Penerapan Dissenting Opinion dalam Peraturan Perundang-Undangan

BAB IV Penerapan Konsepsi Dissenting Opinion dalam Berbagai Putusan Pengadilan

di Indonesia Sebagai Bentuk Kebebasan Eksistensial Hakim

D. Penerapan Dissenting Opinion dalam Peraturan Perundang-Undangan

Dalam membuat putusan pengadilan hakim melakukan musyawarah majelis hakim yang merupakan acara terakhir sebelum majelis hakim mengambil kesimpulan dan mengucapkan putusan. Menurut Insyafli, Musyawarah majelis hakim dilakukan dalam sidang yang tertutup, karena dalam musyawarah itu masing-masing hakim yang ikut memeriksa persidangan itu akan mengemukakan pendapat hukumnya tentang perkara yang tersebut secara terrahasia dengan arti tidak diketahui oleh yang bukan majelis hakim. 88 Menurut Abdul Manan sebagaimana dikutip oleh Insyafli bahwa “...musyawarah majelis hakim dilaksanakan secara rahasia, maksudnya apa yang dihasilkan dalam rapat majelis hakim tersebut hanya diketahui oleh majelis hakim yang memeriksa perkarasampai putusan diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Tujuan diadakan musyawarah majelis ini adalah untuk menyamakan persepsi, agar terhadap perkara yang sedang diadili itu dapat dijatuhkan putusan yang seadil-adilnya, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku”. 89 Dalam pelaksanaan musyawarah tersebut setiap hakim diberikan kebebasan secara personal dalam menyampaikan pandangannya terkait perkara 88 H.Insyafli, Ikhtisar Permusyawarah Majelis Hakimwww.badilag.net, hlm 1 89 Ibid.,hlm.3. Universitas Sumatera Utara yang sedang diperiksa, hal ini merupakan konsekuensi logis dari asas kebebasan hakim.Kebebasan yang diberikan kepada hakim dalam memberikan pendapat, adakalanya menimbulkan perbedaan pendapat menemukan kebenaran materiil.Hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi hakim dalam menganalisis perkara sejak fase pertama dalam pemeriksaan perkara. Fase-fase tersebut menurut Herman Bakir antara lain, fase perumusan masalah-masalah yuridik, fase penetapan faktor-faktor yang mendukung fase perumusan masalah dengan jalan mengompilasikan fakta-fakta, fase klasifikasi atau identifikasi sumber hukum yang aplikabel, fase analisis atas sumber- sumber hukum, fase analisis dan kualifikasi atas fakta-fakta yang diperoleh, fase mempersiapkan metode-metode interpretasi, fase memformulasikan dalam bentuk klaim yuridik statement, proposisi kaidah, dan yang terakhir adalah fase motivering pengajuan alasan atau pertimbangan. Bagian ini merupakan posisi sentral dalam upaya pertanggungjawaban dan presentasi putusan yang akan ditetapkan dari seluruh fase yang digelar dalam interpretasi. 90 Faktor yang mempengaruhi putusan hakim yang berpotensi menimbulkan dissenting opinion tersebut menurut Loebby Luqman meliputi: a raw in put, yakni faktor yang berhubungan dengan suku, agama, pendidikan informal, dan sebagainya; b Instrument input, yakni faktor yang berhubungan dengan pekerjaan dan pendidikan formal; c.enviromental input, yakni faktor 90 Herman Bakir, Op.cit.,hlm Universitas Sumatera Utara lingkungan, sosial budaya yang berpengaruhi dalam kehidupan seorang hakim, seperti lingkungan organisasi dan seterusnya. 91 Lebih lanjut Yahya Harahap sebagaimana dikutip oleh Moerad M.B., memerinci lebih lanjut terkait faktor tersebut menjadi faktor subjektif dan faktor objektif. Faktor subjektif meliputi: a Sikap perilaku yang apriori, yakni adanya sikap hakim yang sejak semula telah menganggap bahwa terdakwa bahwa yang diperiksa dan diadili adalah orang yang memang telah bersalah sehingga harus dipidana. b Sikap perilaku emosional, yakni bahwa putusan pengadilan akan dipengaruhi oleh perangai hakim. Hakim yang mempunyai perangai mudah tersinggung akan berbeda dengan perangai hakim yang tidak mudah tersinggung. Demikian pula putusan hakim yang mudah marah dan pendendam akan berbeda dengan putusan hakim yang sabar. c sikaparrogance power, yakni sikap lain yang mempengaruhi suatu putusan adalah “kecongkakan kekuaasaan”, disini hakim merasa dirinya berkuasa dan pintar, melebihi orang lain. d Moral, yakni moral seorang hakim karena bagaimanapun juga pribadi hakim diliputi tingkah laku yang didasarkan kepada moral pribadi hakim tersebut terlebih dahulu dalam memeriksa serta memutuskan suatu perkara. 92 Faktor yang objektif meliputi: a latar belakang budaya yakni kebudayaan, agama, pendidikan seseorang tentu ikut mempengaruhi suatu putusan hakim. Meskipun latar belakang hidup budaya tidak bersifat determinis, tetapi faktor ini setidaknya ikut mempengaruhi hakim dalam 91 Loebby Luqman, Op.cit., hlm. 123. 