Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Perbankan

(1)

ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD

CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA

PERBANKAN

Oleh: Nur Hasanah 105081002439

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Pribadi

1. Nama Lengkap : Nur Hasanah

2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 14 September 1986 3. Alamat : Jl. Mesjid Al-Anwar No.48

Rt.004/002 Kec. Sukabumi Utara Kel.Kebun Jeruk Jakarta Barat 11540 4. Agama : Islam

5. Telepon : 021 5332676 / 082112625259 6. Email : [email protected]

Pendidikan Formal

1. MI Manbaul Hidayah Jakarta Selatan (1994-1999) 2. MTs Al-Falah Jakarta Selatan (1999-2002)

3. MA Al-Falah Jakarta Barat (2002-2005)

4. Jurusan Manajemen perbankan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


(7)

ii ABSTRACT

The early perspective corporate governance come from agency theory. In the model of agency theory, Principal is ownership of the company who give their right to agent. There are some conflict of interest from two parties since the ownership and management of the company being separated, it will cause many conflict of interest inside the company. Good corporate governance appears to control behavior and to manage conflict of interest all parties inside the company. The purpose of this research is to analyze the effect of good corporate governance mechanism (Board of Directors, Board of Commisioner, Independent Commisioner, managerial ownership) againts banking performance. This research made by using 12 go public banking companies listed in indonesian stock exchange from 2007-2012. purposive sampling method used by the writer and result of this research is to show that Good Corporate Governance mechanism (Board of Directors, Board of Commisioner, Independent Commisioner, managerial ownership) works simultaneous significantly againts banking performance.


(8)

iii ABSTRAK

Perkembangan perspektif corporate governance berawal dari agency theory. Dalam model teori agency principal yang bertindak sebagai pemilik perusahaan menyerahkan kewenangannya kepada agen. Dengan adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengolahan perusahaan maka kedua pihak tersebut memiliki kepentingan berbeda. Hal ini menimbulkan potensi konflik kepentingan antara pihak-pihak dalam perusahaan. Corporate governance muncul untuk mengendalikan perilaku dan mengatasi konflik antara pihak-pihak dalam perusahaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh mekanisme good corporate governance (dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan manajerial) terhadap kinerja perbankan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sampel 12 perusahaan perbankan go publik yang telah terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2007-2011. Metode pemilihan sampel mengunakan purposive sampling. Metode yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme good corporate governance (dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan manajerial secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja perbankan.


(9)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Yang maha pengasih lagi penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya Allah yang kami sembah dan hanya kepada Allah kami memohon pertolongan. Tunjukkan kami jalan yang lurus, yaitu jalan yang Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki sangat terbata, oleh karena itu penulis mengaharapkan saran dan kritik serta tanggapan dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Tentu saja ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada orang-orang yang ambil bagian dalam terlaksananya skripsi ini, semoga mereka selalu dalam lindungan-Nya.

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda H. Husni serta Ibunda Hj Nur Lailah

yang telah memberikan dukungan dan do’a tak pernah sedikitpun

terlupakan dan sangat besar bagi penulis, baik dukungan materil maupun dukungan moril sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid,MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnisdan sekaligus menjadi pembimbing I yang selalu memberikan teladan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. .

3. Bapak Arief Mufraini, Lc., M.si sebagai dosen pembimbing II yang sudah banyak meluangkan waktunya buat penulis untuk konsultasi.

4. Ibu Leis Suzanawaty,SE.,M.Si selaku Pudek I Fakultas Ekonomi Dan Bisnis


(10)

v

5. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan bantuan yang bermanfaat selama penulis

6. Teman-temanku Jurusan manajemen, terutama Vini Sapta eka, Farah, Susi, Ristiandi, Arif, Bagus, Here, Doni, Terima kasih untuk bantuan nya. 7. Terima Kasih untuk abang Na dan untuk adik-adikku, Sakinah Biebie ku

tercantik.

8. Terima kasih buat semua yang telah menyempatkan waktu untuk membantu dalam pembuatan skripsi ini.

Semoga atas segala bantuan serta budi baik mereka selama ini mendapatkan balasan yang setimpal dari ALLAH SWT. Mudah-mudahan skripsinya ini sedikit banyak dapat memberikan sumbangan pikiran dan saran dalam lingkungan akademisi.

Jakarta, Agustus 2013


(11)

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP i

ABSTRACT ii

ABSTRAK iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 7

C. Tujuan dan Manfaat 7

1. Tujuan 7

2. Manfaat 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 9

A. Lembaga Perbankan 9

1. Pengertian Bank 9

2. Fungsi dan Usaha Bank 10

3. Manajemen Bank 12

4. Arsitektur Perbankan Indonesia 14

5. Tantangan Perbankan ke depan 17

B. Good Corporate Governance 22

1. Prinsip Good Corporate Governance 26

2. Tujuan Good Corporate Governance 32

3. Manfaat Penerapan Good Corporate Governance 33

4. Agenda BI untuk Memperkuat Praktek Good Corporate Governance pada Perbankan Indonesia 35


(12)

vii

5. Dewan Direksi 37

6. Dewan Komisaris 39

7. Komisaris Independen 42

8. Kepemilikan Manajerial 46

C. Kinerja Perbankan 50

D. Penelitian Terdahulu 54

E. Kerangka Pemikiran 56

F. Hipotesis Penelitian 58

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 59

A. Ruang Lingkup Penelitian 59

B. Metode Penelitian Sampel 59

C. Metode Pengumpulan Data 60

D. Metode Analisis dan Uji Hipotesis 61

E. Operasional Variabel Penelitian 66

BAB IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN 68

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 68

B. Penemuan dan Pembahasan 87

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 96

A. Kesimpulan 96

B. Implikasi 98

C. Saran DAFTAR PUSTAKA 100


(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Formulation of Corporate Governance 33 2.2 Kerangka pemikiran 58


(14)

ix

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

4.1 Daftar Nama Bank 62

4.2 Hasil Statistik Deskriptif 88

4.2 Hasil Uji Normalitas Data 90

4.3 Hasil Uji Multikolinieritas 92

4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas 92


(15)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Hasil Uji Autokorelasi 106 2 Hasil Uji Heteroskedastisitas 107


(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dengan mulai berlakunya era perdagangan bebas di lingkungan ASEAN pada tahun 2003, dan dilanjutkan pada tahun 2020 bagi seluruh negara berkembang anggota Asia-Pacific Economic Coorperation, dimana batas antara negara akan makin kabur, maka diperlukan suatu keselarasan dalam penerapan standar aturan yang mengacu pada praktek internasional. Hal ini diperlukan guna memastikan bahwa praktek bisnis di Indonesia selain tidak tertinggal dengan perkembangan bisnis negara lain memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan bisnis dunia.

Dengan perkembangan-perkembangan diatas, isu corporate governance yang tadinya hanya bersifat marginal kini telah menjadi isu sentral, kebutuhan good governance timbul berkaitan dengan principal–agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agennya. Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemahaman yang memadai tentang corporate governance.

Merupakan hal yang sia-sia bahkan berbahaya bila kita sekedar mengikuti trend atau kepatuhan terhadap regulasi tanda memahami akan makna dan


(17)

2

manfaat good corporate governance maka praktek dan system yang baik ini hanya akan menjadi slogan, atau asesoris yang tidak berguna.

Perkembangan konsep corporate governance sesungguhnya telah dimulai jauh sebelum isu corporate governance menjadi kosakata paling hangat dikalangan para eksekutif bisnis. Isu corporate governance sebagai solusi terhadap konflik yang terjadi antara pemilik perusahaan dengan manajemen perusahaan yang biasa disebut agency problem. Pada hakikatnya penetapan prinsip-prinsip good corporate governance dapat dilaksanakan di setiap pola manajemen perusahaan, termasuk manajemen perusahaan dibidang perbankan. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dapat bersifat fleksibel, karena adanya berbagai penyesuaian dalam hubungannya dengan perubahan organisasi internal dan eksternal perusahaan (Darmawati, 2006: 8).

Lemahnya penerapan corporate governance ditandai dengan perilaku manajemen yang dimulai mementingkan kepentingan sendiri, yang lebih parah ternyata merugikan perusahaan. Dalam hal ini maka terdapat perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Permasalahan inilah sebagai agency problem, corporate governance dianggap dapat membantu mengendalikan perilaku manajemen dalam mengelola perbankan, yaitu memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.

