Beberapa hal tentang Hukum perjanjian pada umumnya.

46

BAB III PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN DARI ISI PERJANJIAN

PENYEWAAN LAHAN TANAH GABION BELAWAN ANTARA PERUM PRASARANA PERIKANAN DENGAN PIHAK PENYEWA A. Tata Cara Dan Ketentuan penyewaan Lahan Tanah Oleh PERUM Prasarana Perikanan Samudera Cabang Belawan dengan Pihak Penyewa

1. Beberapa hal tentang Hukum perjanjian pada umumnya.

Perjanjian merupakan sumber perikatan atau dengan kata lain perikatan biasa lahir dari perjanjian. Perjanjian sebagai sumber perikatan, diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antar dua orang tersebut yang dinamakan perikataan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan karenanya perjanjian adalah sumber perikatan. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan karena dua pihak itu setuju untuk melakukan semata. 46 Sinonim kata perjanjian adalah persetujuan, perbuatan hukum dua pihak, karena untuk adanya perjanjian paling sedikit harus ada dua pihak yang setuju untuk melakukan sesuatu, dalam arti bahwa adanya persetujuan dari dua pihak tersebut untuk melakukan sesuatu menimbulkan perbuatan hukum. Menurut Wirjono Prodjodikoro Meskipun suatu perjanjian verbintenis adalah mengenai suatu benda, perjanjian itu tetap merupakan perhubungan hukum antara orang dan orang, 46 R.Subekti, Op.Cit, hal.1 46 Universitas Sumatera Utara 47 lebih tegas lagi antara seorang tertentu dan orang lain tertentu, berdasarkan atas suatu janji, berwajib melakukan sesuatu hal, dan orang lain tertentu berhak menuntut pelaksanaan kewajiban itu. 47 Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perjanjian merupakan perhubungan hukum antara dua orang atau lebih, perjanjian menimbulkan dan berisi ketentuan- ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak atau dengan kata lain perjanjian berisi perikatan dan sebenarnya perjanjian adalah sekelompoksekumpulan perikatan- perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian. J. Satrio mengibaratkan bahwa kalau masing-masing perikatan adalah onderdilnya, maka keseluruhan perikatan merupakan mobilnya dan keseluruhan perikatan mempunyai hubungan satu sama lain dinamakan perjanjian. 48 Meskipun perjanjian Overeenkomst sering dibedakan dengan perikatan verbintenis namun Yahya Harahap menyamakan antara perjanjian dengan perikatan sebagai berikut : Perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak lain untuk menunaikan prestasi. 49 R.Subekti memberi pengertian perikatan sebagai suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban memenuhi kewajiban itu. 50 47 Wirjono Prodjodikoro, Asas – asas Hukum Perjanjian, Mandar maju, Bandung, 2000, hal.7 48 J. Satrio, Hukum Perjanjian Perjanjian Pada Umumnya , Alumni, Bandung, 1993, hal.3-4 49 ibid 50 R. Subekti, Op. Cit, hal.4 Universitas Sumatera Utara 48 Menurut J.Satrio, perikatan dapat dirumuskan sebagai hubungan hukum antara dua pihak dimana di satu pihak ada hak dilain pihak ada kewajiban. 51 Sementara didalam pasal 1313 KUH Perdata disebutkan tentang pengertian suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam ilmu hukum perjanjian merupakan salah satu bentuk perbuatan hukum,yakni perbuatan hukum bersegi dua. Menurut Utrech, suatu perbuatan yang bersegi dua adalah tiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dua subjek hukum dua pihak atau lebih. Tipe perbuatan hukum yang bersegi dua adalah suatu perjanjian overeenkomst. 52 Dikenal adanya perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama, perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri yang dikelompokkan sebagai perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual-beli, sewa-menyewa dan tukar menukar, sedangkan perjanjian yang tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dalam Undang-undang dan jumlahnya tidak terbatas. Tentang perjanjian bernama yang dalam KUH Perdata diantaranya perjanjian sewa menyewa, didalam pasal 1548 KUH Perdata disebutkan bahwa sewa-menyewa ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu 51 J.Satrio, Op. Cit, hal.4 52 Utrech , Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1953, hal1 Universitas Sumatera Utara 49 waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga , yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Suatu perjanjian dapat terjadi dalam bentuk tertulis maupun lisan, perjanjian tertulis juga bisa dibawah tangan dan bisa secara otentik, bentuk perjanjian tidak pengaruh pada keabsahan perjanjian, perjanjian sudah sah asalkan syarat materilnya sudah terpenuhi, hal ini berlaku pada semua jenis perjanjian, termasuk perjanjian sewa-menyewa. Dalam KUH Perdata tidak ditentukan bentuk perjanjian sewa-menyewa, namun dalam bentuknya perjanjian sewa – menyewa bisa terjadi dalam bentuk tertulis dan tidak tertulis lisan. M.Yahya mengatakan bahwa, sewa menyewa merupakan perjanjian konsensual yang bebas bentuknya. Boleh dibuat dengan persetujuan lisan maupun tertulis. 