52
E. Pelaksanaan Pemberian Kredit
Dalam arti luas kredit juga dapat diartikan kepercayaan. Pemberian kredit oleh bank tidak terlepas dari tujuan perbankan dalam pembangunan
nasional dan juga merupakan pencapaian tujuan perbankan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak.
Dalam hal ini sistem perkreditan yang dilaksanakan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Barus jahe telah mencapai target yang
diinginkan. Hal ini terbukti semakin membaiknya keadaan pada bank. Ini terbukti karena PT. Bank Rakyat Indonesia Persero merupakan salah satu
bank dengan tingkat kesehatan perbankan yang baik dan dengan tingkat
kredit macet yang paling kecil.
Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Barus jahe bantuan kredit diberikan berdasarkan pembedaan atas dua golongan yaitu
debitur perorangan dan debitur badan usaha perusahaan, dimana
persyaratan yang diminta disesuaikan berdasarkan masing-masing golongan.
F. Pengawasan Terhadap Kredit
Menurut Warman Djohan 2000 : 167 “Pengawasan Kredit
adalah salah satu fungsi manajemen dalam usahanya untuk melakukan penjagaan dan pengamanan atas pengelolaan kekayaan bank ke arah
portofolio perkreditan yang lebih baik dan efisiensi, guna menghindari
Universitas Sumatera Utara
53 terjadinya penyimpangan-penyimpangan denagn cara mendorong
dipatuhinya kebijakan perkreditan yang telah ditetapkan.”
Salah satu fungsi manajemen yang penting dalam setiap kegiatan usaha yaitu tahap pengawasan, demikian juga di dalam perkreditan karena
kegiatan pengawasan akan merupakan penjagaan dan pengamanan terhadap kekayaan bank yang disalurkan atau diinvestasikan di bidang
perkreditan.
Kegiatan pengawasan ini akan menjadi lebih penting bila kita ketahui bahwa kredit merupakan kekayaan yang beresiko atau risk asset,
karena assets tersebut dikuasai oleh pihak di luar bank. Seperti pada bank- bank lainnya, PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Barus Jahe
selalu mengadakan pengawasan terhadap kredit yang diberikan kepada debitur. Dalam mengadakan pengawasan ada bebnerapa tahap yang umum
dilakukan oleh bank dalam mengadakan pengawasan. 1.
Pengawasan Kredit Dalam Arti Luas
Pengawasan kerdit dalam arti luas akan meliputi pengawasan sebelum kredit diberikan steering control , pengawasan pada waktu
proses persetujuan kredit, post action control dan pengawasan
setelah kredit diberikan feedback control. a.
Pengawasan kredit dimuka steering control
Pengawasan ini lebih banyak dalam bentuk rekomendasi dari hasil analisis departemen yang menangani riset dan
pengembangan usaha suatu bank. Hasil analisis tentang tingkat
Universitas Sumatera Utara
54 kelayakan usaha dari perusahaan-perusahaan sejenis dalam industri
yang sama. Dimana kelompok industri yang dengan tingkat IRR
tinggi, sedang, rendah.
Setelah pengawas selesai melakukan riset selanjutnya para analis dapat melakukan pengawasan pendahuluan, sebelum proses
analisis kredit dilakukan melalui analisis siklus hidup perusahaan.
b. Pengawasan kredit pada waktu proses analisis Post action
control Pengawasan kredit ini merupakan pengawasan administrasi
meliputi kelengkapan dan keabsahan dokumen permohonan kredit, akurasi analisis dan kesempurnaan warkat-warkat perjanjian dan
pengikatan. Pengawasan dapat dilakukan dengan menggunakan check list.
c. Pengawasan kredit pada waktu kredit berjalan feed back control
Pengawasan kredit ini meliputi pengawasan administratif, pengawasan fisik terhadap kegiatan usaha debitur di lapangan dan
analisis kecenderungan ekonomi. Sedangkan analisis tentang kecenderungan ekonomi biasanya ditangani oleh unit atau
departemen riset dan pengembangan suatu bank. Departemen ini juga yang akan memberikan rekomendasi bahwa kecenderungan
ekonomi akan membaik atau akan memburuk dimasa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
55
2. Fokus Pengawasan Kredit
Pada tahap pertama pengawasan kredit, merupakan upaya dalam penjagaan dan pengamanan harta bank dalam bentuk kredit.
