bahwa hukum bukan sekedar persoalan logika dan rasio, tetapi juga merupakan persoalan hati nurani maupun pertimbangan akal budi
manusia, yang kadang-kadang bersifat irrasional.
D. Konsepsi Dissenting Opinion 4. Sejarah Penerapan Konsep Dissenting Opinion
Konsep dissenting opinion pada dasarnya terbentuk tidak terlepas dari sistem hukum yang dianut oleh kekuasaan peradilan suatu negara. Konsep
ini lebih dahulu dikenal dalam tradisi hukum common law system yang dianut oleh negara-negara anglo saxon. Dalam sistem common law putusan-
putusan hakimyurisprudensi merupakan sumber hukum.Melalui putusan tersebut prinsip-prinsip hukum dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan
mengikat umum.Undang-undang dan peraturan perundang-undang lainnya juga tetap diakui karena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan
peraturan tersebut bersumber dari putusan pengadilan. Peraturan dan segala putusan tersebut tidak tersusun secara sistematis
dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum eropa kontinental.Oleh karena itu, hakim memiliki wewenang yang luas untuk menafsirkan
peraturan-peraturan dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai bahan pertimbangan hakim dalam memutus perkara
sejenis.Hal inilah yang disebut dengan asas doctrin of presedent yaitu hakim terikat pada sistem hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari
Universitas Sumatera Utara
perkara-perkara sejenis.
41
Konsep dissenting opinion yang dianut oleh negara Indonesia juga tidak terlepas dari sistem hukum eropa kontinental, sistem ini berasal dari
kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Yustianus.Kodifikasi ini merupakan kumpulan dari
Namun apabila dalam yurisprudensi tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip keadilan,
kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum.
Berangkat dari konsep hukum yang ditetapkan dalam sistem hukum common law, maka setiap putusan hakim harus menjelaskan pertimbangan
dan argumentasi pengambilan keputusan, sehingga hakim-hakim yang akan datang dapat memahami jalan berpikir dari hakim-hakim terdahulu yang
akan mengikat menjadi preseden. Dengan kata lain hakim harus memberikan alasan atau pertimbangan mengapa satu keputusan dipilih
mengingat ada sejumlah alternatif lain yang tersedia, demikian pula bila ada perbedaan pendapat, seorang hakim harus memberikan pertimbangan yang
melandasi ketidaksetujuannya dengan pandangan koleganya. Dalam sistem ini, putusan hakim tidak dipresentasikan sebagai
pandangan atau opini bersama, olehnya tidak ada keharusan bagi hakim untuk memaparkan argumentasi dari penalaran yang diambilnya, hanya
argumentasi yang terpenting saja yang dikemukakan yang disebut ‘apodictish’, sedangkan argumentasi dari suara minoritas tidak dimuat.
41
Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum¸ Cahaya Ilmu, Medan, 2006, hlm.184.
Universitas Sumatera Utara
berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustianus yang disebut dengan Corvus Juris Civilis.Corvus Juris Civilis dijadikan sebagai dasar
dalam perumusan dan kodifikasi hukum. Prinsip utama yang terdapat dalam sistem hukum eropa kontinental ini
yaitu hukum memperoleh kekuatan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi.
Dalam sistem hukum ini dikenal sebuah adagium “tiada hukum selain undang-undang”, dengan kata lain bahwa hukum selalu diidentikkan dengan
undang-undang. Hakim dalam sistem hukum ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru karena hakim hanya menerapkan dan menafsirkan
peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya, putusan hakim tidak mengikat secara umum tapi hanya mengikat para pihak yang
bersengketa. Dalam perkembang peradaban manusia bahwa sistem hukum yang
telah dianut tersebut tidak bersifat kaku, telah terjadi pembauran antarsistem dengan menyerap kelebihan masing-masing sistem.Sehingga penemuan
hukum tidak lagi murni otonom maupun murni heteronom. Hal ini berdampak terhadap pergeseran dari “hakim terikat” kearah “hakim bebas”
dan pergeseran keadilan menurut undang-undang normgerechtigkeit kearah keadilan menurut hakim seperti yang tertuang dalam putusan
einzelfallgerechtigkeit, serta terjadi pergeseran pola berpikir yang mengacu kepada sistem systeemdenken kearah berpikir mengacu kepada
Universitas Sumatera Utara
masalah problem oriented.
42
Pergeseran ini didasarkan kepada dinamika sosial yang terjadi, antara lain:Pertama, undang-undang bersifat langsung konservatif. Dalam
penerapannya di masyarakat dihadapkan kepada kenyataan bahwa undang- undang yang dibuat dan diundangkan langsung bersifat konserfatif, karena
segera menjadi rumusan huruf mati dan langsung menjadi statis ketika berhadapan dengan perubahan sosial yang terus berjalan. Disisi lain dalam
kehidupan sosial yang mengalami perubahan, ekonomi, dan moral berpacu mengalami perubahan persfektif the social, economic, and moral almost
change their persfektif. membuka ruang kepada hakim untuk
membentuk hukum ‘judge made law’.