53 Berkaitan dengan perjanjian sewa-menyewa dalam bentuk tertulis, di dalam KUH Perdata juga tidak ditemui kewajiban bentuk tertulis, hukum memberikan konsekuensi berbeda terhadap perbedaan-penggunaan bentuk perjanjian sewa tertulis dan sewa secara lisan. Jika perjanjian sewa-menyewa itu diadakan secara tertulis, maka sewa itu akan berlangsung sampai waktu yang ditentukan dalam perjanjian berakhir, secara otomatis perjanjian itu berakhir tanpa diperlukan suatu pemberitahuan pemberhentian untuk itu. Akan tetapi, jika perjanjian sewa-menyewa itu dibuat secara lisan, maka sewa tidak berakhir secara otomatis pada waktu yang 53 M.Yahya Harahap, Segi – segi Hukum Perjanjian , Alumni, Bandung, 1986, hal. 222 Universitas Sumatera Utara 50 ditentukan, melainkan perlu ada tindakan pemilik barang untuk mengakhiri sewa tersebut dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada penyewa bahwa ia hendak mengakhiri sewanya. Pemberitahuan tersebut harus dilakukan dengan mengindahkan jangka waktu yang diharuskan oleh kebiasaan setempat. Jika tidak ada pemberitahuan seperti itu maka harus dianggap bahwa sewa-menyewa diperpanjang untuk waktu yang sama. Karenanya tidak ada keharusan perjanjian sewa-menyewa dibuat dalam bentuk tertulis maupun secara lisan, pilihan pada satu bentuk tersebut akan mempunyai konsekuensi masing-masing. 54 Suatu perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis maka akan lebih bisa memberikan kepastian hukum kalau kemudian ada persoalan hukum dalam pelaksanaan perjanjian dimaksud, karena segala sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian sewa-menyewa tersedia dalam bentuk tertulis, nyata buktinya, sebaliknya kalau perjanjian dibuat secara lisan, maka akan berkonsekuensi tidak terjaminnya kepastian hukum diantara para pihak apabila timbul persoalan, karena tidak ada bukti tertulis dan kesulitan dalam menghadirkan saksi. Selanjutnya KUH Perdata dalam Buku Ketiga tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian, dalam hal ini KUH Perdata mempersamakan perjanjian itu dengan kontrak, meskipun sebuah perjanjian belumlah tentu dalam bentuk tertulis, karena diketahui sebuah perjanjian itu bisa dilakukan dengan bentuk tertulis maupun lisan, namun sebuah kontrak itu sendiri ciri utamanya adalah dalam bentuk tulisan yang memuat persetujuan dari para pihak, lengkap dengan syarat- 54 Ibid Universitas Sumatera Utara 51 syarat, serta yang berfungsi sebagai alat bukti tentang telah terjadinya kesepakatan mengenai adanya kewajiban dari para pihak yang telah sepakat. Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 55 Hukum benda mempunyai suatu sistem tertutup, sedangkan hukum perjanjian menganut sistem terbuka, artinya macam-macam hak atas benda adalah terbatas dan peraturan-peraturan yang mengenai hak-hak atas itu bersifat memaksa. Sedangkan hukuman perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.Pasal-pasal dalam hukum perjanjian merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian, mereka boleh membuat ketentuan-ketentuan sendiri dan boleh mengatur sendiri kepentingan mereka dalam perjanjian-perjanjian yang mereka adakan itu. Karakteristik kontrak sebagai sebuah perjanjian antara dua pihak menganut system terbuka dalam pengertian setiap orang boleh mengadakan perjanjian mengenai apa saja asalkan tidak melanggar Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem terbuka mengandung asas kebebasan membuat perjanjian, yang berisi apa saja atau tentang apa saja dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya, 55 Ahmadi miru, Op.Cit , hal.10 Universitas Sumatera Utara 52 maknanya kita diperbolehkan membuat undang-undang atau ketentuan-ketentuan sendiri dalam perjanjian yang kita adakan, pasal-pasal dalam hukum perjanjian hanya berlaku apabila atau sekedar tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjian yang dibuat. Menurut Herlien, janji antara para pihak hanya akan dianggap mengikat sepanjang dilandasi pada asas adanya keseimbangan hubungan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum atau adanya keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak sebagaimana masing - masing pihak mengharapkannya. 