Klasifikasi ilmiah Candida albicans Morfologi Candida albicans Patogenesis Candida albicans

2.3.3 Patogenesis Staphylococcus aureus

Patogenik, invasif Staphylococcus aureus menghasilkan koagulase dan cenderung menghasilkan pigmen kuning dan hemolitik. Nonpatogenik, Staphylococci noninvasif seperti S. epidermidis adalah koagulase negatif dan cenderung nonhemolitik. Organisme ini jarang menghasilkan nanah tapi dapat menginfeksi prostesis ortopedi atau kardiovaskular atau penyebab penyakit pada orang yang menderita imunosupresi. Mereka mungkin refraktori untuk pengobatan karena pembentukan biofilm. S. lugdunensis muncul sebagai organisme yang virulen menyebabkan spektrum penyakit yang mirip dengan S. aureus dengan karakteristik fenotip seperti hemolisis dan clumping factor. S. saprophyticus biasanya nonpigmented, tahan novobiosin dan nonhemolitik, hal itu menyebabkan infeksi saluran kemih pada wanita muda. 26

2.4 Candida albicans

Candida albicans adalah kelompok mikroorganisme tidak berbahaya di rongga mulut manusia. Lokasi utamanya adalah lidah posterior dan lokasi mulut lainnya seperti mukosa. Epidemiologi candida yang berhubungan dengan denture stomatitis ditemukan 60-65 pada subjek yang menggunakan gigitiruan. Candida albicans tetap menjadi pathogen utama, karena kemampuannya untuk tetap berkembang biak terhadap jaringan keras dan jaringan lunak pada rongga mulut dan untuk menghasilkan bakteri biofilm yang kompleks dan heterogen. 29

2.4.1 Klasifikasi ilmiah Candida albicans

Berdasarkan ilmu taksonomi, Candida albicans diklasifikasikan menjadi : 30 Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Subfilum : Ascomycotina Kelas : Ascomycetes Ordo : Saccharomycetales Family : Saccharomycetaceae Universitas Sumatera Utara Genus : Candida Spesies : Candida albicans

2.4.2 Morfologi Candida albicans

Candida albicans ditemukan memiliki tiga bentuk, yaitu ragi, hifa atau pseudohifa sebagai bentuk intermediat. 30,31 Beberapa ahli mengelompokkan hifa dan pseudohifa sebagai satu kelompok, sehingga Candida albicans sering disebut sebagai jamur dimorfik. 27,32 Sel jamur Candida albicans adalah uniseluler dengan bentuk bulat atau lonjong dan biasanya membentuk koloni berwarna putih dengan permukaan yang halus. Reproduksi sel jamur dilakukan dengan cara membelah diri secara mitosis atau budding, dimana dari satu sel induk membelah diri menjadi dua sel anak. Selain itu, Candida albicans juga memiliki kemampuan untuk membentuk spora seperti blastospora dan klamidospora. 30 Gambar 4. Candida albicans 26

2.4.3 Patogenesis Candida albicans

Tahap pertama dalam proses infeksi Candida albicans ke tubuh hewan atau manusia adalah tahap perlekatan adhesi. Dinding sel merupakan bagian sel dari Candida albicans yang pertama berinteraksi dengan host. Interaksi antara Universitas Sumatera Utara mikroorganisme dan host diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesion dan reseptor. 33 Setelah tahap perlekatan, Candida albicans berpenetrasi kedalam sel epitel mukosa. Dalam hal ini, enzim yang berperan adalah aminopeptidase dan asam fosfatase. Proses selanjutnya setelah tahap penetrasi tergantung pada ketahanan tubuh sel pejamu. Jika ketahanan tubuh pejamu tidak baik ataupun terdapat factor predisposisi, maka keadaan tersebut akan memudahkan invasi Candida albicans kedalam jaringan host. Pada tahap invasi, blastospora akan berkembang menjadi pseudohifa dan tekanan dari pseudohifa akan merusak jaringan sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. 33 Kemampuan suatu mikroorganisme untuk mempengaruhi lingkungannya diantaranya tergantung pada kemampuannya untuk membentuk suatu komunitas. Candida albicans membentuk komunitasnya dengan membentuk ikatan koloni yang disebut biofilm. Biofilm merupakan koloni mikroba biasanya penyebab suatu penyakit yang membentuk matrik polimer organik yang dapat digunakan sebagai penanda pertumbuhan mikroba. Berfungsi sebagai pelindung sehingga mikroba yang membentuk biofilm biasanya mempunyai resisten terhadap antimikroba biasa atau menghindar dari system kekebalan sel. Berkembangnya biofilm biasanya seiring bertambahnya infeksi klinis sehingga biofilm menjadi salah satu faktor virulensi. 33 Universitas Sumatera Utara

2.5 Landasan Teori