43
Kedua, pada dasarnya tidak ada satupun undang-undang yang sempurna.Pada saat undang-undang dibuat orang berpendapat bahwa
undang-undang tersebut baik dan sempurna. Akan tetapi ketika dinamika sosial yang bersifat konkrit terjadi yang tidak terpikirkan pada saat
perumusan undang-undang tersebut antara lain berupa rumusan undang- Untuk mengakomodir dinamika sosial tersebut,
hakim berwenang untuk mengaktualkan penerapan undang-undang yang dibuat oleh parlemen dengan tujuan agar hukum atau undang-undang yang
dibuat dapat mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat dan mentransformasikan nilai-nilai dan kebutuhan perkembangan sosial,
ekonomi, budaya, dan moral yang terjadi sehingga dapat berfungsi sebagai hukum yang hidup living law.
42
Ibid. Hlm. 210.
43
Ahmad Kamil, Filsafat Kebebasan Hakim, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, hlm 209.
Universitas Sumatera Utara
undang sering kali sulit dipahami elusive term; tidak jelas artinya unclear term; kabur dan samar vague outline; atau mengandung pengertian yang
ambiguitas ambiquity hal ini dapat menghambat penemuan kebenaran materiil. Selain itu undang-undang mungkin bertentangan dengan konstitusi
unconstitusional atau bisa melanggar atau mengancam hak asasi manusia; atau isinya bertentangan dengan akal sehat contrary to common sense; dan
adakalanya pula ketentuan undang-undang menimbulkan akibat yang tidak layak karena undang-undang tersebut terlampau formalistik, tidak sederhana
dan tidak mudah dipahami, sehingga tidak dapat memberi kepastian. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Paul Scholten yang
mengemukakan bahwa:
44
a Hukum bukan suatu sistem hukum tertulis yang tidak boleh diubah
sebelum badan pembuat undnag-undang mengubahnya. Artinya, undang- undang dapat saja diubah maknanya, meskipun tidak diubah bunyi kata-
katanya untuk menyesuaikannya dengan fakta konkrit yang ada. b
Keterbukaan sistem hukum berhubungan dengan persoalan kekosongan dalam hukum, dimana ada dua macam kekosongan dalam hukum, yaitu:
1 Kekosongan hukum sendiri, yaitu jika hakim mengatakan bahwa ia
menemukan suatu kekosongan karena ia tidak mengetahui bagaimana ia harus memberi putusannya.
2 Kekosongan dalam perundang-undangan, yaitu dengan konstruksi
hukum dan penalaran logispun, problemnya masih tetap tidak
44
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Candra Pratama, Jakarta, hlm. 164.
Universitas Sumatera Utara
terpecahkan, dalam hal itu harus mengisi kekosongan ini seperti ia berada pada kedudukan sebagai pembuat undang-undang dan
memberi putusannya seperti halnya jika pembuat undang-undang itu akan memberikan putusannya dalam menghadapi kasus seperti itu.
Berangkat dari gagasan perlunya penerapan dissenting opinion dalam putusan hakim maka pembahasan materi Rancangan Undang-undang
tentang Kekuasaan Kehakiman, yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang selanjutnya
mengalami perubahan menjadi Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 memuat penambahan substansi baru mengenai “Pendapat hakim yang
berbeda” dissenting opinion. Adapun pertimbangan dimasukkannya substansi ini adalah “…Dalam rangka pengawasan intern di lingkungan
peradilan sebagai langkah mendapatkan hakim yang berkualitas, bermoral, dan berdedikasi tinggi dalam melaksanakan tugasnya, dan dalam rangka
pengawasan ekstern yaitu agar masyarakat mengerti mengenai putusan perkara yang diberikan kepadanya berdasarkan pertimbangan atau pendapat
tertulis yang diberikan oleh hakim yang memeriksa perkara dalam sidang pengadilan”.
Rumusan ini merupakan terobosan baru untuk menguatkan konsep dissenting opinion dalam sistem peradilan di Indonesia, mengingat tugas
hakim yang sangat kompleks dalam menemukan kebenaran materiil agar dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat. Sebagaimana yang dimuat
dalam pasal 28 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Universitas Sumatera Utara
Kekuasaan Kehakiman yang mengatur bahwa: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Dengan
demikian, terdapat kewajiban bagi para hakim untuk tidak menolak setiap perkara yang diajukan ke pengadilan.
Sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dimana jika dalam sidang permusyawaratan majelis
hakim tidak tercapai mufakat, maka para anggota majelis hakim yang berbeda pendapat dengan hasil rapat permusyarakatan hakim, wajib dimuat
dalam putusan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari putusan tersebut.
Penerapan konsep dissenting opinion dalam sistem hukum Indonesia pada dasarnya bukanlah merupakan hal yang baru. Dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP
45
45
Pasal 182 ayat 5 KUHAP “Dalam musyawarah tersebut, hakim ketua majelis mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua, sedangkan
yang terakhir mengemukakan pendapatnya adalah hakim ketua majelis dan semua pendapat harus disertai pertimbangan dan alasannya”.
Pasal 182 ayat 6 KUHAP “Pada asasnya putusan dalam musyawarah majelis merupakan hasil pemufakatan bulat kecuali jika hal itu setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak
dapat tercapai, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Putusan diambil dengan suara terbanyak; b. Jika ketentuan huruf a tidak juga dapat diperoleh, putusan yang dipilih adalah
pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa”.