92 Pontang Moerad, B.N., Op. Cit., hlm. 117-118. Universitas Sumatera Utara mengambil suatu putusan. b Profesionalisme, yakni kecerdasan serta profesionalisme seorang hakim ikut mempengaruhi putusannya. Perbedaan suatu putusan pengadilan sering dipengaruhi oleh profesionalisme hakim tersebut. 93 Antonius Sudirman mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi putusan seseorang yakni dinamika diri individu, dinamika para kelompok orang dalam organisasi, dinamika dari para lingkungan organisasi, adanya tekanan dari luar, adanya pengaruh kebiasaan lama, adanya pengaruh sifat pribadi, adanya pengaruh dari kelompok luar, dan adanya pengaruh keadaan masa lalu. Lebih lanjut dikatakan bahwa keputusan seseorang dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang hidup ditengah masyarakat yang ada dilingkungan sekitarnya. Nilai-nilai tersebut seperti: a nilai politis, yakni nilai dimana keputusan dibuat atas dasar kepentingan politik dari partai politik atau kelompok kepentingan tertentu; b nilai organisasi, yaitu nilai dimana keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai yang dianut oleh organisasi, seperti balas jasa dan sanksi yang dapat mempengaruhi anggota organisasi untuk menerima dan melaksanakannya. c nilai pribadi, yaitu nilai dimana keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai pribadi yang dianut oleh pribadi pembuat keputusan untuk mempertahankan status quo, reputasi, kekayaan dan sebagainya. d nilai kebijaksanaan, yaitu nilai dimana keputusan dibuat atas dasar persepsi pembuat kebijaksanaan terhadap pertimbangan public. e 93 Ibid. Universitas Sumatera Utara nilaiideologi, yaitu nilai-nilai seperti nasionalisme yang dapat menjadi landasan pembuatan kebijaksanaan. 94 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 14 1 Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia; 2 Dalam sidang Pendapat hakim dalam musyawarah dituangkan dalam putusan hakim yang muatan tiga aspek yaitu: Pertama, aspek yuridis merupakan aspek yang pertama dan utama dengan berpatokan kepada undang-undang yang berlaku. Hakim sebagai aplikator undang-undang harus memahami undang-undang yang berkaitan dengan perkara yang sedang dihadapi.Hakim harus menilai apakah undang-undang tersebut adil, bermanfaat, atau memberikan kepastian hukum jika ditegakkan sebab salah satu tujuan hukum itu unsurnya adalah menciptakan keadilan.Kedua, Aspek filosofis merupakan aspek yang berintikan pada kebenaran dan keadilan.Ketiga, aspek sosiologis memuat pertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dimasyarakat.Penerapan aspek filosofis dan sosiologis harus mampu mengikuti perkembangan nilai-nilai yang hidup dimasyarakat. Ketiga aspek tersebut merupakan hasil dari musyawarah majelis hakim.Disatu sisi, perbedaan pendapat yang terjadi dalam musyawarah majelis hakim menjadi bagian yangtidak terpisahkan dari putusan. Hal ini dapat kita lihat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang dissenting opinion, antara lain: 94 Antonius Sudirman, Op.cit., hlm. 196-197. Universitas Sumatera Utara permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan; 3 Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.4 Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan ayat 3 diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung. Dalam Buku II Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama pada halaman 32 point c di bawah judul “Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim” diuraikan dalam empat point sebagai berikut, 1 Rapat permusyawaratan majelis hakim bersifat rahasia. 2 Ketua majelis akan mempersilahkan hakim anggota II untuk mengemukakan pendapatnya, disusul oleh hakim anggota I dan terakhir ketua majelis akan menyampaikan pendapatnya. 3 Semua pendapat harus dikemukakan dengan jelas, dengan menunjuk dasar hukumnya, kemudian dicatat dalam buku agenda sidang. 4 Dalam rapat permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa. Berdasarkan penelitian penulis terhadap berbagai literatur perundang- undangan yang berlaku bahwa, pedoman pelaksanaan dissenting opinion pada dasarnya belum diatur secara rinci.Kondisi penerapan dissenting opinion ini kontras berbeda dengan berbagai negara yang telah mengatur secara rinci tentang penerapan konsep ini. Universitas Sumatera Utara Sebagaimana dikemukakan dalam sub bab II penelitian ini, yang membahas perbandingan penerapan dissenting opinion di berbagai negara yakni:

