Zero Crossing Derivat Kedua

39 Gambar 4.9 Zero Crossing kafein derivat pertama dengan λ = 202,8; 245; 272,6; dan 307 nm Gambar 4.10 Zero Crossing vitamin C derivat pertama dengan λ = 207,3; 242,8; dan 289,5 nm

4.4.2 Zero Crossing Derivat Kedua

Penentuan zero crossing pada derivat kedua diperoleh dengan menumpangtindihkan spektrum serapan derivat kedua pada masing-masing kafein dan vitamin C dari berbagai konsentrasi larutan. Zero Crossing pada spektrum 202,8 nm 245 nm 272,6 nm 307 nm 207,3 nm 242,8 nm 289,5 nm ==== Kafein konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 12 μgmL ==== Kafein konsentrasi 16 μgmL ==== Kafein konsentrasi 20 μgmL ==== Kafein konsentrasi 24 μgmL ==== Kafein konsentrasi 28 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 16 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 24 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 32 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 40 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 48 μgmL Universitas Sumatera Utara 40 derivat kedua dari masing-masing kafein dan vitamin C ditunjukkan oleh panjang gelombang yang memiliki serapan nol pada berbagai konsentrasi. Zero crossing kafein dan vitamin Cderivat kedua dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan 4.12. Gambar 4.11 Zero crossing kafein derivat kedua dengan λ = 214,6; 229,2; 236; 260,8; 285,6; dan 306,4 nm Gambar 4.12 Zero crossingvitamin C derivat kedua dengan λ = 229,8; 256,3; dan 294 nm nm. 200.00 250.00 300.00 350.00 400 0.00000 -0.02000 -0.04038 Universitas Sumatera Utara 41 4.5Hasil Penentuan Panjang Gelombang Analisis Panjang gelombang analisis larutan kafein dengan konsentrasi 9 μgmL, larutan vitamin C dengan konsentrasi 8 μgmL dan larutan campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL diperoleh pada panjang gelombang 200 - 400 nm. Selanjutnya diperoleh spektrum serapan derivat pertama dan derivat kedua dari masing-masing larutan kafein dan vitamin C dan dari campuran kafein dan vitamin C. Spektrum serapan derivat pertama dari larutan kafein dan vitamin C dan campuran keduanya kemudian ditumpangtindihkan, untuk spektrum derivat kedua dari larutan kafein dan vitamin C dan campuran keduanya juga ditumpangtindihkan. Penentuan panjang gelombang analisis dilakukan berdasarkan pengamatan pada kurva serapan masing-masing derivat, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran absorbansi pada masing-masing zero crossing. Kurva serapan campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL dapat dilihat pada Gambar 4.13. Gambar 4.13 Kurva serapan campuran kafein konsentrasi9 μgmL dan vitamin C k onsentrasi 8 μgmL Universitas Sumatera Utara 42 Gambar 4.14 Kurva tumpang tindih serapan kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL Gambar 4.15 Kurva tumpang tindih serapan kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL, dan campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL ==== campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL Universitas Sumatera Utara 43 Gambar 4.16 Kurva serapan derivat pertama campuran yang di dalamnya terdapat kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL Gambar 4.17 Kurva tumpang tindih serapan derivat pertama kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL Universitas Sumatera Utara 44 Gambar 4.18Kurva tumpang tindih serapan derivat pertama kafein konsentrasi 9 μgmL, vitamin C konsentrasi 8 μgmL dan campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL Gambar 4.19 Kurva serapan derivat kedua campuran yang di dalamnya terdapat kafein konsentr asi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL ==== Campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL Universitas Sumatera Utara 45 Gambar 4.20 Kurva tumpang tindih serapan derivat kedua kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL Gambar 4.21 Kurva tumpang tindih serapan derivat kedua kafein konsentrasi 9 μgmL, vitamin C konsentrasi 8 μgmL dan campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL ==== Campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL Universitas Sumatera Utara 46 Gambar 4.22Zero crossing dari kafein konsentrasi 9 μgmL pada λ = 293,4 nm Gambar 4.23Zero crossing dari vitamin C konsentrasi 8 μgmL pada λ = 214 nm 293,4 nm 214 nm ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL Universitas Sumatera Utara 47 Gambar 4.24Zero crossing campuran dengan kafein λ = 293,4 nm Gambar 4.25Zero crossing campuran dengan vitamin Cλ = 214 nm Dari gambar diatas, diperoleh panjang gelombang yang dapat dipakai untuk penetapan kadar campuran kafein dan vitamin C adalah pada serapan derivat kedua. Hal ini diketahui berdasarkan pemilihan panjang gelombang analisis pada setiap derivat. Panjang gelombang analisis didapatkan dengan menentukan zero crossing untuk masing-masing kafein dan vitamin C. 293,4 nm 214 nm ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL ==== Campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL ==== Campuran kafein konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C konsentrasi 8 μgmL Universitas Sumatera Utara 48 Gambar 4.26Zero crossing kafein konsentrasi 9 μgmL, vitamin C konsentrasi 8 μgmL dan sampel kratingdaeng-S konsentrasi 13,3 μgmL Dari gambar diatas maka dapat dibuktikan bahwa panjang gelombang analisis untuk sampel kratingdaeng-S yaitu pada 214 nm untuk vitamin C dan 293,4 nm untuk kafein. Pada serapan derivat pertama, zero crossing untuk kafein ditemukan pada panjang gelombang 202,8 nm; 245 nm; 272,6 nm; dan 307 nm. Sedangkan untuk vitamin C zero crossing ditemukan pada panjang gelombang 207,3 nm; 242,8 nm; dan 289,5 nm. Panjang gelombang analisis ditentukan dengan cara menumpangtindihkan spektrum derivat kedua dari kafein dan vitamin C. Selanjutnya ditentukan panjang gelombang dimana absorbansi salah satu zat berada pada nilai nol, sedangkan pada zat lain memiliki nilai positif. Pada serapan derivat pertama, panjang gelombang analisis untuk kafein dapat ditemukan. Namun panjang gelombang analisis untuk vitamin C tidak ditemukan, sehingga penentuan kadar sampel tidak bisa dilakukan pada derivat pertama. Oleh karena itu dibuat spektrum serapan derivat kedua, kemudian dilakukan penentuan panjang gelombang analisis dengan cara yang sama seperti cara derivat pertama. 293,4 nm 214 nm ==== Vitamin C konsentrasi 8 μgmL ==== Kafein konsentrasi 9 μgmL ==== sampel Kratingdaeng-S konsentrasi 13,3 μgmL Universitas Sumatera Utara 49 Dari hasil spektrum serapan derivat kedua, diketahui bahwa zero crossing untuk kafein berada pada panjang gelombang 214,6 nm; 229,2 nm; 236 nm; 260,8 nm; 285,6 nm; dan 306,4 nm. Sedangkan zero crossing untukvitamin C adalah pada panjang gelombang 229,8 nm; 256,3 nm; dan 294 nm. Setelah spektrum serapan derivat kedua dari kafein dan vitamin C serta campuran kafein dengan vitamin C ditumpangtindihkan, didapatkan panjang gelombang analisis untuk kafein pada 293,4 nm dan untuk vitamin C pada 214 nm. Panjang gelombang analisis dan absorbansinya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tab el 4.1 Panjang Gelombang Analisis dan Absorbansinya Zat Panjang Gelombang nm 211 214 256 293,4 306 Kafein 0,00245 Vitamin C 0,00085 0,00114 0,00050 Campuran 0,00073 0,00115 0,00048 0,00244 Dari tabel di atas diperoleh panjang gelombang analisis yang digunakan adalah 293,4 nm untuk kafein dan 214 nm untuk vitamin C. Penentuan panjang gelombang analisis ini didasarkan pada nilai absorbansi ketiga larutan pada panjang gelombang tersebut. Pada panjang gelombang 214 nm, nilai absorbansi kafein adalah nol, sedangkan nilai absorbansi untuk vitamin C dan larutan campuran keduanya memiliki nilai serapan hampir sama yaitu 0,00115, sehingga untukvitamin Cpanjang gelombang analisisnya adalah pada 214 nm. Demikian juga untuk kafein, panjang gelombang analisis yang dipakai adalah 293,4 nm, karena pada panjang gelombang ini, nilai absorbansi dari vitamin C adalah nol, sedangkan nilai absorbansi untuk kafein dan larutan campuran keduanya memiliki nilai serapan hampir sama yaitu 0,00245, sehingga untuk kafein panjang Universitas Sumatera Utara 50 gelombang analisisnya adalah pada 293,4 nm. Spektrum dan absorbansi kafein dan vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 64. 4.6Hasil Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi 4.6.1Kurva Kalibrasi Linearitas kurva kalibrasi menunjukkan hubungan yang linier antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi untuk kafein pada gambar 4.27 diperoleh persamaan regresi Y = 30,73X-1 x 10 -5 . dengan korelasi r = 0,9996. Sedangkan untuk vitamin C pada gambar 4.28 diperoleh persamaan regresi Y = 11X-1 x 10 -5 dengan korelasi r = 0,9996. Nilai r 0,99 menunjukkan adanya korelasi linier hubungan antara X dan Y Watson, 2007. Data kalibrasi dan perhitungan regresi dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12 halaman 83 dan 85. Gambar 4.27Kurva kalibrasi kafein pada panjang gelombang 293,4 nm Universitas Sumatera Utara 51 Gambar 4.28Kurva kalibrasi vitamin C pada panjang gelombang 214 nm 4.6.2 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dalam kurva kalibrasi. Batas deteksi dan batas kuantitasi analisis kafein yang diperoleh secara berturut- turut adalah 0,5632μgmL dan 1,8776μgmL. Sedangkan untuk vitamin C, batas deteksinya adalah 3,7936μgmL dan batas kuantitasinya adalah 12,6450μgmL. Perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat dilihat pada Lampiran 13 dan 14 di halaman 87 dan88. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran kadar kafein dengan konsentrasi 9 μgmL dan vitamin C dengan konsentrasi 8 μgmL dapat terdeteksi dan terkuantitasi menggunakan metode spektrofotometri derivatif. Batas deteksi merupakan salah satu parameter uji batas yang dilakukan untuk mendeteksi jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih memberikan respon signifikan dengan blanko. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama Harmita, 2004. Universitas Sumatera Utara 52

4.7 Hasil Analisis Kandungan Kafein dan Vitamin C dalam Sampel Minuman Berenergi