Pasal 182 ayat 7 KUHAP “pelaksanaan pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 dicatat dalam buku himpunan putusan yang disediakan khusus untuk keperluan itu
dan isi buku tersebut sifatnya rahasia”.
mengatur bahwa suatu putusan pengadilan harus dilandasi suatu permufakatan bulat
para anggota majelis hakim apabila dengan sungguh-sungguh permufakatan bulat tidak dapat dicapai maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak
dengan tetap memperhatikan prinsip “yang paling menguntungkan
Universitas Sumatera Utara
terdakwa”. Penjelasan Pasal 182 ayat 6 KUHAP juga menegaskan bahwa hal itu dicatat dalam berita acara sidang majelis yang bersifat rahasia.
Sifat kerahasiaan musyawarah hakim dalam pembuatan putusan pada dasarnya menutup kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui
pendapat yang berkembang dalam musyawarah hakim, artinya dimungkinkan pendapat-pendapat yang dipandang lebih mendekati pada
nilai kebenaran justru kalah dalam musyawarah tersebut. Mengenai hal ini, Utrecht mengatakan bahwa ada 3 sebab maka seorang hakim menurut
keputusan seorang hakim lainnya atas dasar: Pertama, alasan psikologis; Kedua, alasan praktis; Ketiga, alasan karena adanya kecocokan atau
kesesuaian dengan perkara yang ditangani dengan perkara sebelumnya dan putusan telah diberikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang
dipandang dapat dipertanggungjawabkan.
46
Disatu sisi kita meyakini bahwa pencantuman dissenting opinion pada dasarnya tidak bertentangan dengan sifat independensi kekuasaan
kehakiman dan sifat kerahasiaan dari musyawarah hakim dalam memutus Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa pencantuman perbedaan
pendapat dissenting opinion yang terjadi dalam forum musyawarah hakim dalam menentukan putusan justru jauh dari semangat independensi personal
hakim dalam memberikan pendapat dalam rangka penegakan supremasi hukum di Indonesia khususnya dalam menciptakan peradilan yang terbuka
dan transparan.
46
E.Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, NV.Penerbitan Dan balai Buku Indonesia, Jakarta, 1953, hlm.74.
Universitas Sumatera Utara
perkara justru hal ini bersesuaian dengan semangat keterbukaan publik, transparansi dan akuntabilitas dalam rangka mengawal tegaknya sistem
check and balance kekuasaan kehakiman. Hal ini sesuai dengan konsep independensi yang diatur dalam undang-
undang 48 Tahun 2009 disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, demi terselenggaranya negara hukum republik Indonesia. Penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan milliter, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Pasal 4 3 undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman secara tegas merumuskan bahwa : segala campur tangan dalam
peradilan oleh pihak luar diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-undang Dasar Negara
Kesatuan RI Tahun 1945, disamping itu Hakim harus melaksanakan disiplin tinggi dalam memutus perkara sebagaimana diatur dalam Surat
Keputusan Mahkamah Agung Nomor: 215KMASKXIII2007 Pasal 8 butir 2 yang berbunyi: “Hakim Berkewajiban mengetahui dan mendalami
serta melaksanakan tugas pokok sesuai dengan peraturan Perundang- undangan yang berlaku, khususnya hukum acara, agar dapat menerapkan
Universitas Sumatera Utara
hukum secara benar dan dapat memenuhi rasa keadilan bagi setiap pencari keadilan”.
5. Dinamika Penerapan Dissenting Opinion di Indonesia
Pengaturan perbedaan pendapat sudah diterapkan pada Pengadilan Niaga dan Mahkamah Konstitusi. Pada Pengadilan Niaga, model
pencantuman Dissenting opinion terpisah dari putusan. Pada Mahkamah Konstitusi, Dissenting opinion merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari putusan. sehingga diperlukan penyeragaman model pencantuman dissenting opinion dalam suatu peraturan yang khusus mengatur tentang
dissenting opinion tersebut.
6. Konsep Dissenting Opinion Di Berbagai Negara
Penerapan konsep dissenting opinion diberbagai negara pada dasarnya memiliki perbedaaan sesuai dengan tradisi hukum setempat. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan institusi Europarl dalam jurnal penelitiannya mengemukakan terdapat 27 negara eropa yang menganut konsep dissenting
opinion, sementara terdapat negara yang tidak menerapkan kosnep tersebut.
47
a. Belgia
Negara-negara tersebut antara lain:
Sistem peradilan Belgia terinspirasi oleh prinsip kerahasiaan musyawarahyang melarang publikasi pendapat individu. Pengadilan
kasasi telah mengakui bahwa kerahasiaan musyawarah adalah prinsip
47
Dissenting opinions in the Supreme Courts of the Member States, Jurnal, http:www.europarl.europa.eudocumentactivitiescont20130420130423ATT6496320130423A
TT64963EN.pdf.Diakses pada tanggal 25 April 2014.