56 Pelaksanaan perjanjian sewa lahan tanah yang terjadi antara pihak PERUM dengan pihak penyewa dilandasi adanya kepentingan pihak penyewa yang menginginkan lahan tanah bagi usahanya,dan kepentingan PERUM sebagai Badan Usaha Milik Negara untuk melakukan pengelolaan bagi pemasukan kas Negara. Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang – undang bagi para pihak. 57 Maknanya, kepentingan pihak PERUM selaku pemegang hak pengelolaan tanah untuk disewakan pada penyewa telah dituangkan dalam isi perjanjian yang disepakati pihak penyewa , meski sejatinya isi perjanjian itu memuat ketentuan sepihak PERUM namun dengan persetujuan penyewa atas isi yang termuat dalam perjanjian yang telah baku itu telah mengikatkan kedua pihak dalam hubungan 56 Herlien Budiono, Azas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia,Bandung, Citra Aditya Bakti , 2006, hal. 305 57 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Bisnis,Alumni , Bandung, 1994, hal. 42 - 44 Universitas Sumatera Utara 53 hukum yang berimbas sebagai hukum bagi keduanya,pengertiannya perjanjian yang disepakati itu telah menjadi hukum yang menuntut jaminan pelaksanaannya sehingga ada kepastian hukum bagi keduanya. Kontrak bersifat konsensuil, artinya perjanjian kontrak itu terjadi sejak saat terjadinya kata sepakat diantara para pihak mengenai pokok perjanjian, mengenai ketentuan yang mengatur mengenai konsensualitas dapat dilihat dari syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Sepakat merupakan pertemuan antara dua kehendak, persetujuan kehendak antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat, pokok perjanjian itu berupa obyek perjanjian dan syarat – syarat perjanjian, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu secara timbal balik. Batasan kata sepakat ini adalah dalam pengertian tidak ada cacat kehendak atas kekhilafan, paksaan dwang, dan penipuan Pasal 1321,1322 dan 1328 KUH Perdata. Dikatakan tidak ada paksaan, apabila orang melakukan perbuatan ini tidak berada dibawah ancaman, baik dengan kekerasan jasmani maupun dengan upaya yang bersifat menakut-nakuti, misalnya akan membuka rahasia, sehingga dengan demikian orang ini terpaksa menyetujui perjanjian itu Pasal 1324 KUH Perdata. Dikatakan tidak ada kesilapan atau kekeliruan atau kesesatan, apabila salah satu pihak tidak silap tentang hal pokok yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat penting barang yang menjadi objek perjanjian atau mengenai orang dengan siapa Universitas Sumatera Utara 54 diadakan perjanjian itu. Kesilapan itu harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak silap mengenai hal itu, ia tidak akan setuju. Dikatakan tidak ada penipuan, apabila tidak ada tindakan penipuan menurut undang-undang Pasal 378 KUH Perdata. Dikatakan menipu menurut pengertian undang-undang ialah dengan sengaja melakukan tipu muslihat, dengan memberikan keterangan palsu dan tidak benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui Pasal 1328 KUH Perdata. Akibat hukum tidak ada persetujuan kehendak karena paksaan, kesilapan, penipuan ialah bahwa perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim voidable. Pihak-pihak dikatakan telah sepakat dalam perjanjian apabila mereka memang menghendaki apa yang disepakati.Disini sepakat sebenarnya merupakan pertemuan antara dua kehendak, Kehendak itu harus saling bertemu dan untuk saling bertemu harus dinyatakan. Pernyataan kehendak itu harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya akibat hukum, namun adakalanya tidak ada persesuaian antara pernyataan dengan kehendak, ada tiga teori yang menjawab ketidaksesuaian antara kehendak dan pernyataan, yaitu : 58 1. Teori kehendak wilstheorie Menurut teori kehendak, perjanjian itu terjadi apabila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi ketidakwajaran, kehendaklah yang meyebabkan terjadinya perjanjian.Kelemahan teori ini menimbulkan kesulitan apabila tidak ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan. 58 H.Salim HS, Op.Cit, hal. 26 – 27 Universitas Sumatera Utara 55 2. Teori Pernyataan Verklaringstheorie Menurut teori ini kehendak merupakan proses bathiniah yang tidak diketahui oleh orang lain.Jadi yang menyebabkan perjanjian adalah pernyataan.Jika terjadi perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi.Dalam prakteknya menimbulkan kesulitan , karena apa yang dinyatakan berbeda dengan yang dikehendaki . 