Indonesia mulai menerapkan prinsip good corporate governance sejak menandatangani letter of intent (LOI) dengan international monetary fund


(18)

3

(IMF) yang salah satu bagian pentingnya adalah pencatuman jadwal perbaikan pengelolahan perusahaan di Indonesia. Komite ini bertugas umtuk merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional tentang corporate governance antara lain meliputi code for good corporate governance. Selanjutnya komite secara berkesinambung bertugas memantau perbaikan dibidang corporate governance di Indonesia. (Akmad Syakhroza, 2007:4). Kenapa belakangan ini, good corporate governance diharapkan dapat memperbaiki citra perbankan yang sempat terpuruk beberapa waktu lalu. Untuk tujuan penerapan good corporate governance itu, iklim yang kondusif perlu diciptakan dan perlu terus menerus dipelihara. Dalam pedoman good corporate governance perbankan Indonesia dinyatakan, untuk terciptanya kondisi yang mendukung implementasi good corporate governance yang efektif, salah satu tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintahan dan otoritas efektif adalah penerbitan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan dilaksanakan good corporate governance secara efektif. Selain itu, pemerintah dan otoritas terkait harus mampu menjamin dan membuktikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara serius.

Di sisi lain, sebagai subjek good corporate governance, bank perlu menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan standar yang berlaku umum serata melibatkan auditor eksternal dalam proses audit. Tujuan supaya diperoleh ukuran yang sama dengan ukuran yang berlaku ditempat lain, dengan demikian stakeholders boleh berharap akan interpretasi


(19)

4

yang sama atas fenomena–fenomena yang sejenis. Sebab pada dasarnya, persoalan good corporate governance adalah persoalan tangung jawab perusahaan kepada stakeholders.

Kebijakan nasional untuk reformasi Good Corporate Governance merupakan hasil penggodokan bersama antara pemerintah dengan berbagai institusi donor internasional seperti IMF, Word Bank, dan Asian Development Bank (ADB). Pada asas implementasi kebijakan tersebut, pemerintah Indonesia melalui keputusan Menko Ekuin tertanggal 19 Agustus 1999 membentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) atau National Commitee on Corporate Governance (NCGG). Komite ini dimaksudkan untuk menggalakkan dan memantau perkembangan refomasi good corporate governance di Indonesia. Hingga saat ini, National Commitee on Corporate Governance telah berhasil mennyelenggarakan berbagai roundtable discussions dengan para pelaku bisnis di Indonesia, dan telah menyusun sebuah pedoman good corporate governance yakni pedoman Good good corporate governance (Indonesian Code), yang dipublikasikan pertama kali di bulan Maret 2001, pedoman ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi implementasi good corporate governance oleh pelaku bisnis di Indonesia.

Berbagai organisasi non-pemerintah atau non-govermental organizations yang aktif dalam memperjuangkan good corporate governance antara lain forum for corporate governance in Indonesia, Indonesian society of independent commissioners atau komisaris independen, The Indonesian


(20)

5

Institute for corporate governance (IICG), corporate leadership development in Indonesia (CLDI), Indonesian institute of commissioners and directors atau lembaga komisaris dan direktur Indonesia (LKDI), the Indonesian institute for coperate directorship (IICD).

Hasil survey World Bank mengenai penerapan corporate governance di Indonesia tahun 2004 menunjukan, bahwa penerapan hukum dan peraturan perundang-undangan perlu diperkuat, dan sanksi yang ada dianggap belum terlalu efektif dalam mengatasi pelanggaran yang terjadi. Undang-undang perusahaan disarankan secara eksplisit menganut prinsip fiduciary duties bagi para pengurus perusahaan. Begitu pula transparansi integritas laporan keuangan, serta kecukupan pengungkapan informasi perusahaan masih tetap merupakan suatu tantangan yang perlu ditingkatkan.

Survey penerapan corporate governance pada bank di Indonesia, Korea, Thailand dan Malaysia yang dilakukan pada tahun 2003 sampai 2004 melaporkan, bahwa semenjak krisis tahun 1997/1998, Bank sentral di keempat negara tersebut telah mengeluarkan banyak peraturan dan ketentuan guna memperkuat mekanisme internal governance institusi perbankan. Hal menarik ditemukan pada survey tentang “Corporate governance of banks in Indonesia” yang disponsori oleh asian development dengan forum for Corporate Governance in Indonesia dan diterbitkan pada bulan Mei 2005. Survey ini dilakukan pada 26 bank responden baik milik swasta maupun pemerintah.


(21)

6

Bank adalah lembaga keuangan yang tugas pokoknya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Selain itu bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya. Masyarakat menyimpan dana nya dibank, pada dasarnya tanpa jaminan apapun yang bersifat kebendaan. Kesediaan masyarakat menyimpan dananya semata-mata berdasarkan kepercayaan, bahwa uangnya akan kembali dan ditambah sejumlah keuntungan yang berasal dari bunga. Hilangnya kepercayaan masyarakat pada bank akan menimbulkan efek domino yang menghancurkan industri perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Oleh karena itu pengawasaan pada bank baik pengawasaaan internal maupun eksternal merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.

Pengawasaaan bank merupakan sarana untuk mencegah dan memberantas kejahatan perbankan. Pengawasaan ini terdiri dari tiga unsur, yaitu pengawasan eksternal oleh regulator, pengawasan internal oleh komisaris, direksi, manajemen, dan pengawasan oleh masyarakat (market discipline). Pengawasan eksternal yang menjadi tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral,dilaksanakan melalui regulasi, perijinan, pengawasan dan pengendalian serta sanksi terhadap pelangaran, pengawasan internal dilakukan melalui penerapan good corporate governance, kepatuhan dan prinsip know your customer, sedangkan pengawasan oleh masyarakat melalui keterbukaan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul “Analisis


(22)

7

Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap kinerja Perbankan”.

B. Perumusan Masalah

Bedasarkan latar balakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh dewan direksi terhadap kinerja perbankan ? 2. Bagaimana pengaruh dewan komisaris terhadap kinerja perbankan ? 3. Bagaimana pengaruh komisaris independen terhadap kinerja

perbankan?

4. Bagaimana pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kinerja perbankan ?

5. Bagaimana pengaruh secara bersama dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan manajerial terhadap kinerja perbankan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan manajerial terhadap kinerja perbankan.


(23)

8

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi kepentingan dunia akademik maupun kepentingan terhadap dunia praktis.

a. Bagi Pimpinan Lembaga

Hasil penelitian ini dijadikan untuk memahami kajian good corporate governance. Sehubungan dengan masih sedikit kajian good corporate governance, maka penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dalam bidang pengelolahan perbankan yang baik.

b. Bagi Penulis

Untuk memenuhi salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

c. Bagi Dunia Akademik

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan referensi perpustakaan, untuk referensi perbandingan terhadap objek penelitian yang sama.


(24)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perbankan 1. Lembaga Perbankan

Banyak definisi bank, pada dasarnya semua definisi tersebut tidak berbeda satu sama lain, perbedaannya hanya pada tugas atau usaha bank. Bank dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan.

Pengertian Bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah denang UU No. 10 Tahun 1998 adalah:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.

Bank umum adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegitannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran


(25)

10

2. Fungsi Dan Usaha Bank

Bank memiliki fungsi pokok adalah sebagai berikut: a) Bank Sebagai Penerima Kredit

Bank menerima dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan (tabungan, deposito berjangka atau giro).

b) Bank Sebagai Pemberi Kredit Kepada Masyarakat

Bank melempar dana ke masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit.

c) Bank Sebagai Pemberi Jasa Kepada Masyarakat

Bank memberikan layanan jasa dalam mekanisme pembayaran, fasilitas pembiayaan, barang berharga, dan lain-lain.

3. Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah sebagai berikut :

a) Mehimpun dana dari masyarakat b) Memberikan kredit

c) Menerbitkan Surat Pengkuan Utang

d) Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakep oleh bank. 2) Surat pengakuan utang


(26)

11

3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah

4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 5) Obligasi

6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun. 7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu

sampai dengan 1 (satu) tahun.

e) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.

f) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel tunjuk, cek atau sarana lainnya.

g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga.

h) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

i) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (custodian)

j) Melakukan penempatan dana dari menambah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.