Universitas Sumatera Utara
hukum Belgia danmenegaskan bahwa hakim wajib melestarikannya, bahwa setiappelanggaran rahasia tersebut, termasuk dengan menerbitkan
pandanganindividu para hakim terkait putusan yang akan diambil dapat dihukumpidana.
b. Perancis
Sistem peradilan Perancis menganut prinsip kerahasiaan musyawarah yang secara eksplisit ditafsirkan dengan melarang publikasi
perbedaan pendapat. Pengadilan Prancis mengakui bahwa prinsipkerahasiaan adalah prinsip umum hukum publikPrancis yang
melarang publikasi keputusan bulat, karena ini akanmengakibatkan mengungkapkan suara individu masing-masinghakim dalam mengambil
bagian dalam pembuatan putusan. Pada prinsipnya musyawarah hakim mengikat tidak hanya
padahakim biasa, tetapi juga pada hakim konstitusi yang bersumpah untukmenjagakerahasiaan pertimbangan dan penilaian dan tidak
mempublikasikannya. Prinsip kerahasiaan musyawarah hakim konstitusi terakhir ini mengalami perdebatan luas denganmempertimbangkan
perubahan konsep tersebut dalam praktek peradilan, sepanjang tidak berpotensi membahayakan otoritas, kredibilitas dan kolegialitas hakim.
Dengan alasan perlu menjamin transparansi dan pertimbangan hukum yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
c. Italia
Italia mengikuti prinsip kerahasiaan pertimbangan dan pendapat hakim baik dipengadilan biasa maupun pengadilan konstitusi. Prinsip
kerahasiaan secara tegasdiakui oleh hukum, baik di pengadilan perdata danpengadilan pidana, sehingga pelanggaran terhadap prinsip tersebut
merupakan bagian dari kejahatan.Namun,sejak tahun 1988ketika hukum baru tentang tanggung jawab perdata hakim diundangkan, maka prinsip
itu mengalami pergeseran dimana pendapat yang berbeda dapat dicatat atas permintaan ingkartetapidalam pendapat berbeda tersebut disimpan
dan disegel. Prinsip yang sama berlaku padapengadilan kasasi dan Mahkamah
Konstitusi. Keputusan untukmemperthankan konsep “kebulatan suara jelas” sudah dibahas berulang kali dalam bentuk draf RUU oleh parlemen
negara tersebut sejak tahun 1990. Kebanyakan sarjanatampaknya mendukung pengenalan pendapat terpisah. Selain itu, beberapa
amandemenaturan prosedur pengadilan telah menyebabkan kemungkinan secara tidaklangsung mengungkapkan pendapat berbeda dalam lingkup
internmeskipun tidak disertai alasan.
d. Luksemburg
Sampai tahun 1997, judicial review tidak dikenal di Luksemburg, seperti pengadilan biasa telahmenolakgagasan bahwa mereka mungkin
akandiizinkan untuk meninjau kompatibilitas hukum terhadapKonstitusi. Padatahun 1996 konstitusdirubah namun peradilan masih mengikuti
Universitas Sumatera Utara
praktek tradisional kerahasiaanpertimbangan dan penilaian .Pada tahun 1997 Undang-UndangtentangMahkamah Konstitusi, pembahasan yang
terakhir membahas tentangkerahasiaan musyawrah
Pasal12.Prinsiprahasia musyawarah, ditafsirkan sebagai upaya
memperluas pendapat individu.prinsip ini berlaku diseluruh lingkup peradilan di negara tersebut.
e. Malta
Semua pengadilan melindungi kerahasiaanpertimbangan dan penilaian keputusan yang diambil olehmayoritas dan keputusan
mayoritas harus membentuk putusan yang akandisampaikansebagai putuan akhir pengadilan .
f. Belanda
Pengadilan Belanda mengikuti prinsipkerahasiaan darimusyawarah, yang juga didukung oleh undang-undang dan ditafsirkansebagaimelarang
publikasi opinion individu.
g. Austria
Austria ketat mematuhi kerahasiaan pertimbangan. Menurut undang-undang tentang MahkamahKonstitusi, musyawarah danpenilaian
tidak terbuka untuk umum. Larangan serupa jugaberlaku pada undang- undang tentangpengadilan administratif, danpengadilan lainnya dengan
mengikuti prinsip yangsama. Sementara dissentinghakim diperbolehkan dalam internal pengadilan itu sendiri yang disimpan sebagai bentuk arsip
yang bersifatrahasia dalam pengadilan.Tradisi kerahasiaan pada dasarnya
Universitas Sumatera Utara
tidak pernah mengalami perubahan.Sejak tahun 1960an, para sarjanatelah berulang kali menyuarakan untuk melakukan perubahan tetapi tetap tidak
diperbolehkan. Selanjutnya terdapat beberapa praktek penerapan perbedaaan pendapat
di negara anggota Uni Eropa, di manaperbedaanpendapat diperbolehkan. Hakimmemiliki hak untukmempublikasikan perbedaan pendapat dan pada
Subbab ini akanmenyajikan praktek 20 anggotanegara Uni
Eropayangmemperbolehkan pendapat individu dan menentukansejauh mana ruang lingkup penerapan aturan pada pendapat terpisah.
