Prinsip Dasar Pengomposan Aerob

Kadar amoniak yang terlalu banyak dapat meracuni bakteri. Oleh sebab itu, Jumlah CN ratio perlu dihitung dan direncanakan secara tepat Habibi, 2009. 2. Volume Bahan Baik banyaknya bahan baku maupun cara menumpuk bahan baku sangat menentukan proses pengomposan. Tumpukan bahan yang lebih banyak dapat mempercepat proses pengomposan dibandingkan tumpukan bahan yang sedikit. Semakin besar tumpukan bahan baku, semakin sulit untuk mengatur atau mengontrol suhu dan kelembabannya. Sisi-sisi tumpukan sebaiknya dibuat rata. Bentuknya dapat berupa kubus balok atau silinder, Tumpukan yang terlalu tipis, meruncing berbentuk piramida atau segitiga dan sempit kemungkinan tidak dapat mempertahankan suhu dan kelembaban yang diinginkan sehingga proses terbentuknya kompos akan membutuhkan waktu yang sangat lama. 3. Ukuran bahan Berlangsungnya proses pengomposan akan lebih cepat dan lebih baik jika ukuran bahan baku yang kan dikomposkan diperkecil, karena mikroorganisme akan lebih mudah beraktivitas mengolah dan membentuk koloni pada bahan yang sudah lembut substrat dibandingkan bahan dengan ukuran besar. Ukuran bahan yang dianjurkan pada pengomposan secara aerob yaitu antara 1- 7,5 cm. Sebaiknya bahan dicacah dengan parang atau digiling dengan mesin agar mikroorganisme lebih mudah mencernanya. Pencacahan sebaiknya tidak terlalu lembut seperti bubur, karena pada saat berlangsung pengomposan akan mengeluarkan kadar air. 9 Pada pengomposan secara aerob, penghancuran bahan sampai lumat tidak dianjurkan, karena dikhawatirkan akan meningkatkan kadar air bahan melebihi 60 sehingga dapat mengganggu proses pengomposan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan cara menambahkan bahan organik kering atau dengan tanah kering. Ukuran yang kecil akan meningkatkan porositas tumpukan bahan dan memperlancar masuknya oksigen ke dalam tumpukan bahan. 4. Kadar air pada pengomposan secara aerob Pada proses pengomposan secara aerob, kadar air bahan sebaiknya antara 40-50. Kondisi kadar air seperti itu harus dipertahankan saat berlangsungnya pengomposan agar mikroorganisme aerob dalam kompos dapat bekerja dengan baik dan tidak mati. Kadar air yang sesuai sangat membantu pergerakan mikroba dalam bahan. Apabila kadar air terlalu banyak dapat menyebabkan bahan semakin padat, melumerkan sumber makanan yang dibutuhkan mikroba dan menghalangi masuknya oksigen ke dalam bahan. Jika air terlalu sedikit maka bahan baku akan menjadi kering dan tidak mendukung kehidupan mikroba. Kondisi kadar air yang terbaik yaitu sedang, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Cara sederhana untuk mengetahui kadar air yaitu dengan mengambil bahan dan meremasnya dalam genggaman tangan. Apabila bahan kompos pecahhancur dan tidak keluar air sama sekali dari genggaman maka perlu diberi tambahan air. Apabila bagian kompos keluar dari sela-sela jari dengan air dengan air berlebih berarti terlalu basah sehingga kompos perlu 10 dibalik-balik dan dibuat drainase yang bagus. Jika kompos terlalu basah maka udara akan sulit masuk ke sela-sela kompos. Hal ini dapat menyebabkan bakteri anaerob masuk ke dalamnya dan berkembang sehingga proses pengomposan tidak berjalan lancar. Kondisi bahan dengan kandungan air yang tepat yaitu, dapat dikepal dengan tangan meskipun hancur lagi. Untuk menjaga kadar air, sebaiknya kompos terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung. Hujan dapat menyebabkan kadar air berlebihan sedangkan sinar matahari dapat menyebabkan penguapan, sehingga kadar air terlalu sedikit. Pada saat bahan baku kompos ditumpuk maka titik panas yang tertinggi akan berada di bagian tengah tumpukan. Hal ini dapat mengakibatkan mikroorganisme di bagian tengah bahan lebih aktif sehingga penguapan yang terhebat yang terjadi pada bagian ini. Sering dijumpai, tumpukan kompos yang terlihat lembab serta hangat, tetapi setelah dibuka ternyata bagian dalamnya kering dan dingin dapat dikatakan bahwa tumpukan terlalu panas dapat menyebabkan kadar