Landasan Teori KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

dalam penelitian ini adalah makna konotatif. Makna konotatif adalah makna lain yang “ditambahkan” pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. 2.1.5 Skema-Citra Johnson dan Kovecses dalam Siregar 2013, mengatakan bahwa skema-citra adalah pola-pola dinamis yang berulang dari interaksi perseptual kita dan program mekanis yang menyatu dengan pengalaman kita. Dalam kaitan dengan defenisi skema-citra, Kovecses dalam Siregar 2013, menegaskan bahwa skema-itra pada dasarnya adalah imajistik dan tidak proposisional dan kedua, skema-citra sangat skematik atau abstrak. 2.1.6 Ranah Sumber dan Ranah Sasaran Konvecses dalam Siregar 2013 mengatakan bahwa ranah sumber ialah jenis ranah yang lebih konkrit, sedangkan ranah sasaran adalah jenis ranah yang lebih abstrak. Ranah Sumber yang lebih konkrit digunakan manusia untuk memahami konsep abstrak dalam ranah sasaran.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori Metafora Konseptual. Menurut Lakoff dan Johnson dalam Mulyadi, 2010:17 metafora sebagai ekspresi bahasa terdapat dalam sistem konseptual manusia. Mereka menyatakan bahwa pencipta metafora sesungguhnya merupakan satu aspek dari kecenderungan manusia dalam menggolongkan pengalamannya. Dalam kalimat lain, cara manusia menata pikirannya, menerapkan pengalamannya, ataupun melakukan tindakannya sehari-hari, sebagian besar berdimensi metaforis. Konsep metafora mulai berkembang sejak terbitnya buku Metaphors We Live By 1980 yang ditulis oleh George Lakoff bersama koleganya, Mark Johnson. Buku ini menginspirasi pengembangan paradigma liguistik kognitif Siregar, 2013:15. Lakoff dalam Silalahi, 2005:2 menyatakan bahwa metafora adalah penyamaan yang bersifat lintas ranah konseptual di dalam sistem konseptual yang memiliki hakikat dan struktur metafora. Dalam penelitian ini diterapkan teori Metapora Konseptual yang bersumber dari ancangan linguistik kognitif. Siregar 2013 dalam tesisnya, menjelaskan bahwa ciri penting dari teori ini adalah pemanfaatan aspek tertentu dari ranah sumber atau ranah sasaran yang berperan pada metafora. Artinya, jika disarankan bahwa metafora konseptual dapat dinyatakan dengan A adalah B, ini tidak berarti bahwa seluruh konsep A atau B tercakup, yang dipilih hanyalah konsep tertentu. Teori metafora konseptual bukanlah teori yang asing lagi bagi literatur bahasa Indonesia. Telah banyak ahli yang menerapkan teori metafora konseptual di dalam penelitian mereka. Silalahi 2005 memakai teori metafora konseptual pada kajiannya “Metafora dalam Bahasa Batak Toba”. Silalahi menjelaskan delapan jenis metafora dalam bahasa Batak Toba yang memiliki strukturpola, seperti X adalah Y, atau X sebagai Y. Siregar 2013 juga menerapkan teori metafora konseptual pada tesisnya, “Metafora CINTA dalam Bahasa Angkola”. Pemetaan konseptual mampu menjelaskan konsep dan makna dari leksikal PENYAKIT dalam bahasa Indonesia. Proses dalam langkah yang dilakukan pemetaan konseptual adalah mengelompokkan konsep-konsep yang mengonseptualisasikan metafora PENYAKIT dalam bahasa Indonesia dengan menyesuaikan ciri semantisnya. Pada tahap analisis, teori metafora konseptual dimuat dalam bentuk pemetaan konseptual dalam ranah sasaran ke ranah sumber. Dalam penelitian ini, metafora PENYAKIT dalam bahasa Indonesia dianalisis memakai skema-citra. Menurut Kovecses dalam Mulyadi, 2010:19, skema-citra ialah pola-pola yang berulang, pola-pola dinamis dari interaksi perseptual kita dan program mekanis yang menyatu dengan pengalaman kita”. Skema-citra berperan penting dalam struktur konseptual. Tanpa penggunaan skema-citra, sukar bagi siapa pun untuk memahami pengalaman. Alasannya, karena pengalaman fisik manusia hadir dan bertindak pada dunia, karena mencerap pengalaman, memindahkan tubuh, mengerahkan dan mengalami daya, dan lain-lain, manusia membentuk struktur konseptual dasar yang kemudian digunakan untuk menata pikiran melintasi rentang ranah yang lebih abstrak. Johnson dalam Siregar, 2013:18, skema-citra sebagai suatu level struktur kognitif yang lebih primitif yang mendasari metafora dan menyajikan hubungan sistematis antara pengalaman badani dan ranah kognitif yang lebih tinggi seperti bahasa. Skema SUMBER-JALUR-TUJUAN memiliki elemen struktural “sumber”, “jalur”, dan “arah”. Berdasarkan logika dasarnya, apabila seseorang pergi dari A ke B dia harus melewati setiap titik persimpangan yang menghubungkan A dengan B. Metafora hidup sebagai PERJALANAN mengasumsikan skema SUMBER-JALUR-TUJUAN. Pemetaan dan submetafora pada metafora kompleks ini adalah MAKSUD sebagai TUJUAN. Peristiwa kompleks juga pada umumnya melibatkan keadaan awal SUMBER, tahap tengahan JALUR dan tahap akhir TUJUAN. Hal tersebut menjelaskan bahwa skema-citra menyediakan pemahaman tentang dunia, baik secara harfiah maunpun secara figuratif Adapun penjelasan tentang skema-citra, dikutip dari kovecses dalam Siregar 2013 dan Mulyadi2010 .

2.3 Tinjauan Pustaka