a. Bulgaria
Konsep Dissenting opinion diBulgariasama seperti negara-negara Eropa Tengah dan Timur yangtelah mengadopsi sistem judicial review
pada Mahkamah Konstitusi yang dibentuk pada tahun 1991. Dissenting opinion dan concurring opinion secara tegas disebutkan dalam Peraturan
Organisasi Mahkamah Konstitusi. Menurut Pasal 32,pengadilan dalam membuatkeputusan melalui pemungutan suara terbuka, hakim yang tidak
setuju dengan keputusan atau dengan resolusi yang ditolak tersebut dapat melampirkandissenting opinion tertulis.Selain itu, hakim yang
berpendapat mayoritas juga dapat menerbitkanconcurring opinion. Pendapat terpisah tidak dibolehkan jika keputusan yang akan
diambildalampemungutan suara berkaiatan dengan kekebalanhakim atau mengenai impeachmentpresiden. Putusanmahkamah konstitusi yang
diterbitkan dalam jurnal resmi dalamlimabelas hari sejak musyawarah
Universitas Sumatera Utara
disertai dengan alasan setiapdissenting opinion dan concurring opinion.Publikasi juga diperbolehkandalam pengadilan biasa, dimana
hakim minoritas harus menandatanganiputusan suara mayoritas dan menandatangani pendapat yang berbeda yang dilampirkannya.
b. RepublikCeko
Republik Ceko mengadopsi undang-undang tentang Mahkamah Konstitusitanggal 16 Juni 1993, tidak lamasetelah pembagian
Cekoslowakia. MenurutPasal 14 dan 22 seorang hakim yang tidak setujudengan keputusan musyawarah memiliki hak untuk berbeda
pendapat, dissenting opinion tersebutdimuat dalam catatan diskusi dan dicantumkan kedalam keputusan yang disebut sebagaipendapat terpisah,
selanjutnya yang diterbitkan dalam reporter pengadilan sendiri. Dibagian bawah putusan dicantumkan catatan yang menyebutkanexistence.
c. Denmark
Mengenai dissentingopinion,sistem Denmark telah berkembang perlahan-lahan.Secara tradisional,penilaian dan opini hakim bersifat
rahasia, tetapi pada tahun 1930 sistembaru diberlakukanyang memungkinkan
untuk menyertakanperbedaan pendapat dengan menyebutkan pandanganyang berbedadalam musyawarah hakim secara
anonim. Selanjutnya konsep anonym tersebuttelah ditinggalkan sejak tahun 1958 bahwa keputusan sepenuhnya bersifattransparan dan terbuka.
Oleh karena itu, dalam semua lingkuppengadilan pendapat individu
Universitas Sumatera Utara
diterbitkan sebagai bagian dariputusan, denganmencantumkan nama hakim yang mengeluarkan dissentingopinion.
d. Jerman
Jerman adalah salah satu contoh yang paling terkenal dari negaramengikuti tradisi hukum sipiltetapi memperbolehkan hakim
konstitusi untuk mengeluarkan pendapat terpisah. Sementara hakim yang duduk dipengadilan biasa terikat untuk menghormati kerahasiaan
pertimbangan danpenilaian hakim dalam musyawarah,
konstitusionalhakim merupakan pengecualian untuk aturan ini. Dalam beberapa kasus Pengadilan membuat publikasi hasil
pemungutansuara, denganmelanggar konsep kebulatan suara dengan tetap menjaga rahasiaidentitas hakim yang berbeda pendapat dan
alasanhakim minoritas. Pada tahun 1966, keputusan diambil dengan suara 4-4 untuk pertama kalinya. Oleh karena itu pengadilanmemutuskan
untuk menggabungkan pandangan dari kedua kelompokhakim dalam putusan.Hal yang sama terjadi lagi pada tahun 1969,akhirnya mengarah
ke perubahan hukum. Dalam teks saat ini,sebagaimana telah diubah pada tahun 1970, undang-undang tentangMahkamah Konstitusi secara
eksplisitmemberikan hakim minoritas hakuntuk mempublikasikan pendapat terpisah mereka Sondervotum. Sementarahak ini awalnya
digunakan secara luas pada tahun pertamasetelah amandem, 17 dissenting opinion dikeluarkan dari total 72 putusan, antusiasme untuk
penggunaan dissenting opinion selanjutnya mengalamipenurunan. Saat
Universitas Sumatera Utara
ini, pendapatterpisah terpasang sekitar 6 dari semua keputusan,hal ini biasanya terjadi pada kasus-kasus yang paling kontroversial melibatkan
isu-isu politikyang sensitif, sepertiaborsi atau suaka, atau pertanyaan hukum yangrumit. Jika institusi pendapat terpisah awalnya cukup
kontroversial,sekarang jugaditerima dan kegunaannya tidak lagi dipertanyakan.