(27)

12

k) Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib di cairkan secepatnya.

l) Melakukan kegiatan anjak piutang (factoring), kartu kredit dan kegiatan wali amanat (trustee)

m) Menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.

n) Melakukan kegiatan lain misalnya kegiatan dalam valuta asing, melakukan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, dan asuransi, dan melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit.

o) Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.

4. Manajemen Bank

Manajemen bank tentunya memiliki sasaran dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. Sasaran tersebut pada prinsipnya dapat dibedakan berdasarkan jangka waktu yaitu sasaran yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. (Ahmad Rodoni, 2006: 23)

a) Sasaran Jangka Pendek

Sasaran jangka pendek ini berkaitan dengan penggunaan waktu dalam operasional bank untuk mencapai tujuan yang bersifat jangka


(28)

13

pendek. Sasaran manajemen bank jangka pendek antara lain meliputi pemenuhan likuiditas terutama untuk memenuhi likuiditas wajib minimum yang ditetapkan oleh otoritas moneter di samping kebutuhan likuiditas untuk memenuhi penarikan dana oleh nasabah sehari-hari, menyediakan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan penanaman dana dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek atau instrument pasar uang.

b) Sasaran Jangka Panjang

Sasaran jangka panjang manajemen bank adalah bagaimana memperoleh keuntungan dari kegiatan bank untuk meningkatkan nilai perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemilik bank. Untuk mencapai sasaran ini manajemen mempertimbangkan faktor-faktor risiko yang dapat membahayakan kondisi usaha bank. Untuk mencapai sasaran jangka panjang ini, bank tidak boleh mengorbankan sasaran jangka pendek dan mengabaikan praktik-praktik dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Meskipun sasaran jangka panjang ini cukup penting untuk menjaga kontinuitas usaha bank, namun sasaran jangka pendek tetap merupakan masalah prioritas yang mutlak harus di penuhi.

Dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sasaran pokok manajemen bank pada dasarnya untuk memaksimalkan nilai investasi dai pemilik bank. Untuk mencapai


(29)

14

sasaran tersebut manajemen bank harus memperhatikan beberapa hal dalam pengelolaan aktiva dan kewajibannya sebagai berikut :

1) Mengelola likuiditasnya

2) Memperkecil risiko dengan mengalokasikan dananya pada asset yang berisiko rendah atau melakukan diversifikasi.

3) Memperolah dana dengan biaya rendah.

4) Menentukan jumlah modal yang harus dipertahankan dan meningkatkan modal sesuai kebutuhan.

5. Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar system perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan dimasa datang oleh Arsitektur Perbankan Indonesia dilantas oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Arsitektur Perbankan Indonesia menjadi kebutuhan yang mendesak bagi perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat fundamental industri perbankan. Krisis ekonimi tahun 1997 menunjukan bahwa industri perbankan nasional belum memiliki


(30)

15

kelembagaan perbankan yang kokoh yang didukung dengan infrastruktur perbankan yang baik sehingga secara fundamental masih harus diperkuat untuk mengatasi gejolak internal maupun eksternal. Belum kokohnya fundamental perbankan nasional merupakan tantangan bukan hanya bagi industri perbankan secara umum, tetapi juga bagi Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasannya. (Johny Sudharmono, 2008:24)

Guna mempermudah pencapaian visi Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut, maka ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai yaitu:

a) Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

b) Menciptakan system pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.

c) Menciptakan induastri perbankan yang kuat dan mamiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.

d) Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional

e) Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mewujudkan terciptanya industri perbankan yang sehat.


(31)

16

f) Mewujudkan pemberdaya dan perlindungan konsumen jasa perbankan.

Keenam pilar Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut menunjang pencapaian visi API yaitu menciptakan system perbankan yang sehat, kjuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan system keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasionnal. Keenam sasaran tersebut digambarkan sebagai 6 pilar penunjang pencapaian visi Arsitektur Perbankan Indonesia.

Sejak diluncurkan pada 2004, Arsitektur Perbankan Indonesia telah mendapat beragam tanggapan dalam bentuk saran dan kritik membangun untuk menjadikan program-program Arsitektur Perbankan Indonesia lebih terintegrasi dengan program perekonomian nasional. Selain itu, perkembangan perbankan secara global juga menuntut adanya penyesuaian terhadap program-program Arsitektur Perbankan Indonesia agar waktunya nanti industri perbankan nasional mampu barsaing pada tataran internasional dengan sumber daya manusia yang unggul, teknologi informasi yang memadai, dan infrastruktur penduduk yang cukup. Bertolak dari kebutuhan di atas, bank Indonesia telah menyusun kembali program-program Arsitektur Perbankan Indonesia. Pada dasarnya program-program– program API yang telah disempurnakan memuat arahan dan strategi yang lebih konkrit terkait dengan konsolidasi perbankan


(32)

17

nasional.pengembangan perbankan syariah dalam rangka panjang, peningkatan pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta penguatan kelembagaan Bank Perkreditan Rakyat Secara keseluruhan, penyempurnaan ini menyebabkan bertambahnya program dan kegiatan Arsitektur Perbankan Indonesia yang akan dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2013 dari 19 program yang tertuang dalam 34 kegiatan menjadi 20 program yang dijabarkan ke dalam 55 kegiatan.

6. Tantangan Perbankan ke Depan

Untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih kokoh, perbaikan harus dilakukan di berbagai bidang, terutama untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan dalam beberapa tahun belakangan ini. Tantangan-tantangan tersebut adalah sebagai berikut( Taswan, 2010:28):

a) Kapasitas pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam waktu lima tahun kedepan, diperlukan pertumbuhan kredit perbankan yang cukup besar. Sementara itu, kemampuan permodalan perbankan Indonesia saat ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan kredit yang cukup tinggi tersebut sulit dicapai jika perbankan nasional tidak memperbaiki kondisi permodalannya. Selain hambatan dalam hal permodalan bank, penyaluran kredit


(33)

18

dalam banyak hal juga terhambat oleh keengganan sebagai bank untuk menyalurkan kredit karena kamampuan manajemen risiko dan core banking skills yang relatif belum baik, dan biaya operasional yang relatif tinggi.

b) Struktur perbankan yang belum optimal

Belum optimalnya struktur perbankan di Indonesia di tandai oleh terkonsentrasinya struktur perbankan hanya pada 11 bank besar (yang menguasai 75% asset perbankan Indonesia). Namun demikian bank-bank kecil dalam hal ini perlu mendapat perhatian karena selain jumlahnya relatif banyak, bank-bank kecil tersebut juga memiliki cakupan usaha yang relatif sama dengan bank-bank besar namun dengan kemampuan operasional, manajemen risiko, dan corporate governance yang relative lebih terbatas. Demikian pula, dibandingkan dengan Negara-negara lain, kepemilikan pemerintah Indonesia dalam perbankan nampak cukup tinggi, bahkan tertinggi di kawasan Asia. Hal ini juga merupakan persoalan tersendiri terhadap struktur perbankan karena dapat menimbulkan konflik kepentingan yang akan mengganggu efisiensi pasar.

c) Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan perbankan yang dinilai oleh masyarakat masih kurang.


(34)

19

Kurangnya pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pelayanan ditandai dengan seringnya terdengar keluhan dari masyarakat mengenai kurangnya akses terhadap kredit dan tingginya suku bunga kredit serta masih banyaknya praktik penyediaan jasa keuangan informal. Pandangan masyarakat semacam ini cukup beralasan, karena walaupun kredit korporasi dan usaha kecil menengah sudah mulai tumbuh, tingkat kredit masih relative rendah. Selain itu, meningkatnya kompleksitas jasa dan produk keuangan sebagai akibat dari globalisasi sektor keuangan juga memerlukan respon yang memadai dari berbagai pihak yang terkait. Hal ini semakin penting menggingat masyarakat pengguna jasa keuangan khususnya perbankan semakin menuntut kualitas pelayanan dan akses perbankan yang semakin tinggi.

d) Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan.