3. Teori kepercayaan vetrouwenstheorie Menurut teori ini tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian, dalam arti pernyataan itu benar-benar dikehendaki. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Pada asasnya setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian, kecuali oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. Mereka yang dinyatakan tidak cakap, orang yang belum dewasa, belum 18 tahun, belum menikah dan mereka yang berada dibawah pengampuan curatele, sedangkan menurut KUH Perdata Pasal 1330 menyebutkan orang yang tidak cakap adalah orang yang belum dewasa, orang yang ditempatkan dibawah pengampuan dan orang yang dinyatakan dilarang oleh undang – undang untuk melakukan perbuatan tertentu. Kesepakatan dan kecakapan adalah syarat subjektif dalam sahnya perjanjian yang apabila tidak terpenuhi dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Dalam tiap Perjanjian ada dua macam subjek, yaitu seorang manusia atau Badan Hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu dan kedua seorang Universitas Sumatera Utara 56 manusia atau suatu Badan Hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban. Didalam ketentuan UUPA subjek hak sewa, tentang hal ini Pasal 45 menentukan yang dapat menjadi pemegang hak sewa adalah ; 1. Warga Negara 2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia 3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 4. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. c. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan objek perjanjian atau pokok perjanjian, karena objek perjanjian haruslah tertentu atau setidak-tidaknya dapat ditentukan, meskipun ketentuan undang-undang menentukan bahwa barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi objek perjanjian Pasal 1333 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Dalam Pasal 1334 KUH Perdata dinyatakan bahwa kebendaan yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Dengan demikian, syarat mengenai hal tertentu ini merupakan suatu bentuk penegasan bahwa dalam suatu perjanjian, hanya seorang yang dapat berbuat bebas dengan kebendaan yang menjadi pokok perjanjian saja yang dapat membuat perjanjian yang mengikat kebendaan tersebut, jika barang tersebut musnah atau hilang atau sama sekali tidak diketahui Universitas Sumatera Utara 57 apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatan. Dengan demikian jelaslah bahwa tanpa adanya kebendaan tertentu yang menjadi objek perjanjian, prestasi atau kewajiban atas pemenuhannya tidak ada, oleh karenanya tidak ada perikatan atau perjanjian. d. Sebab yang halal Syarat objektif yang kedua yang menjadi syarat sahnya perjanjian yang harus ada karena bila tidak terpenuhi maka perjanjian ini dianggap tidak ada atau batal demi hukum bahwa perjanjian itu harus memenuhi sebab yang halal. Pasal 1335 KUH Perdata menyebutkan sebab yang halal adalah : 1. Bukan tanpa sebab 2. Bukan sebab yang palsu 3. Bukan sebab terlarang Maknanya adalah bahwa isi dari perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang ketertiban umum dan kesusilaan, sebab dikatakan palsu apabila diadakan untuk menutupi sebab yang sebenarnya, sedangkan sebab yang dikatakan terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.Objek persetujuan sewa menyewapun meliputi segala jenis benda, baik atas benda berwujud, tak berwujud, benda bergerak dan tidak bergerak. jadi objek sewa-menyewa benda dapat dipersewakan, kecuali benda-benda yang berada diluar perniagaan buiten de handel tentu tak dapat dipersewakan. 59 Mengenai essensial harga sewa atau uang sewa harus ditentukan bersama antara yang 59 M.Yahya Harahap, Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara 58 menyewakan dengan si penyewa, besarnya uang sewa harus tertentu atau sesuatu yang dapat ditentukan, bisa uang atau berupa prestasi lain. Tentang hak sewa atas tanah Undang-undang pokok Agraria memperbedakan hak sewa untuk bangunan di satu pihak dan hak-sewa atas tanah pertanian di lain pihak. 60 Sedangkan hak sewa lahan tanah adalah baik didirikan bangunan ataupun tidak ada bangunan diatasnya.

2. Syarat –Syarat Pemohon Atas Pemanfaatan Lahan Tanah Gabion Belawan