Hakim terikat oleh kewajiban kesetiaan kepada Pengadilan dan perbedaan pendapat yang sangat polemikharus dihindari. Pada saat yang
sama, para hakimtampaknya telahmenemukan kompromi terpuji antara kerahasiaan dan meluasnyapenggunaankonsep kesepahaman dengan
memegang tradisi kolegialitas dalam prosespengambilan keputusan hakimmelakukan upaya keras untuk mencapai solusi umum dan
mengadopsi keputusan bulat. Namun, ketika upaya-upaya tersebut tidak berhasil,
ketidaksepahaman tidak perlu disembunyikan,
tetapidapatdipublikasikan, yang memungkinkan untuk penalaran lebih koheren dalam pengambilan putusan dan memastikantransparensi. Selain
itu, dalam kasus yang menimbulkan ketidaksepahaman telah terbukti berguna sebagai dasar dalam melakukan penafsiran pada kasus
selanjutnya.
e. Estonia
Estonia memungkinkan publikasi dissenting opinion peradilan hampir di semuaperadilan tersebut. Sementaranegara tidak memiliki
Mahkamah Konstitusi khusus, constitutional review dilaksanakan
Universitas Sumatera Utara
olehbagian khusus dari MahkamahAgung.
Menurut peraturan
pelaksanaMahkamah Konstitusi, pendapatterpisah mungkinmelekat pada penilaian akhir dan opini yang objektiftentang penafsiran Konstitusi.
Keputusan yang diadopsi sesuai dengankerahasiaan musyawarah dengan mayoritas sederhanamemilih. Meskipundemikian seorang hakim yang
tidaksetuju dengan pendapat mayoritasmaka dapat melampirkan dissentingopinion.Dissenting opinion harus diserahkansaat pernyataan
pendapat dan itu harus ditandatangani oleh semua hakim yang berpendpaat berbeda.Selain itu,perbedaan pendapat dapat dipublikasikan
kepada publikmaupun dalam uji administrasi. Dalam sistemn pengadilan pidana konsep dissenting opinion agak berbeda, karenaKUHAP
memungkinkan hakimuntuk memiliki perbedaan pendapatmereka direkam, namuntidak diterbitkan.Dalam prakteknya, perbedaan pendapat
telah diterbitkan oleh hakim yangberada di semua bagian dariMahkamah Agung, meskipun paling sering di bagian konstitusional.Pendapat
tersebutditerbitkan bersama-sama dengan pengadilan, baikdalam jurnal resmi dan di websitePengadilan. Pada tingkat yang lebih rendah,
perbedaan pendapat jugadiperbolehkan tetapikonsep tersebut jarang digunakan.
f. Irlandia
Mengenai perbedaan pendapat, sistem hukum Irlandia mengatur pengecualian yang langka, karenakonstitusi secara eksplisit melarang
publikasi pendapat terpisah terkait hal
yang paling
Universitas Sumatera Utara
konstitusional.Sementara hakim biasadan Mahkamah Agung dapat mengeluarkan pendapat terpisah.Menurut Pasal 26 dan 34 UUD bahwa
Mahkamah Agung ketika memutuskankonstitusionalitas hukum baik atas permintaan presidenatau pada saat banding dari pengadilanyang lebih
rendah dapat mengeluarkan pendapattunggal.Tidak dikenal ada pendapat lain, apakah menyetujui aturan atau berbeda pendapat. Tidak adanya
perbedaan pendapat dalam hal-hal konstitusional telah dikritik olehsarjana Irlandia, yang melihatnya sebagaihambatan serius yang
menghambat perkembangan yurisprudensi pengadilan dan pembatasan terhadapinterpretasi terhadap aturan hukum.
g. Yunani
Di Yunani publikasi perbedaan pendapat merupakan amanat konstitusi. Pasal 93 ayat 3menyatakan bahwa “Publikasi dissenting
opinion bersifat wajib. Hukum harus menetapkanhal-hal mengenai perbedaan pendapatdan prasyarat publisitas dissentingopinion”.Namun,
dalam publisitas dissenting opinion harusmenyertakan alasan berbeda pendapat tanpamenyebutkan identitas hakim yang menyertakan
dissenting opinion tersebut.
h. Spanyol
Di Spanyol, dalam hukum perdata tradisional, semua
hakimmemiliki hak untuk mempublikasikan dissentingpendapat. Secara historis,hakim yang berbeda pendapatmemuat dapat pendapat mereka
dan dicatat dalam daftar yang terpisah yang disimpan ketua pengadilan
Universitas Sumatera Utara
yang telah bersumpah untuk menjaga dissenting opinion dengan rahasia. Praktek yang disebutvoto reservado tersebut masih dipertahankan dalam
hukum acara perdata dan dalamprosedurPidanasampai saat ini.Dissenting opinion hanya dapat diungkapkan dalam kasus banding.
Di sisi lain, adajuga beberapa kasus terisolasi di mana pendapat terpisah yang dipublikasikan pada tahun1978, secara eksplisit
memberikan publikasi perbedaanpendapatbersama-samadengan putusan dari pengadilan konstitusional Pasal 164makahakim berhak untuk
mempublikasikan pendapat merekasesuai konsititusi. Aturan ini yang tidak termasuk dalam draft aslikonstitusi inidiadopsi dengan suara bulat
karena itu dianggap sebagaijaminan transparansi dan sebagai bentuk pembatasan atas kekuasaanhakim yang mayoritas.
