5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Polycystic Ovary Syndrome
Polycystic ovary syndrome PCOS atau Sindroma Ovarium Polikistik SOPK adalah kelainan endokrin yang sangat umum terjadi pada wanita dalam masa reproduksi. Walaupun
begitu, sindrom ini paling banyak diperdebatkan dan menimbulkan pendapat-pendapat yang kontroversial dalam bidang Ginekologi Endokrinologi dan Reproduksi. Belum ada definisi
PCOS yang dapat diterima secara internasional, dan kriteria untuk mendiagnosanya harus dibakukan terlebih dahulu. Kesulitan ini menggambarkan adanya karakteristik interna
tertentu pada sindrom ini. Dalam kenyataan, gejala-gejala sindrom ini juga beragam dan sangat bervariasi. Lagi pula, penemuan laboratorium dan radiologi sering dijumpai dalam
batas normal sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan suatu batasan yang dapat diterima secara umum untuk pemakaian dalam praktek klinik.
3
Dalam bentuk klasiknya, PCOS digambarkan dengan adanya anovulasi kronik 80, menses yang irregular 80
dan hiperandrogen yang dapat disertai dengan hirsutism 60, acne 30, seborrhea dan obesiti 40.
Gambaran klinik dan patologi dari ovarium polikistik atau mikropolikistik pertama kali di deskripsikan oleh Antonio Vallisneri pada tahun 1721. Tetapi sindrom ini sendiri di
perkenalkan jauh setelah itu oleh Stein dan Leventhal pada tahun 1935 berdasarkan observasi mereka terhadap gejala-gejala yang terdiri dari amenorrhea, hirsutism dan obesiti pada wanita
yang ovarium nya membesar dengan kista folikel yang banyak dan penebalan fibrotik dari tunica albuginea dan cortical stroma.
Dalam kenyataan bahwa gambaran ovarium polikistik juga banyak terdapat pada wanita yang sama sekali normal dan tidak ada kelainan fenotipe
ovarium danatau endokrin.
8
Singkatnya, sangatlah mudah dilihat mengapa jarang adanya konsensus tentang kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosa PCOS.
2.1.1 Definisi
Definisi yang paling dapat diterima secara internasional pada saat ini seperti yang diadopsi pada tahun 2003 oleh European Society for Human Reproduction dan Embryology and the
American Society for Reproductive Medicine, yang dikenal dengan ESHREASRM Rotterdam consensus.
2
Dalam konsensus ini diperlukan adanya dua dari tiga kriteria diagnosa yaitu :
Universitas Sumatera Utara
6 a Oligoanovulation
b Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia c Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG 12 atau lebih
folikel-folikel dengan ukuran diameter antara 2-9 mm danatau peningkatan volume ovarium 10 ml.
Selain kriteria di atas, etiologi lain seperti Cushing Syndrome, androgen producing tumours dan Congenital adrenal hyperplasia harus di singkirkan.
- Oligoanovulation : ovulasi yang terjadi kurang dari satu kali dalam 35 hari. - Hiperandrogenism : tanda-tanda klinik yang meliputi hirsutism, acne, alopecia male-
pattern balding dan virilisasi yang nyata. Indikator biokimia meliputi meningkatnya konsentrasi total testosterone dan androstendione dan meningkatnya free androgen
index yang diukur dengan membandingkan total testosterone dan sex hormone binding globulin SHBG. Akan tetapi, pengukuran petanda biokimia untuk
hiperandrogenism sering memberikan hasil yang tidak konsisten, hal ini disebabkan oleh pemakaian berbagai metode yang berbeda.
- Ovarium polikistik : adanya 12 atau lebih folikel dalam salah satu ovarium dengan ukuran diameter 2-9 mm danatau meningkatnya volume ovarium 10 ml.
Menurut kriteria Rotterdam diagnostic ini, kebanyakan wanita dengan PCOS dapat didiagnosa tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium.
Gambar 1. Pengukuran diameter tiga dimensi dari ovarium untuk menghitung volume Dikutip dari Speca S
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.2 Prevalensi
PCOS adalah kelainan endokrin wanita yang paling sering dijumpai, yang melibatkan 5-10 dari wanita dalam masa reproduksi. Walaupun ovarium polikistik dapat ditemukan dalam
20 populasi wanita, hal ini tidak harus menimbulkan gejala klinik seperti PCOS, akan tetapi dalam perjalanannya akan menimbulkan gejala klinik bila diprovokasi oleh kenaikan berat
badan atau resisten terhadap insulin. PCOS berkaitan dengan 75 dari seluruh kelainan anovulasi yang menyebabkan infertility, 90 dari wanita dengan oligomenorrhoea, lebih dari
90 dengan hirsutism dan lebih dari 80 dengan acne yang persisten.
8,9
2.1.3 Etiologi