Pengawasan bank juga merupakan bidang yang memerlukan peningkatan dan penyempurnaan. Hal ini disebabkan karena masih terdapatnya beberapa prinsip-prinsip prudensial yang masih belum diterapkan secara baik, koordinasi pengawasan yang masih pelu ditingkatkan, kemampuan sumber daya manusia pengawasan yang belum optimal, dan pelaksanaan


(35)

20

law-enforcement pengawasan yang belum efektif. Secara keseluruhan, upaya peningkatan kapabilitas pengawasan ini sejalan dengan dengan usaha Bank Indonesia untuk menerapkan 25 Based Core Principles For Effective Banking Supervision, termasuk meningkatkan sarana teknologi pengawasan. Mengingat pengawasan bank merupakan bidang yang sangat dinamis luas cakupannya, maka peningkatan kualitas pengawasan merupakan upaya yang patut dilaksankan secara terus menerus oleh Bank Indonesia maupun oleh lembaga lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan pada saatnya nanti.

e) Kapabilitas perbankan yang masih lemah

Lemahnya kapabilitas perbankan ditandai dengan kurangnya corporate governance dan core banking skill pada sebagian besar perbankan sehingga diperlukan perbaikan yang cukup mendasar pada dua hal tersebut. Meskipun kapabilitas beberapa bank besar sudah cukup kuat, namun kapabilitas perbankan secara umum masih dibawah international best practices. Demikian pula kemampuan bank dalam merespon meningkatnya resiko operasional masih perlu terus diperbaiki, terutama penekanannya pada pentingnya internal control dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip prudensial.


(36)

21

f) Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang tidak sustainable

Tingkat profitabilitas dan efisiensi operasional yang dicapai oleh perbankan pada umumnya bukan merupakan profitabilitas dan efisiensi yang sustainable. Hal ini disebabkan oleh lemahnya struktur aktiva produktif bank-bank. Margin yang diperoleh bank-bank semakin mengecil karena adanya kecenderungan suku bunga yang menurun. efisiensi adalah karena sebagian pendapatan perbankan berasal dari aktivitas trading yang fluktuatif serta rendahnya rasio asset per nasabah yang membuat biaya operasionl perbankan Indonesia relarif tinggi dibandingkan negara-negara lain. g) Perlindungan nasabah yang masih harus ditingkatkan

Perlindungan terhadap nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh langsung terhadap sebagian besar masyarakat kita. Oleh karena itu, menjadi tantangan sangat besar bagi perbankan dan bank Indonesia serta masyarakat luas untuk secara bersama-sama menciptakan standar-standar yang jelas dalam membentuk mekanisme pengaduan nasabah dan transparasi informasi produk perbankan. Di samping itu, edukasi pada masyarakat mengenai jasa dan produk yang ditawarkan oleh perbankan perlu segera


(37)

22

diupayakan sehingga masyarakat luas dapat lebih memahami risiko dan keuntungan yang akan dihadapi dalam menggunakan jasa dan produk perbankan.

h) Perkembangan Teknologi Informasi

Kemajuan teknologi informasi ikut menambah tantangan yang dihadapi oleh perbankan. Perkembangan teknonogi Informasi menyebabkan makin pesatnya perkembangan jenis dan kompleksitas produk dan jasa bank sehingga risiko-risiko yang muncul menjadi lebih besar dan bervariasi. Di samping itu, persaingan perbankan yang cenderung bersifat global juga menyebabkan persaingan antara bank menjadi semakin ketat sehingga bank-bank nasioanal harus mampu beroperasi secara efisien dengan memanfaatkan teknologi informasi.

B. Good Corporate Governance

Topik Gorporate governance bukanlah suatu topik yang baru, banyak penelitian yang mengapus tentang tropik ini, telah dilakukan sejak tahun sejak tahun 1940an. Coases (1973), dan banyak penelitian lagi, telah menunjukan interaksi antara hak kepemilikan dengan peraturan institusi dalam membentuk perilaku ekonomi. La Porta et al (1999) merupakan orang-orang pertama yang menyoroti masalah corporate governance secara khusus. La Porta et al (1999) menekankan pentingnya penegakan hukum


(38)

23

atas pengelolahan sebuah perusahaan, pengembangan pasar dan pertumbuhan ekonomi (Thomas Kaihatu, 2006:4).

Kata “Governance” berasal dari bahasa perancis “Gubernance” yang berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut di pergunakan dalam konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain. Dalam bahasa Indonesia ini sering diterjemahkan secara harfiah sebagai tata kelola atau tata pemerintahan perusahaan.

Sedangkan forum corporate governance in Indonesia (FCGI) Mendefinisikan sebagai perangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pemegang saham, kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.

Menurut sulistyanto (2003), mendefinisikan Good Corporate Governance dalam jurnal ekonomi bisnis adalah konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi yang benar, akurat dan tepat waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan secara akurat, tepat waktu dan transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder.


(39)

24

Good Corporate Governance terdiri dari sekumpulan perangkat hukum yang menjelaskan hubungan antara pemegang saham, manajer kreditor, pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

Menurut wikipedia (2007: 4), mendefinisikan corporate governance adalah :

Corporate governance is used to monitor whether outcomes are in accordance whit plans and to motivate the organization to before funn informed in order to maintain or alter organization activity, Corporate governance is the mechanism by which individuals are mitivate to aligh behaviors whit the overall perticipants”.

O’D enovan mengartikan corporte governance yang kutip oleh wikipedia (2007:4) sebagai berikut :

“An internal system encompassing and other stakeholders, by directing and ontroling managment activities whit good business savy, objectivity and integrity sound corporate governance is reliant on eksternal market place comitmentand legislation, plus a healty board culture which safeguards policies and prosses”.

untuk menciptakan kesamaan akan penerapan good corporate governance di Indonesia selaku bank sentral pemerintah telah menetapkan sejumlah aturan-aturan mengenai pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum.

Terdapat enam standar good corporate governance yang efektif pada industri perbankan sesuai dengan Basle Committee on Banking Supervision, (Stabilitas, 2006: 5 )yaitu :


(40)

25

1. Bank harus menetapkan sasaran strategi dan serangkaian nilai-nilai perusahaan yang dikonsumsikan kepada setiap jenjang pada organisasi.

2. Bank harus menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan pada organisasi.

3. Bank harus memastikan bahwa pengurus bank telah memiliki kompetensi yang memadai dan integritas yang tinggi serta memahami peranannya dalam pengelolahan bank yang sehat dan independen terhadap pengaruh atau pengendalian dari pihak eksternal.

4. Bank harus memastikan tersedianya mekanisme pengawasan direksi terhadap kegiatan operasional.

5. Bank harus memastikan bahwa kebijakan renumarasi telah konsisten dengan nilai etik, sasaran, strategi, dan lingkungan pengendalian bank.

6. Bank harus menetapkan praktek-praktek transparansi kondisi keuangan kepada publik

Tata kelola yang baik merupakan bagian integral dari tanggung jawab perusahaan secara sosial terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti para pemegang saham, pegawai pengelola, dan masyarakat (whelen and Hunger, 2002). Kepemilikan perusahaan yang terdaftar di bursa saham sangat terpusat, dan presentase manajer yang termasuk dalam kelompok


(41)

26

pengendali yang sangat terpusat, dan persentase manajer yang termasuk dalam kelompok pengendali juga sangat tinggi, hal ini sebenarnya merupakan ciri khas suatu sektor usahanya yang sangat berkembang.

Mekanisme pengelolahan good corporate governance. memastikan bahwa tindakan manajemen akan selalu diarahkan pada peningkatan nilai perusahaan. Sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders, karyawan, kreditor dan masyarakat sekitar.

1. Prinsip Good Corporate Governance

Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip keterbukaan, memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values, sasaran usaha dan strategi sebagai pencerminan akuntabilitas bank, berpegang pada prudential banking practicea dan menjamin dilaksanakan ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab bank, objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam pengambilan keputusan, serta senantiasa memperhatikan kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.

Dalam hubungan dengan prinsip tersebut bank perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :


(42)

27

Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

Prinsip ini merupakan prinsip yang sangat penting dalam penerapan good corporate governance. Keterbukaan dalam pengambilan keputusan berarti seluruh pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan mengetahui dengan jelas pertimbangan dan alasan-alasan untuk pengambilan keputusan dan untuk apa keputusan akan diambil.