air bahan menguap dan akhirnya bahan menjadi kering. Apabila bahan menjadi kering, mikroorganisme enggan melakukan aktivitasnya maka proses pembusukan pada bagian ini terhenti dan suhu biasanya akan turun. Cara untuk mengetahui basah atau tidaknya bagian tengah, dibutuhkan alat pengontrol berupa tongkat bambu atau kayu. Dengan menusukkan alat ini ke dalam tumpukan kompos sampai ke tengah maka dapat diketahui tiga hal penting, yaitu basah atau tidak, hangat atau tidak, dan berbau busuk atau tidak. Jika tongkat tersebut hangat dan basah berarti pengomposan masih berlangsung dengan baik namun apabila tongkat tersebut kering dan 11 dingin maka perlu disiram air. Untuk menjaga kadar air bahan diperlukan tempat yang terlindung dari air hujan dan sinar matahari langsung. Tempat yang teduh sangat dianjurkan agar proses pengomposan secara aerobik dapat berlangsung baik. 5. Suhu Temperatur pengomposan secara aerob Suhu ideal untuk pengomposan secara aerob yaitu diantara 45-65ºC. Untuk mengetahui keadaan suhu bahan dapat digunakan termometer alkohol, agar kalau pecah di lapangan maka cairan alkohol tidak membahayakan kompos. Suhu kompos organik dapat dijaga agar tetap stabil dengan cara mengatur kadar air. Suhu yang terlalu rendah dapat disebabkan bahan yang kurang lembab sehingga aktivitas mikroorganisme menurun. Masalah ini dapat diatasi dengan cara bahan kompos disiram dengan air hingga mencapai kadar air yang optimal. Demikian pula, jika kondisi suhu bahan terlalu tinggi, tidak baik bagi proses pengomposan secara aerob. Kondisi suhu yang tertinggi dapat mencapai 80ºC. Suhu yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan cara membalikkan bahan. Bakteri yang bekerja pada suhu ini biasanya hanyalah bakteri termofilik, yaitu bakteri yang tahan terhadap suhu tinggi. Apabila hal ini terjadi maka mikroorganisme lainnya akan mati. Penggunaan temperatur tinggi yaitu 80ºC biasanya untuk pengomposan skala besar karena diperlukan kecepatan tinggi untuk mengomposkan berton-ton bahan organik. Pengomposan skala industri kecil atau untuk kebun sendiri di rumah tidak terlalu berisiko apabila suhu dipertahankan pada kisaran antara 45-65º C saja. 12 6. Derajat Keasaman pH Untuk berlangsungnya pengomposan secara aerob dengan baik dibutuhkan pH netral yaitu diantara 6-8. Jika kondisi asam biasanya dapat diatasi dengan pemberian kapur. Sebenarnya dengan cara memantau suhu dan membolak-balikkan bahan kompos secara tepat dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur. Dengan demikian, proses pemeriksaan pH setiap waktu tidak perlu dilakukan. Untuk lebih meyakinkan lagi, pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan cara menggunakan kertas lakmus yang tersedia di apotik atau mempergunakan pH meter elektronik. 7. Aerasi Pada pengomposan secara aerob harus dikondisikan sedemikian rupa agar setiap bagian bahan kompos memperoleh suplai oksigen yang cukup. Suhu kompos yang meningkat akan membuat bahan hancur dengan cepat dan akhirnya memadat. Kurangnya oksigen dapat disebabkan oleh kelembaban bahan terlalu tinggi sehingga bahan melekat satu sama lain. Terjadinya pemadatan pada bahan akan menghambat suplai oksigen yang dibutuhkan mikroba aerob. Akibatnya mikroba tidak dapat bertahan hidup. Agar aerasi lancar, Pengomposan dapat dilakukan di tempat terbuka sehingga udara dapat masuk dari berbagai sisi dan secara berkala dilakukan pembalikan kompos. Pada pembuatan kompos secara aerob skala kecil, jumlah oksigen tidak harus diketahui. Untuk skala industri, penghitungan kebutuhan oksigen harus dikuasai agar seorang teknisi dapat merancang alat yang mampu menyuplai kebutuhan oksigen pada bahan Habibi, 2009. 13

2.3.2 Prinsip Dasar Pengomposan Secara Anaerob