Undnag-undang organik lebih lanjut menetapkan
bahwapendapatterpisah mencakup baik dissenting dan concurring opinions. Selanjutnya, kemungkinan mengadopsi pendapat terpisah juga
telah diperluas untukpengadilan biasa. Sejak tahun 1985, undang-undang organiktentang
Peradilan memungkinkan hakim biasa untuk
mempublikasikan opinionmereka secara terpisah, reformasi inidipicu oleh praktek hakim konstitusi, serta semangat publikasi publik.
Penggunaan pendapat terpisah oleh hakim Konstitusi Spanyol telah berkembangterus-menerus mencapailevel sekitar 3 dari jumlah
penilaian pada 1992-1993dan sekitar 4 dari semuakeputusan diadopsi antara tahun 1980 dan 2008. Sementara beberapahakimcenderung untuk
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan kemungkinan penyusunan suatupendapat terpisah lebih sering. Pendapat terpisah biasanyamelekatpenilaian menentukan isu-isu
yang sangat sensitif. Menurut paraahli, penggunaan terpisahpendapat tidak mempengaruhi kredibilitas ataukewenangan Mahkamah Konstitusi,
meskipun pendapat kemudianmenjadipendapat mayoritas, yang mengarah ke perkembangan penafsiran hukum.
i. Siprus
Di Siprus,Mahkamah Agung saat ini juga diberikannya kewenangankonstitusional, menyimpang dari ketentuan konstitusi yang
memperbolehkan hakim untuk menerbitkan dissentingopinion.
j. Latvia
Di Latvia, hakim
pengadilan biasa tidak diizinkan
untukmempublikasikan perbedaan pendapat mereka ketika memutuskanperkara. Hakim yang telah memilihmenentang pendapat
yang merupakan hasil musyawarah “akan memuat dissenting opinion dan akan dicantumkan
ke kasus tapitidak dideklarasikan di pengadilan”.Perbedaanpendapat
harus ditulis,ditandatangani dan disampaikan kepada ketua sidang di pengadilandalamwaktu dua minggu
paling lambat dari pengumuman putusan Peraturan 221.Dissenting opinion dipublikasikan dijurnal resmi dalamlima hari sejak musyawarah
hakim, dissenting opinion pertamakali beredar di kalangan majelis hakim yang memutuskan perkara Peraturan 222 dan kemudian diterbitkan ke
publik.
Universitas Sumatera Utara
k. Lithuania
Lithuania telah mengikuti model Jerman, namunawalnya tidak memungkinkan hakim konstitusi untukmempublikasikan pendapat
terpisah, sementara hakim penagdilan biasa diberikan kemungkinan untuk menyampaikan dissentingopinion.Undang-undang tentang
mahkamah konstitusidiamandemen pada tahun 2008 dan sekarang memungkinkan publikasipendapat terpisah. Menurut Pasal 55 “seorang
hakim mahkamahkonstitusi, yangtidak setuju dengan musyawarah mayoritas hakim, berhak untuk dituangkan secara tertulis disertai alasan
dissenting opinion dalam waktu tiga hari kerja setelahpengumuman dariputusan yang diucaokan dalam ruang sidang. Perbedaan pendapat
harus dilampirkandengan kasus dan pihak yangberpartisipasi dalam kasus dan media massa harus diberitahutentang fakta ini.
l. Hongaria
Hakim konstitusi di Hongaria diperbolehkan untuk memberikan pendapat masing-masing yang diterbitkan bersama-sama dengan final
judgment. Pasal 66 dari Undang-Undang tentangMahkamah KonstitusiPengadilan diadopsi pada tahun 2011, sebagai akibat dari
reformasi konstitusional baru secara eksplisit memungkinkan untukpublikasi pendapat individu,
baik dissenting opinion
maupunconcurring opinion.Pendapat terpisah yang mungkin disusun oleh semua hakimyang berbeda pendapat, atau oleh salah satumereka
Universitas Sumatera Utara
yang kemudian bergabungdengan hakim yang berbeda pendapat lainnya dapat disampaikan dalam jangka waktu empat hari setelahkeputusanfinal.
Dissenting opinion mencerminkan pandangan politik dan ideologi para hakim yangmenyusun putusan, dan dalambanyak kasus dissenting
opinion mempengaruhi yurisprudensi berikutnya,meskipun mereka tidak pernah tegas dikutip. Kemungkinan mengeluarkandissenting opinion
telahbanyakdigunakan dalam praktek.Di pengadilan biasa dissenting opinion
tidak dipublikasikan meskipun mereka dapatdicatat dalamamplop tertutup. Pengadilan yang lebih tinggi memiliki akses
untuk mengetahui dissenting opinion yang berkembang.