Mereka juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan keberatan ataupun pertimbangan lain sebelum proses tersebut dilaksanakan. Begitu pula dampak positif maupun negatif dari pengambilan keputusan tersebut terinformasikan dengan jelas kepada pihak-pihak yang terlibat. Transparansi merupakan landasan terciptanya kondisi fairness dalam bertransaksi. Aplikasi dari prinsip ini terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa, hubungan industrial dan transaksi bisnis dengan pelanggan, seperti pembelian surat berharga, ketentuan penempatan deposito berjangka, dan lain sebagainya. Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yamg materiil dan relevan tentang perusahaan merupakan akuntabilitas perusahaan terhadap publik dan para pemangku kepentingan. Dengan adanya keterbukaan ini para pemangku kepentingan dapat menimbang


(43)

28

manfaat dan resiko dalam berhubungan dengan perusahaan. Praktek keterbukaan informasi ini dilakukan secara optimal dalam publikasi laporan tahunan dan publikasi rencana bisnis perseroan, serta publikasi berkala perusahaan lainnya. Dalam menghadapi persaingan atau kompetisi usaha antar bank, Bank Indonesia menyadari diperlukannya suatu peraturan yang nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur atau alat untuk menilai suatu keadaan bank. (Achmad Daniri, 2005: 4) b) Accountability (Akuntabilitas)

Merupakan kejelasan fungsi, stuktur, system dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehinga pengelolahan perusahaan terlaksana secara efektif. Berarti, bank harus menetapkan tanggungjawab yang jelas dari setiap komponen organisasi selaras dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan. Setiap komponen organisasi mempunyai kompetensi sesuai dengan tanggungjawab masing-masing. Mereka harus dapat memahami perannya dalam pelaksanaan good corporate governance. Selain itu, bank harus memastikan ada tidaknya check and balance dalam pengelolahan bank.

Prinsip ini juga merupakan prinsip yang sangat penting dalam penerapan good corporate governance. Dari arti kata accountability yang mempunyai makna answerability, liability dan responsibility maka, prinsip ini menunjukkan adanya tuntutan untuk dapat menjawab


(44)

29

segala pertanyaan atas pelaksanaan tugas yang dibebankan pada suatu fungsi. Mulai dari apa sajakah tugas pokok dan fungsi dari jabatan tersebut, apa sajakah hasil-hasil yang diharapkan dan bagaimana hasil pelaksanaanya.

c) Responsibility (Pertanggung-jawaban)

Adanya kesesuaian didalam pengelolahan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Bank harus memegang prinsip prudential banking practices. Prinsip tersebut harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tetap terjaga kelangsungannya usahanya. Bank pun harus mampu bertindak sebagai good corporate citizen.

Sebagaimana diuraikan diatas, prinsip pertanggungjawaban ini sangat erat terkait dengan prinsip akuntabilitas, karena akuntabilitas merupakan ekspresi dari prinsip pertanggungjawaban. Apabila suatu fungsi dan tugas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-norma etika, hasil kerja tersebut dengan mudah dipertangung jawabkan hasilnya.

d) Indepedency (Kemandirian)

Merupakan suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan. Bank harus mampu menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar


(45)

30

oleh stakeholders. Pengelolahan bank tidak boleh terpengaruh oleh kepentingan sepihak, ia harus bisa menghindari segala bentuk benturan kepentingan (Conflict of Interst).

Sebagaimana telah dikemukakan di atas penerapan prinsip ini erat kaitannya dengan prinsip akuntabilitas. Dapat dikatakan prinsip akuntabilitas adalah muara dari penerapan prinsip pertanggungjawaban dan prinsip kemandirian. Melalui prinsip kemandirian, maka prinsip pertanggungjawaban dapat dilaksanakan dengan baik, terbebas dari benturan kepentingan yang mungkin ada, baik karena kepentingan diri sendiri, kepentingan golongan ataupu kepentingan karena “balas budi”.

Penerapan prinsip kemandirian ini sebetulnya menegaskan kembali bahwa direksi dan komisaris dalamn menjalankan tugasnya haruslah mendahulukan kepentingan dan usaha perseroan, sebagaimana tel;ah diatur dalam UUPT. Dalam hal ini terjadi benturan kepentingan, anggota direksiuang terkait tidak berhak lagi untuk bertindak mewakili perseroan. Dalam pengertian yang sama hal ini diperluas kepada seluruh pejabat stuktural dalam perseroan.

e) Fairnes (kesetaran dan kewajaran)

Suatu bentuk perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian secara peraturan perundangan yang berlaku. Bank harus memperhatikan kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran


(46)

31

(Equal Treatment). Namun, bank juga perlu memberikan kesempatan kepada stakeholders untuk memberikan masukan bagi kepentingan bank sendiri memiliki akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip keterbukaan.

Penerapan prinsip kewajaran ini erat kaitannya dengan prinsip transparansi. Tanpa transparansi akan sulit bahkan hampir tidak mungkin diperoleh fairness. Secara filosofis Jeremy Bentham, seorang filsuf dan ahli hukum Inggris menyatakan “Dalam gelapnya ketertutupan, segala jenis kepentingan jahat berada dipuncak kekuasaannya. Hanya dengan keterbukaanlah pengawasan terhadap segala ketidakadilan dilembaga peradilan dapat dilakukan. Selama tidak ada keterbukaan, tidak akan ada keadilan. Keterbukaan adalah alat untuk melawan serta penjaga utama ketidakjujuran. Keterbukaan membuat hakim „ diadili‟ saat ia mengadili”.

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah pewnyelarasan dari prinsip-prinsip yang dituangkan dalam pedoman-pedoman Good Corporate Gocernance dengan kebijakan manajemen dan pedoman operasional lain, sehingga spirit dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance memang tercemin dalm setiap proses bisnis. Melalui penyelarasan ini maka keterlibatan seluruh jajaran dalam penerapan Good Corporate Governance, menjadi lebih terarah dan terpadu.


(47)

32

2. Tujuan Good Corporate Governance

Tujuan good corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (Stakeholders) sebagai bentuk pelaksanaan dalam mewujudkan perbankan yang sehat, pemerintah menerapkan blue print berbentuk arsitektur perbankan Indonesia yang merupakan perwujudan visi perbankan nasional. Adapun untuk mewujudkan program tersebut pemerintah telah membuat fondasi yang berlandaskan pada 6 pilar, antara lain :

a) Menciptakan stuktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

b) Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.

c) Menciptakan industri perbankan yang kuat memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko. d) Menciptakan good corporate governance dalam rangka

memperkuat kondisi internal perbankan internasional

e) Mewujudkan infrasuktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.

f) Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan


(48)

33

Dalam menindak lanjuti pelaksanaan arsitektur perbankan Indonesia, salah satu pilar yang mendapat perhatian adalah pilar ke 4 (Empat) tentang: “Menciptakan Good Corporate Governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional”. Untuk itu tanggal 30 Januari 2006 Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan perbankan yang dikenal dengan istilah pakjen 2006, isinya mengenai peraturan baru bidang prudential banking, yang isi dari kebijakan berupa peraturan Indonesia Nomer 8/4/2006 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum dalam program peningkatan kualitas manajemen dan operasional yang baik.

3 Manfaat Penerapan Good Corporate Governance

Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001: 7)

a). Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.

b). Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.

c) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.


(49)

34

d). Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan dividen. Pelaksanaan good corporate governance dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional (FCGI, 2001: 5)

1) Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan,

2) Perlakuan sama terhadap pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang dalam

3) Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan

4) Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparasi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja


(50)

35

perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan (stakeholders),

5) Tanggungjawab pengurus dalam manajemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham.

4. Agenda Bank Indonesia untuk memperkuat praktek Good Corporate Governance pada Industri Perbankan Indonesia

Agenda terciptanya kondisi yang mendukung implementasi good corporate governance, salah satu tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan otoritas terkait adalah penerbitan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan dilaksanakannya good corporate governance secara efektif. Selain itu, pemerintahan dan otoritas terkait harus mampu menjamin dan membuktikan bahwa penegakan hukum (law enforcement) dilakukan secara serius. Disisi lain, sebagai subjek good corporate governance, bank perlu menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan yang berlaku umum. Bank Indonesia menetapkan Peraturan Bank Indonesia mengenai penerapan prinsip-prinsip good corporate governance, bagi bank umum, yang mengatur ketentuan-ketentuan dan prosedur yang harus dilakukan bank umum, serta tanggung jawab dari dewan komisaris dan dewan direksi.