Pengertian penjagaan lebih bersifat preventif, sedangkan pengamanan lebih bersifat represif, untuk menghindari kemungkinan kerugian
potensial yang akan timbul dikemudian hari. Secara umum pengawasan kredit merupakan pengendalian kredit dalam bentuk
manajemen control yang meliputi audit finansial, audit operasional dan audit manajemen.
8. Tujuan Pengawasan Kredit
Tujuan pengawasan kredit pada bank dapat dijelaskan dengan rinci sebagai berikut :
a. Dapat dilakukannya dengan baik penjagaan dan pengawasan dalam
pengelolaan kekayaan bank di bidang perkreditan, untuk menghindari penyelewengan baik dari intern bank maupun ekstern.
b. Untuk memastikan ketelitian dan kebenaran data administrasi di bidang
perkreditan serta penyususnan dokumen perkreditan yang lebih baik. c.
Untuk memajukan efisiensi di dalam pengelolaan dan tata laksana usaha di bidang perkreditan dan mendorong tercapainya rencana yang telah
ditetapkan. d.
Untuk menilai tingkat kepatuhan terhadap aturan yang telah ditetapkan dan penggaris dalam pencapaian sasaran.
Universitas Sumatera Utara
56 Dari uraian tersebut, masing-masing tujuan tersebut mempunyai keterkaitan
yang erat satu dengan lainnya. Dengan memiliki administrasi perkreditan yang dilaksanakan secara teliti, tertib dan benar akan membantu dan
mempermudah untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan atau penyelewengan secara dini. Dan dengan adanya sistem dokumentasi yang
baik terhadap arsip perkreditan, tentunya akan meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan dan pengendalian portofolio perkreditan.
9. Sarana Pengawasan Kredit
Sarana pengawasan dalam perkreditan sama dengan sarana administrasi perkreditan namun ditinjau dari sudut pandang yang berbeda. Sarana
pengawasan yang mempunyai tingkat tertinggi adalah perundang-undangan yang mengatur perbankan dan kegiatan perdagangan pada umumnya dan
khususnya yang mengatur perkreditan. Ada beberapa bentuk sarana pengawasan sebagai berikut :
a. Perangkat keras hardware , meliputi berbagai bentuk formulir
standar, berbagai alat tulis kantor, alat deteksi dokumen palsu, mesin- mesin tik, mesin hitung, komputer, filling cabinet, alat komunikasi, alat
trasportasi, dan sebagainya. b.
Tenaga kerja yang merupakan sumber daya manusia, sebagai tenaga pelaksana dan staf, agar perangkat-perangkat keras tersebut dapat
berfungsi dengan baik, sebagai operator atau sebagai pengelolanya.
Universitas Sumatera Utara
57 c.
Perangkat lunak software , agar perangkat keras dan tenaga kerja tersebut dapat berfungsi dengan baik dan terarah, maka perlu ada
kumpulan, aturan main yang disusun secara sistematis yang berlaku dalam organisasi bank maupun yang berlaku secara khusus dalam
bidang perkreditan. Perangkat lunak yang diperlukan sebagai alat pengawasan antara lain meliputi buku pedoman kerja yang disusun
dengan lengkap, sistematis dan up to date karena akan dipakai sebagai tolak ukur dalam pelaksanaan sehari-hari.
G. Hambatan yang Dihadapi dalam Pemberian Kredit
Nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik tepat pada waktunya yang diperjanjikan.
Pada kenyataannya selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah
meminjamkannya. Akibatnya nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet.
Menurut Zainal Asikin 2007 : 65 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang berasal dari nasabah, yaitu :
1. Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya
Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuan pemakaiannya, sehingga nasabah harus menggunakan kredit sesuai
dengan tujuannya.Dimana terkadang ada nasabah yang tidak menggunakan kredit sesuai dengan tujuan yang telah diperjanjikan.
Universitas Sumatera Utara
58 Misalnya, nasabah menggunakan kredit bukan untuk pengembangan
usaha tetapi untuk keperluan pribadi. Contoh, nasabah menggunakan
kredit untuk membeli mobil pribadi bukan untuk mobil usaha.
2. Nasabah kurang mampu mengelolah usahanya
Hal ini dapat terjadi pada nasabah yang kurang menguasai bidang usahanya, akibatnya usaha yang dibiayai dengan kredit tidak dapat
berjalan dengan baik.