Pengomposan secara anaerob yaitu pengomposan yang berlangsung tanpa adanya udara atau oksigen sedikit pun. Oleh karena itu pada pelaksanaannya dibutuhkan tempat khusus yang tertutup rapat. Cara pembuatan kompos secara anaerob ini tidak jauh berbeda dengan pembuatan biogas atau pembuatan septic tank. Hasil pengomposan anaerob berupa CH 4 , H 2 S, H 2 , CO 2 , asam asetat, asam butirat, asam laktat, etanol, methanol dan hasil sampingan berupa lumpur. Lumpur inilah yang kita namakan sebagai kompos. Kegiatan operasional sehari-hari pada pengomposan secara anaerob tidak sesibuk pengomposan secara aerobik. Biaya awal untuk membuat bak fermentasi lebih rumit dan lebih mahal dibandingkan dengan pembuatan kompos secara aerob. Pengendalian pH dan suhu harus dilakukan karena pada pembuatan kompos secara anaerob berlangsung dengan dibantu oleh bakteri pembentuk gas metan yang sangat rentan oleh kondisi pH dan suhu. Bakteri metan akan keracunan serta berhenti beraktivitas pada pH kurang dari 6,2. Sedangkan pengendalian suhu untuk daerah tropis seperti di Indonesia mungkin dapat ditiadakan karena suhu ideal dapat tercipta dengan mengatur desain bak fermentasi. Jalannya pengomposan secara anerob berlangsung lebih lambat dibandingkan pengomposan secara aerob, yaitu memakan waktu 3-12 bulan. Lama tidaknya proses pengomposan secara aerob bergantung pada perlakuan yang diberikan, seperti antara lain rasio CN, Kadar air, ukuran bahan, temperatur, pH, dan aerasinya. Beberapa bahan organik yang sulit terurai pada pengomposan 14 aerob, biasanya pada pengomposan secara anaerob dapat terurai, sehingga hampir semua bahan organik dapat diuraikan secara anaerob. Untuk membunuh bakteri patogen pada pengomposan secara aerob dapat dilakukan dengan meningkatkan suhu kompos pada 4 hari pertama hingga mencapai 70ºC. Pada pengomposan anaerob, patogen dapat terbunuh dengan sendirinya karena kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan tanpa udara. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengomposan secara anaerob antara lain rasio CN, ukuran bahan, kadar air Rh, derajat Keasaman pH, temperatur suhu dan aerasi. Untuk lebih jelasnya berikut akan diuraikan satu persatu. 1. Rasio CN bahan Proses pengomposan secara anaerob yang optimal membutuhkan rasio CN =25:1 hingga 30:1. Semakin tinggi rasio CN, proses pembusukan semakin cepat, dan kandungan N dalam lumpur semakin tinggi. Sebaiknya, apabila rasio CN terlalu rendah maka amonia yang dihasilkan terlalu banyak sehingga dapat meracuni bakteri. Prinsip-prinsip perhitungan rasio CN pada pengomposan secara aerob dapat diterapkan juga pada pengomposan secara anaerob. 2. Ukuran Bahan Pada pengomposan secara anaerob, sangat dianjurkan untuk menghancurkan bahan selumat-lumatnya sampai berubah bubur atau lumpur. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penguraian yang dilakukan oleh bakteri dan mempermudah pencampuran atau homogenisasi bahan. 15 3. Kadar air Rh Pengomposan secara anaerob membutuhkan kadar air yang tinggi, yaitu sekitar 50 ke atas. Kadar air yang banyak pada proses pengomposan secara anaerob diperlukan bakteri untuk membentuk senyawa –senyawa gas dan bermacam-macam asam organik sehingga pengendapan kompos akan lebih cepat. Secara fisik, kadar air dapat memudahkan proses penghancuran bahan organik dan mengurangi bau. 4. Derajat Keasaman pH Derajat keasaman pH optimal yang dibutuhkan pada pengomposan secara anaerob yaitu antara 6,7-7,2. Untuk mempertahankan kondisi pH hendaknya ditambahkan kapur pada tahap awal bahan dimasukkan. 5. Temperatur suhu Suhu di daerah tropis rata-rata antara 25-35ºC sudah cukup baik bagi proses pengomposan secara anaerob. Suhu paling baik optimal yang dibutuhkan yaitu antara 50-60ºC. Suhu optimal tersebut dapat dibantu dengan cara meletakkan tempat pengomposan di lokasi yang terkena sinar matahari langsung. Apabila sinar matahari dimanfaatkan untuk menaikkan suhu maka gas methan yang dihasilkan akan semakin tinggi dan proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Dengan demikian, gas methan perlu dikeluarkan setiap hari, yaitu dengan cara membuka lubang gas instalasi pengomposan. 6. Aerasi Seperti telah dikemukakan bahwa proses pengomposan secara anaerob tidak dibutuhkan udara oksigen, karena yang berperan dalam proses 16