(51)

36

Terdapat dua faktor yang mendorong kesuksesan pelaksanaan good corporate governance :

1) Faktor Internal.

Faktor pendorong keberhasilan good corporate governance yang berasal dari dalam perusahaan, antara lain adanya budaya dan nilai perusahaan yang mendukung penerapan good corporate governance. Kultur dan nilai-nilai yang nyaman ini akan memberikan ruang gerak yang besar dan positif bagi direksi dan karyawan bank untuk memenej bank dengan tata kelola yang benar. Jika implementasinya selaras maka akan memberikan andil terbaik bagi bank yang dikelolanya.

2) Faktor eksternal.

Faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan yang memiliki pengaruh yang besar bagi perusahaan, antara lain sistem hukum yang baik, adanya dukungan dari sektor publik, lembaga, pemerintah, dukungan dari masyarakat, semangat anti korupsi pada lingkungan publik. Berbagai variabel eksternal ini tidak dapat dikendalikan (uncontrollable) sehingga yang perlu dilakukan adalah mendorong pemerintah Bank Indonesia menelurkan kebijakan yang pro bank. Sementara lembaga-lembaga semacam komisi pemberantasan korupsi diharapkan


(52)

37

dapat terus membantu operasional bank dalam mengunakan prinsip transparansi.

5. Dewan Direksi

Menurut Nation Committee For Corporate Governance (NCGG), kriteria kerangka kerja good corporate governance salah satunya adalah dewan direksi, yang dalam pemenuhan fungsinya ditugaskan dengan seluruh manajemen perusahaan. Untuk membantunya, dewan direksi dapat mengunakan prosedur yang telah digunakan, mengunakan professional independen atau komite khusus yang ada.

Komposisi dewan direksi harus mempertimbangkan efektivitas dan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Paling sedikit 20% anggota direksi harus direktur dari luar agar meningkatkan efektivitas peranan manajemen dan transparansi keputusan yang diambil jumlah direksi dari luar harus dapat menjamin bahwa suara mereka akan ikut menentukan keputusan penting dalam rapat direksi.

Allen dan Galce (2000) dalam beiner et al (2003:4) mengatakan bahwa dewan direksi merupakan mekanisme corporate governance yang penting karena dewan direksi dapat memastikan bahwa manajer mengikuti kepentingan dewan mereka juga menyarankan bahwa dewan direksi yang jumlahnya besar kurang efektif dari pada dewan yang jumlahnya. Hal ini karena jumlah dewan direksi yang besar


(53)

38

akan memperbesar permasalahan agensi. Perusahaan dengan jumlah dewan direksi yang besar akan membuat kinerja perusahaan semakin rendah. Mahmoud (2006:106) menyatakan bahwa dewan direksi perusahaan yang melakukan pemantauan perusahaan pada akhirnya aliran meningkatkan perusahaan.

Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun, pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota direksi tetap merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing anggota direksi termasuk direktur utama adalah setara.

Dalam kapasitas ini maka tugas pelaksanaan kepengurusan direksi adalah:

a) Melaksanakan kepatuhan bank terhadap peraturan perundang- undang yang berlaku bagi bank

b) Melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance pada semua lini organisasi bank

c) Melaksanakan penerapan prinsip mengenal nasabah sebagai tindakan untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang.


(54)

39

Agar pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:

a) Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.

b) Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya. c) Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan

agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha perusahaan.

d) Direksi mempertanggung jawabkan kepengurusannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Dewan Komisaris

Dewan komisaris memegang peranan penting dalam implementasi good corporate governance. Karena dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang bertugas untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dalam prakteknya, di Indonesia sering terjadi anggota dewan komisaris sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap dewan direksi. Dewan komisaris seringkali dianggap tidak


(55)

40

memiliki manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta bahwa banyak anggota dewan komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak menunjukan indepedensinya. Dalam banyak kasus komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas (Moh Wahyudin Zarkasih, 2008: 115).

Komisaris adalah wakil pemegang saham yang diangkat oleh pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan good corporate governance. Namun demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.

Pelaksanaan good corporate governance sangat dipengaruhi oleh dewan komisaris. Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Manajemen bertanggungjawab untuk meningkatkan efesiensi dan daya saing perusahaan sedangkan dewan komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen


(56)

41

maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Moh Wahyudin Zarkasih, 2008: 116)

Dewan komisaris memantau dan mengamati pengelolaan bank agar sejalan dengan strategi, tujuan serta kode etik dan pedoman tingkah laku. Selain mengevaluasi rencana kerja tahunan dan memandingkan kinerja bank dengan rencana kerja tersebut, dewan komisaris menelaah kebijakan-kebijakan, standar prosedur operasional produk-produk derivatif dan produk struktur serta perusahaan struktur organisasi bank. Dewan komisaris juga bertanggungjawab kepada seluruh pemegang saham atas cakupan dan aktivitas komite audit dalam mengevaluasi auditor independen. Dewan komisaris memiliki perwakilan pada beberapa komite internal dan empat anggotanya adalah komisaris independen yang bertugas memastikan diperhatikannya kepentingan seluruh pemegang saham.

Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris termasuk komisaris utama adalah setara. Tugas komisaris utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan dewan komisaris. Agar pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip yaitu Komposisi dewan komisaris harus memungkinkan keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen


(57)

42

Tugas-tugas utama dewan komisaris (OECD Principle of Corporate Governance)

a. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja kebijakan penggendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta memonitor penggunaan modal perusahaaan, investasi dan penjualan asset.

b. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan pengkajian anggota dewan direksi

c. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris termasuk penyalahgunaan asset perusahaan dan memanipulasi transaksi perusahaan. d. Memonitor pelaksanaan governance dan mengadakan

perubahan dimana yang dianggap perlu.

e. Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam perusaahaan.

7. Komisaris Independen

Menurut Indonesian Society of Independent Commissioner (ISICOM) komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan


(58)

43

komisaris lainnya lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.

Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah diatur dalam Code of Good Corporate Governance (KNKCG). Komisaris menurut kode tersebut, bertanggung jawab dan mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan yang dilakukan direksi, dan memberikan nasehat bilamana diperlukan. Anggota komisaris harus merupakan orang berkarakter baik dan mempunyai pengalaman yang relevan. Setiap anggota komisaris dan dewan komisaris harus menjalankan kewajibannya untuk kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Komisaris juga harus memastikan bahwa perusahaan menjalankan tanggungjawab sosialnya dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholders Sedangkan komposisi komisaris haruslah sedemikian rupa guna mencapai pengambilan keputusan yang cepat dan efektif, setidaknya 20% dari anggota komisaris harus merupakan komisaris independen dalam rangka meningkatkan efektivitas dan transparansi pertimbangan-pertimbangan komisaris. Komisaris independen harus independen dari direksi dan pemegang saham pengendali dan tidak mempunyai kepentingan yang dapat mempengaruhi kemampuan


(59)

44

mereka untuk menjalankan kewajiban secara adil atas nama perusahaan.

Keberadaan komisaris independen diatur dalam ketentuan peraturan pencatatan Bursa Efek Indonesia Nomor 1 tentang ketentuan Umum pencatatan Efek bersifat ekuitas di bursa yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Bank yang tercatat di Bursa Efek Indonesia wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris sekurang kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota komisaris.

Fama dan Jensen (1983) dalam Arif dkk (200:7-8) menyatakan komisaris indpenden dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawali kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar terciptanya perusahaan yang Good Corporate Governance.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Boediono (2005) dalam Darwis (2009:423) yang menyatakan komposisi dewan komisaris dalam membersihkan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan


(60)

45

terhindar dari kekurangan laporan kekayaan, melalui peranan dewan komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap operasional perusahaan. Sehingga diharapkan para eksekutif akan bertindak untuk kepentingan pemilik dan mendapatkan reaksi positif oleh pasar (investor), karena kepentingan investor akan dapat dilindungi.