1. Terkait batasan penerapan dissenting opinion.

Hal ini dapat kita lihat dalam konsep negara Bulgaria yang melarang pendapat pendapatdalam keputusan yang akan diambildalam pemungutan suara berkaitan dengan kekebalanhakim atau mengenai impeachment presiden.

2. Terkait Publikasi dissenting opinion.

Hal ini dapat kita lihat dalam konsep negara Bulgaria bahwa dissenring opinion diterbitkan dalam jurnal resmi dalamlimabelas hari sejak musyawarah disertai dengan alasan setiapdissenting opinion. Di Negara Ceko dissenting opinion tersebutdimuat dalam catatan diskusi dan dicantumkan ke dalam keputusan yang disebut sebagai pendapat terpisah, selanjutnya yang diterbitkan dalam reporter pengadilan sendiri. Dibagian bawah putusan dicantumkan catatan yang menyebutkanexistence. Di Negara Estonia bahwa dissenting opinion harus diserahkansaat pernyataan pendapat dan itu harus ditandatangani oleh semua hakim yang berpendapat berbeda.Selain itu,perbedaan pendapat dapat dipublikasikan kepada publikmaupun dalam uji administrasi. Di Negara Yunani, dalam publisitas dissenting opinion harusmenyertakan alasan berbeda pendapat tanpamenyebutkan identitas hakim yang menyertakan dissenting opinion tersebut. Universitas Sumatera Utara Di Negara Spanyol, hakimyang berbeda pendapatdapat memuat pendapat mereka dan dicatat dalam daftar yang terpisah yang disimpan ketua pengadilan yang telah bersumpah untuk menjaga dissenting opinion dengan rahasia. Di Negara Latvia, bahwa hakim yang berbeda pendapat dengan hasil musyawarah “akan memuat dissenting opinion dan akan dicantumkan ke kasus tapitidak dideklarasikan di pengadilan

3. Terkait posisi dissenting opinion sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan hakim.

Hal ini dapat kita lihat dalam konsep negara Bulgaria, Denmark bahwa hakim minoritas yang menyertakan pendapat berbeda harus menandatangani putusan suara mayoritas dan menandatangani pendapat yang berbeda yang dilampirkannya. Di Yunani publikasi perbedaan pendapat merupakan amanat konstitusi. Pasal 93 ayat 3menyatakan bahwa “Publikasi dissenting opinion bersifat wajib. Hukum harus menetapkanhal-hal mengenai perbedaan pendapat dan prasyarat publisitas dissentingopinion”. Di Negara Latvia, perbedaan pendapat harus ditulis,ditandatangani dan disampaikan kepada ketua sidang di pengadilandalamwaktu dua minggu paling lambat dari pengumuman putusandissenting opinion dipublikasikan dijurnal resmi dalamlima hari sejak musyawarah hakim, dissenting opinion pertamakali beredar di kalangan majelis hakim yang memutuskan perkara dan kemudian diterbitkan ke publik. Universitas Sumatera Utara Di Hongaria, pendapat terpisah yang mungkin disusun oleh semua hakim yang berbeda pendapat, atau oleh salah satumereka yang kemudian bergabung dengan hakim yang berbeda pendapat lainnya dapat disampaikan dalam jangka waktu empat hari setelah keputusanfinal.Di pengadilan biasa dissenting opinion tidak dipublikasikan meskipun mereka dapatdicatat dalamamplop tertutup. Pengadilan yang lebih tinggi memiliki akses untuk mengetahui dissenting opinion yang berkembang. Oleh karena itu, pengaturan tentang dissenting opinion yang masih terbatas dalam literatur hukum Indonesia perlu diperbaharui dengan dengan melakukan kajian perbandingan konsep dengan berbagai negara dengan tetap berlandaskan kepada tradisi hukum Indonesia yang mengandung nilai-nilai pancasila. Dalam pandangan penulis, terkait batasan penerapan dissenting opinionseperti yang diterapkan oleh negara Bulgaria pada dasarnya bertentangan dengan asas kebebasan eksistensial hakim, dimana hakim masih dibatasi untuk menyampaikan atau tidak menyampaikan pendapat yang berbeda terkait perkara yang diperiksa. Dalam sistem peradilan di Indonesia dianut asas kebebasan hakim, dimana kebebasan yang henak diberikan merupakan kemerdekaan atau dalam keadaan bebas.Bebas berarti lepas sama sekali tidak terhalang, terganggu, sehingga dapat bergerak, berbicara, dan berbuat dengan leluasa. Kebebasan ini bukan kebebasan yang sebebas- bebasnya, tetapi kebebasan yang disertai dengan rasa tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai pancasila. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, konsep pembatasan penerapan dissenting opinion terhadap perkara tertentu dalam hukum Indonesia harus dihindari untuk menjaga kebebasan dari lembaga peradilan dari berbagai faktor yang mempengaruhi putusannya, dengan kata lain memberikan kebebasan eksistensial hakim seutuhnya. Terkait publikasi dissenting opinion, pada dasarnya dalam praktik penerapan dissenting opinion terdapat beberapa putusan , dalam penelitian ini terkait perkara pidana yang melakukan publisitas pendapat yang berbeda baik dalam situs pengadilan maupun publikasi secara personal yang dilakukan hakim kepada publik. Dalamhal ini, penulis memandang perlu dilakukan pengaturan tentang publikasi setiap pendapat yang berbeda dalam situs resmi pengadilan sebagai upaya pemenuhan hak masyarakat untuk mendapatkan transparansi putusan pengadilan, dalam hal ini dissenting opinion.Terkait jangka waktu publikasi putusan, maka dapat disesuaikan dengan jangka waktu upaya hukum yang dilakukan. Sebagai contoh dalam upaya hukum banding jangka waktu yang dibutuhkan dalam melakukan banding selama 14 hari, maka putusan yang diucapkan dalam sidang perkara pidana berserta dissenting opinion dalam situs resmi pengadilan. Terkait posisi dissenting opinion sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan hakim, maka penulis memandang bahwa dissenting opinion sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari putusan. Hakim yang menyertakan dissenting opinionwajib menandatangani putusan hasil musyawarah majelis Universitas Sumatera Utara hakim sebagai putusan final, hal ini sebagai upaya untuk menunjukkan bahwa penerapan dissenting opinion pada dasarnya tidak menyebabkan terjadinya perpecahan pandangan majelis hakim. Artinya, putusan pengadilan hasil musyawarah hakim merupakan putusan final yang memiliki kekuatan mengikat, sementara dissenting opinion dapat dipandang sebagai bagian dari putusan yang timbul sebagai akibat dari upaya penemuan kebanran materiil.

E. Praktik Penerapan Dissenting Opinion dalam Berbagai Putusan Pengadilan.