3. Nasabah yang beritikad tidak baik
Ada sebagian nasabah yang sengaja dengan daya upaya mendapatkan kredit, tetapi setelah kredit diterima maka digunakan untuk
kepentingan yang tidak dipertanggung jawabkan. Nasabah sejak awal tidak berminat mengembalikan kredit walau dengan resiko apapun.
Biasanya sebelum jatuh tempo kredit nasabah sudah melarikan diri
untuk menghindari tanggung jawab.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adapun masalah yang sering dihadapi oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Barus jahe
dalam pemberian kredit kepada calon nasabah dibagi atas 2 dua , yaitu :
1. Faktor Intern Yang Berasal Dari Dalam Perusahaan
Kendala yang dihadapi PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Barus jahe dalam pemberian kredit yang berasal dari dalam perusahaan
adalah :
a. Prosedur penyaluran kredit yang berbelit-belit.
Universitas Sumatera Utara
59 Administrasi tercermin dari berbagai ketentuan yang sangat proseduril.
Semua itu diatur berdasarkan tatanan yang birokratis dan kehati-hatian yang sangat tinggi. Sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan kekakuan,
dan kurangnya pendelegasian wewenang kepada bawahan. Kecepatan pelayanan dapat dipacu, namun karena terlalu banyaknya prosedur akan
dapat menimbulkan beban psikologis bagi nasabahnya. b.
Proses kredit lambat sehingga kredit cair melewati batas waktu yang dibutuhkan.
Permohonan kredit dimulai dengan perencanaan nasabah, begitu juga proses analisis sampai dengan putusan kredit dari manajemen
pengembalian keputusan. Namun jarang pada tahap pencairan justru mendapat hambatan.
c. Bank terlalu lama menanggapi permohonan kredit
Seorang nasabah sudah merencanakan suatu bisnis, namun jika permohonan kredit belum ditanggapi oleh bank maka dapat diperkirakan
bahwa bisnis nasabah akan terganggu.
2. Faktor Ekstern Yang Berasal Dari Luar Prusahaan
Sedangkan hambatan yang dihadapi oleh PT. Bank Rakyat
Indonesia Persero Cabang Barus jahe dari luar perusahaan adalah : a.
Ketidaklengkapan syarat kredit yang diajukan
Dimana masih kurang lengkapnya pengetahuan dari nasabah akan perlengkapan yang harus dipenuhi olehnya pada saat permohonan
kredit diajukan, seperti terkadang nasabah tidak mempunyai surat
Universitas Sumatera Utara
60 keterangan atau izin mendirikan bangunan dan belum mempunyai
sertifikat tanah yang diperlukan dalam permohonan kredit.
b. Jaminan kredit yang diberikan belum memenuhi syarat tertentu.
Hal ini mungkin terjadi bila nasabah memberikan nilai jaminan yang tidak seimbang dengan nilai kredit yang diambil.
c. Ketidakmampuan dalam pelunasan kredit yang telah diterima.
Kredit macet terjadi akibat jika ada penunggakan pokok pinjaman dan atau bunga lebih dari 270 hari.
d. Nasabah kurang mampu mengelola usahanya.
Hal ini dapat terjadi karena nasabah yang kurang menguasai bidang usahanya diberi kredit, karena nasabah mampu meyakinkan bank
akan keberhasilan usahanya. Akibatnya usaha yang dibiayai dengan kredit tidak dapat berjalan dengan baik, misalnya hasil
produksi kualitasnya rendah sehingga sulit bersaing dipasaran. e.
Nasabah menyalahgunakan kredit yang diperolehnya. Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan tujuan
pemakaiannya, sehingga nasabah harus menggunakan kredit sesuai dengan tujuannya. Pemakaian kredit yang menyimpang, misalnya
kredit untuk pengangkutan dipergunakan untuk pertanian, akan mengakibatkan usaha gagal, karena nasabah spekulatif.