Adapun persyaratan menjadi komisaris independen adalah sebagai berikut:

a) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan

b) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan

c) Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lain yang afiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan

d) Memahami peraturan perundang undangan di bidang pasar modal e) Diusulkan oleh pemegang saham dan dipilih oleh pemegang saham yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam rapat umum pemegang saham.

Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik didalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada


(61)

46

direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan. (Ndaruningpur Wulandari, 2006:5).

8. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial merupakan perwujudan atas prinsip transparansi (Juniarti dan Agnos, 2009:89). Kepemilikan manajerial dapat diartikan sebagai proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang setara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Pujianti dan Erman,2009:2). Teori keagenan memunculkan argumentasi terhadap adanya konflik antara pemilik dan manajer sebagai akibat perbedaan kepentingan diantara keduanya dan kepemilikan manajerial (insider) dianggap sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi konflik tersebut.

Kewajiban pemegang saham sebagai pendiri bank umum terkait dengan good corporate governance meliputi hal-hak sebagai berikut :

a) Perizinan Usaha

Pemegang saham pendiri dalam mendirikan bank harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari dewan Gubernur Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 3 peraturan Bank Indonesia. Untuk memperoleh persetujuan prinsip pendirian bank, permohonan harus diajukan sekurang-kurangnya oleh satu calon pemilik atau pemegang saham bank kepada Dewan Gubernur


(62)

47

Bank Indonesia Setelah diperoleh persetujuan prinsip, bank mengajukan permohonan izin usaha kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.

b) Penyediaan modal

Bagi bank yang baru, sesuai dengan pasal 4 peraturan Bank Indonesia No 2/7/PBI/2000 modal minimum dalam mendirikan bank umum yamg harus disetorkan oleh pemegang saham sendiri ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga triliyun rupiah) dan setoran modal ini dalam bentuk setoran tunai diluar setoran dalam lain yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi bank umum yang sudah beroperasi dan modal yang disetorkan belum mencapai ketenuan Pelangaran terhadap ketentuan tentang permodalan bank ini akan dikenakan saksi administratif oleh Bank Indonesia. Pada saat bank sudah beroperasi, maka perlu diperhatikan rasio kecukupan modal terhadap dan pihak ketiga. Bank Indonesia akan selalu mengadakan pemantauan secara berkala terhadap tingkat Current Asset Ratio dari setiap bank. Pelanggaran terhadap ketentuan tingkat minimum Current Asset Ratio yang diijinkan juga diancam dengan sanksi administratif.


(63)

48

Dalam rangka panjang, pilar kesatu Arsitektur Perbankan Indonesia memuat program penguatan stuktur perbankan nasional yang menetapkan suatu blue print penguatan stuktur permodalan bank Indonesia, sehingga dalam sepuluh sampai lima belas tahun mendatang akan mengarah pada terciptanya stuktur perbankan yang lebih optimal, yaitu terdapatnya:

1) 2 sampai 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi diwilayah internasional serata memiliki modal di atas Rp 50 Triliyun; 2) 3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan luas dan

beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp 10 Triliyun sampai dengan Rp 50 Triliyun;

3) 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki modal antara Rp 100 Milyar sampai dengan Rp 10 Triliyun; 4) Bank perkreditan Rakyat dan bank dengan kegiatan usaha

terbatas yamg memiliki modal dibawah Rp 100 Milyar.

c) Penunjukan Komisaris dan Direksi

Disamping permodalan yang kuat, bank perlu didukung oleh pengurus yang layak dan patut untuk mengelola bank secara sehat.


(64)

49

Oleh karena itu proses seleksi direksi dan komisaris bank dilakukan dengan penilaian kemampuan Faktor-faktor yang dinilai, tata cara penilaian dan hasil penilaian juga diatur dalam peraturan bank Indonesia ini.

Secara umum persyaratan untuk mengikuti uji kemampuan dan kepatuhan bagi calon direksi dan komisaris bank adalah integritas ynag baik, mempunyai kemampuan dibidang perbankan dan tidak pernah dinyatakan pailit atau terlibat kredit macet. Selain itu pemegang saham haruslah mengajukan minimum dua orang calon yang akan diuji untuk tiap jabatan .

Dari jumlah komisaris yang diangkat sekurang-kurangnya 50% anggota komisaris adalah komisaris independen. Anggota komisaris hanya diperkenankan merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris direksi atau pejabat eksekutif pada satu lembaga perusahaan bukan lembaga keuangan. Selain itu anggota dewan komisaris dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan sama anggota dewan komisaris atau anggota direksi.

Direktur utama atau presiden direktur wajib berasal dari pihak dari yang independen terhadap pemegang saham pengendali. Dengan itu direksi dilarang mempunyai jabatan rangkap sebagai sebagai aggota komisaris, direksi atau pejabat eksekutif pada bank atau lembaga lainnya. Apabila pemegang saham juga merangkap jabatan sebagai


(65)

50

direksi, maka secara sendiri-sendiri atau bersama-sama jumlah kepemilikan saham tersebut tidak oleh melebihi 25% dari jumlah modal yang disetor. Anggota direksi juga dilarang saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan anggota direksi lainnya, maupun dengan anggota dewan komisaris.

C. Kinerja Perbankan

Kinerja keuangan perbankan merupakan elemen pentting dalam mengukur tingkat keberhasilan corporate governance. Melalui penilaian kinerja keuangan manajer dapat menentukan stuktur keuangan perusahaan lebih baik. Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan informasi keuangan khususnya sebagai penilaian kinerja keuangan, alat pengukur kinerja keuangan dalam penelitian ini mengunakan profitabilitas yaitu return of asset.

Kinerja bank merupakan hal penting yang harus di capai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang harus diharapkan standar perilaku


(66)

51

dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam angggaran (Anita Febryani dkk., 2003: 8).

Pernyataan tersebut juga didukung penelitian yang dilakukan oleh komsmindu yang menyatakan bahwa kinerja bank merupakan salah satu faktor utama yang harus diperhatikan oleh manajemen bank karena mengindikasi tingkat kesehatan bank yang dapat dilihat dari produktifitas asset. Maksud dari pernyataan tersebut sehat atau tidaknya suatu bank dapat diukur dari besarnya laba yang diperoleh bank tersebut. Tingkat kesehatan bank dalam meningkatkan pendapatannya tentunya dengan meningkatkan produktifitas asset semakin tinggi tingkat profit dari bank yang menggambarkan tingkat kesehatan yang baik. Struktur pasar keuangan, kondisi ekonomi Negara hukum dan politik lingkungan semua dapat mempengaruhi kinerja bank dalam penelitian yang dilakukan oleh kosmidou, dua faktor utama yang diteliti untuk eksternal yaitu : kondisi makro ekonomi (Gros Domestic Product dan Inflasi) dan indikator struktur keuangan perbankan juga pasar saham (stock market capitalization dan concentration). Dua faktor utama yang diteliti untuk eksternal yaitu : kondisi makro ekonomi (Gross domestik product inflasi) dan indikator struktur keuangan perbankan juga pasar saham (stock market capitalization dan concentration ).

Tingkat kesehatan bank menggambarkan kondisi keuangan dan seberapa baik tersebut melakukan manajemen yang dapat diukur dari


(67)

52

profit bank yang dapat di hitung dengan beberapa cara. Return on Asset yang digunakan untuk mengukur kemampuan asset bank dalam mamperoleh keuntungan.

Slamet Riyadi (2006: 34), Return Of Asset adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total Asset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.

Menurut Philip E, Fees, C. Rollin dan Carl S. Waren (1995 : 219) “Profitabilitas adalah kemampuan suatu kesatuan usaha (entity) untuk memperoleh laba.”

Suad husnan (1993 : 70) Profitabilitas adalah hasil bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan rasio ini memberikan jawaban akhir tentang seberapa efektif perusahaan dikelola.”

Rasio profitabilitas menurut Sofyan Syafri harahap (1999 : 304) adalah kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan sumber yang ada seperti kas, penjualan, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya.

Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002 : 73)

“Rasio profitabilitas dimaksudnya untuk mengukur efisiensi pengunaan aktiva penggunaan aktiva perusahaan atau mungkin sekelompok aktiva perusahaan.