m. Polandia
Mahkamah Konstitusi Polandia dibentuk pada tahun 1982, berdasarkanamandemen konstitusi.Sejak tahun 1997
keputusannyabersifat akhir
dan mengikat. Pasal 190
Konstitusimenyatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi diambil oleh suara mayoritas, sementaradalam Undang-Undang 1 Agustus 1997
rincian aturanyang berlaku untuk dissentingopinions.Menurut Pasal 68,putusan harus ditandatangani oleh semua hakim yang memeriksa
perkara, termasuk yang hakim minoritas yang berbeda pendapatsebelum pengumuman keputusan, mengekspresikan pendapatindividu, dijelaskan
dalammenulis dan ditunjukkan dalam putusan.Pendapat tersebut juga dapat merujuk pada penalaran saja. Dengan demikian, Pasal 68
memberikan dasar hukum yang kuat untuk kedua konsep pendapat
Universitas Sumatera Utara
terpisah yaitudissenting opinion dan concurring opinion.Pendapat terpisah juga dapat diterbitkan dalam pengadilan biasa.
n. Portugal
Di Portugal, kedua hakim konstitusi dan hakim biasa dimungkinkan memberikandissenting opinion.Jika ingkar telah ditunjuk
sebagai hakimyang berbeda pendapat, ketua pengadilan akanmenunjuk hakim lain untuk menyusun keputusan akhir dari mayoritas.dalam kode
acara perdata dan acara pidana ini juga memungkinkan merekauntuk mempublikasikan pendapat masing-masing, yang melekat padakeputusan
mayoritas.
o. Rumania
Setelah jatuhnya rezim komunis, Rumania mengadopsi sistem peradilan terpusat. Mahkamah Konstitusi didirikan berdasarkan UUD
1989. Pengadilan awalnyamengikuti model Italia dan Perancis, dan opini yang terpisahtidak diizinkan. Namun,konsep dissenting opinion telah
diperkenalkan dari waktu ke waktu. Saat ini, hakim konstitusi dapat memberikandissenting opinion atau concurring opinion, yang diterbitkan
dalam jurnal resmi bersama-sama denganputusan.Pendapat terpisah juga diperbolehkan di pengadilan biasa, sesuai dengan Kode SipilProsedur
Pasal 258.
p. Slovenia
Hakim di Mahkamah Konstitusi Slovenia memiliki hak untukmempublikasikan pendapat terpisah, sepertitegas dinyatakan dalam
Universitas Sumatera Utara
UUPengadilan Konstitusi dan peraturan pengadilan. Menurut Art. 40 Mahkamah Konstitusi UU, MK memutuskan perkara bersifat tertutup,
setiaphakim yang tidak setuju dengan keputusan atau penalaran dapatmenyatakan bahwaia akan menulis pendapat terpisah. Peraturan
lebih lanjut menentukan bahwa pendapat terpisahterdiri dua bentuk dissenting opinion dan
concurring opinion
yangdisampaikan olehsekelompok hakim, atau oleh seorang hakim bergabung oleh orang
lain.Pendapat terpisah disusun sekali dan diserahkan kepada hakim konstitusilainnyadalam waktu tigahari, balasan terhadapkomentar
tersebut juga diperbolehkan Pasal 72.Pendapat terpisah biasanya disajikan bersama dengan keputusanyang dilampirkan. Ketika yang
terakhir disajikan,menyebutkan harus memuat dari identitas hakim yang berpendapat berbeda.Mengenai publikasi, pendapat terpisahyang
diterbitkan bersama-sama dengan keputusan,selanjutnya dimuat dalam websiteMahkamah Konstitusi, atau database komputer lainnya. Namun,
pendapat terpisah tidakdipublikasikan dalam jurnal resmi, karena dipandang terlalumahal untuk publikasi.Publikasi pendapatterpisah
terbatas pada hakim konstitusi,hakim biasatidak bisa mempublikasikan pendapat mereka yang berbeda dari mayoritas hakim.
q. Slovakia
Slowakia awalnya berpegang pada tradisi Cekoslowakia tentang kerahasiaan darimusyawarah.Akibatnya, hakim yang berbeda pendapat
mencantumkan perbedaan pendapat mereka dalam daftarpemungutan
Universitas Sumatera Utara
suara, tapi ini dirahasiakan dan tidak diungkapkan kepada publik. Sejak bulanAgustus 2000,
praktek telah diubah dan perbedaan pendapatsekarang dapat dipublikasikan.Perubahan itu dipicu oleh
preseden pentingdi mana keputusan itu begitu kontroversialbahwa salah satu Hakim memiliki perbedaan pendapat yang diterbitkan. Menurut § 32
UU tentang Organisasi Mahkamah Konstitusi, hakim yangtidak setuju dengan keputusan berhak untukmemilikinya dissenting opinion yang
dicatat dalamcatatan voting,serta diserahkan dan diterbitkan. Di pengadilan biasa hakimdiperbolehkan untuk memiliki perbedaan
pendapat.
r. Finlandia
Hakim Finlandia diperbolehkan untukmenerbitkan pendapat terpisah, aturan yang sama tentang dissenting opinion berlaku ketika
mereka melaksanakan fungsi peradilan biasa danreviewkonstitusional.
s. Swedia
Di Swedia, semua pengadilan biasadapat menguji konstitusionalitashukum, dan tidak ada terpusatmahkamah konstitusi
Hakim dapat mengeluarkan terpisahpendapatdalam semua kasus baik perkara bisa maupunconstitusionaljurisdiction.
t. Inggris
Di Inggris, kebebasan dalam menyampaikan pendapat masing- masing secara terpisah pada dasarnya diperbolehkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah