah. Bagian segitiga yang dibentuk oleh atap pelana yang dinamakan
Lambe-lambe terbuat dari papan yang dianyam sedemikian rupa sehingga memiliki hiasan. Motif yang terdapat pada lambe-lambe -
biasanya adalah motif bunga Gundur, Tampune-tampune, Pako-pako, Lumut Laut, Ampik Lembu, Ujen Jabang, Desa si Waluh serta Lipan-
lipan.
64
64
Ir. M. Nawawiy Loebis M.Phil, Ph.d 2004, Raibnya para Dewa hal 105-106, Bina Teknik Press
e. Ruang dan Fungsi
1. Akses
Rumah adat Karo tidak memiliki batas berupa pagar antara satu rumah dengan rumah yang lainnya. Akses publik maupun penghuni rumah
tidak memiliki perbedaan dan harus menaiki tangga untuk mencapai ture.
2. Pintu Masuk
Pintu masuk untuk memasuki rumah ini terdiri dari dua, yaitu menghadap utara dan selatan atau hulu dan hilir sungai. Tidak ada
perbedaan pintu masuk antara publik dan penghuni rumah, dan pintu yang dominan dijadikan entrance adalah pintu bagian depan rumah,
yaitu yang menghadap utara atau hulu sungai.
3. Sekuens
Rumah Adat Karo disebut juga Rumah Siwaluh Jabu karena pada umumnya dihuni oleh Waluh Jabu delapan keluarga, selain rumah
Siwaluh Jabu ada juga rumah adat yang lebih besar yaitu Sepuludua Jabu dua belas keluarga yang dulu terdapat di kampung Lingga,
Sukanalu dan rumah adat yang terbesar adalah rumah adat Sepuluenem
Jabu yang pernah ada di Kampung Juhar dan Kabanjahe, tetapi sekarang rumah adat Sepuludua Jabu dan Sepuluenem Jabu sudah tidak ada lagi.
Setiap Jabu keluarga menempati posisi di Rumah Adat sesuai dengan struktur sosialnya dalam keluarga. Letak Rumah Adat Karo selalu
disesuaikan dari arah Timur ke Barat yang disebut desa Nggeluh, di sebelah Timur disebut Bena Kayu pangkal kayu dan sebelah Barat
disebut Ujung Kayu. Sistem Jabu dalam rumah adat mencerminkan kesatuan organisasi, dimana terdapat pembagian tugas yang tegas dan
teratur untuk mencapai keharmonisan bersama yang dipimpin Jabu Bena KayuJabu Raja. Nama, posisi dan peran Jabu dalam rumah adat
Karo Rumah Siwaluh Jabu adalah sebagai berikut
65
, pada Gambar 3.32 dan Gambar 3.33.
65
Sinusuka 2010, Rumah Siwaluh Jabu, www.sinusuka.wordpress.com20101106rumah-siwaluh-
Jabu
Gambar 3.32 Interior Rumah Siwaluh Jabu Sumber: www.sinusuka.wordpress.com
Berikut merupakan keterangan dari Jabu sesuai dengan gambar diatas. 1. Jabu Bena Kayu, merupakan tempat bagi keluarga simanteki
KutaBangsa Tanah keluarga yang pertama mendirikan Kuta. Jabu Bena Kayu juga disebut Jabu Raja, posisinya sebagai pimpinan
seluruh anggota Jabu dalam sebuah rumah adat, berperan sebagai pengambil keputusan dan penanggung jawab baik internal maupun
eksternal untuk segala permasalahan dan pelaksanaan adat menyangkut kepentingan rumah dan seisi penghuni rumah.
2. Jabu Ujung Kayu, merupakan tempat bagi Anak Beru pihak perempuansaudari dari Jabu Bena Kayu. Jabu Ujung Kayu
berperan untuk membantu Jabu Bena Kayu dalam menjaga keharmonisan seisi rumah dan mewakili Jabu Bena Kayu dalam
menyampaikan perkataan atau nasehat-nasehatnya kepada setiap penghuni rumah. Dengan kata lain Jabu Ujung Kayu adalah
pembantu utama dari Jabu Bena Kayu baik di dalam urusan dalam rumah maupun di dalam lingkup adat.
Gambar 3.33 Susunan Perletakan Jabu pada Interior Rumah Sumber: Penulis
1 5
7 4
3 8
6 2
T
B
3. Jabu Lepar Bena Kayu, nama ini mungkin diakibatkan karena Jabu ini berada di seberang Jabu Bena Kayu. Jabu ini ditempati oleh anak dari
penghuni rumah yang termasuk juga bangsa tanah. Jabu ini sering juga disebut ‘Jabu Sungkun Berita’. Hal ini tidak terlepas dari
kewajiban penghuni tempat ini yaitu mencari dan mendengarkan berita ataupun kabar yang berkembang di luar. Misalnya kalau ada orang lain
yang hendak mengadakan perang, ia harus terlebih dahulu mengetahuinya.
66
4. Jabu Lepar Ujung Kayu, merupakan tempat bagi pihak Kalimbubu pihak dari klan ibu dari Jabu Bena Kayu. Penghuni Jabu ini sangat
dihormati dan disegani karena kedudukannya sebagai Kalimbubu. Kalimbubu dalam masyarakat Karo merupakan derajat tertinggi dalam
struktur adat. Jabu Lepar Ujung Kayu disebut juga sebagai Jabu Simangan Minem pihak yang makan dan minum. Jika Jabu Bena
Kayu mengadakan pesta adat maka Jabu Lepar Ujung Kayu akan menduduki posisi yang terhormat, dia tidak ikut bekerja hanya hadir
untuk makan dan minum.
5. Jabu Sedapuren Bena Kayu, merupakan tempat bagi anak beru menteri
dari Jabu Bena Kayu. Jabu Sedapuren Bena Kayu juga disebut Jabu Peninggel-ninggel pihak yang mendengarkan. Perannya adalah
66
Tantabangun 2010, Menilik Nilai-Nilai dalam Rumah Adat Karo Siwaluh Jabu, www.tantabangun.wordpress.com