(68)

53

Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensional sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan dimasa depan.

Profitabilitas bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Perhatian pada profitabilitas perlu ditekankan, karena untuk dapat melangsungkan hidupnya suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan menguntungkan. Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi para kreditur, pemilik perusahaan dan terutama sekali pihak manajemen perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan ini, karena disadari betul betapa pentingnya arti keuntungan bagi masa depan perusahan (Lukman Syamsudin, 2002 : 19)

Rasio ini mengambarkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan neto.

Bentuk paling mudah dari analisis profitabilitas adalah menghubungkan laba bersih (Pendapatan Bersih) dengan aktiva total dineraca (Erich A Helfert, 1993:30)

Return Of Asset adalah satu bentuk profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.


(1)

99 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk meneliti lebih jauh tentang masalah yang berkaitan dengan good corporate governance


(2)

100 DAFTAR PUSTAKA

.

Alijoyo, Antonius, “Komisaris Independen Pengerak Praktik GCG di Perusahaan”. Indeks kelompok Gramedia , Jakarta, 2004.

Ariyoto, Kresnohadi, “Good Corporate Governance dan Konsep Penegakannya di BUMN”, Jurnal Usahawan NO 18 TH XXIX

Oktober 2000.

Budi S, Wasis, “Agency Theori Versus Stewardship Theory”, Media Audiator, 19 Oktober 2008.

Christian, Yulius Jogi, “Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol 9, No.1,

2007.

Daniri, Mas Achmad, “Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapan dalam Konteks Indonesia”, Triexs Triamarindo, Jakarta, 2005.

Darmawati , “Good Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu Studi empiris”, Jurnal Keuangan dan Bisnis, vol 5 No 1 April 2003,47

Darmawati, “Corporate Governance Dan Manajemen Laba: Suatu Studi Empiris”, Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Vol 5 No 1 A, April 2003. Faris, Muhammad, “Pengaruh karakteristik Perusahaan dengan Faktor

Regulasi sebagai Variabel Kontrol Terhadap Kualitas Good Corporate Governance Perusahaan”, Jurnal Ekonomi Bisnis dan

Akuntansi Volume 10 No 2, Agustus, 2007.

Firdaus, Muhammad, “Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif, Bumi Aksara, Jakarta, 2004.

Gugler, Klaus, “Corporate Governance, Dividend Payout Policy, and The Interrelation Between Devidends, R&D, and Capital Investement”,

Journal of Banking & Finance 27 (2003) 1297-1321.

Hamid, Abdul, “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. FEIS Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta , 2007.


(3)

101 Herwidayatmo, “Implementasi Good Corporation Govenance untuk Perusahaan Publik Indonesia”, Usahawan No 10 TH XXIX Oktober

2000.

Kaihatu, Thomas, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”, Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol 8 No 1 Maret 2006.

Moeljono, Djokosantoso, “Good Corporate Cultur”, Benefit, Vol No 2,

Desember 2005.

Prasetyantoko, “Corporaete Governance; Pendekatan Institusional”,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.

Priambodo, R Erwin, “Penerapan Good Corporate Governance Sebagai Landasan Kinerja Perbankan Nasional”, Usahawan No. 4 tahun XXXVI, Mei 2007.

Ramli,.“Teori Stewardship: Konsep Dasar Good Corporate Governance”,

Jurnal Market Volume 1 No 2 , Sumatera Utara, Oktober 2005. Retnadi, Djoko, “Memilih Bank yang Sehat”, Gramedia, Jakarta 2006.

Ropik, Haban, “Penerapan Unsur Good Corporate Governance Dalam Mencegah Kejahatan Perbankan di Indonesia”, Jurnal Hukum YARSI, Vol.3 No.3, November 2006.

Santoso, singgih, “Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16”, Alex komputendi, Jakarta, 2008.

Sayidah, Nur, “Pengaruh Kualitas Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik (Studi Kasus Peringkat 10 Besar CGPI Tahun 2003, 2004, 2005), Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol 11 No, Juni 2007. Sedarmayanti, “Good Governance: Kepemerintahan yang Baik”, Mandar

Maju, Bandung, 2007.

Siamat, Dahlan, “Manajemen Lembaga Keuangan”, Lembaga Penerbit FEUI,

Jakarta, 2004.

Sudharmono, Johny, “Be G2C Good Governed Company”, Alex komputendi, Jakarta, 2008.


(4)

102 Susilo, J leo, “Good Corporate Governance pada bank”, PT hikayat Dunia,

Bandung, 2007.

Sutojo, Siswanto, E. John Aldrigdge. “Tata Kelola perusahaan yang sehat”, Damar Mulia Pustaka, Jakarta,2005.

Syakhroza, Akmad, “Bagaimana Mengukur Kinerja Terciptanya Good Corporate Governance”, Usahawan No.19 Tahun XXIX, Oktober 2007.

Taswan,“Manajemen Perbankan”, YKPN, Yogyakarta, 2010.

Tunggal, Amin widjaya, “Tata kelola Perusahaan Teori dan kasus”, Han

Varindo, Jakarta, 2008.

Wahyudin, Zarkasih, Muhammad, “Good Corporate Governance”, AlFabet,

Bandung, 2008.

Winarno, Wahyu Wings, “Analisis Ekonometrik dan Statistik Dengan Eviews”, YKPN, Yogyakarta, 2007

Wook Joh, Sung, “Corporate Governance and Firm Profitaility Evidence From Korea Before the Economic Crisis”, Journal Of Financial

Economics 68 (2003) 287-322.

Wulandari, Ndaruningpuri, “Pengaruh Indikator Mekanisme Corporate Governance Terhadap kinerja Perusahaan Publik Indonesia”, Fokus

Ekonomi vol 1, No, Semarang, Desember 2006.

Yanti, Ardianti Aloysi, “Manajemen Laba dan Corporate Governance : Peran dewan Komisaris dan Komite Audit”, Jurnal keuangan dan Bisnis vol 2, No 2 ,Oktober, 2004.


(5)

103 Lampiran 1 Hasil Uji Autokorelasi

Dependent Variable: Kin_per Method: Least Squares Date: 04/19/12 Time: 10:46 Sample: 1 60

Included observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.249275 0.519793 -0.479565 0.6334 Dew_dirk 0.139895 0.065367 2.140144 0.0368 Dew_kom 0.008318 0.098383 0.084542 0.9329 Kom_Indep 2.790039 1.317880 2.117066 0.0388 Kep_manj 0.825225 0.232859 3.543883 0.0008 R-squared 0.400149 Mean dependent var 2.117667 Adjusted R-squared 0.356523 S.D. dependent var 0.911455 S.E. of regression 0.731142 Akaike info criterion 2.291237 Sum squared resid 29.40127 Schwarz criterion 2.465766 Log likelihood -63.73711 F-statistic 9.172354 Durbin-Watson stat 1.800230 Prob(F-statistic) 0.000009


(6)

104 Lampiran 2 Hasil Uji Heteroskedasticity

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.619940 Probability 0.142347 Obs*R-squared 12.15724 Probability 0.144325

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/24/12 Time: 11:17 Sample: 1 60

Included observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -1.024248 2.589588 -0.395525 0.6941 Dew_dirk -0.633682 0.280572 -2.258540 0.0282 Dew_dirk^2 0.035527 0.018462 1.924289 0.0599 Dew_Kom -0.084226 0.445068 -0.189244 0.8507 Dew_Kom^2 0.008961 0.039017 0.229678 0.8193 Kom_Indep 19.89852 13.36957 1.488344 0.1428 Kom_Indep^2 -22.60927 16.09858 -1.404427 0.1663 Kep_Manj 0.193111 0.653573 0.295469 0.7688 Kep_Manj^2 -0.324347 0.443845 -0.730765 0.4683 R-squared 0.202621 Mean dependent var 0.490021 Adjusted R-squared 0.077542 S.D. dependent var 0.671149 S.E. of regression 0.644603 Akaike info criterion 2.097117 Sum squared resid 21.19117 Schwarz criterion 2.411269 Log likelihood -53.91352 F-statistic 1.619940 Durbin-Watson stat 2.413615 Prob(F-statistic) 0.142347