Universitas Sumatera Utara
61
H. Penanganan Kredit Macet
Sesuai dengan arti kredit macet, dapat digambarkan bahwa nasabah sudah sulit diharapkan untuk dapat memenuhi kewajibannya dengan sukarela
sebagaimana yang diperjanjikan. Dipihak lain bank tidak mempunyai upaya untuk dapat memaksa langsung kepada nasabah tersebut untuk melunasi
utangnya Oleh karena itu jalan keluar untuk menyelesaikan kredit macet, bank harus
menyerahkan pengurusannya kepada pihak ketiga. Di Indonesia dikenal ada tiga lembaga yang dapat dibebani tugas untuk menyelesaikan kredit macet,
yaitu : 1.
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara BUPLN
Yaitu bagi kredit macet yang menyangkut bank milik negara. Biasanya kredit yang macet dan telah diupayakan penagihannya
penyelesaiannya secara kekeluargaan tetapi tidak berhasil, maka bank akan menyerahkan penyelesaiannya melalui BUPLN untuk
selanjutnya akan dilakukan pelelangan penjualan barang jaminan. Barang jaminan tidak selamanya dilakukan dengan bantuan
BUPLN, sebab bila bank telah memperoleh “ kuasa jual “ maka
bank tersebut dapat menjual jaminan secara bawah tangan. 2.
Melalui Proses Legitasi Pengadilan
Apabila suatu kredit macet dari bank swasta maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui pengadilan. Proses
legitasi merupakan langkah terpaksa yang dilakukan bank apabila
Universitas Sumatera Utara
62 debitur menunjukkan itikad tidak baik yang dengan sengaja
menyembunyikan harta bendanya. 3.
Melalui Arbitrase atau Perwasitan
Penyelesaian kredit macet melalui BUPLN maupun melalui pengadilan dipandang kurang menguntungkan karena waktu yang
diperlukan relatif lama dan jumlah uang yang ditarik juga sangat kecil. Oleh karena itu kalangan perbankan dan pakar hukum
mencoba menawarkan penggunaan lembaga “ Arbitrase “ untuk penyelesaian kredit macet. Karena penyelesaian melalui Arbitrase
jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan penyelesaian melalui
BUPLN atau melalui pengadilan.
Didalam Surat Edaran Bank Indonesia SEBI No. 2312BPPP tanggal 28 Febuari 1992 dijumpai beberapa kebijakan dalam penyelamatan kredit
bermasalah, yaitu : a.
Rescheduling penjadwalan kembali
Yaitu upaya untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali
jangka waktu kredit termasuk masa tenggang grace period termasuk
perubahan kredit. c.
Reconditioning persyaratan kembali
Yaitu melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh syarat-syarat perjanjian yang tidak terbatas. Hanya kepada perubahan jadwal
angsuran dan atau jangka waktu kredit saja.
Universitas Sumatera Utara
63
d. Restructuring penataan kembali
Yaitu upaya berupa melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa tambahan kredit, melakukan konversi, seluruh atau
sebagian kredit. e.
Kombinasi
Merupakan kombinasi dari ketiga jenis metode yang diatas. Misalnya, kombinasi antara Restructuring
dengan Reconditioning,
atau
Rescheduling dengan Restructuring. f.
Penyitaan Jaminan
Penyitaan jaminan merupakan jalan terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak punya itikad baik atau sudah tidak mampu lagi
membayar semua hutang-hutangnya.
.
Universitas Sumatera Utara
64
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini dapat ditarik kesimpulan sebagaimana diuraikan
dibawah ini : 1.
PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Barus jahe bekerja berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, struktur
organisasinya memakai struktur organisasi garis line organization . 2.
PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Barus jahe adalah sebagai bank yang dipercaya Bank Indonesia sebagai pelaksana dalam pemberian
kredit, dimana kredit yang diberikan adalah kredit konsumtif dan kredit produktif yang berpedoman kepada syarat bank teknis dan jaminan sesuai
dengan Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992. 3.
Dalam penyaluran kredit PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Barus jahe berdasarkan azas Prudecial Banking yaitu azas kehati-hatian,
nasabah yang Bankable yaitu nasabah yang menurut penilaian bank mempunyai usaha yang layak dibiayai dan berdasarkan prinsip 5C dan 7P.
4. Prosedur pemberian kredit pada PT. Bank Rakyat Indonesia Persero
Cabang Barus jahe hampir mencapai kinerja yang baik karena prosedur yang dijslsnksn oleh pegawai bank tersebut berusaha bekerja dengan sangat
teliti dan penuh kehati-hatian.
Universitas Sumatera Utara